vi
ABSTRACT
vii
KATA PENGANTAR
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK………………………………………………………... vi
ABSTRACT………………………………………………………. vii
KATA PENGANTAR……………………………………………. viii
DAFTAR ISI……………………………………………………… x
DAFTAR TABEL………………………………………………… xii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………… xiii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………….... xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang………………………………………. 1
1.2. Perumusan Masalah………………………………….. 3
1.3. Tujuan Penelitian…………………………………….. 3
1.4. Hipotesis……………………………………………... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Aktinomiset...………………………………………... 5
2.2. Tumbuhan Krokot…………………………………… 6
2.3. Antibiotika…………………………………………… 7
2.4. Pelarut Ekstraksi……………………………………... 15
2.5. Mikroorganisme uji………………………………….. 18
2.6. Separasi Antibiotika…………………………………. 24
2.7. Isolasi dan Purifikasi………………………………… 25
2.8. Kromatografi Lapis Tipis……………………………. 28
2.9. High Performance Liquid Chromatography (HPLC) . 34
2.10. Fourier Transform Infra Red (FTIR) ………………. 38
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian……………………….. 40
3.2. Alat dan Bahan………………………………………. 40
3.3. Prosedur Kerja………………………………………. 41
x
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Optimasi Separasi Senyawa Aktif Aktinomiset….….. 57
4.2. Variasi Pelarut dan Perlakuan pada Sampel…………. 60
4.3. Pengaruh Penambahan Pelarut pada Sampel 63
Biomassa……………………………………………..
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Karakterisasi etil asetat…………………………………... 16
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Bakteri A. israelii….………………………………… 5
Gambar 2 Tumbuhan Portulaca oleracea L………….………... 7
Gambar 3 Sel A. niger………………………………………….. 18
Gambar 4 Sel B. subtilis………………………………………... 19
Gambar 5 Hifa Candida albicans………………………………. 20
Gambar 6 Sel Escherichia coli…………………………………. 21
Gambar 7 Sel Pseudomonas aeruginosa……………………….. 22
Gambar 8 Sel Staphylococcus aureus………………………….. 23
Gambar 9 Permukaan gel silika………………………………… 29
Gambar 10 Kromatografi Lapis Tipis…………………………… 30
Gambar 11 Lempengan setelah pelarut bergerak setengan dari 31
lempengan……………………………………………
xiii
Gambar 25 Uji Bioautografi……………………………………... 67
Gambar 25 Spektra HPLC fraksi etil asetat……………………... 68
Gambar 26 Spektra UV fraksi etil asetat………………………… 69
Gambar 27 Spektra HPLC fraksi etil asetat : metanol………....... 70
Gambar 28 Spektra UV fraksi etil asetat : metanol……………… 70
Gambar 29 Hasil uji FTIR ekstrak aktinomiset hasil fraksinasi 71
kolom………………………………..……………….
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
10 Gambar-gambar Peralatan............................................. 88
11 Data Percobaan……………………………………….. 89
xv
BAB I
PENDAHULUAN
yang dihasilkan oleh organisme hidup yang dalam konsentrasi rendah dapat
Pada akhir 1972-an, bakteri dari genus Streptomyces ini telah menghasilkan 2.078
jenis antibiotika baru terus dilakukan karena ada faktor resistensi mikroba
terhadap antibiotika yang telah ada. Sebagai contoh resistensi terhadap penicillin
pada suatu organisme dapat disebabkan oleh produksi penicillinase, suatu enzim
endofit. Bakteri endofit merupakan istilah yang digunakan untuk bakteri yang
Banyak bangsa kuno seperti orang Mesir kuno, dan orang Yunani kuno sudah
menggunakan jamur dan tanaman untuk mengobati infeksi (Pelczar & Chan,
2005). Belum lama ini ditemukan adanya bakteri yang hidup di dalam jaringan
bagian dalam tanaman tersebut dan setelah diteliti ternyata bakteri tersebut
yang sama dengan tanaman tersebut. Oleh karena itu, para ilmuwan lebih memilih
yang serupa.
Metode agar cakram kertas (Paper Disc Method) merupakan salah satu
Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) dan Escherichia coli (E. coli) (Haslm,
serta analisa kemurnian dengan uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT), High
(FTIR).
1.2. Perumusan Masalah
seperti tanah humus, daun, bahkan batang tanaman, yang memiliki kemampuan
sebagai antibiotika, salah satunya yang diuji dalam penelitian ini adalah isolat
Krokot (Portulaca) dari Lampung. Hal ini disebabkan karena salah satu
spesiesnya yaitu Portulaca oleracea dikenal sebagai tanaman purslane yang dapat
(antibakteri), namun senyawa tersebut belum diketahui jenis pelarut optimal dan
keberadaannya di dalam sel (intrasel) ataukah di luar sel (ekstrasel). Selain itu
belum diketahui pula persentase kemurnian hasil kromatografi kolom dan gugus-
aktinomiset.
fermentasi aktinomiset.
c. Mengetahui persentase kemurnian senyawa aktif antibiotika hasil kromatografi
kolom.
1.4. Hipotesis
senyawa di dalam sel (intrasel) atau di luar sel (ekstra sel), sehingga dalam
penelitian ini dilakukan pemisahan antara supernatan dan biomassa. Jika senyawa
berada di dalam sel (intrasel), namun jika senyawa aktif terdapat di supernatan
maka senyawa tersebut berada di luar sel (ekstrasel). Senyawa antibiotika tersebut
dapat berupa senyawa non polar, semipolar hingga polar, sehingga dilakukan
mewakili ketiga jenis polaritas tersebut yaitu n-butanol mewakili pelarut polar, etil
asetat mewakili pelarut semipolar dan n-heksana yang mewakili pelarut non polar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Aktinomiset
Aktinomiset adalah kelompok ke-17 dari bakteri yang diakui dalam edisi
mutakhir Bergey’s Manual (Pelczar & Chan, 2005) termasuk domain bakteri.
Semua aktinomiset adalah gram positif dan mereka bisa bersifat anaerobik atau
berada dalam bentuk bakteri tunggal berbentuk batang. Secara morfologi koloni
aktinomiset berbentuk seperti fungi dengan adanya jaringan hifa yang bercabang
(Holt, 1994).
Domain : Bacteria
Phylum : Actinobacteria
Sub class : Actinobacteridae
Ordo : Actinomycetales
Sumber : Sub ordo : Actinomycineae
Familia : Actinomycetaceae
http://en.wikipedia.org/wiki/Actinomy Genus : Actinomyces
cete Species : A. israelii
lainnya, khususnya pada rongga mulut. Pada beberapa kasus yang jarang terjadi,
Namun, aktinomiset juga memiliki peran penting dalam ekologi tanah dengan
menghasilkan sejumlah enzim yang dapat membantu mendegradasi material
organik tanaman, lignin dan kitin, dalam pembentukan kompos (Stackebrandt, et.
al., 1997).
sekunder berupa antibiotika dan sampai saat ini penelitian mengenai hal tersebut
Portulaca (nama daerah: Krokot) adalah genus dari tanaman dari suku
spesies yang ditemukan di daerah tropis dan daerah bermusim empat. Portulaca
spesiesnya yaitu Portulaca oleracea dikenal sebagai tanaman purslane yang dapat
sebagai tanaman hama. Beberapa spesies Portulaca juga menjadi makanan bagi
2
Klasifikasi Ilmiah
(Tjitrosoepomo, 2002) :
Kingdom: Plantae
Divisio: Spermatophyta
Sub division : Angiospermae
Class: Dicotyledoneae
Sub class : Monochlamydeae
Ordo: Caryophyllales
Sumber :
Familia: Portulacaceae
http://en.wikipedia.org/wiki/Portulaca_
Genus: Portulaca L.
oleracea
Species : P. oleracea
Gambar 2. Tumbuhan Portulaca
oleracea L.
2.3. Antibiotika
Istilah asli antibiotika berarti suatu zat dengan aktivitas biologi membasmi
organisme hidup; tetapi antibiotika sekarang digunakan untuk suatu zat dengan
dan diisolasi dari organisme hidup, seperti kelas penicillin dihasilkan dari fungi
toksisitas tinggi juga dapat membunuh mamalia, antibiotika dari mikroba tidak
3
memiliki efek samping dan aktivitas terhadap sasaran sangat tinggi. Kebanyakan
antibiotika anti bakterial tidak memiliki aktivitas membasmi virus, fungi, atau
bakteri tertentu, seperti bakteri gram positif dan gram negatif, sedang antibiotika
1954).
semi sintetik dan sintetik yang efektif pada konsentrasi rendah (Singleton &
Sainsbury, 1987).
Definisi yang sama juga disampaikan oleh Pelczar & Chan (2005) yang
suatu organisme tertentu, yang dalam jumlah amat kecil bersifat merusak atau
mikroorganisme lain.
