Disusun Oleh :
Kelompok 10
Pincang akibat trauma dapat berupa Patah tulang (fraktur), Retak (fissure),
Dislokasio (Keseleo), Luka-luka, dan artritis. Untuk mengetahui penyebab dari
pincang dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Selidiki riwayatnya
2. Palpasi (pelan pelan dan hati hati)
3. Buat foto Rntgen
4. Kalau perlu hewan disuntik obat penenang untuk mempermudah
pemeriksaan.
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui cara mendiagnosa dan
menangani kasus pincang akibat trauma
1.3 Manfaat
Manfaat dari penulisan laporan ini adalah untuk menambah wawasan mahasiswa
dalam menangani kasus pincang pada kucing
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Fraktur
Fraktur merupakan salah satu kasus yang sering terjadi pada hewan
kesayangan terutama anjing dan kucing. Fraktur pada hewan, umumnya
disebabkan oleh trauma seperti terbentur benda keras, tertabrak kendaraan dan
jatuh dari tempat yang tinggi. Kasus fraktur sampai saat ini masih banyak
dijumpai di tempat praktek dokter hewan, Klinik Hewan maupun Rumah Sakit
Hewan. Kejadian kasus fraktur pada hewan di Bali, khususnya di Rumah Sakit
Hewan Pendidikan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana (RSHP
FKH UNUD) mencapai 10% dari total pasien setiap tahunnya. Sebagian besar
hewan mengalami fraktur pada tulang panjang seperti tulang femur, humerus,
radius, ulna, tibia dan fibula.
Prinsip penanganan fraktur adalah mengembalikan posisi tulang patah ke
posisi semula (reposisi) kemudian mempertahankan posisi tersebut sambil
menunggu proses penyembuhan patah tulang (immobilisasi) agar tulang tersebut
dapat tersambung dengan baik dan benar. Kesembuhan fraktur secara spesifik
menghasilkan perbaikan pada struktur dan fungsi jaringan tulang, berbeda dengan
kesembuhan jaringan otot atau kulit, yang tidak dapat memperbaharui kerusakan
tanpa adanya pembentukan jaringan parut (Dimittriou et al., 2011). Reduksi dan
imobilisasi yang tepat dengan teknik reduksi spesifik menggunakan instrumen
bedah serta penggunaan implan ortopedi diperlukan untuk mencapai kesembuhan
tulang yang optimal dalam perbaikan fraktur (Vertenten et al., 2010).
Luka
Seekor hewan yang menderita luka akan merasakan adanya ketidak
sempurnaan yang pada akhirnya cenderung untuk mengalami gangguan fisik dan
emosional. Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa luka akan mempengaruhi
kualitas hidup hewan. Sebagai contoh, pasien dengan luka kanker dengan eksudat
yang banyak dan sangat berbau tentunya bukan hanya menjadi gangguan
kesehatan bagi klien akan tetapi juga akan mempengaruhi gangguan interaksi
pasien. Ada empat domain kualitas hidup yang bisa terkena dampak dari luka
yaitu : fungsi fisik dan pekerjaan, fungsi psikologis, interaksi sosial, sensasi
somatik dan dampak finansial. Luka memar (vulnus contussum). Kontusi atau
memar jaringan (disebut juga sebagai luka tertutup) dengan kulit bengkak dan
berwarna biru, Luka ini diakibatkan benturan benda yang keras dan
mengakibatkan kerusakan pada soft tissue dan ruptur pada pembuluh darah
sehingga menimbulkan nyeri dan berdarah (hematoma) bila kecil maka akan
diserap oleh jaringan disekitarnya, jika organ dalam terbentur dapat menyebabkan
akibat yang serius. Luka lecet (vulnus abrasi) adalah luka yang hanya mengenai
lapisan paling luar dari kulit dan sangat dangkal. (Rahardjo, 2016)
Artritis
Gejala klinis dari artritis adalah adanya rasa sakit, panas, dan pembengkakan
pada persendian (gejala panca radang). Terasa adanya fluktuasi, sakit, panas, dan
hiperemi. Secara umum hewan mengalami demam jika sakit sudah menjadi
sepsis, nadi dan nafas frekuen, pincang yang hebab babhkan sampai hewan tidak
dapat berdiri.
Pengobatan yang dapat dilakukan hanya dengan mengurangi rasa sakit dan
meningkatkan mobilitas. Dapat diberikan obat-obat anti inflamasi nonsteroid yang
berkerja sebagai analgesik dan mengurangi sinovitis. Selain itu, hewan perlu
mengurangi aktivitas dan berat badan sehingga tidak membebani sendi (fadillah,
2009).
