Anda di halaman 1dari 10

Paper Higieni makanan veteriner

PENYAKIT DARI BAHAN PANGAN ASAL


HEWAN

KELOMPOK : 10

Disusun :
LENI ZAHARA
HERI SUBARQAH
AHMAD AZHARI NOPIOSIN

Fakultas Kedokteran Hewan


Universitas Syiah Kuala
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Codex Alimentarius (FAO/WHO 1997), keamanan pangan


didefinisikan sebagai jaminan bahwa pangan tidak akan menyebabkan bahaya
bagi konsumen saat disiapkan dan atau dikonsumsi sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Dalam Undang-Undang Pangan, definisi keamanan pangan
adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari
kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat
mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.
Mikrobiologi pangan adalah salah satu cabang dari mikrobiologi yang
mempelajari peranan mikroba, baik yang menguntungkan maupun yang
merugikan, pada rantai produksi makanan sejak dari pemanenan/ pengkapan/
pemotongan, penangana, penyimpanan, pengelolahan, distribusi, pemasaran,
pennghidangan sampai siap dikonsumsi.
Infeksi penyakit melalui makanan (Food Borne Disease) adalah suatu
gejala penyakit yang timbul akibat makan bahan makanan yang mengandung
mikroorganisme atau toksinnya (termasuk tumbuh-tumbuhan, bahan kimia,
binatang). Food infection ialah gejala penyakit yang timbul karena
mikroorganisme masuk dan berkembang biak di dalam tubuh melalui bahan
makanan. Food intoxication adalah gejala penyakit yang timbul akibat makan
makanan yang mengandung bahan racun.
Keracunan makanan diakibatkan oleh toksin yang diproduksi oleh
mikroba. Dalam hal ini, mikroba yang tumbuh akan akan memproduksi
senyawa yang bersifat larut dan beracun yang dikeluarkan ke dalam makanan
dan menyebabkan penyakit bila makanan tersebut dikonsumsi

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perana Mikroba dalam Infeksi dan Keracunan pangan

Keracunan makanan diakibatkan oleh toksin yang diproduksi oleh


mikroba. Dalam hal ini, mikroba yang tumbuh akan akan memproduksi senyawa
yang bersifat larut dan beracun yang dikeluarkan ke dalam makanan dan
menyebabkan penyakit bila makanan tersebut dikonsumsi. Sedangkan penyakit
infeksi makanan disebabkan karena masuknya mikroba ke dalam alat pencernaan
manusia, tumbuh dan berkembang biak serta menimbulkan penyakit. Oleh karena
itu, penyembuhan penyakit infeksi ini membutuhkan pengobatan yang ditujukan
untuk menghilangkan mikrobanya dari dalam tubuh. Mikroba yang menimbulkan
infeksi melalui makanan, antara lain adalahBrucella sp., E.coli, Salmonella sp.,
Streptococcus grup A, Vibrio chloreae, Shigella sp., dan virus hepatitis A.

 Penyebab infeksi melalui makanan


Food infection ialah gejala penyakit yang timbul karena
mikroorganisme masuk dan berkembang biak di dalam tubuh melalui
bahan makanan. Food intoxication adalah gejala penyakit yang timbul
akibat makan makanan yang mengandung bahan racun.

 Penyakit Akibat Cemaran Mikroba Patogen Pada Pangan


Foodborne disease merupakan penyakit yang diakibatkan karena
mengkonsumsi makanan yang tercemar mikroba patogen (Riemann dan
Bryan 1979). Lebih dari 90% kejadian penyakit pada manusia disebabkan
mengkonsumsi makanan yang tercemar bakteri patogen, seperti penyakit
tipus, disentri, botulisme, dan intoksikasi bakteri lainnya seperti hepatitis A
(Winarno 1997).
Mikroba terutama bakteri yang bersifat patogen dapat ditemukan di
mana saja, di tanah, air, udara, tanaman, binatang, bahan pangan, peralatan
untuk bahkan pada tubuh manusia. Pangan membawa berbagai jenis
mikroba yang dapat berasal dari mikroflora alami tanaman atau hewan,
baik yang berasal dari lingkungan maupun yang masuk selama pemanenan
atau penyembelihan, distribusi, penanganan pascapanen, pengolahan, serta
penyimpanan produk.
Pertumbuhan mikroba terjadi dalam waktu singkat dan pada
kondisi yang sesuai, antara lain tersedianya nutrisi, pH, suhu, dan kadar air
bahan pangan. Kelompok mikroba pembusuk akan mengubah makanan
segar menjadi busuk bahkan dapat menghasilkan toksin (racun), yang
kadang-kadang tidak menunjukkan tandatanda perubahan atau kerusakan
fisik (bau busuk kurang nyata) sehingga bahan pangan tetap dikonsumsi.
Saluran pencernaan manusia merupakan sistem yang terbuka.
Apabila mikroba patogen yang terdapat pada makanan ikut
termakan maka pada kondisi yang sesuai mikroba patogen akan
berkembang biak di dalam saluran pencernaan sehingga menyebabkan
gejala penyakit atau sering disebut infeksi. Racun atau toksin yang
dihasilkan oleh mikroba patogen yang ikut termakan menyebabkan gejala
penyakit yang disebut keracunan atau intoksikasi. Gejala akut yang
disebabkan oleh mikroba patogen adalah diare, muntah, dan pusing-pusing
bahkan pada kondisi yang parah dapat menyebabkan kematian (Rahayu
2006b).
Histamin yang merupakan racun dari produk perikanan akibat
cemaran mikroba patogen dapat menyebabkan keracunan. Gejala
keracunan histamin dimulai beberapa menit sampai beberapa jam setelah
makanan dikonsumsi, antara lain berupa sakit kepala, kejangkejang, diare,
muntah-muntah, kulit bergaris merah, pembengkakan pada bibir, dan
kerongkongan terasa terbakar. Gejala ini umumnya berlangsung kurang
dari 12 jam dan dapat diobati dengan terapi antihistamin (Atmadjaja et al.
1995).

