Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Mutu keamanan pangan

1. Mutu

Mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan,

kandungan gizi, dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman.

Standar mutu, menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004

2. Standar Mutu

Standar Mutu pangan adalah penentuan mutu dengan berbagai kriteria. Dalam

menetap kan standar mutu harus dipertimbangkan dengan kondisi masyarakat dan

pengalaman nasional. Standarasi mutu nasional dilaksanakan oleh departemen pertanian,

departemen perindutrian dan perdagangan, dan BPOM yang dikordinasi oleh BSN (badan

standarisasi nasional).

Tujuan melakukan standar mutu adalah Menciptakan kepastian mutu dengan adanya

kesatuan bahasa atau pengertian mutu yang sama, mencapai keseragaman mutu produk untuk

tiap kelas mutu, memperlancar transaksi dalam pemasaran, memberikan pedoman mutu bagi

produsen dan industry, membantu pembinaan peningkatan mutu melindungi konsumen. Di

Indonesia sendiri ditetapkan Standar Nasional Indonesia, sebagai syarat bagi produsen dalam

memproduksi produk pangan, dengan demikian produsen tersebut diharuskan menghasilkan

produk yang bermutu baik(Chirstine,2016).

3. Jaminan mutu

Jaminan mutu adalah sebuah kegiatan terencana dan sistematik yang diterapkan

dalam system mutu dan diperagakan sesuai dengan kebutuhan, untuk memberikan keyakinan
secara memadai kepada konsumen bahwa barang atau jasa akan memenuhi persyaratan

mutu. Secara internal jaminan mutu dapat memberikan keyakinan pada manajemen,

sedangkan secara eksternal dapat memberikan keyakinan kepada pelanggan atau pihak lain.

Jaminan mutu pada prinsipnya menggunakan metode yang sama dengan pengendalian

mutu. Perbedaan jaminan mutu dengan pengendalian mutu adalah dapat dilihat pada ruang

lingkupnya yang lebih luas. Pada konsep jaminan mutu, pemeriksaan dan pengujian tidak

dilakukan diakhir proses saja, tetapi dilakukan sejak dari awal proses. Hal tersebut dapat

mendeteksi lebih dini kemungkinan timbulnya masalah, baik diawal, pertengahan maupun

akhir proses. (Chirstine,2016).

Dalam mewujudkan sistem jaminan mutu di Indonesia, Pemerintah mengeluarkan

kebijakan standardisasi melalui Peraturan Pemerintah No.102 tahun 2000 tentang

“Standardisasi Nasional”. Pada konsep jaminan mutu apabila hasil dari pemeriksaan dan

pengujian ditemukan sebuah masalah, maka akan dilakukan tindakan koreksi atau perbaikan,

serta akan menganalisa terhadap akar penyebab permasalahan. Hasil analisa dapat digunakan

sebagai dasar pencegahan agar masalah tersebut tidak terulang lagi. Dewasa ini beberapa

negara telah menerapkan “Hazard Analysis Critical Control Point” (HACCP) sebagai acuan

atau standar internasional untuk pengawasan mutu dan keamanan pangan. Bahkan “Codex

Alimentarius Commision” (CAC) sebagai komisi standar pangan dari FAO/WHO telah

merekomendasikan HACCP sebagai suatu system jaminan mutu yang tepat dalam sistem

pengawasan pangan.

4. Kerusakan bahan pangan

Bahan pangan merupakan bahan yang jika diolah akan menghasilkan produk pangan.

Bahan pangan berasal dari berbagai sektor, seperti sektor pertanian, perikanan, dan

perternakan. Dari sektor pertanian menghasilkan bahan pangan seperti serealia, umbi
umbian, rempah, buah buahan, sayuran, dan perkebunan. Dari sektor perikanan

menghasilkan bahan pangan seperti kerang, cumi, udang, gurita, kepiting, dan semua jenis

ikan. Dari sektor pertenakan menghasilkan bahan pangan seperti unggas, telur, daging, dan

susu. Walaupun bahan pangan berasal dari sektor yang berbeda beda namun memiliki sifat

yang sama yaitu mudah rusak.