BAB III
PEMBAHASAN
A. Status Gizi
Pasien pada awal ditemukan mempunyai berat badan 2 kg. Berat tersebut
tidak sesuai dengan proporsi badan pasien. Tulang rusuk pasien terlihat
menonjol menandakan pasien kekurangan gizi.
Tanda kucing kekurangan gizi adalah bulunya kering, hidung kering dan
panas, mata terlalu basah, kuku terkelupas, kudisan, bau kotoran menusuk,
serta pernapasan buruk.(Effendi dan Budiana, 2014)
B. Tempramen
Tempramen pasien tenang, diduga pasien sudah terbiasa berinteraksi
dengan manusia. Karena lokasi pasien saat ditemukan berada di sekitar pasar
Pnayong.
Tempramen merupakan sifat dari hewan. Untuk mengetahui tempramen
hewan perlu dilakukan pengamatan perilaku yang di tunjukannnya.
Tempramen hewan yang dapat dilihat oleh mata adalah bagaimana hewan
tersebut bergerak aktif, menyerang jika merasakan adanya bahaya (Ada orang
cepat beraksi). Sedangkan jika hewan terlihat lemah dan lesu, hewan tersebut
sedang dalam keadaan sakit.( Kepala Badan Karantina Pertanian, 2006)
C. Habitus
Habitus pasien adalah normal dengan keadaan lordosis.
D. Frekuensi Napas
Frekuensi napas pasien adalah 48 kali per menit.
Adanya aksi-aksi atau pengeluaran seperti batuk, bersin hick-up,
frekuensi dan tipe nafasnya perlu diperhatikan. Hidung; Perhatikan keadaan
hidung dan leleran yang keluar, rabalah suhu lokal dengan menempelkan jari
tangan pada dinding luar hidung. Serta lakukanlah perkusi pada daerah sinus
frontalis. Pharynx, Larinx, Trakea; Dilakukan palpasi dari luar dengan
memperhatikan reaksi dan suhunya, perhatikan pula limfoglandula regional,
suhu, konsistensi, dan besarnya, lalu bandingkan antara limfoglandula kanan
dan kiri. Rongga dada; Perkusi digital dilakukan dengan membaringkan
kucing pada alas yang kompak, dan diperhatikan suara perkusi yang
dihasilkan. Palpasi pada intercostae lalu perhatikan adanya rasa nyeri pada
pleura dan edeme subcutis. (Boddie. 1962)
E. Pemeriksaan Pulsus
Pulsus nadi pasien adalah 112 kali per menit
Pulsus diperiksa pada bagian arteri femoralis yaitu sebelah medial femur
(normal: 92-150/menit). Nafas diperiksa dengan cara menghitung frekuensi
dan memperhatikan kualitasnya dengan cara melihat kembang-kempisnya
daerah thoraco-abdominal dan menempelkan telapak tangan di depan cuping
bagian hidung (normal: 26-48/menit). Temperatur diperiksa pada rectum
dengan menggunakan termometer (normal: 37,6-39,4). (Fowler. 2008).
F. Suhu
Suhu tubuh pasien 37,8 c. Sesuai dengan suhu normal kucing yaitu 37,6-
39,5c
Kulit dan bulunya dalam kondisi kusam, rontok, dan turgor kulit lebih dari 2
detik. Hewan dinyatakan dehidrasi.
H. Selaput Lendir
I. Pencernaan
J. Perkencingan
K. Anggota gerak
A. Hb : 13.6 g/dL
B. PCV : 29%
C. RBC :6,32 x 106
D. WBC :1,03 x 103
E. Diff. Leukosit
Neutrofil :8
Limfosit :1
Kadar hemoglobin untuk setiap hewan berbedabeda antara satu sama lain.
Perbedaan kadar hemoglobin ini dipengaruhi oleh jumlah zat besi di dalam tubuh
(Cunningham dan Klein 2007).
F. Warna
Dari hasil pemeriksaan terhadap warna darah yang pratikan lakukan pada
kucing yang diduga mengalami kepincangan pda kaki belakang didapatkan hasil
warna darahnya merah.pekat Hal ini merupakan normal, karena warna merah pada
darah segar disebabkan oleh adanya hemoglobin dalam eritrosit ( Dellman dan
Brown, 1989 ).
G. Sifat
Dari hasil pemeriksaan terhadap sifat darah yang pratikan lakukan pada
kucing yang diduga pincang didapatkan hasil sifat darahnya kental.
H. Eritrosit
Fungsi utama dari eritrosit atau sel darah merah adalah mengangkut
hemoglobin dan mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan. Eritrosit kucing
berbentuk cakram bikonkaf yang tidak memiliki inti dan ada dalam sirkulasi
selama 120 hari. Sel darah merah dikelilingi oleh membran elastis tipis dan bagian
dalam sel diisi dengan hemoglobin pigmen merah yang membawa oksigen (Dallas
2003).