Patogen bawaan dari makanan seperti Clostridium botulinum


sangat berkaitan dengan penyakit ekstraintestinal akut, yang dapat
menyebabkan sindrom neuroparalisis dan sering kali berakibat fatal.
Penyakit ekstraintestinal juga dapat disebabkan oleh cemaran Listeria
monocytogenes yang menyebabkan penyakit ringan seperti flu hingga
penyakit berat seperti meningitis dan meningoensefalitis. E. coli penghasil
verotoksin umumnya mengakibatkan diare berdarah dan dapat
menyebabkan uremia hemolitik, yang ditandai dengan trombositopenia,
anemia hemolitik, dan gagal ginjal akut terutama pada anak-anak.
Salmonelosis merupakan penyakit yang diakibatkan oleh cemaran
Salmonella dan dapat menyebabkan rematik, meningitis, abses limpa,
pankreatitis, septikemia, dan osteomielitis.

 Bahan Pangan Potensial sebagai Sumber Mikroorganisme Patogen


Mikroorganisme Bahan Pangan
Salmonella daging ternak dan daging unggas
mentah, susu segar dan telur
Clostridium perfringens daging ternak dan daging uunggas,
makanan kering, rempah-rempah,
sayur-sayur
Staphylococcus aureus makanan dingin, produk-produk susu
terutama jika menggunakan bahan baku
susu mentah
Bacillus cereus dan Bacillus ssp. serelia, makanan kering, produk-produk
lain susu, daging dan produk-produk
daging, rempah-rempah, sayur-sayur
Escherichia coli bahan pangan mentah
Vibrio parahaemolyticus ikan segar dan ikan olahan, kerang dan
makanan laut lainnya
Shigella makanan campuran dan basah, susu,
kacang-kacangan, kentang, tuna, udang,
kalkun, salad, macaroni
Streptococcus pyogenes susu, es krim, telur, lobster, salad
kentang, salad telur, custard, puding
dan makanan-makanan yang
mengandung telur
Clostridium botulinum makanan kaleng dengan pH > 4,6
Yersinia enterocolitica daging ternak dan daging unggas
mentah, produk olahan daging, susu
dan produk susu dan sayur-sayuran
Campylobacter jejuni daging ternak dan daging unggas
mentah, susu segar atau susu yang
diolah tetapi pemanasannya kurang, air
yang tidak diolah
Listeria monocytogenes daging ternak, daging unggas, produk
susu, sayur-sayuran dan kerang-
kerangan
Virus kerang mentah, makanan dingin yang
ditangani oleh orang yang terkena
infeksi

1. Daging
Bahan pangan yang berasal dari hewan merupakaan sumber utama bakteri
penyebab infeksi. Mikroorganisme yang terdapat pada hewan hidup dapat
terbawa ke dalam daging segar dan mungkin bertahan selama proses
pengolahan.
2. Telur
Kulit telur kemungkinan mengandung Salmonella yang berasal dari
kotoran ayam dan mungkin mengkontaminasi telur pada waktu telur
dipecahkan.
3. Produk-produk susu
Pengemasan susu dan fermentasi susu dapat menghilangkan atau
menghambat mikroorganisme patogen enterik, tetapi beberapa
mikroorganisme masih bertahan. Walaupun susu telah mengalami
pemanasan, kontaminasi dapat terjadi selama penanganan produk atau
karena penambahan ingridien yang tidak mengaami perlakuan
dekontaminasi.
4. Ikan dan kerang-kerangan
Bakteri pada ikan dan kerang-kerangan dapat dihilangkan dengan
pemanasan, akan tetapi sanitasi yang kurang baik dapat menyebabkan
terjadinya rekontaminasi
5. Buah-buahan, sayur-sayuran
Dalam keadaan segar bahan pangan nabati kemungkinan terkontaminasi
oleh mikroorganisme dari tanah dimana tanaman tesebut tumbuh.
6. Makanan kering
Makanan-makanan amana dalam keadaan kering, akan tetapi jika
direhidrasi maka harus diperlukan seperti hanya makanan segar karena
seringkali terkontaminasi spora dalam jumlah banyak maka penambahan
ingredien harus dilakukan sebelum proses pemanasan

