Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

ILMU PENYAKIT DALAM HEWAN KECIL


Topik :
Trauma Ekstremitas Posterior Sinistra

Disusun Oleh :
Kelompok 10

Fashihah Rahmah Noya F. (1402101010145)


Sema Coumandary (1402101010147)
Riski Aulia (1402101010149)
Cut Thiusma Muzadin (1402101010166)
Augusnaini Ragil (1402101010167)

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pincang merupakan tanda-tanda adanya kesakitan didaerah ekstrimitas
(kaki depan atau kaki belakang) pada hewan misalnya anjing dan kucing. Pincang
terbagi dalam dua jenis yaitu pincang gerak dan pincang tumpu. Pincang gerak
terjadi apabila kesakitan berada di daerah tarsus atau carpus ke atas sedangkan
pincang tumpu terjadi apabila kesakitan berada di daerah tarsus atau carpus
kebawah. Penyebab pincang terbagi menjadi dua yakni akibat trauma dan
penyakit. Contoh akibat trauma misalnya tertabrak, terjepit, terpukul bahkan
berkelahi sedangkan akibat penyakit seperti adanya infeksi, peradangan pada
persendian, tumor, kelainan pertumbuhan atau adanya kelainan pada tulang.
Pincang akibat trama biasanya ditandai dengan adanya luka atau memar pada
daerah yang dicurigai.

Pincang akibat trauma dapat berupa Patah tulang (fraktur), Retak (fissure),
Dislokasio (Keseleo), Luka-luka, dan artritis. Untuk mengetahui penyebab dari
pincang dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Selidiki riwayatnya
2. Palpasi (pelan pelan dan hati hati)
3. Buat foto Rntgen
4. Kalau perlu hewan disuntik obat penenang untuk mempermudah
pemeriksaan.

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui cara mendiagnosa dan
menangani kasus pincang akibat trauma

1.3 Manfaat

Manfaat dari penulisan laporan ini adalah untuk menambah wawasan mahasiswa
dalam menangani kasus pincang pada kucing
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Saat ini telah banyak masyarakat yang menjadikan hewan sebagai


binatang peliharaan, bahkan perlakuan terhadap binatang peliharaannya seperti
layaknya manusia, bila hewan tersebut sakit maka dibawa ke dokter dan juga
makanan yang diberikan lebih mahal daripada makanan yang biasa dimakan
manusia. Diantara berbagai macam hewan yang bisa dijadikan sebagai hewan
peliharaan, kucing termasuk salah satu hewan yang banyak dijadikan sebagai
hewan peliharaan bagi manusia. (Harun, 2013)
Adanya trauma pada alat gerak (ekstremitas) hewan dapat menyebabkan
pincang. Pincang merupakan tanda-tanda adanya kesakitan didaerah ekstrimitas
(kaki depan atau kaki belakang) pada hewan misalnya anjing dan kucing. Pincang
terbagi dalam dua jenis yaitu pincang gerak dan pincang tumpu. Pincang gerak
terjadi apabila kesakitan berada di daerah tarsus atau carpus ke atas sedangkan
pincang tumpu terjadi apabila kesakitan berada di daerah tarsus atau carpus
kebawah. Pincang akibat trauma dapat berupa patah tulang ( fraktur), Retak
(fissure), Dislokasio (Keseleo), Luka-luka, dan artritis.