4
2.3.2. Sejarah Antibiotika
disebabkan oleh bakteri seperti tuberkulosis, pes dan kusta, tetapi antibiotika tidak
yang diketahui, dilakukan oleh orang Cina kuno lebih dari 2.500 tahun yang lalu.
Banyak bangsa kuno lainnya seperti orang Mesir kuno sudah menggunakan jamur
dan tanaman untuk mengobati infeksi. Kedua organisme ini memproduksi zat
antibiotika, fenomena ini dikenal dengan antibiosis (Pelczar & Chan, 2005).
oleh organisme yang lain (Hussar & Holley, 1954). Antibiosis pertama kali
dijelaskan dalam bakteri pada tahun 1877 ketika Louis Pasteur dan Robert Koch
Perancis oleh Ernest Duchesne pada tahun 1897, tetapi pekerjaannya ini tidak
tahun 1909, untuk mengatasi masalah syphilis yang menyebar luas. Salvarsan juga
efektif membasmi infeksi spirochaetal lainnya, namun salvarsan tidak terlalu lama
ditemukannya kembali Penicillin oleh Alexander Fleming pada tahun 1928. Rene
Dubos pada tahun 1939 mengisolasi gramicidin, salah satu antibiotika pertama
5
yang digunakan secara komersial selama Perang Dunia kedua membuktikan
keefektifan yang tinggi dalam mengobati luka dan bisul. Lebih dari sepuluh tahun
kemudian, Ernest Chain dan Howard Florey tertarik dengan pekerjaan yang
2006).
banyak spesies.
seperti reaksi alergi, kerusakan syaraf, iritasi pada ginjal atau saluran
gastrointestin.
e. Harus dapat diberikan melalui mulut tanpa diinaktifkan oleh asam lambung
darah.
g. Konsentrasi antibiotika dalam jaringan atau darah harus dapat mencapai taraf
6
2.3.3. Pengelompokan Antibiotika
b. Golongan makrolida. Struktur golongan ini terdiri atas cincin lakton yang
besar dinamakan makrolid, gugus keton, dan glikosida. Cara kerja golongan
7
2.3.4. Cara Kerja Antibiotika
2003). Perbedaan ini sebenarnya tidak pasti, tetapi pada derajat tertentu berkaitan
dengan dosis.
stabil.
populasi.
8
Secara umum, antibiotika bekerja dengan cara merubah proses
bakteri dalam penangkapan asam glutamat dan nutrien lainnya dari lingkungan.
Aureomycin dan terramycin telah dipastikan dapat menekan fosforilasi dalam sel
perubahan dalam satu gen bakteri yang menjadikan bakteri tersebut resisten.
bakteri gram negatif mempunyai gen khusus yang berfungsi melindungi bakteri
tersebut dari pengaruh bakterisidal suatu obat atau antibiotika. Misalnya, gen
9
sedangkan galur-galur yang sensitif terhambat atau mati. Gen resisten ini dapat
2005).
luar.
b. Menggunakan antibiotika yang sesuai dengan dosis yang tepat pula agar
dilution) atau teknik cawan cakram kertas (paper disc plate). Teknik pengenceran
10
Metode agar cakram kertas merupakan metode yang digunakan dalam
kecil yang diresapi ekstrak hasil fermentasi aktinomiset dari beberapa pelarut
Etil asetat adalah senyawa organik dengan rumus CH 3CO 2CH 2CH3.
Senyawa ini merupakan ester dari etanol dan asam asetat. Senyawa ini berwujud
cairan tak berwarna, memiliki aroma khas. Etil asetat diproduksi dalam skala
Etil asetat adalah pelarut semipolar yang volatil (mudah menguap), tidak
beracun dan tidak higroskopis. Etil asetat merupakan penerima ikatan hidrogen
yang lemah, dan bukan suatu donor ikatan hidrogen karena tidak adanya proton
yang bersifat asam (yaitu hidrogen yang terikat pada atom elektronegatif seperti
fluor, oksigen dan nitrogen). Etil asetat dapat melarutkan air hingga 3%, dan larut
dalam air hingga kelarutan 8% pada suhu kamar. Kelarutannya meningkat pada
11
Tabel 1. Karakterisasi Etil asetat (Baden, 2002)
Etil etanoat
Nama sistematis
Etil asetat
Etil ester
Nama alternatif Ester asetat
Ester etanol
Rumus molekul C4 H8O2
Massa molar 60,05 g/mol
Densitas dan fase 0,77 g/cm³, cairan
Titik lebur −25 °C
Titik didih 77 °C
Kelarutan dalam air 50 g/1L (20 °C)
Kelarutan dalam etanol, aseton, dietil eter,
Larut
benzen
Penampilan Cairan tak berwarna
Indeks refraktif (nD) 1,3716 (20 oC, 589 nm)
Kekentalan 1,17 mm2/s pada 20 °C
Momen dipol 1,5 D
Mudah terbakar, Pembuat iritasi,
Bahaya utama
Korosif
2.4.2. n-Butanol
alkohol primer dengan struktur 4 atom karbon dan mempunyai rumus C 4H 10O.
rendah pada dosis tunggal yang diujicobakan pada hewan percobaan. Namun
butanol cenderung cukup aman bila digunakan dalam kosmetik. Serupa dengan
alkohol rantai pendek lainnya, kontak butanol pada kulit disertai penghirupan
yang dilakukan terus menerus dapat mengakibatkan depresi pada sistem syaraf
pusat.
12
Tabel 2. Karakterisasi n-Butanol (Baden, 2002)
Nama sistematis 1-Butanol
Butanol
Butan-1-ol
n-Butanol
Nama alternatif normal-Butanol
Butil alkohol
Butyric alkohol
Propylcarbinol
Rumus molekul C4H10O, BuOH
Massa molar 74.12 g/mol
Penampilan Cairan bening
Densitas dan fase 0.81 g/cm³ @ 20 °C, cairan
Titik lebur −89 °C
Titik didih 116-118 °C
Kelarutan dalam air 77 g/1 L H2 O pada 20 °C
Indeks refraktif 1,3993 (20 oC, 589 nm)
Momen dipol 1,66 D (1-butanol)
Bahaya utama Mudah terbakar, Pembuat iritasi
Titik nyala 34 °C
2.4.3. n-Heksana
CH 3(CH 2)4CH 3. Isomer-isomer heksana sebagian besar tidak reaktif dan seringkali
digunakan sebagai pelarut inert dalam reaksi organik karena mereka sangat non
polar. Umumnya heksana terdapat di dalam gas, perekat yang digunakan dalam
13
2.5. Mikroorganisme Uji
Aspergillus niger adalah fungi dan salah satu spesies yang paling umum
sebagai jamur hitam pada buah dan sayuran tertentu seperti anggur, bawang dan
niger terutama di tanah dan umumnya dalam ruangan berbentuk koloni hitam
spesies Aspergillus lainnya, tetapi sporanya bila dalam jumlah besar terhirup
Selain itu A. niger merupakan penyebab utama otomycosis (infeksi jamur telinga),
14
2.5.2. Bacillus subtilis
pada pemanasan yang sangat tinggi dan sering merusak makanan yang
15
2.5.3. Candida albicans
salah satu flora usus, organisme yang bayak hidup pada mulut dan saluran
kondisi umum yang biasanya mudah diobati pada orang yang memliki daya tahan
dan tidak menghasilkan spora. E. coli dapat hidup pada berbagai jenis substrat. E.
suksinat, etanol, asetat dan karbon dioksida. Pertumbuhan optimal E. coli terjadi
16
Klasifikasi Escherichia coli
(Madigan, et. al., 2002) :
Domain: Bacteria
Phylum: Proteobacteria
Class: Gamma Proteobacteria
Ordo: Enterobacteriales
Familia: Enterobacteriaceae
Genus: Escherichia
Sumber :
Species: E. coli
http://en.wikipedia.org/wiki/Escheric
hia_coli
E. coli adalah bakteri yang umumnya ditemukan di usus bagian bawah dari
hewan berdarah panas (Vogt & Dippold, 2005). Kebanyakan galur E. coli tidak
makanan yang berbahaya bagi manusia. Galur E. coli yang tidak berbahaya
merupakan salah satu flora normal dalam usus, dan menguntungkan inang mereka
dalam usus (Bentley & Meganathan, 1982). E. coli ditemukan oleh ahli gizi dan
ahli bakteri Jerman Theodor Escherich pada tahun 1885, dan sekarang
proteobacteria.
17
P. aeruginosa mensekresikan berbagai jenis pigmen, termasuk pyocianin
daya tahan tubuh rendah, dan biasanya menyerang saluran paru-paru, saluran urin,
bekas luka bakar, dan luka yang diperban, dan juga menyebabkan infeksi darah.