Kerusakan pada bahan pangan akan menyebabkan penurunan mutu pangan. Bahan

pangan akan mengalami kerusakan yang dipengaruhi oleh semua variable lingkungan yang

dialami seperti panas, dingin, cahaya, oksigen, kelembaban, kekeringan dan juga serangan

dari bakteri, khamir, kapang, insekta dan rodentia (binatang pengerat). Kerusakan bahan

pangan juga akan terjadi jika pada setelah melakukan panen bahan pangan tidak disimpan

dengan benar

5. Tanda kerusakan pangan

Suatu bahan dikatan rusak apabila bahan pangan mengalami penyimpangan dari batas

normal yang diterima secara pengindraan atau parameter lain. Perubahan yang biasanya

dialami seperti perubahan aroma, tekstur, dan fisik. Seperti pangan yang biasanya

mempunyai tekstur keras, jika tekstur mulai berubah menjadi lembek maka bisa sudah

mengalami tanda kerusakan pangan. Tampilan bahan pangan juga bisa menjadi tanda

kerusakan, misalnya pada tampilan buah ada memar makan buah sudah mengalami tanda

kerusakan pangan. Fisik bahan pangan bisa menjadi tanda kerusakan karena jika bahan

pangan sudah mengalami perubahan fisik seperti bahan pangan yang diserang hama dan

fisiknya berubah menjadi berlubang.

6. Jenis kerusakan bahan pangan

Jenis kerusakan bahan pangan dapat dibagi menjadi empat yaitu ada kerusakan

mikrobiologis, kerusakan mekanis, kerusakan kimia, kerusakan biologis.


a. Kerusakan mikrobiologis

Kerusakan mikrobiologis adalah kerusakan yang dialami bahan pangan yang

disebabkan oleh mikroba merugikan, bahan pangan sudah beracun atau bahan pangan yang

menjadi racun. Bahan pangan mengandung sejumlah mikroba, yaitu mikroba menguntungkan

maupun tidak menguntungkan. Contoh mikroba yang merugikan adalah mikroba pembusuk

dan pathogen. Keruskan mikrobiologis ini paling banyak merugikan serta kadang kadang

membahayakan kesehetan manusia karena racun yang diproduksi.

Kerusakan mikrobiologis tidak hanya terjadi pada bahan mentah, kerusakan ini juga

bisa terjadi pada bahan pangan setengah matang dan bahan pangan matang. Bahan makanan

yang mengalami kerusakan karena mikroba bisa mengontaminasi bahan makanan yang masih

segar, karena makanan yang baru mengalami kebusukan mengandung bakteri bakteri yang

masih muda sehingga dapat lebih cepat menkontaminasi bahan pangan yang masih segar
Tabel 1. Mikroorganisme Pathogen pada Produk

Mikroba Sumber Makanan


Clostidium botulinum Tanah, organ dalam ikan, Makanan kaleng
hasil laut berasam rendah
(daging, ikan
sayuran)
Clostridium perfringent Tanah, air, saluran usus Daging yang tidak
hewan dan manusia cukup masak, sup,
saus
Salmonella sp Air, tanah, insekta, saluran Daging unggas,
usus hewan khususnya daging sapi, telur,
unggas dan babi makanan hasil laut
Listeria monocytogenes Tanah, air, ikan, burung Susu segar, keju, es
krim, sayuran
mentah, ikan, daging
ungags
Staphylococcus aureus Tangan, tenggorokan, Daging unggas,
saluran pernafasan pekerja daging sapi, telur,
makroni dll
Shigella sp Air tercemar, saluran usus Susu, produk susu,
hewan dan manusia sayuran mentah,
daging unggas, salad
Vibrio parahaemolyticus Air laut Hasil laut mentah
Vibrio cholera Air, saluran pencernaan Hasil laut mentah
manusia
Bacillus cereus Tanah, air, tanaman,
serealia, rempah-rempah,
susu, daging, dan sayuran

b. Kerusakan Mekanis

Kerusakan mekanis disebabkan bahan pangan yang mengealami benturan benturan,

misalnya benturan antara bahan pangan ataupun benturan dengan dinding tempat

penyimpanan. Bahan pangan yang mengalami benturan benturan akan menjadi memar,
memar pada bahan pangan akan mudah mengalami pembusukan karena pada bagian yang

memar akan cenderung memiliki tekstur yang lunak dan berair.

Keruskan mekanis juga dapat disebabkan oleh bahan pangan yang mengalami luka,

seperti luka alat alat yang digunakan untuk mempercepat pekerjaan. Luka pada baha pangan

dapat memudahkan mikroba masuk kedalam bahan pangan.

c. Kerusakan Kimia

Kerusakan kimia biasanya terjadi karena pengaruh terpapar sinar. Lemak yang

terkandung dalam bahan pangan jika terpapar sinar matahari terlalu lama akan menyebabkan

lemak itu teroksidasi dan berubah menjadi tengik. Untuk memperlambat terjadinya oksidasi

lemak pada produk pangan yang bisa menyebabkan perubahan flavor dan citarasa, maka bisa

diberi perlakuan selama penyimpanan produk seperti penyimpanan beku dan penyimpanan

dingin, penambahan sekuesteran atau pengkelat logam seperti asam sitrat, penambahan

antioksidan, perlakuan awal blansir untuk menonaktifkan enzim lipoksidase, kemasan inert

atau kemasan tanpa udara, dan hidrogenasi lemak untuk merubah asam lemak tidak jenuh

yang rentan oksidase menjadi asam lemak jenuh.