Fraktur
Fraktur merupakan salah satu kasus yang sering terjadi pada hewan
kesayangan terutama anjing dan kucing. Fraktur pada hewan, umumnya
disebabkan oleh trauma seperti terbentur benda keras, tertabrak kendaraan dan
jatuh dari tempat yang tinggi. Kasus fraktur sampai saat ini masih banyak
dijumpai di tempat praktek dokter hewan, Klinik Hewan maupun Rumah Sakit
Hewan. Kejadian kasus fraktur pada hewan di Bali, khususnya di Rumah Sakit
Hewan Pendidikan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana (RSHP
FKH UNUD) mencapai 10% dari total pasien setiap tahunnya. Sebagian besar
hewan mengalami fraktur pada tulang panjang seperti tulang femur, humerus,
radius, ulna, tibia dan fibula.
Prinsip penanganan fraktur adalah mengembalikan posisi tulang patah ke
posisi semula (reposisi) kemudian mempertahankan posisi tersebut sambil
menunggu proses penyembuhan patah tulang (immobilisasi) agar tulang tersebut
dapat tersambung dengan baik dan benar. Kesembuhan fraktur secara spesifik
menghasilkan perbaikan pada struktur dan fungsi jaringan tulang, berbeda dengan
kesembuhan jaringan otot atau kulit, yang tidak dapat memperbaharui kerusakan
tanpa adanya pembentukan jaringan parut (Dimittriou et al., 2011). Reduksi dan
imobilisasi yang tepat dengan teknik reduksi spesifik menggunakan instrumen
bedah serta penggunaan implan ortopedi diperlukan untuk mencapai kesembuhan
tulang yang optimal dalam perbaikan fraktur (Vertenten et al., 2010).

Luka
Seekor hewan yang menderita luka akan merasakan adanya ketidak
sempurnaan yang pada akhirnya cenderung untuk mengalami gangguan fisik dan
emosional. Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa luka akan mempengaruhi
kualitas hidup hewan. Sebagai contoh, pasien dengan luka kanker dengan eksudat
yang banyak dan sangat berbau tentunya bukan hanya menjadi gangguan
kesehatan bagi klien akan tetapi juga akan mempengaruhi gangguan interaksi
pasien. Ada empat domain kualitas hidup yang bisa terkena dampak dari luka
yaitu : fungsi fisik dan pekerjaan, fungsi psikologis, interaksi sosial, sensasi
somatik dan dampak finansial. Luka memar (vulnus contussum). Kontusi atau
memar jaringan (disebut juga sebagai luka tertutup) dengan kulit bengkak dan
berwarna biru, Luka ini diakibatkan benturan benda yang keras dan
mengakibatkan kerusakan pada soft tissue dan ruptur pada pembuluh darah
sehingga menimbulkan nyeri dan berdarah (hematoma) bila kecil maka akan
diserap oleh jaringan disekitarnya, jika organ dalam terbentur dapat menyebabkan
akibat yang serius. Luka lecet (vulnus abrasi) adalah luka yang hanya mengenai
lapisan paling luar dari kulit dan sangat dangkal. (Rahardjo, 2016)

Artritis

Artritis merupakan terjadinya peradangan atau gangguan pada persndian


dan kartilago. Pelepasan mediator inflamasi dari leukosit, kodrosit, dan sinoviosit
dapat menyebabkan kehilangan proteoglikan dan matriks ekstraselular kartilago,
sehingga terjadi kerusakan tulang(fadhillah, 2009). Tulang memiliki kemampuan
untuk sembuh secara spontan melalui regenerasi, namun proses ini seringkali
tidak adekuat pada kebanyakan situasi klinis dan patologis yang berat (Nandi et
al., 2008).
Faktor- faktor yang menyebabkan artritis yaitu :

1. Trauma pada persendian


2. Faktor genetik juga dapat menyebabkan artritis
3. Adanya tekanan berupahawa dingin karena perbedaan cuaca yang terlalu
besar antara panas dan dingin
4. Infeksi pada persendian
5. Artritis juga dapat terjadi sebagai akibat lanjutan trauma pada kapsul
persendian yang menyebabkan edema dan peradangan yang diikuti oleh
infeksi mikroorganisme
6. Dislokasio pada persendian
7. Fraktur tulang yang melibatkan sendi
8. Penuaan dan erosis tulang rawan secara alami

Gejala klinis dari artritis adalah adanya rasa sakit, panas, dan pembengkakan
pada persendian (gejala panca radang). Terasa adanya fluktuasi, sakit, panas, dan
hiperemi. Secara umum hewan mengalami demam jika sakit sudah menjadi
sepsis, nadi dan nafas frekuen, pincang yang hebab babhkan sampai hewan tidak
dapat berdiri.