P. aeruginosa merupakan penyebab utama dari infeksi pada luka bakar dan
infeksi telinga luar, dan seringkali membentuk koloni pada alat-alat medis seperti
18
2.5.6. Staphylococcus aureus
positif yang berbentuk kokus dengan penampakan kumpulan seperti buah anggur
hemolisis ketika ditumbuhkan dalam media blood agar (Ryan & Ray, 2004).
pada tahun 1880 oleh ahli bedah Sir Alexander Ogston dalam nanah dari bisul saat
19
S. aureus umumnya hidup pada kulit dan hidung seseorang. Bakteri ini
bisul, bisul bernanah, dan sindrom kulit terbakar, serta penyakit yang berbahaya
seperti pneumonia, radang selaput otak, toxic shock syndrome (TSS), dan
ialah pemisahan sel, bagian sel atau zat-zat tak larut lainnya dari cairan medium.
Produk mungkin berada di dalam sel atau di luar sel. Bila produk tidak
disekresikan ke dalam medium (intrasel), maka produk ada di bagian padatan dan
harus dikeluarkan dari sel. Cara untuk memecah sel dapat secara kimia atau
mekanis, antara lain dengan ultrasonic disrupter untuk memecah dinding sel skala
mekanis lebih lazim digunakan karena lebih efisien dan mudah digunakan dalam
pemecahan dinding sel menjadi lebih mudah yaitu dengan memasukkan gen
pembawa sifat melemahkan dinding sel bakteri, sehingga lisis dinding sel akan
dapat langsung diambil dan diekstraksi pada proses berikutnya, atau ekstraksi
20
2.6.1. Filtrasi
penyebabnya antara lain sifat, ukuran dan morfologi mikroba; pH dan kepekatan
biakan; kontaminasi mikroba yang tak diinginkan dan sifat residu substrat yang
dari Buchner funnel dan Buchner vacuum flask. Pemisahan dapat dilakukan
2.6.2. Sentrifugasi
untuk memisahkan cairan dan padatan. Alat ini sangat berguna di dalam
koagulasi dan flokulasi terlebih dahulu, terutama untuk mengubah koloid menjadi
partikel yang mudah mengendap. Koagulasi dan flokulasi dapat dilakukan dengan
21
2.7. Isolasi dan Purifikasi.
dapat dibuang. Setelah produk dilepaskan dari sel, tahap selanjutnya dilakukan
Pada prinsipnya bila senyawa organik dipapar dengan dua sistem pelarut
yang tidak saling larut, senyawa tersebut akan terdistribusi di antara dua sistem
dalam filtrat fermentasi dengan pelarut organik. Jenis pelarut organik yang
seberapa baik proses ekstraksi itu dilakukan. Rasio distribusi (D) adalah
konsentrasi zat terlarut dalam fase organik dibagi dengan konsentrasi zat terlarut
dalam fase air. Nilai rasio distribusi bergantung pada temperatur, konsentrasi zat
kimia dalam sistem dan sejumlah parameter lainnya. Bila dirumuskan maka nilai
D = C org
C air
22
Keterangan :
D = Rasio distribusi
C org = Konsentrasi zat terlarut dalam fase organik (mg/L) C
air = Konsentrasi zat terlarut dalam fase air (mg/L)
temperatur rendah yaitu kurang dari 40 0C dan tekanan juga perlu dikurangi.
dikehendaki. Alat yang biasa digunakan untuk pemekatan hasil ekstraksi adalah
rotary evaporator.
menjaga distribusi panas lebih merata. Kemampuan alat ini untuk menguapkan
pelarut bervariasi, tetapi pada dasarnya lebih dipengaruhi oleh kondisi operasinya
seperti temperatur, besarnya vacuum dan jenis pelarut yang digunakan dan
diuapkan.
2.7.2. Adsorpsi
Hasil isolasi pada tahap awal biasanya masih mengandung kotoran atau
senyawa dari biakan fermentasi yang mempunyai sifat fisika-kimia sama dengan
produk yang dikehendaki, sehingga proses isolasi menjadi lebih sulit. Oleh karena
itu harus dilakukan purifikasi lagi dengan teknik yang dapat memisahkan
sifat-sifat bahan yang akan dieliminasi dan diisolasi, produk dapat dipisahkan
dengan berbagai macam cara kromatografi seperti adsorpsi, partisi, penukar ion
23
dan lain-lain. Pada penelitian ini kromatografi yang digunakan yaitu adsorpsi.
Pada prinsipnya merupakan adsorpsi permukaan dan merupakan cara yang sangat
permukaan luas, disebabkan banyaknya pori halus pada padatan tersebut yang
digunakan untuk mengadsorpsi senyawa dengan berat molekul rendah dan untuk
mengadsorpsi senyawa polar dari larutan non polar. Besarnya luas permukaan
berada dalam orde 200-1000 m2/g adsorben, dengan diameter pori sebesar 0,0003-
Adsorben yang lazim digunakan antara lain silika gel, aluminium oksida,
karbon aktif dan polistiren. Pembentukan garam suatu produk juga merupakan
salah satu cara untuk mengisolasi antibiotika, sebagai contoh garam laktat dan
diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak
(berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa
24
Kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau
alumina yang seragam setebal 0,1-0,3 mm pada sebuah lempeng gelas atau logam
atau plastik yang keras (Nur & Adijuwana, 1988). Gel silika (atau alumina)
merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga
ultra violet. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai.
Gel silika adalah bentuk dari silikon dioksida (silika). Atom silikon
dihubungkan oleh atom oksigen dalam struktur kovalen yang besar. Namun, pada
permukaan gel silika, atom silikon berlekatan pada gugus –OH (Nur &
Adijuwana, 1988).
Jadi, pada permukaan gel silika terdapat ikatan Si-O-H selain Si-O-Si.
Gambar 9 menunjukkan bagian kecil dari permukaan silika. Permukaan gel silika
sangat polar dan karenanya gugus -OH dapat membentuk ikatan hidrogen dengan
senyawa-senyawa sampel yang sesuai. Fase diam lainnya yang biasa digunakan
adalah aluminium oksida. Atom aluminium pada permukaan memiliki gugus -OH.
25
Ketika pelarut mulai membasahi lempengan, pelarut pertama akan
2) Senyawa melekat pada fase diam, misalnya gel silika tergantung pada
2.8.2. Kromatogram
lempengan dan setetes pelarut dari campuran pewarna ditempatkan pada garis itu.
Penandaan pada garis di lempengan untuk menunjukkan posisi awal dari tetesan.
Jika ini dilakukan menggunakan tinta, pewarna dari tinta akan bergerak
26
Gelas arloji
Chamber
Plat KLT
Garis pensil
Pelarut
Spot campuran
dalam sebuah gelas kimia bertutup berisi pelarut dalam jumlah yang tidak terlalu
banyak. Alasan untuk menutup gelas kimia adalah untuk meyakinkan bahwa
kondisi dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk mendapatkan
kondisi ini, dalam gelas kimia biasanya ditempatkan beberapa kertas saring yang
terbasahi oleh pelarut. Kondisi jenuh dalam gelas kimia dengan uap mencegah
komponen yang berbeda dari campuran pewarna akan bergerak pada kecepatan
yang berbeda dan akan tampak sebagai perbedaan bercak warna (Nur &
Adijuwana, 1988).
27
Ketinggian
yang dicapai
pelarut
Ada dua cara untuk menyelesaikan analisis sampel yang tidak berwarna.
(UV).
Sinar UV
Cara yang kedua yaitu penunjukkan bercak secara kimia. Sebuah contoh
yang baik adalah kromatogram yang dihasilkan dari campuran asam amino.
28
S e b e lu m S e t e la h
d is e m p r o t k a n d is e m p r o t k a n
n in h id r in n in h id r in
ditempatkan pada wadah bertutup (seperti gelas kimia dengan tutupan gelas arloji)
bersama dengan kristal iodium. Uap iodium dalam wadah dapat berekasi dengan
bercak pada kromatogram, atau dapat dilekatkan lebih dekat pada bercak daripada
oleh pelarut dan jarak yang tempuh oleh bercak warna masing-masing digunakan
dipindahkan dari gelas kimia dan posisi pelarut ditandai dengan sebuah garis,
29
Pengukuran berlangsung sebagai berikut:
J a r a k ya n g J a r a k ya n g
d it e m p u h d it e m p u h b
p e la r u t eberap a k o
m p o nen
awal, sementara pelarut berjarak 5,0 cm, sehingga nilai R f untuk komponen
Rf = 1,7
5,0
= 0,34
Jika pengulangan percobaan ini dilakukan pada kondisi yang tepat sama,
nilai R f yang akan diperoleh untuk setiap warna akan selalu sama. Sebagai contoh,
nilai Rf untuk warna merah selalu adalah 0,34. Namun, jika terdapat perubahan
kromatografi kolom. Selain dari pelarut yang menetes melalui kolom di bawah
gravitasi, didukung melalui tekanan tinggi sampai dengan 400 atm. Ini membuat
30
HPLC memperbolehkan penggunaan partikel yang berukuran sangat kecil
untuk material terpadatkan dalam kolom yang mana akan memberi luas
permukaan yang lebih besar berinteraksi antara fase diam dan molekul-molekul
yang melintasinya. Hal ini memungkinkan pemisahan yang lebih baik dari
Pelarut
Pompa untuk
menghasilkan Prosessor
tekanan
Sinyal ke prosessor
Limbah
menuju detektor disebut sebagai waktu retensi. Waktu retensi diukur berdasarkan
31
Senyawa-senyawa yang berbeda memiliki waktu retensi yang berbeda.
