Perceptor:
Koass:
2018
2
1. Definisi Menopause
Wanita dalam perkembangannya yang berkaitan dengan hal reproduksi akan melalui
beberapa tahapan. Saat bayi, wanita telah dibekali dengan beberapa ratusan oosit. Sebagian
oosit tersebut hilang sebelum masa pubertas, ketika masa reproduksi dan sebagian
lagi hilang seiring dengan bertambahnya usia. Pada akhirnya wanita tidak dapat lagi
menjalankan fungsinya untuk bereproduksi. Folikel - folikel indung telur juga
mengalami kerusakan lebih cepat yang pada akhirnya akan habis. Inilah yang disebut
sebagai masa menopause, masa berhentinya menstruasi yang sering diindentikkan dengan
penuaan. Dalam keadaan yang cukup bervariasi dan individual bagi seorang wanita.
Folikel telur yang tersisa dalam indung telur (sekitar 8000) mulai lenyap. Peristiwa yang
aneh dan tidak jelas ini terjadi antara usia 45 tahun dan 55 tahun. Perubahan itu tiba
- tiba, dan ada peralihan perlahan - lahan dari aktivitas indung telur yang normal pada
tahun - tahun menopause.
Menopause adalah perdarahan uterus terakhir yang masih diatur oleh fungsi hormonal
ovarium. Wanita usia 40-45 tahun merupakan usia pre-menopause dan usia 46-55 tahun adalah
usia menopause. Setiap individu memiliki usia menopause yang berbeda, kekurangan gizi,
merokok dan tidak punya anak mempercepat terjadinya menopause pada wanita di Negara
industri. Paritas yang singkat akan menunda datangnya usia menopause karena setiap hamil
dan menyusui konsentrasi estrogen di dalam darah meningkat 30 kali dari yang normal. Terapi
hormon secara kontinue efektif untuk mengatasi kekurangan estrogen. Akibat penurunan kadar
estrogen, wanita usia menopause sering mengalami sindrom menopause yaitu timbulnya gejala
vasomotor, seperti: rasa panas ( hot fluses ), vertigo, banyak keringat, berdebar-debar, migrain,
nyeri otot, nyeri punggung dan gejala psikologi seperti mudah tersinggung, merasa tertekan,
sulit tidur, sulit konsentrasi dan atropi umum jaringan seperti kulit menipis dan sebagainya.
Dampak lebih lanjut adalah penurunan massa tulang atau osteoporosis dan semakin dini
terjadinya menopause maka semakin dini terjadinya penurunan massa tulang pada wanita.
Fitoestrogen kelompok molekul tanaman yang secara parsial mempunyai efek agonis atau
antagonis pada reseptor estrogen. Molekul fitoestrogen yang mempunyai sifat ini adalah
3
2. Isoflavon
Kedelai sebagai bahan makanan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Di antara jenis kacang-
kacangan, kedelai merupakan sumber protein, lemak, vitamin, mineral dan serat yang paling
baik. Dalam lemak kedelai terkandung beberapa fosfolipida penting, yaitu lesitin, sepalin dan
lipositol. Kedelai sudah diyakini banyak orang untuk penyembuhan penyakit, seperti diabetes,
ginjal, anemia, rematik, diare, hepatitis, dan hipertensi. Kandungan zat dalam kedelai diyakini
cukup berkhasiat untuk menyembuhkan berbagai penyakit tersebut. Isoflavon tergolong
kelompok senyawa flavonoid, yang banyak ditemukan dalam buah–buahan, sayur-sayuran,
dan biji-bijian. Beberapa bahan pangan yang telah dianalisis, diketahui kedelai menempati
urutan pertama, mengandung senyawa isoflavon dan derivatnya. Isoflavon dan derivatnya
merupakan senyawa yang diketahui berfungsi sebagai antioksidan, antitumor,
antiosteroklerosis (Dixon RA, Steele CL , 1999; Yuan D, 2008). Kandungan isoflavon pada
kedelai berkisar 2-4 mg/g kedelai. Senyawa isoflavon ini pada umumnya berupa senyawa
kompleks atau konjugasi dengan senyawa gula melalui ikatan glukosida. Jenis senyawa
isoflavon ini terutama adalah genistin, daidzin, dan glisitin.
Isoflavon tergolong kelompok flavonoid, senyawa polifenolik yang banyak ditemukan dalam
buah–buahan, sayur-sayuran, dan biji-bijian. Yang termasuk isoflavon di antaranya adalah
genistin, daidzin, genistein, dan daidzein, dengan struktur seperti pada gambar berikut.
4
Pada wanita menjelang menopause, produksi estrogen menurun sehinngga dapat menimbulkan
berbagai gangguan. Untuk itu, perlu dipikirkan bagaimana mensubstitusi hormon agar fungsi
hormonalnya masih dapat dipertahankan. Dalam keadaan demikian, penggunaan estrogen
5
yang dikombinasikan dengan progesteron sinttetik (hormon RT) dapat mencegah proses
osteoporosis. Di sisi lain, dikatakan bahwa estrogen juga dapat mencegah risiko kanker. Dalam
melakukan kerjanya, estrogen membutuhkan estrogen reseptor (ERs) yang dapat "on/off" di
bawah kendali gen pada kromosom yang disebut ER. Beberapa target organ seperti
pertumbuhan dada, tulang, dan empedu bersifat responsif terhadap ER ini.
Isoflavon, khususnya genistein, dapat terikat dengan _-ER. Walaupun ikatannya lemah, tetapi
dengan ß-ER mempunyai ikatan sama dengan estrogen. Senyawa isoflavon terbukti juga
mempunyai efek hormonal, khususnya efek estrogenik. Efek estrogenik ini terkait dengan
struktur isoflavon yang dapat ditransformasikan menjadi equol, dimana equol ini mempunyai
struktur fenolik yang mirip dengan hormon estrogen. Mengingat hormon estrogen berpengaruh
pula terhadap metabolisme tulang, terutama proses klasifikasi, maka adanya isoflavon yang
bersifat estrogenik dapat berpengaruh terhadap berlangsungnya proses klasifikasi. Dengan kata
lain, isoflavon dapat melindungi proses osteoporosis pada tulang sehingga tulang tetap padat
dan masif.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, S.A. Flavonoid dan Phyto Medica: Kegunaan dan Prospek. Phyto Medica, Vol I, No,
2, 1990.
Barz, W., Heskamp, Klus, K., Rehms, H. dan Steinkamp, R. Recent Aspect of Protein, Phytate
and Isoflavone Metabolism by Microorganisms Isolated from Tempe-Fermentation. Tempo
Workshop, Jakarta, 15 February 1993.
6
Chen, L. 1986. Plant Flavonoids in Biology and Medicine: Biochemical, Pharmaceutical and
Structure Activity Relaionships. Alan R. Liss, Inc. p:
Dixon RA, Steele CL , 1999, Flavonoids and Isoflavone : a gold mine for metablic engineering.
Trends Plant Sci, 4, 394 -400
Fujiki H., Horiuci T., Yamashita K., Haki H., Suganuma M., Nishino H., lwashima A., Hirata,
Y., dan Sugimura T. 1986. Inhibition of Tumor Promotion by Flavonoids. Plant Flavonoids in
Biology and Medicine: Biochemical, Pharmaceutical and Structure Activity Relaionships.
Galati G, O’Brien PJ., (2004), Potential toxicity of flavonoids and other dietary phenolics:
significance for their chemopreventive and anticancer properties, Free Radic. Biol. Med.,
37(3), 287-303