Pengobatan yang dapat dilakukan hanya dengan mengurangi rasa sakit dan
meningkatkan mobilitas. Dapat diberikan obat-obat anti inflamasi nonsteroid yang
berkerja sebagai analgesik dan mengurangi sinovitis. Selain itu, hewan perlu
mengurangi aktivitas dan berat badan sehingga tidak membebani sendi (fadillah,
2009).
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pemeriksaan Fisik

Pasien bernama Aliando merupakan jenis kucing domestik yang diperkirakan


berusia sekitar 4 tahun. Pada saat ditemukan pasien dalam keadaan kaki belakang
tidak dapat digerakkan dan saat jalan pasien menyeret kakinya. Selain itu pasien
juga hipersalivasi dan sangat lemah, juga terdapat lesi dan bengkak pada
ekstremitas posterior sebelah sinister. Setelah dilakukan uji pada turgor kulitnya
dinyatakan bahwa hewan dalam keadaan dehidrasi (3 detik). Setelah perawatan
hari pertama didapatkan bahwa kucing menderita diare berat dengan konsistensi
feses yang sangat cair dan bau yang menyengat.

A. Status Gizi

Pasien pada awal ditemukan mempunyai berat badan 2 kg. Berat tersebut
tidak sesuai dengan proporsi badan pasien. Tulang rusuk pasien terlihat
menonjol menandakan pasien kekurangan gizi.

Tanda kucing kekurangan gizi adalah bulunya kering, hidung kering dan
panas, mata terlalu basah, kuku terkelupas, kudisan, bau kotoran menusuk,
serta pernapasan buruk.(Effendi dan Budiana, 2014)

B. Tempramen
Tempramen pasien tenang, diduga pasien sudah terbiasa berinteraksi
dengan manusia. Karena lokasi pasien saat ditemukan berada di sekitar pasar
Pnayong.
Tempramen merupakan sifat dari hewan. Untuk mengetahui tempramen
hewan perlu dilakukan pengamatan perilaku yang di tunjukannnya.
Tempramen hewan yang dapat dilihat oleh mata adalah bagaimana hewan
tersebut bergerak aktif, menyerang jika merasakan adanya bahaya (Ada orang
cepat beraksi). Sedangkan jika hewan terlihat lemah dan lesu, hewan tersebut
sedang dalam keadaan sakit.( Kepala Badan Karantina Pertanian, 2006)
C. Habitus
Habitus pasien adalah normal dengan keadaan lordosis.

D. Frekuensi Napas
Frekuensi napas pasien adalah 48 kali per menit.
Adanya aksi-aksi atau pengeluaran seperti batuk, bersin hick-up,
frekuensi dan tipe nafasnya perlu diperhatikan. Hidung; Perhatikan keadaan
hidung dan leleran yang keluar, rabalah suhu lokal dengan menempelkan jari
tangan pada dinding luar hidung. Serta lakukanlah perkusi pada daerah sinus
frontalis. Pharynx, Larinx, Trakea; Dilakukan palpasi dari luar dengan
memperhatikan reaksi dan suhunya, perhatikan pula limfoglandula regional,
suhu, konsistensi, dan besarnya, lalu bandingkan antara limfoglandula kanan
dan kiri. Rongga dada; Perkusi digital dilakukan dengan membaringkan
kucing pada alas yang kompak, dan diperhatikan suara perkusi yang
dihasilkan. Palpasi pada intercostae lalu perhatikan adanya rasa nyeri pada
pleura dan edeme subcutis. (Boddie. 1962)
E. Pemeriksaan Pulsus
Pulsus nadi pasien adalah 112 kali per menit
Pulsus diperiksa pada bagian arteri femoralis yaitu sebelah medial femur
(normal: 92-150/menit). Nafas diperiksa dengan cara menghitung frekuensi
dan memperhatikan kualitasnya dengan cara melihat kembang-kempisnya
daerah thoraco-abdominal dan menempelkan telapak tangan di depan cuping
bagian hidung (normal: 26-48/menit). Temperatur diperiksa pada rectum
dengan menggunakan termometer (normal: 37,6-39,4). (Fowler. 2008).
F. Suhu

Suhu tubuh pasien 37,8 c. Sesuai dengan suhu normal kucing yaitu 37,6-
39,5c

G. Kulit dan Bulu

Kulit dan bulunya dalam kondisi kusam, rontok, dan turgor kulit lebih dari 2
detik. Hewan dinyatakan dehidrasi.