Untuk beberapa senyawa, waktu retensi akan sangat bervariasi dan bergantung
a. Tekanan yang digunakan (karena itu akan berpengaruh pada laju alir dari
pelarut)
b. Kondisi dari fase diam (tidak hanya terbuat dari material apa, tetapi juga pada
ukuran partikel)
2.9.2. Detektor
kolom. Metode umum yang mudah dipakai untuk menjelaskan yaitu penggunaan
luar melalui kolom dan sebuah detektor pada sisi yang berlawanan, akan
didapatkan pembacaan langsung berapa besar sinar yang diserap. Jumlah cahaya
yang diserap akan bergantung pada jumlah senyawa tertentu yang melalui berkas
32
Detektor
UV
Keluaran dari
kolom
Sinar UV yang
diserap campuran
senyawa
Sinar UV
Gambar 16. Pendeteksian langsung senyawa organik
mewakili satu senyawa dalam campuran yang melalui detektor dan menyerap
sinar UV. Selama mengontrol kondisi kolom, waktu retensi dapat digunakan
diketahui jumlahnya diinjeksikan pada instrument, tidak hanya waktu retensi dari
senyawa tersebut yang dapat direkam, tetapi juga dapat menghubungkan jumlah
dari senyawa X dengan puncak dari senyawa yang dihasilkan. Area di bawah
puncak sebanding dengan jumlah X yang melalui detektor, dan area ini dapat
33
Jika larutan X kurang pekat, area di bawah puncak akan berkurang
Jika terdapat dua substansi yang berbeda dalam sebuah campuran (X dan
Y), jumlah relatifnya tidak dapat dikatakan jika menggunakan serapan UV sebagai
metode pendeteksinya.
Dalam Gambar 19, area di bawah puncak Y lebih kecil dibanding dengan
area di bawah puncak X. Ini mungkin disebabkan oleh karena Y lebih sedikit dari X,
tetapi dapat sama karena Y mengabsorbsi sinar UV pada panjang gelombang lebih
sedikit dibanding dengan X. Ini mungkin ada jumlah besar Y yang tampak,
tetapi jika diserap lemah, ini akan hanya memberikan puncak yang kecil.
34
2.10. Fourier Transform Infra Red (FTIR)
ikatan yang berbeda mempunyai sifat frekuensi vibrasi yang berbeda, dan karena
tipe ikatan yang sama dalam dua senyawa berbeda terletak dalam lingkungan yang
sedikit berbeda, maka tidak ada dua molekul yang berbeda strukturnya akan
mempunyai bentuk serapan inframerah (IR) atau spektrum inframerah (IR) yang
identik, maka seseorang dapat menyatakan apakan kedua senyawa tersebut identik
atau tidak. Pelacakan tersebut lazim dikenal dengan bentuk sidik jari dari dua
spektrum inframerah (IR). Jika puncak spektrum IR dari kedua senyawa tepat
sama maka dalam banyak hal dua senyawa tersebut adalah identik (Day, Jr &
Underwood, 1990).
Kebanyakan gugus seperti C-H, O-H, C=O, dan CN, mempunyai serapan
IR yang hanya bergeser sedikit dari satu molekul ke molekul yang lain. Berikut ini
tabulasi beberapa gugus fungsi yang khas memiliki serapan tertentu pada daerah
35
Tabel 4. Beberapa frekuensi gugus inframerah (IR)
Gugus Fungsi Panjang Gelombang (µm) Frekuensi (cm-1)
O-H Alkohol/fenol bebas 2,74-2,79 3580-3650
Asam karboksilat 3,70-4,0 2500-2700
H yang terikat 2,82-3,12 3210-3550
NH Amina primer, 6,10-6,45 3140-3320
sekunder dan amida
CH Alkana 3,37-3,50 2850-2960
Alkena 3,23-3,32 3010-3095
Alkuna 3,03 3300
Aromatik ~3,30 ~3030
-CH2- Bending 6,83 1465
-CH3 Bending 6,90-7,27 1450-1375
CC Alkuna 4,42-4,76 2190-2260
Alkena 5,95-6,16 1620-1680
Aromatik ~6,25 1475-1600
C=O Aldehid 5,75-5,81 1720-1740
Keton 5,79-5,97 1675-1725
Asam 5,79-5,87 1700-1725
Ester 5,71-5,86 1720-1750
Anhidrida 5,52-5,68 1760-11810
CN Nitrit 4,35-5,00 2000-3000
NO2 Nitro 6,06-6,67 1500-1650
36
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian berlangsung selama 5 bulan terhitung mulai Minggu ketiga dari bulan
AJ100]; laminar air flow, [ICN Gelaire TC-60]; autoclave, [TOMY SS-325];
labu Erlenmeyer 100, 250 dan 4000 mL; gelas ukur 100 mL dan 500 mL; gelas
beaker 50, 100, 500 dan 1000 mL; tabung concentrator 10 mL; tabung sentifuge
50 dan 500 mL; labu bulat 500 dan 1000 mL; ruang asam; pipet volume; bulp;
pipet tetes; gelas arloji; spatula; ose; burner; dan peralatan lainnya.
AE000484 dari daun tumbuhan krokot berasal dari Lampung, malt extract, yeast
calcium carbonate (CaCO 3), mineral berupa CuSO 4.5H 2O, MnCl2.4H 2O,
ZnSO 4.7H 2O, NaOH konsentrasi 0,1 dan 2 N, TLC [Merck DB684456], pelarut
Media ISP dibuat dengan melarutkan 0,2 g malt extract; 0,08 g yeast
Erlenmeyer dengan penutup kapas yang dibaluti kain kasa. Setelah itu pH-nya
diatur dengan penambahan NaOH 0,1N hingga mencapai 7,2 sambil diaduk
dengan stirer. Kemudian media ISP disterilisasi dalam autoclave selama 15 menit
dengan suhu 121 0C, dan tekanan 2 atm. Media ISP steril didinginkan dalam suhu
dilakukan dalam media ISP secara aseptik. Setelah itu kultur aktinomiset
diinkubasi dan di kocok dengan shaker dalam termostatik selama 1-2 x 24 jam
aquadest, dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer yang diberi penutup berupa
kapas yang dibaluti kain kasa. Selanjutnya pH-nya diatur dengan penambahan
NaOH 0,1N hingga mencapai 7,4 sambil di aduk dengan magnetic stirer.
Kemudian 6,4 g CaCO3 dan 4 mL larutan mineral ditambahkan, lalu diaduk lagi
0,25 gram CuSO4.5H 2O, MnCl2.4H 2O, dan ZnSO 4.7H 2O ke dalam 100 mL
aquadest.
15 menit dengan suhu suhu 121 0C, dan tekanan 2 atm, lalu didinginkan selama ±
1 jam dalam suhu ruang. Kemudian seed culture ditanamkan dalam media
fermentasi sebanyak 1 % dari volume media fermentasi secara aseptik dalam LAF
(laminar air flow), lalu diinkubasi dan di kocok dengan shaker dalam termostatik
dengan suhu 30 0C, kecepatan 150 rpm, selama ± 3 hari berdasarkan fase
etil asetat) dicampurkan dalam broth fermentasi, diujikan secara triplo. Campuran
tersebut di kocok dengan shaker selama ± 3 hari dengan kecepatan 150 rpm.
Sebanyak 100 mL broth fermentasi diambil kembali dan dimasukkan ke
dalam tabung sentrifuge, lalu disentrifugasi dengan kecepatan 8.000 rpm selama
100 mL pelarut ekstraksi (n-heksana, n-butanol dan etil asetat) ditambahkan yang
diujikan secara triplo. Setelah itu supernatan yang telah ditambahkan pelarut
ekstraksi di kocok dengan shaker dengan kecepatan 150 rpm selama ± 3 hari.
yang telah bercampur pelarut ekstraksi disentrifugasi dengan kecepatan 8.000 rpm
selama 15 menit. Antara fase organik dan fase air dipisahkan. Fase organik
concentrator untuk diuapkan selama 3 jam pada suhu -840C hingga didapatkan
dengan sonikator selama 20 menit untuk tiap-tiap tabung. Setelah itu disaring dan
destilat hingga konsentrasi mencapai 20.000 ppm untuk dilakukan uji bioaktivitas
antibiotika.