I. Leukosit
J. Neutrofil
K. Eosinofil
L. Limfosit
Limfosit sebagai sel pertahanan terdiri dari dua sel, yaitu sel T bertindak
sebagai pertahanan seluluer, dan sel B yang bertindak sebagai pertahanan humoral
( Martini et all, 1992 )
M. Hematokrit
Hematokrit adalah persentase sel darah merah dalam 100 ml darah. Nilai
hematokrit ditentukan dengan penambahan antikoagulan pada darah dan
kemudian disentrifugasi dalam tabung. Hematokrit seringkali disebut packed cell
volume karena hasil sentrifugasi tersebut yang menyebabkan endapan di dasar
tabung (Cunningham dan Klein 2007). Nilai hematokrit dipengaruhi oleh jumlah
dan ukuran sel, serta temperatur lingkungan (Guyton dan Hall 2006).
Uji Kimia
A. Volume Urine
Dari hasil pemeriksaan terhadap volume urin pada kucing yang
diduga fraktur didapatkan hasil 20 ml per sekali urinasi. Pengukuran jumlah
urin tersebut berfungsi untuk mengetahui adanya gangguan faal ginjal,
kelainan dalam keseimbangan cairan badan dan berguna juga untuk
menafsirkan hasil pemeriksaan kuantitatif dan semi kuantitatif dengan rutin.
B. Warna Urine
Dari hasil pemeriksaan terhadap warna urin pada kucing yang diduga fraktur
didapatkan urin yang berwarna kuning tua.Dalam keadaan normal warna urin
seharusnya adalah kuning pucat.Maka,dinyatakan bahwa warna urine dari
pasien tersebut adalah tidak normal.
C. Kejernihan Urine
Dari hasil pemeriksaan terhadap kejernihan urin pada kucing yang diduga
fraktur didapatkan urin yang memiliki kejernihan agak keruh. Pada
umumnya, kucing yang normal memiliki kejernihan yang jernih dan tidak
keruh.Maka, dinyatakan bahwa kejernihan urine dari pasien tersebut adalah
tidak normal.
D. Berat Jenis Urine
Dari hasil pemeriksaan terhadap berat jenis ( BJ ) urin yang pratikan
lakukan pada kucing yang diduga fraktur didapatkan hasil 1,050 yang diukur
menggunakan Refraktometer (Golberg) Sesuai dengan pernyataan
(Ethel,2003) Untuk mengukur berat jenis urine dapat menggunakan urometer,
refraktometer dan carik celup
Hasil yang di dapatkan pratikan adalah tidak normal,karena tidak sesuai
dengan pendapat Sadjana dan Kusmawati ( 2006 ) bahwa berat jenis urine
normal pada kucing adalah 1.020-1.030.
E. Bau Urine
Dari hasil pemeriksaan terhadap bau urin yang pratikan lakukan pada kucing
yang diduga fraktur didapatkan hasil bau normal yaitu bau amoniak.Bau urin
yang normal disebabkan sebagian asam-asam organik yang mengalami
penguapan.
Pemeriksaan Kimiawi
Fraktur
Dislokasi
Arthritis
3.5 Diagnosa
3.7 Prognosa
Prognosa dari kasus ini dapat disembuhkan atau Fausta
Hewan akhirnya dilepas karena kami anggap sudah dapat hidup normal
kembali dan kami kembalikan ke tempat awal kami temukan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Boddie., G.F. 1962. Diagnostic Methods in Veterinary Medicine. Philadelphia:
J.B. Lippincott Company
Dallas S. 2003. Animal Biology and Care. Oxford (GB): Blackwell Publish.
Ethel, S. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. EGC Penerbit Buku
Kedokteran. Jakarta
Guyton, AC. And Hall JE. 1992. Medical Physiology. Ed ke9. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Guyton, AC. And Hall JE. 2006. Medical Physiology. Ed ke11. Jakarta (ID):
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Palguna, D., Jusak, dan Erwin S. Sistem Pakar Diagnosis Penyakit Kulit Pada
Kucing Menggunakan Metode Certainty Factor . JSIKA 3(1) : Hal 75-81
Rahardjo, P. 2016. Vulnus Sclopetorum Pada Anjing Lokal. Karya Tulis Ilmiah.
Universitas Udayana
Sardjana,I.K.W dan Kusumawati,D. 2006. Perbandingan Pemberian Cat Food
dan Pindang terhadap pH Urin, Albuminuria dan Bilirubinuria Kucing.
Surabaya: Unair
LAMPIRAN