H. Selaput Lendir

Berwarna pink pucat


Conjunctiva diperiksa dengan cara menekan dan menggeser sedikit saja
kelopak mata bawah. Penampakan conjunctiva pada kucing tampak pucat.
Membran mukosa yang tampak anemia (warna pucat) dan lembek merupakan
indikasi anemia. Intensitas warna conjunctiva dapat menunjukkan kondisi
peradangan akut seperti enteritis,encephalonitis dan kongesti pulmo akut.
Cyanosis (warna abu- abu kebiruan) dikarenakan kekurangan oksigen dalam
darah, kasusnya berhubungan dengan pulmo atau sistem respirasi. Jaundice
(warna kuning) karena terdapatnya pigmen bilirubin yang menandakan
terdapatnya gangguan pada hepar. Hiperemi (warna pink terang) adanya
hemoragi petechial menyebabkan hemoragi purpura (Fowler. 2008).

I. Pencernaan

Pencernaan pasien kurang baik, ditandai dengan bagian abdomen


membengkak dan konsistensi feses sangat cair.

J. Perkencingan

Frekuensi dan konsenrasi urinasi normal

K. Anggota gerak

Ekstremitas posterior sinister mengalami trauma

Perhatikanlah posisi, cara berdiri dan berjalan hewan. Periksalah musculi


dengan membandingkan ekstremitas kanan dan kiri. Serta melakukan palpasi.
Perhatikan pula suhu, kontur, adanya rasa nyeri dan pengerasan. Pemeriksaan
tulang seperti musculi diperhatikan bentuk, panjang dan keadaan. Persendian
diperiksa dengan cara inspeksi cara berjalan dan keadaan persendian,
lakukanlah palpasi apakah ada penebalan, cairan (pada kantong synovial
ataukah pada vagina tendinea) (Boddie. 1962)

3.2 Pemeriksaan Darah

Pada pemeriksaan darah didapatkan hasil

A. Hb : 13.6 g/dL
B. PCV : 29%
C. RBC :6,32 x 106
D. WBC :1,03 x 103
E. Diff. Leukosit
Neutrofil :8
Limfosit :1

Kadar hemoglobin untuk setiap hewan berbedabeda antara satu sama lain.
Perbedaan kadar hemoglobin ini dipengaruhi oleh jumlah zat besi di dalam tubuh
(Cunningham dan Klein 2007).

F. Warna

Dari hasil pemeriksaan terhadap warna darah yang pratikan lakukan pada
kucing yang diduga mengalami kepincangan pda kaki belakang didapatkan hasil
warna darahnya merah.pekat Hal ini merupakan normal, karena warna merah pada
darah segar disebabkan oleh adanya hemoglobin dalam eritrosit ( Dellman dan
Brown, 1989 ).

G. Sifat

Dari hasil pemeriksaan terhadap sifat darah yang pratikan lakukan pada
kucing yang diduga pincang didapatkan hasil sifat darahnya kental.

H. Eritrosit

Fungsi utama dari eritrosit atau sel darah merah adalah mengangkut
hemoglobin dan mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan. Eritrosit kucing
berbentuk cakram bikonkaf yang tidak memiliki inti dan ada dalam sirkulasi
selama 120 hari. Sel darah merah dikelilingi oleh membran elastis tipis dan bagian
dalam sel diisi dengan hemoglobin pigmen merah yang membawa oksigen (Dallas
2003).

I. Leukosit

Leukosit berfungsi senbagai antibody dalam tubuh. Leukosit sebagian


dibentuk di sum-sum tulang sebagian lagi di jaringan limfe (Guyton and Hall,
1992). Dellman dan Brown (1989) membagi leukosit dalam 2 golongan, yaitu
granulosit (neutrofil, eosonofil, basofil) dan agranulosit (limposit dan monosit)

J. Neutrofil

Neutrofil atau disebut juga microphage , memiliki aktifitas terhadap tahap


inflamasi dan menghancurkan materi yang bersifat pagosit ( Schalm, 1975 ).
Fungsi yang terpenting dari neutrofil adalah fagositis, yaitu proses pencernaan
terhadap benda asing yang masuk ke dalam tubuh ( Guyton and Hall, 1992 ).