Bahan kimia berbahaya yang mungkin terdapat pada produk pangan dibedakan

kedalam dua kelompok yaitu bahan kimia yang terbentuk secara alami pada bahan pangan

dan bahan kimia yang ditambahkan kedalam bahan pangan baik secara sengaja maupun

secara tidak sengaja.


Tabel 2. Bahan Kimia Berbahaya
Sumber Bahan Kimia Berbahaya
Terbentuk secara alami Mikotoksin Skrombotoksin (histamine)
Ciguatoksin Toksin jamur Toksin kerang
(toksin paralitik, toksin diare, neurotoksin,
toksin amnestik) Alkaloid pirolizidin
Fitohemaglutinin PCB (polychlorinated
biphenyl) Alkaloid pirolizidin Fitohemaglutinin
PCB (polychlorinated biphenyl)
Ditambahkan dengan Bahan kimia pertanian (pestisida, fungisida,
sengaja atau tidak pupuk, insektisida, antibiotic, hormone
sengaja pertumbuhan) Logam/bahan berbahaya (Pb,
Zn, As, Hg, Sianida) Bahan tambahan yang
dilarang atau overdosis (nitrit, sulfit, pewarna,
pemanis sintetik) Bahan bangunan dan sanitasi
(pelumas, deterjen)

d. Kerusakan Biologis

Kerusakan biologis adalah kerusakan yang disebabkan karena kerusakan fisiologis,

serangga, dan binatang pengerat (rodentia). Kerusakan fisiologis seperti kerusakan yang

disebabkan oleh reaksi-reaksi metabolisme dalam bahan pangan atau enzim-enzim yang

terdapat didalamnya secara alami sehingga terjadi kerusakan dan pembusukan.

Ketika hewan ternak dipotong, maka akan mengalami penghentian darah yang

membawa oksigen ke jaringan otot (daging), hal ini akan membatasi terjadinya metabolisme

aerobik. Karena keadaan tersebut, maka sistem metabolisme akan berubah menjadi anaerobik

yang dapat menghasilkan asam laktat. Hal ini akan menyebabkan pH turun sehingga menjadi

5,6 – 5,8. Dengan turunnya pH, metabolisme anaerobik menjadi lambat dan jumlah ATP

menipis sehingga daging, mengeras (rigor mortis) kemudian kembali melunak dan proses

autolisis akan berlangsung sehingga daging menjadi rusak. Pemanasan suatu bahan yang

mengandung protein, juga dapat menyebabkan denaturasi dan penggumpalan.


Terjadinya noda-noda hitam pada makanan kaleng merupakan kerusakan kimia yang

disebabkan oleh coating atau enamel dari lapisan dalam kaleng tidak baik. Reaksi browning

pada beberapa bahan dapat terjadi secara enzimatis maupun non-enzimatis. Browning secara

non-enzimatis ini dapat menyebabkan timbulnya warna coklat yang tidak diinginkan, dan hal

ini termasuk kerusakan kimiawi

7. Faktor utama kerusakan pangan

a. Bakteri, Kapang, dan Khamir

Tumbuhnya bakteri, khamir, atau kapang pada bahan pangan bisa mengubah

komposisi pada bahan pangan. Beberapa diantaranya dapat menghidrolisa pati dan selulosa

atau menyebabkan fermentasi gula, sedangkan lainnya dapat menghidrolisa lemak dan

menyebabkan ketengikan, atau dapat mencerna protein dan menghasilkan bau busuk dan

amoniak. Beberapa mikroba dapat membentuk lendir, gas, busa, warna, asam, toksin dan

lain-lainnya.

Bakteri, khamir dan kapang senang dengan keadaan yang hangat dan lembab.

Sebagian besar bakteri mempunyai suhu pertumbuhan antara 45 - 55°C dan disebut golongan

bakteri thermofilik. Beberapa bakteri mempunyai suhu pertumbuhan antara 20 -45°C yang

disebut bakteri mesofilik dan yang lainnya mempunyai suhu pertumbuhan dibawah 20°C

disebut bakteri psikrofilik. Spora dari kebanyakan bakteri dapat mempertahankan diri pada

suhu air mendidih, dan kemudian bila suhu turun akan bergerminasi dan bertambah, dan yang

mempengaruhi pertumbuhan mikroba diantaranya adalah air, pH, RH, suhu, oksigen, mineral

dan lainlainnya.