Broth fermentasi
Buang Ekstrak
Ekstrak
Uji Bioaktivitas
Pada tahap variasi perlakuan dan pelarut pada sampel, media fermentasi
biomassa hasil sonikasi difiltrasi dan filtrat yang dihasilkan diekstraksi dengan
menggunakan pelarut ekstraksi berupa n-butanol dan etil asetat (duplo). Fase
yang dihasilkan.
sentrifuge dan disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 8.000 rpm, fase
organik dan fase air yang bercampur sisa biomassa dipisahkan. Fase organik
dan etil asetat dengan perbandingan 1:1. Selanjutnya campuran dikocok selama 1
jam dan disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 3.000 rpm. Selanjutnya
fase organik dan fase air dipisahkan. Fase organik dipindahkan ke dalam tabung
konsentrator yang telah diketahui bobotnya dan dievaporasi, lalu ditimbang bobot
kering ekstrak yang dihasilkan. Selanjutnya ekstrak-ekstrak kering hasil
fermentasi aktinomiset dari sampel broth fermentasi, dan biomassa ditimbang dan
Sentrifuge
Shaker 1 jam,
8.000 rpm, 15 mnt
Sentrifuge
3.000 rpm, 15 mnt 8 Labu biomassa +
Supernatan
@25 mL aquadest
+ MeOH destilat,
C = 20.000 ppm
Uji Bioaktivitas
Gambar 21. Diagram alir variasi perlakuan dan pelarut pada sampel
3.3.5. Pengaruh Penambahan Pelarut pada Sampel Biomassa
Pada tahap ini, media fermentasi yang dibuat sebanyak 1 liter. Dari 1 liter
tersebut sebanyak 900 mL, dibagi menjadi 3 bagian masing-masing 300 mL dan
dan etil asetat masing-masing sebanyak 25 mL atau hingga volume pelarut dan
hasil sonikasi difiltrasi dan filtrat yang dihasilkan dievaporasi, lalu ditimbang
antibiotika.
B ro th fe r m e n ta s i ( B F )
S e n t r if u g e
8 .0 0 0 rp m , 1 5 m n t
B io m a s s a +
S u p e rn a ta n
p e la r u t e k s t r a k s i
S o n ik a s i 3 0 m n t ,
B u ang
F ilt r a s i
F ilt r a t E n d a p a n b io m a s s a
E v ap o rasi
E k s tr a k B uang
+ M eO H d e st, C = 2 0 .0 0 0 p p m
U ji b io a k t iv it a s
Gambar 22. Diagram alir pengaruh penambahan pelarut pada sampel biomassa
3.3.6. Purifikasi Ekstrak Hasil Fementasi Aktinomiset
pelarut dan biomassa mencapai 35 mL. Kemudian difiltrasi dan filtrat yang
dimasukkan ke dalam kolom yang telah dipreparasi. Secara bertahap kolom dialiri
eluen dengan variasi yang digunakan (total volume tiap eluen 100 mL) berupa :
hasil kromatografi kolom ini ditampung tiap 10 mL dalam tabung reaksi. Setelah
itu dilakukan analisa kemurnian dengan plat KLT pada tabung ke-1 dan ke-10 dari
tiap variasi eluen dengan larutan pengembang berupa n-butanol pa. Hasil analisa
KLT dengan spot yang sama digabungkan dan dimasukkan ke dalam tabung
konsentrator yang telah diketahui bobot kosongnya untuk dipekatkan, dan
kering yang didapatkan dari tiap fraksi eluen hasil kromatografi kolom ditimbang
B r o th fe r m e n t a s i ( B F )
S e n t r if u g e
8 .0 0 0 rp m , 1 5 m n t
S u p ernatan B io m a s s a + 2 5 m L
p e la r u t e k s t r a k s i
S o n ik a s i 3 0 m n t ,
B uang F i lt r a s i
F i lt r a t B io m a s s a
E vap o rasi
E k strak B uang
+ M e O H d e s t , C = 2 0 .0 0 0 p p m
K r o m a t o g r a f i k o lo m U ji b i o a k t i v it a s
U ji B io a u t o g r a fi
U ji H P L C
U ji F T I R
Enam galur mikroba uji, terdiri dari 4 jenis bakteri yaitu Bacillus subtilis,
jenis fungi (jamur) yaitu Aspergillus niger dan Candida albicans disiapkan.
Keenam mikroba uji tersebut diambil sebanyak 1 ose dan diinokulasikan dalam
media agar yang baru, untuk bakteri digunakan media nutrient agar (NA) dan
untuk fungi (jamur) digunakan media potato dextrose agar (PDA). Proses ini
dilakukan secara aseptik. Setelah itu mikroba uji tersebut diinkubasi dalam
inkubator selama 24 jam, kecuali untuk A. niger diinkubasi selama 7 hari, untuk
bakteri pada suhu 36,7 0C, sedang untuk fungi (jamur) pada suhu 27,2 0C.
Terlebih dahulu media cair dibuat untuk mikroba uji, pada bakteri
disiapkan media nutrient broth (NB) dan pada fungi (jamur) disiapkan media
potato dextrose yeast (PDY). Media nutrient broth (NB) dibuat sebanyak 4 buah
magnetic stirer sambil diatur pHnya dengan penambahan larutan NaOH 0,1N
hingga mencapai pH optimal untuk pertumbuhan bakteri pada NB yaitu 7,4 ± 0,2.
Kemudian media cair tersebut disterilisasi dalam autoclave selama 15 menit pada
Media PDY dibuat 1 buah saja untuk fungi (jamur) C. albicans, sedangkan
A. niger tidak perlu difermentasi. Media PDY dibuat dengan cara menimbang 0,4
magnetic stirer sambil diatur pH-nya dengan penambahan larutan HCl 0,1N
hingga mencapai pH optimal untuk pertumbuhan fungi (jamur) pada PDY yaitu
5,6 ± 0,2, kemudian disterilisasi dalam autoclave selama 15 menit pada suhu
121 0C.
Penanaman mikroba uji dilakukan secara aseptik dengan cara mikroba uji
yang telah diregenerasi diambil sebanyak 1 ose dan diinokulasikan dalam media
cair yang telah steril. Selanjutnya di kocok dengan shaker dalam alat termostatik
Media agar dibutuhkan untuk proses penghitungan kultur mikroba uji yang
telah diregenerasi. Media yang digunakan yaitu media nutrient agar (NA) untuk
bakteri dan media potato dextrose agar (PDA) untuk fungi (jamur).
autoclave selama 15 menit dengan suhu 121 0C. Sedangkan untuk membuat 8
media cawan PDA dibuat dengan menimbang 6,24 g PDA dan dimasukkan ke
magnetic stirer dan disterilisasi dalam autoclave selama 15 menit dengan suhu
121 0C. Selain itu juga disiapkan aquadest steril, dengan mengambil aquadest
dalam autoclave.
Untuk media NA dan PDA yang telah disterilisasi disimpan dalam oven
aquadest steril disimpan pada suhu ruang. Media cawan baik NA maupun PDA
dibuat dengan menuangkan media NA dan PDA yang telah disterilisasi sebanyak
tersebut didiamkan hingga beku dan dilapisi dengan menggunakan parafilm, lalu
Eppendorf cup steril sebanyak 8 buah untuk tiap mikroba uji, tetapi 3
eppendorf cup untuk A. niger disiapkan dan diberi nomor urut 1-8, sebanyak 900
µ L aquadest steril dipipet dan dimasukkan ke dalam tiap eppendorf cup. Panen
fermentasi mikroba uji yang telah diregenerasi, didinginkan hingga menjadi suhu
dalam eppendorf cup nomor 1, dikocok dengan vortex. Pengenceran 10 -2, 10 -3,
dimasukkan ke dalam eppendorf cup yang berisi aquadest steril dan dikocok
dengan vortex untuk tiap kali melakukan pengenceran. Semua proses tersebut
larutan tweens’ 80 untuk meluruhkan sporanya dari kultur agar miring. Sebanyak
100 µ L kultur cair A. niger dipipet dan dimasukkan ke dalam eppendorf yang
berisi 900 µ L aquadest steril, lalu dikocok dengan vortex. Untuk A. niger ini
Media agar cawan NA dan PDA yang telah dibuat dan hasil pengenceran
mikroba uji pada pengenceran 10-5, 10-6 dan 10-8 disiapkan. Hasil pengenceran
tersebut dipipet sebanyak 100 µ L dan dimasukkan ke dalam media agar cawan
steril yang sesuai. Kemudian kultur mikroba uji tersebut disebar di atas media
secara aseptik. Media agar cawan yang berisi mikroba uji tersebut, diinkubasi
sel per koloni dengan menggunakan metode plate count number. Berbeda dengan
mikroba uji lainnya, untuk A. niger jumlah selnya langsung dapat dihitung setelah
a. Jika jumlah sel kurang dari 50 sel pada kotak yang besar, maka sel tersebut
b. Jika jumlah sel antara 30-300 dalam masing-masing kotak sedang, hitung
seluruh sel di 10 kotak yang mengelilingi kotak besar (ada 25 kotak sedang),
kemudian kalikan total jumlah sel tadi dengan 2,5 (N x 2,5 x 104).
c. Jika lebih dari 2 sel di masing-masing kotak kecil hitung el di 20 kotak kecil
yang mengelilingi kotak besar, kemudian kalikan total jumlah sel dengan 20
(N x 20 x 104).