K. Eosinofil

Eosinofil berfungsi detoksifikasi dan berperan dalam reaksi antigen


antibody. Eosinofil ditemukan pada saat material masuk ke dalam tubuh di bagian
subkutis dan sepanjang traktus respiratorius ( Schalm, 1975 ).

L. Limfosit

Limfosit sebagai sel pertahanan terdiri dari dua sel, yaitu sel T bertindak
sebagai pertahanan seluluer, dan sel B yang bertindak sebagai pertahanan humoral
( Martini et all, 1992 )

M. Hematokrit

Hematokrit adalah persentase sel darah merah dalam 100 ml darah. Nilai
hematokrit ditentukan dengan penambahan antikoagulan pada darah dan
kemudian disentrifugasi dalam tabung. Hematokrit seringkali disebut packed cell
volume karena hasil sentrifugasi tersebut yang menyebabkan endapan di dasar
tabung (Cunningham dan Klein 2007). Nilai hematokrit dipengaruhi oleh jumlah
dan ukuran sel, serta temperatur lingkungan (Guyton dan Hall 2006).

3.3 Pemeriksaan Urine


Uji Fisik
Volume : 20 ml/urinasi
Warna : Kuning tua
Kejernihan : Agak Keruh
Berat Jenis : 1,050
Bau : Amoniak

Uji Kimia

Uji Protein (Uji Robert) : (-) Tidak terbentuk cincin putih


Uji Glukosa ( Uji Benedict) : (-) Tidak ada endapan merah bata
pH : 6,0

Pemeriksaan Fisik Urine

A. Volume Urine
Dari hasil pemeriksaan terhadap volume urin pada kucing yang
diduga fraktur didapatkan hasil 20 ml per sekali urinasi. Pengukuran jumlah
urin tersebut berfungsi untuk mengetahui adanya gangguan faal ginjal,
kelainan dalam keseimbangan cairan badan dan berguna juga untuk
menafsirkan hasil pemeriksaan kuantitatif dan semi kuantitatif dengan rutin.
B. Warna Urine
Dari hasil pemeriksaan terhadap warna urin pada kucing yang diduga fraktur
didapatkan urin yang berwarna kuning tua.Dalam keadaan normal warna urin
seharusnya adalah kuning pucat.Maka,dinyatakan bahwa warna urine dari
pasien tersebut adalah tidak normal.
C. Kejernihan Urine
Dari hasil pemeriksaan terhadap kejernihan urin pada kucing yang diduga
fraktur didapatkan urin yang memiliki kejernihan agak keruh. Pada
umumnya, kucing yang normal memiliki kejernihan yang jernih dan tidak
keruh.Maka, dinyatakan bahwa kejernihan urine dari pasien tersebut adalah
tidak normal.
D. Berat Jenis Urine
Dari hasil pemeriksaan terhadap berat jenis ( BJ ) urin yang pratikan
lakukan pada kucing yang diduga fraktur didapatkan hasil 1,050 yang diukur
menggunakan Refraktometer (Golberg) Sesuai dengan pernyataan
(Ethel,2003) Untuk mengukur berat jenis urine dapat menggunakan urometer,
refraktometer dan carik celup
Hasil yang di dapatkan pratikan adalah tidak normal,karena tidak sesuai
dengan pendapat Sadjana dan Kusmawati ( 2006 ) bahwa berat jenis urine
normal pada kucing adalah 1.020-1.030.
E. Bau Urine
Dari hasil pemeriksaan terhadap bau urin yang pratikan lakukan pada kucing
yang diduga fraktur didapatkan hasil bau normal yaitu bau amoniak.Bau urin
yang normal disebabkan sebagian asam-asam organik yang mengalami
penguapan.