 Sumber-sumber Infeksi dan Pencegahannya


Beberapa makanan bisa dinyatakan aman untuk dikonsumsi jika makanan-
makanan tersebut diproses dengan proses dekontaminasi yang terkontrol dengan
baik seperti pasteurisasi dan sterilisasi, seperti susu sterilisasi atau pateurisasi, es
krim, dan makanan-makanan kaleng. Proses dekontaminasi air kemasan dilakukan
dengan klorinasi dan filtrasi. Makanan lain seperti roti, tepung, madu, manisan
buah termasuk makanan yang dinyatakan aman karena komposisi dan proses
pengolahan makanan tersebut menyebabkan kondisi yang tidak mendukung
pertumbuhan mikroorganisme. Beberapa sifat makanan dan bahan pangan, seperti
pH < 4,5 kadar air rendah (aw<0,86) atau kadar gula atau kadar garam yang
tinggi. Sifat-sifat ini biasa digunakan dalam pengawetan makanan.

2.2. pengendalian Mikroba dalam Infeksi dan Keracunan pangan


Pemberlakuan perdagangan bebas mengharuskan keamanan pangan
mendapatkan perhatian dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, produsen, dan
konsumen. Di era pasar bebas, industri pangan Indonesia harus mampu bersaing
dengan negara lain yang telah mapan dalam sistem penanganan mutunya.
Penyediaan pangan asal ternak yang memenuhi keamanan pangan, yaitu
aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH) kepada masyarakat perlu dilakukan melalui
pengendalian residu dan cemaran mikroba. Upaya ini sangat bermanfaat bagi
pemerintah sebagai pengawas peredaran bahan pangan asal ternak di pasar,
terutama mengenai batas maksimum residu antibiotik dan cemaran mikroba,
produsen sebagai penghasil produk, maupun konsumen untuk menjamin
keamanan dan kesehatan masyarakat.
Sistem keamanan pangan yang sudah diakui dan diterapkan secara
internasional adalah Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Sistem ini
menekankan pada pengendalian berbagai faktor yang mempengaruhi bahan,
produk, dan proses. Pendekatan HACCP meliputi tujuh prinsip yaitu:
1. Analisis potensi bahaya, bertujuan untuk mengidentifikasi dan
mengevaluasi potensi bahaya yang diperkirakan dapat terjadi pada setiap
langkah produksi makanan.
2. Penentuan titik kendali kritis, merupakan langkah tindak lanjut dari
analisis potensi bahaya. Potensi bahaya yang telah teridentifikasi harus
diikuti dengan satu atau lebih critical control point (CCP).
3. Penetapan batas kritis. Batas kritis mencerminkan batasan yang digunakan
untuk menjamin proses yang berlangsung dapat menghasilkan produk
yang aman.
4. Penetapan sistem pemantauan. Pada tahapan ini dilakukan serangkaian
pengamatan atau pengukuran untuk memeriksa apakah CCP di bawah
kendali dan untuk memperoleh catatan yang akurat untuk digunakan
dalam verifikasi.
5. Penetapan tindakan korektif. Pada tahapan ini dilakukan tindakan
perbaikan terhadap produk bila CCP melampaui batas kritis.
6. Penetapan prosedur verifikasi, meliputi uji dan prosedur tambahan untuk
memastikan bahwa sistem HACCP berjalan dengan efektif.
7. Penetapan dokumentasi dan penyimpanan. Tahapan ini mencakup semua
dokumentasi dan catatan yang sesuai untuk rencana HACCP, seperti
rincian analisis bahaya, penentuan CCP dan batas kritis, pemantauan dan
verifikasi (Djaafar dan Rahayu 2007).
Di samping meningkatkan keamanan pangan, beberapa hal yang perlu
diperhatikan untuk mengeliminasi dampak pencemaran mikroba pada bahan
pangan adalah:
1. Meningkatkan pengetahuan ekologi dan epidemiologi alami untuk
menetapkan metode diagnosis yang akurat.
2. Mengidentifikasi titik kritis terjadinya kontaminasi agens penyakit ke
dalam mata rantai pangan asal ternak.
3. Meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan kepedulian masyarakat
terhadap penyakit yang disebabkan oleh cemaran mikroba, dan
4. Memperluas stakeholder dan meningkatkan koordinasi dengan
dinas/instansi terkait.

DAFTAR PUSTAKA

 Budiyanto MAK, 2005. Mikrobiologi Umum. Malang:


Universitas Muhammadiyah Malang Press.
 Dwijoseputro, 1990. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
 Titiek. F, Djafar dan Rahayu. S. 2007. Cemaran mikroba pada produk
pertanian, penyakit yang ditimbulkan dan pencegahannya. Jurnal Litbang
Pertanian. 26 (2).
 Gustiani. E. 2009. pengendalian cemaran mikroba pada bahan pangan asal
ternak ( daging dan susu ) mulai dari peternakan sampai dihidangkan.
Jurnal Litbang Pertanian. 28 (3).

Anda mungkin juga menyukai