3.3.11. Uji Bioaktivitas Senyawa Uji
PDA steril disiapkan (50 mL media tiap cawan) dalam 8 buah cawan petri besar
yang telah diberi nomor urut untuk media NA dan 4 buah cawan petri besar untuk
media PDA. Larutan ekstrak hasil fermentasi aktinomiset yang akan diuji
Dalam kondisi aseptik sejumlah kultur mikroba uji dituang sesuai hasil
perhitungan jumlah sel mikroba uji tiap petri ke dalam media NA dan PDA pada
Lampiran 2, 4, 6 dan 9. Kaca objek dan kertas cakram steril disiapkan pula, dan
letakkan kertas cakram tersebut di atas kaca objek dengan menggunakan pinset
steril. Larutan ekstrak hasil fermentasi aktinomiset yang akan diuji dipipet
sebanyak 20 µ L dan diletakkan di atas kertas cakram, lalu kertas cakram tersebut
dipindahkan ke dalam media yang telah ditambahkan kultur mikroba uji dengan
menggunakan pinset. Untuk uji bioaktivitas ini kontrol negatif yang digunakan
berupa pelarut metanol destilat dan kontrol positif berupa antibiotika rifampicin
dengan konsentrasi 500 ppm dan 1000 ppm. Kemudian didinginkan pada suhu
4 0C selama 2 jam dan diinkubasi selama 2 x 24 jam pada suhu 36-37 0C. Lalu
diamati dan diukur zona bening yang mengitari kertas cakram dengan
bioaktivitas antibiotika.
3.3.12. Kromatografi Lapis Tipis
paling tinggi di analisa kembali dengan teknik kromatografi lapis tipis. Adapun
variasi eluen yang digunakan yaitu pelarut ekstraksi itu sendiri berupa n-butanol,
n-heksana dan etil asetat, serta variasi campuran antara ketiganya seperti n-
heksana : etil asetat (1:1) dan (1:2), n-heksana : n-butanol (1:1) dan (1:2), n-
butanol : etil asetat (1:1). Hasil pemisahan KLT ditandai dengan menggunakan
UV Cabinet.
hasil pemisahan KLT. Uji biautografi ini dilakukan dengan meletakkan hasil
pemisahan KLT ekstrak hasil fermentasi aktinomiset dari hasil fraksinasi kolom
secara terbalik di atas media agar yang telah diberi kultur mikroba uji terbaik, B.
subtilis, lalu diinkubasi selama 2 x 24 jam pada suhu 36-37 0C dan diamati adanya
stok berupa ekstrak hasil fermentasi aktinomiset dari fraksinasi kolom yang
0,05% asam format dan eluen B; berupa asetonitril + 0,05% asam format dengan
metode gradien yaitu pada 0-3 menit pertama berupa 20% asetonitril, dan pada 3-
18 menit berikutnya 20-100% asetonitril, dengan laju alir rata-rata (flow rate)
1mL/menit.
dicampur dengan 100-200 mg serbuk KBr kering dengan lumping agate hingga
selanjutnya dimasukan ke dalam KBr disc holder dan direkan spektrum dari
dalam sel (intrasel) atau di luar sel (ekstrasel) serta pelarut optimal dari beberapa
pelarut ekstraksi yang dipergunakan seperti n-butanol, n-heksana dan etil asetat.
Tabel 5. Bobot ekstrak hasil fermentasi aktinomiset pada tahap optimasi separasi
senyawa aktif aktinomiset
KEBERADAAN BOBOT BOBOT
PELARUT
SENYAWA SAMPEL EKSTRAK EKSTRAK PERLAKUAN
EKSTRAKSI
AKTIF (g) RATA-RATA (g)
0,037
Etil asetat 0,044 0,042
0,045
Broth 0,023 Tdk
n-Heksana 0,025
Fermentasi 0,027 disonikasi
0,078
n-Butanol 0,069 0,075
0,079
Di luar sel
0,020
(ekstrasel)
Etil asetat 0,024 0,021
0,020
0,024
Tdk
Supernatan n-Heksana 0,032 0,035
disonikasi
0,049
0,048
n-Butanol 0,132 0,093
0,098
0,025
Etil asetat 0,037 0,035
0,043
0,024
Di dalam sel Biomassa Disonikasi
(intrasel) n-Heksana 0,050 0,040
0,045
0,044
n-Butanol 0,040 0,051
0,068
Setelah melalui tahapan proses ekstraksi, sentrifugasi, sonikasi, filtrasi dan
evaporasi diperoleh bobot ekstrak hasil fermentasi aktinomiset seperti pada Tabel
aktinomiset terbesar berada pada fase n-butanol, dengan urutan jumlah ekstrak
terbesar hingga terkecil dilihat dari jumlah ekstrak rata-rata yaitu sampel
aktinomiset dengan konsentrasi 20.000 ppm, kecuali pada sampel supernatan fase
etil asetat konsentrasi hanya mencapai 10.000 ppm karena jumlah ekstrak yang
sedikit, didapatkan data diameter zona bening beberapa ekstrak pada pengamatan
24 jam dan 48 jam, yang menunjukkan bahwa ekstrak tersebut memiliki aktivitas
aktinomiset endofit merupakan senyawa di dalam sel (intrasel). Data tersebut juga
menunjukkan bahwa etil asetat merupakan pelarut ekstraksi terbaik yang dapat
aktinomiset endofit. Hal ini dibuktikan dengan besarnya zona hambat yang
dihasilkan oleh ekstrak hasil fermentasi aktinomiset dari sampel yang sel-sel
biomassa dengan besar zona hambat yang dihasilkan hingga mencapai 13,32 mm,
ekstraksi itu merupakan senyawa polar seperti n-butanol, yang tidak hanya dapat
hasil fermentasi aktinomiset aktif pada mikroba jenis bakteri baik Gram positif
dan Gram negatif, namun cenderung lebih aktif pada bakteri Gram positif, tetapi
tidak terlalu aktif pada fungi. Hal ini terlihat dari tidak ada atau kecilnya zona
bening yang terbentuk pada mikroba uji Aspergillus niger dan Candida albicans.
Data yang sama juga diperoleh BenFguira, et. al. (2005) yang menyebutkan zona
bening senyawa antibakterial yang dihasilkan oleh Streptomyces sp. Strain US80
µ g/mL berkisar 25 mm, jauh lebih besar dengan yang dihasilkan pada penelitian ini
dan biomassa. Dalam prosesnya sampel broth fermentasi terlebih dahulu di kocok
3.000 rpm selama 15 mnt, sedang sampel biomassa dilarutkan dalam air sebelum
Tabel 6. Bobot ekstrak hasil fermentasi aktinomiset pada tahap variasi pelarut dan
perlakuan pada sampel
BOBOT
PELARUT BOBOT
SAMPEL EKSTRAK
EKSTRAKSI EKSTRAK (g)
RATA-RATA (g)
Etil asetat 0,066 0,066
Broth fermentasi
n-Butanol 0,103 0,103
0.035
Etil asetat 0,033
Biomassa hasil 0.030
Filtrasi 0.017
n-Butanol 0,018
0.019
0.055
Etil asetat 0,036
Biomassa tanpa 0.016
Filtrasi 0.011
n-Butanol 0,009
0.007
pada sampel broth fermentasi pada ekstak n-butanol dengan bobot mencapai
0,103 g untuk 100 mL sampel yang dikocok dengan shaker selama 1jam dan
disentrifugasi 3.000 rpm selama 15 menit. Hasil ekstraksi ini lebih besar
broth fermentasi di kocok dengan shaker selama 3 hari dalam termostatik dengan
kecepatan berkisar 150 rpm. Dengan demikian perlakuan pada sampel juga
oleh aktinomiset.
Untuk sampel biomassa baik yang difiltrasi maupun tidak jumlah ekstrak
terbanyak terdapat pada ekstrak etil asetat, terutama pada sampel ekstrak biomassa
tanpa filtrasi. Hal ini memperkuat data sebelumnya yang menyatakan bahwa
ekstrak pada pengamatan 24 jam dan 48 jam, yang menunjukkan bahwa ekstrak
tersebut memiliki aktivitas sebagai antibiotika. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7.