Pemeriksaan Kimiawi

A. Uji Protein ( Uji Robert)


Dari hasil pemeriksaan terhadap uji Robert yang pratikan lakukan pada
kucing yang diduga fraktur didapatkan tidak terbentuk cincin putih yang
menyatakan bahwa kucing tersebut negatif tidak terdapat protein dalam urine
pasien. Hanya sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus yang
diserap oleh tubulus ginjal dan diekskresikan ke dalam urin (Rizzi, 2014).
Maka, dinyatakan bahwa pasien tersebut normal.
B. Uji Glukosa ( Uji Benedict)
Dari hasil pemeriksaan terhadap uji Benedict yang pratikan lakukan pada
kucing yang diduga fraktur didapatkan hasil uji tidak ada endapan merah bata
pada urine.Hal tersebut sama dengan yang dikatakan Rizzi ( 2014 ) bahwa
urin normal pada kucing tidak mengandung glukosa. Maka,dapat dinyatakan
bahwa pasien tersebut normal.
C. Reaksi (pH)

Dari hasil pemeriksaan terhadap pH dengan menggunakan indikator universal


yang pratikan lakukan pada kucing yang diduga fraktur didapatkan hasil yaitu
6,0. Hasil yang di dapatkan pratikan adalah normal, hal ini sesuai dengan
pernyataan Rizzi ( 2014 ) bahwa pH normal pada kucing adalah 6-7,5. Pada
saat pasien menderita penyakit, maka pH urin menjadi asam. Pada saat pH
urin berubah menjadi asam merupakan tanda adanya abnormalitas atau
kelainan yang terjadi karena ginjal mengimbangi efek perubahan pH di dalam
tubuh.

3.4 Differensial Diagnosa

Fraktur
Dislokasi
Arthritis

3.5 Diagnosa

Berdasarkan progres yang terlihat, kami mendiagnosa bahwa kasus pada


pasien adalah luka infeksi karna terkena jerat atau trauma

3.6 Terapi yang Telah Diberikan


Kucing ditempatkan pada kandang, tujuannya agar dapat membatasi ruang
gerak pasien dan menjaga agar tetap beristirahat.
Membersihkan luka pada kaki kucing dengan menggunakan air hangat,
dan mengompres di daerah yang membengkak.
Beberapa kali kaki kucing dipiijat perlahan, tujuannya untuk mengurangi
dampak pembengkakan dan kaku pada kaki yang mengalami trauma
Memberikan makanan berpotein, karena kucing merupakan kucing
domestic pada saat diberi dry food kucing tidak mau makan, jadi solusinya
makanan diganti dengan ikan yang telah dimasak. Protein, berfungsi dalam
pembentukan otot dan tulang. Protein memiliki kemampuan untuk
memperkuat tubuh kucing dari serangan penyakit dan stres. Makanan
sumber protein antara lain daging, ikan, telur dan susu. Dari satu porsi
pakannya, kucing membutuhkan protein sebanyak 28%. (Effendi dan
Budiana, 2014)
Obat yang diberikan :
a. Salap Oxytetraxyclin : antibiotik berspektrum luas; tujuan
pemberiannya untuk mencegah infeksi sekunder
b. Salap Thrombophob : anti inflamasi
c. Injectamin : sebagai vitamin dengan dosis Kucing, unggas 0,10-
0,20 ml/1-2 kg BB.

3.7 Prognosa
Prognosa dari kasus ini dapat disembuhkan atau Fausta

3.8 Status Kesehatan Sekarang


Berat badan terakhir 3 kg
Luka sudah kering
Konsistensi feses sudah membaik
Kaki masih pincang, tetapi sudah tidak diseret lagi.
Sudah bisa berlari

Hewan akhirnya dilepas karena kami anggap sudah dapat hidup normal
kembali dan kami kembalikan ke tempat awal kami temukan.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Boddie., G.F. 1962. Diagnostic Methods in Veterinary Medicine. Philadelphia:
J.B. Lippincott Company

Cunningham JG dan Klein BG. 2007. Textbook of Veterinary Physiology. Ed


ke4. Missouri (US): Saunders Elsivier.