Dari Tabel 7 terlihat bahwa hanya sampel biomassa tanpa filtrasi ekstrak etil
broth fermentasi dan biomassa hasil ekstrak n-butanol tidak menunjukkan adanya
aktivitas antibiotika.
Tabel 7. Hasil uji bioaktivitas ekstrak aktinomiset pada tahap variasi pelarut dan
perlakuan pada sampel
DIAMETER ZONA BENING (mm)
Sampel S. aureus B. subtilis E. coli P. aeruginosa
24 48 24 48 24 48 24 48
Broth fermentasi Fs. - - - - - - - -
EtOAc - - - - - - - -
Broth fermentasi Fs. - - - - - - - -
n-BuOH - - - - - - - -
Biomassa tnp filtrasi 6,24 6,24 - - 6,95 6,94 8,45 7,66
Fs. EtOAc - - - - - - - -
Biomassa tnp filtrasi - - - - - - - -
Fs. n-BuOH - - - - - - - -
Biomassa hsl filtrasi - - - - - - - -
Fs. EtOAc - - - - - - - -
Biomassa hsl filtrasi - - - - - - - -
Fs. n-BuOH - - - - - - - -
Cont (-), MeOH dest - - - - - - - -
Riffampicin 500 ppm 19,88 18,58 19,65 18,67 19,42 17,83 19,45 18,54
Riffampicin 1000 ppm 20,93 19,89 20,59 19,80 21,27 19,73 20,02 19,20
Keterangan : Diameter kertas cakram = 6 mm, diameter zona bening = diameter
zona hambat + diameter kertas cakram.
4.3. Pengaruh Penambahan Pelarut pada Sampel Biomassa
terbesar dari 300 mL sampel berada pada fase n-butanol sebanyak 0,237 g diikuti
oleh fase etil asetat 0,198 g. Data tersebut menunjukkan bahwa bobot ekstrak
yang diproduksi pada tahap ini jauh lebih besar dibandingkan dengan tahapan
sampel biomassa yang tanpa difiltrasi dan 0,018 g untuk biomassa yang difiltrasi,
dalam 100 mL sampel. Hal ini membuktikan bahwa proses sonikasi disertai
aktinomiset endofit sehingga bobot ekstrak yang didapatkan pun lebih optimal.
Tabel 8. Bobot ekstrak aktinomiset pada tahap pengaruh penambahan pelarut pada
sampel
PERLAKUAN PELARUT BOBOT
SAMPEL
EKSTRAKSI EKSTRAK (g)
Tanpa Etil asetat 0,198
Biomassa
penambahan air n-Butanol 0,237
Biomassa tanpa Etil asetat 0,033
Filtrasi Dengan n-Butanol 0,018
penambahan air
Biomassa hasil Etil asetat 0,036
Filtrasi n-Butanol 0,009
Untuk selanjutnya ekstrak kering aktinomiset tersebut diuji bioaktivitasnya dan
antibiotika dan zona bening terbesar terlihat untuk mikroba B. subtilis, dengan
diameter zona bening mencapai 14,24 mm pada ekstrak biomassa fase etil setat.
positif terutama bakteri Bacillus subtilis. Data lain Meskey et. al. (2006)
(salah satu spesies aktinomiset) terbesar terjadi pada bakteri S. aureus yang juga
senyawa antibiotika yang dihasilkan oleh aktinomiset terbesar terjadi pada bakteri
dengan Gram yang sejenis dengan Gram bakteri dari isolat aktinomiset yang
fermentasi kembali dengan pelarut ekstraksi terbaik berupa etil asetat yang
kemurnian dengan metode KLT (Kromatografi Lapis Tipis), yang dilakukan pada
tabung ke-1 dan ke-10 dari tiap variasi eluen dengan larutan pengembang berupa
Gambar 24. Pola kromatogram ekstrak aktinomiset dalam eluen n-Butanol p.a.
Rf Bu Hx Hx HE HE HE Et Et Et Et Et EM EM HEM HEM HEM Me Me Me
1 10 11 12 20 21 22 23 27 30 31 40 41 42 50 51 58 60
0,79
0,71
0,51
0,47
0,41
0,26
0,12
0
Keterangan = Pola kromatogram hasil fraksinasi dengan pelarut Hx = n-heksana,
HE = n- heksana : etil asetat, Et = etil asetat, EM = etil asetat :
metanol, HEM = n-heksana : etil asetat : metanol, Me = metanol, Bu
= pola kromatogram terbaik pada ekstrak hasil fermentasi
aktinomiset dengan larutan pengembang n-butanol.
Hasil uji KLT dengan spot yang sama, digabungkan dan dimasukkan ke dalam
tabung konsentrator yang telah diketahui bobot kosongnya dan dipekatkan, lalu
kromatografi kolom yang memiliki spot pada analisa KLT, dengan mikroba uji
Tabel 11. Hasil uji bioaktivitas ekstrak aktinomiset yang telah difraksinasi kolom
Bacillus subtilis
No. Eluen Fraksi Diameter Zona Bening (mm)
1 n-hek : EtOAc 12-20 -
2 EtOAc 21-22 -
3 EtOAc 27-30 12,04
4 EtOAc : MeOH 31-40 9,46
5 MeOH 51-58 -
6 Cont. (-) MeOH dest. -
7 Cont. (+) Riff 500 ppm. 16,16
8 Cont. (+) Riff 1000 ppm. 17,86
Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa ekstrak aktinomiset yang
memiliki aktivitas antibiotika berada pada fraksi etil asetat ke-27 hingga ke-30,
serta fraksi campuran etil asetat dan metanol (4 : 1). Oleh karena itu, hanya kedua
sampel inilah yang selanjutnya dianalisa dengan HPLC (High Performance Liquid
Chromatography).
antara spot ke-1 dan ke-2 dari fraksi etil asetat dan antara spot ke-5 dan ke-6 dari
fraksi campuran etil asetat : metanol (4:1), namun zona hambat tersebut
cenderung terletak pada spot terendah, sebagaimana terlihat pada Gambar 25.
Fraksi Campuran
Fraksi Etil asetat
Etil asetat : Metanol
Spot yang
memiliki aktivitas
antibiotika
Pertumbuhan bakteri
B. subtilis Spot yang tidak
memiliki aktivitas
antibiotika
Gambar 25. Uji Bioautografi
4.6. Analisa High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
Pada analisa HPLC fraksi etil asetat didapatkan beberapa puncak dengan
puncak tertinggi pada waktu retensi 6,829 menit. Kemurnian ekstrak hasil
75,35%. Hasil pola serapan UV terlihat adanya dua pita, dengan puncak serapan
Waktu
Puncak Area % Area Ketinggian
Retensi
1 3,689 126457 24,65 8258
2 6,829 386470 75,35 38758
6,829
Pada fraksi campuran etil asetat dan metanol terlihat beberapa puncak dan
pada waktu retensi 6,816 menit didapatkan pola serapan UV yang serupa dengan
yang ada pada fraksi etil asetat yaitu berupa dua pita dengan puncak serapan pada
pita I 324,6 nm dan pita II 259,1 nm, namun persen kemurnian yang didapatkan
hanya sebesar 14,07%. Oleh sebab itu dapat diasumsikan bahwa sebagian kecil
ekstrak hasil fraksinasi etil asetat terdistribusi dalam ekstrak fraksi campuran etil
6,816
spot pada plat KLT hasil analisa bioautografi yang memiliki bioaktivitas dengan
adanya zona hambat di sekitar spot, yaitu spot ke-1 untuk fraksi etil asetat dan
Ekstrak kering fraksi etil asetat hasil kromatografi kolom dianalisa dengan
FTIR (Fourier Transform Infra Red) untuk menentukan gugus fungsional yang
32.0
Laboratory Test Result
30
28
26
24
22
1063.31
20
18
%T -C=O 1384.22
16
-CH 3 Ester
14
12 1543.82
2928.45
10
3362.03
-C-H
8
-OH 1666.37
6
-C=O
4
2.5
Antibiotika Fr.EtOAc Actinomycetes Keton
4000.0 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 450.0
cm-1
Gambar 30. Hasil uji FTIR ekstrak aktinomiset hasil fraksinasi kolom
pada daerah serapan 3540-3200 nm, gugus alkil (-C-H) pada daerah serapan 2990-
2855 nm dan 1485-1411 nm, gugus alkil berupa metil (-CH 3) pada daerah serapan
karbonil ester (-C=O) pada daerah serapan 1790-1701 nm dan senyawa karbonil
5.1. KESIMPULAN
dalam sel (intrasel) dengan pelarut ekstraksi terbaik berupa etil asetat.
b. Hasil purifikasi diketahui senyawa antibiotika terdapat pada fraksi etil asetat
c. Pada analisa HPLC baik fraksi etil asetat maupun campuan etil asetat :
metanol didapatkan pola serapan UV dan waktu retensi yang sama, untuk itu
diasumsikan bahwa senyawa dari kedua fraksi tersebut adalah sama pula.
d. Persen kemurnian terbesar terdapat pada fraksi etil asetat yaitu 75,35%.
hidroksi, gugus alkil umum, gugus alkil berupa metil, dan senyawa karbonil
keton.