Dallas S. 2003. Animal Biology and Care. Oxford (GB): Blackwell Publish.

Delman, HD and Brown EM. 1989. Histology Veteriner. Ed ke-3. Jakarta : UI


Press.

Effendi, C. dan N.S. Budiana. 2014. Kucing.Jakarta : Agriflo

Ethel, S. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. EGC Penerbit Buku
Kedokteran. Jakarta

Fadillah, debby. 2009.Artritis pada hewan. http://ilmuveteriner.com/artritis-pada-


hewan/( tanggal akses 15 Mei 2017)

Fowler, Murray E. 2008.Restraint and Handling of Wild and Domestic Animals


3rd Ed UK: Wiley-Blackwell

Guyton, AC. And Hall JE. 1992. Medical Physiology. Ed ke9. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Guyton, AC. And Hall JE. 2006. Medical Physiology. Ed ke11. Jakarta (ID):
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Harun, M. 2013. Aplikasi Sistem Pakar Diagnosa Penyakit pada Kucing.


Paradigma Vol. 15
Kepala Badan Karantina Pertanian. 2006. Petunjuk Teknis Persyaratan dan
Tindakan Karantina Hewan terhadap Lalulintas Pemasukan Hewan
Penular Rabies (Anjing, Kucing, Kera, dan Hewan Sebangsanya)

Martini, FH., Ober WC., Garisson C and Weleeh K. 1992. Fundamentals of


Anatomy and Fisiology . Ed ke-2. New Jersey : Prentice Hall, Englewood
Cliff.

Palguna, D., Jusak, dan Erwin S. Sistem Pakar Diagnosis Penyakit Kulit Pada
Kucing Menggunakan Metode Certainty Factor . JSIKA 3(1) : Hal 75-81

Rizzi Theresa.E, 2014. Urinalysis In Companion Animals Part 2: Evaluation of


Urine Chemistry & Sediment. Todays Technician. Oklahoma State
University

Rahardjo, P. 2016. Vulnus Sclopetorum Pada Anjing Lokal. Karya Tulis Ilmiah.
Universitas Udayana
Sardjana,I.K.W dan Kusumawati,D. 2006. Perbandingan Pemberian Cat Food
dan Pindang terhadap pH Urin, Albuminuria dan Bilirubinuria Kucing.
Surabaya: Unair
LAMPIRAN

Keterangan : Kelompok 10 (dari kiri -> Kanan)


1. -Sema Coumandary 1402101010143
2. -Augusnaini Ragil 1402101010167
3. -Risky Aulia 1402101010149
4. -Habiburrahman (Pindah Kelompok)
5. Fashihah Rahmah Noya F 1402101010145
6. -Cut Iusma Muzadin 1402101010166
Keterangan : Praktikum minggu Pertama yang menunjukkan bahwa ekstremitas
kaki bagian belakang sebelah kiri mengalami lesi dan kucin menyeret kaki untuk
berjalan, harus dibantu agar berdiri seperti di foto tersebut.

Keterangan : Praktikum minggu kedua yang menunjukkan bahwa keadaan kaki


yang mengalami lesi mulai kering tetapi sudah mulai dapat berjalan walaupun
masih pincang.Ditemukan bahwa pencernaan kucing tersebut mengalami diare
dan perut kembung.

Keterangan :Pemeriksaan darah bagian diferensial leukosit .


Keterangan : Praktikum minggu ketiga yang menunjukkan bahwa lesi sudah
kering,masih sedikit pincang saat berjalan.Bagian pencernaan masih diare dan
perut kembung.

Keterangan : Pemeriksaan uji fisik urine yaitu pada pemeriksaan Volume,


Warna, Kejernihan, dan Bau dari Urine.

Keterangan : Alat Refraktometer yang berfungsi untuk menentukan Berat Jenis


Urine.
Keterangan : Hasil Uji Reaksi untuk menentukan pH

Keterangan : Hasil Uji Benedict (Glukosa)

Keterangan : Hasil Uji Robert (Protein)

Anda mungkin juga menyukai