5.2. SARAN
bahwa analisa kemurnian ekstrak hasil fraksinasi kolom dengan HPLC hanya
mencapai 75,35 %.
DAFTAR PUSTAKA
Anzai, Y., H. Kim, J.Y. Park, H. Wakabayashi & H. Oyaizu. 2000. Phylogenetic
Affiliation of The Pseudomonads Based on 16S rRNA Sequence. Japan :
Nippon Roche Research Center.
Curtis, A.M., G.J. Smith, & C.E. Ravin. 1979. Air Crescent Sign of Invasive
Aspergillosis. Radiological society of North America.
Day Jr, R.A. & A.L. Underwood. 1990. Kimia Analisis Kualitatif. Jilid 2. terj.
Drs. R. Soendoro. Jakarta : Erlangga.
Fine, M.J., M.A. Smith, C.A. Carson, S.S. Mutha, S.S. Sankey, L.A. Wessfeld &
W.N. Kapoor. 1996. Prognosis and Outcomes of Patients with
Community Acquired Pneumonia. A meta-analysis. JAMA 275 (2) : 134-
141.
Holt, J.G. 1994. Berfey’s Manual of Determinative Bacteriology. 9th ed. Williams
& Wilkins.
Maddox, I.S., G.J. Manderson & P-L. Yu. 1998. Industrial Microbiology,
Laboratory Programme. Massey University.
Madigan, M.T. & J.M. Martinko. 2005. Brock Biology of Microorganisms. 11th
ed. Prentice Hall.
Maskey, R.P., S. Fotso, M. Sevvana, I. Uson, I.G. Wollny, & H. Laatsch. 2006.
Kettapeptin : isolation, Structure Elucidation and Activityof a New
Hexadepsipeptide Antibiotic from Terrestrial Streptomyces sp. Journal
Antibiotics 59 (5) : 309-314.
Nakano, M.M. & P. Zuber. 1998. Anaerobic Growth of Strict Aerobe (B. Subtilis).
Annu. Rev. Microbiology. 52 : 165-190.
Nur, M.A. & H. Adijuwana. 1988. Teknik Separasi dalam Analisis Pangan.
Bogor : IPB.
Nawangsih, A.A. 2007. Penyakit Pisang Dapat Ditekan dengan Bakteri Endofit.
Bogor : www.google.com
Pelczar, M.J. & E.C.S. Chan. 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jilid 2. ter. Ratna
Sri Hadioetomo. Jakarta : UI Press.
Pelczar, M.J. & E.C.S. Chan. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jilid 1. ter. Ratna
Sri Hadioetomo. Jakarta : UI Press.
Prescott, L.M., J.P. Harley & D.A. Klein. 2002. Microbiology. 5th ed. New York :
McGraw Hill.
Ryan, K.J. & C.G. Ray. 2004. Sherris Medical Microbiology. 4th ed. New York :
McGraw Hill.
Samson, R.A., J. Houbraken, R.C. Summerbell, B. Flannigan & J.D. Miller.
Common and Important Species of Fungi and Actinomycetes in Indoor
Environments. In : Microorganisms in Home and Indoor Work
Environments. New York : Taylor & Francis.
Sjachri, M. 1992. Diktat Kimia Bahan Alam Hayati. Penelaah : M. Anwar Nur.
Bogor : IPB.
Spieler, M. 2006. Something Tasty? Just Look Down. The New York Times.
Stackebrandt, E., F.A. Rainey & N.L. Ward Rainey. 1997. Proposal for a New
Hierachic Classification System, Actinobacteria Classis. Int. J. Syst.
Bacteriology. 47 : 479-491.
Utomo, D. 2007. Tumbuhan Obat Digunakan Sejak Ribuan Tahun Silam. KBI
Gemari.
Van Epps, H.L. 2006. Rene Dubos : Unearthing Antibiotics. J. Exp. Med. 2 : 259. Vogt,
A. niger
Kotak Ke- ∑ Koloni
1 12
2 14
3 15
4 12
5 16
6 10
7 11
8 11
9 20
10 12
∑ Total Koloni 123
Rumus :
sel/petri = ∑ Koloni
Pengenceran ke- x . Vk
C. albicans
= 2,415 . 10 -5 mL/petri
S. aureus
= 3,497 . 10 -1 mL/petri
E. coli
= 2,45 . 10 -4 mL/petri
= 3,289 . 10 -4 mL/petri
A. niger
10-3 A.N. sel/petri = 123 sel x 2,5 x 104 x 103 = 3,075 . 109 sel/petri
mL/petri = 50 x 106 sel/mL
9
3,075 . 10 sel/petri
= 1,63 . 10 -2 mL/petri
BOBOT
BOBOT TABUNG BOBOT BOBOT
PELARUT Spl. TABUNG +
SAMPEL KONSENTRATOR EKSTRAK TOTAL
EKSTRAKSI Ke- EKSTRAK
(g) (g) (g)
(g)
3,682 3,687 0,005
3,651 3,658 0,007
3,721 3,728 0,007
3,522 3,526 0,004
3,682 3,686 0,004
3,664 3,669 0,005
Etil asetat 0,066
3,720 3,726 0,006
3,680 3,684 0,004
3,846 3,851 0,005
Broth 3,655 3,660 0,005
Fermentasi 3,651 3,659 0,008
3,622 3,628 0,006
3,714 3,722 0,008
3,630 3,638 0,008
4,228 4,235 0,007
4,062 4,069 0,007
0.103
3,844 3,853 0,009
4,140 4,146 0,006
n-Butanol 3,676 3,684 0,008
4,143 4,141 0,002
3,668 3,676 0,008
3,636 3,643 0,007
3,733 3,741 0,008
3,621 3,630 0,009
3,718 3,729 0,011
4,068 4,072 0,004
4,111 4,115 0,004
4,060 4,064 0,004
4,229 4,234 0,005
4,197 4,201 0,004
I
4,249 4,253 0,004 0,035
3,692 3,695 0,003
4,366 4,369 0,003
3,689 3,691 0,002
Biomassa
4,138 4,140 0,002
hasil filtrasi Etil asetat
4,234 4,237 0,003
3,660 3,663 0,003
3,667 3,670 0,003
II 3,622 3,625 0,003 0,030
3,718 3,721 0,003
3,685 3,687 0,002
3,749 3,753 0,004
4,129 4,132 0,003
3,658 3,660 0,002
3,816 3,820 0,004
4,250 4,252 0.002
3,735 3,738 0.003
4,246 4,249 0.003
4,097 4,098 0.001
3,659 3,661 0.002
I 3,623 3,624 0.001 0,017
3,813 3,814 0.001
3,676 3,677 0.001
3,655 3,656 0.001
3,579 3,581 0.002
3,736 3,736 0.000
n-Butanol 4,110 4,112 0.002
4,192 4,193 0.001
3,626 3,628 0.002
4,077 4,078 0.001
3,813 3,816 0.003
3,685 3,687 0.002
II 0,019
3,813 3,815 0.002
3,725 3,727 0.002
3,577 3,577 0.000
3,815 3,816 0.001
3,643 3,645 0.002
4,226 4,227 0.001
4,245 4,250 0,005
4,120 4,125 0,005
4,078 4,083 0,005
4,232 4,236 0,004
3,645 3,651 0,006
I 4,269 4,275 0,006 0.055
4,289 4,294 0,005
4,245 4,250 0,005
3,760 3,765 0,005
Etil asetat
3,738 3,743 0,005
Biomassa 4,231 4,235 0,004
tanpa 4,129 4,131 0,002
filtrasi 4,129 4,131 0,002
4,107 4,109 0,002
II 4,232 4,234 0,002 0.016
3,765 3,769 0,004
4,225 4,227 0,002
4,218 4,220 0,002
3,694 3,695 0,001
3,674 3,676 0,002
I 0.011
3,620 3,622 0,002
3,648 3,649 0,001
n-Butanol 3,663 3,664 0,001
4,167 4,169 0,002
3,653 3,654 0,001
4,232 4,233 0,001
3,632 3,635 0,003
II 3,687 3,690 0,003 0.007
3,671 3,672 0,001
Rumus :
sel/petri = ∑ Koloni
Pengenceran ke- x . Vk
B. subtilis
E. coli
P. aeruginosa
10-5 - - 22 - 43
10-6 33 73 6 44 3
10-8 - - 5 - -
Rumus :
sel/petri = ∑ Koloni
Pengenceran ke- x . Vk
S. aureus
E. coli
P. aeruginosa
10-5 55
10-6 -
10-8 -
Rumus :
sel/petri = ∑ Koloni
Pengenceran ke- x . Vk
B. subtilis
Sakuma EC-2000