b. Kadar air

Pertumbuhan mikroba pada air. Air dalam subtract yang dapat digunakan untuk

pertumbuhan mikorba biasanya dinyatakan dengan istilah water activity (Aw). Pada
umumnya bakteri membutuhkan air (available water) yang lebih banyak dari kapang dan ragi,

berarti bahwa bakteri dapat tumbuh dengan baik dalam konsentrasi gula atau garam yang

rendah, kecuali bakteri-bakteri yang mempunyai toleransi terhadap konsentrasi gula dan

garam yang tinggi. Media untuk sebagian besar bakteri mengandung gula tidak lebih dari 1%

dan garam yang tidak lebih dari 0,85% (larutan garam fisiologis). Konsentrasi gula 3 – 4%

dan garam1 -2% dapat menghambat pertumbuhan beberapa jenis bakteri. Water activity (Aw)

yang optimum dan batas terendah untuk tumbuh tergantung dari macam bakteri, makanan,

suhu, pH, adanya oksigen, CO2, dari senyawa-senyawa penghambat

Tingkat kerusakan bahan banyak ditentukan oleh kadar air produk, semakin kering

semakin tinggi daya simpannya. Beberapa tepung-tepungan memiliki kadar air dibawah 5%.

Jenis kerusakan yang terjadi dapat dibagi menjadi dua yaitu kerusakan kuantitatif dan

kerusakan kualitatif. Kerusakan kuantitatif meliputi kehilangan atau penurunan berat,

volume, besar dan jumlahnya. Sedang kerusakan kualitatif meliputi penurunan tekstur, warna

menjadi gelap atau redup serta pucat, rasa menjadi kacau tidak nikmat dan penurunan nilai

gizinya

c. Suhu

Suhu mempengaruhi pertumbuhan optimal mikroba pembusuk atau perusak. Setiap

mikroba bakteri, kapang, dan khamir mempunyai suhu optimum, minimum dan maksimum

untuk tumbuh. Suhu minimum yaitu suhu terendah dimana mikroba masih dapat tumbuh dan

suhu maksimum yaitu suhu tertinggi untuk pertumbuhan mikroba, suhu pertumbuhan untuk

setiap bakteri berbeda-beda

d. pH

pH menentukan macam mikroba yang tumbuh dalam makanan dan produk yang

dihasilkan. Setiap mikroba masing-masing mempunyai pH optimum, minimum dan


maksimum untuk pertumbuhannya. Sebagian besar bakteri tumbuh paling baik pada pH

mendekati netral, tetapi beberapa bakteri menyukai suasana asam dan yang lain dapat tumbuh

dengan sedikit asam atau dalam suasana basa. Sebagian besar kapang dapat tumbuh pada

kisaran pH yang lebar yaitu 2 – 8,5, tetapi biasanya senang hidup pada pH asam.

Pertumbuhan khamir pada umumnya lebih baik pada suasana asam dengan pH 4,0 – 4,5, dan

khamir ini tidak akan tumbuh dengan baik pada suasana basah

e. Oksigen

Berdasarkan proses respirasinya mikroba dapat dibagi menjadi 4 golongan yaitu

aerobik, anaerobik, fakultatif dan mikroaerofilik. Mikroba termasuk golongan aerobik, bila

untuk tumbuhnya memerlukan molekul oksigen bebas, dan golongan anaerobik tidak

memerlukan oksigen bebas dan tumbuh dengan baik tanpa adanya oksigen bebas. Mikroba

mikroaerofilik membutuhkan hanya sejumlah kecil oksigen bebas. Beberapa bakteri

tergolong bakteri aerob dapat menggunakan oksigen yang berasal dari hasil reduksi nitrat

menjadi nitrit. Kapang yang tumbuh pada makanan, umumnya adalah aerobik karena

membutuhkan oksigen untuk tumbuh. Demikian pula dapat tumbuh paling baik pada keadaan

aerobik, tetapi jenis khamir fermentatif dapat tumbuh secara perlahan-lahan pada keadaan

anaerobik.

f. Serangga, parasit, dan tikus

Serangga dapat merusak bahan pangan dengan melukai permukaan bahan pangan

sehingga dapat menyebabkan kontaminasi oleh bakteri, khamir atau kapang.Serangga juga

bisa menkontaminasi bahan pangan dengan bentuk potongan bagian tubuh serangga yang

telah mati, cairan tubuh, ekstraknya serta mikroba yang melekat pada tubuhnya dan

mengakibatkan kesan kurang etetis dan higenis untuk dikonsumsi manusia.


Parasit biasanya ditemukan didalam daging babi misalnya adalah cacing pita

(Trichinosis nematode) yang masuk kedalam tubuh babi melalui sisa-sisa makanan yang

mereka makan, Nematode mungkin dapat dihancurkan dengan pembekuan.

Tikus ancaman yang berbahaya terhadap hasil pangan sebelum dipanen maupun

didalam gudang. Tikus bukan hanya merugikan karena jumlah bahan yang dimakan oleh

tikus, tetapi juga kotoran, rambut dan urine tikus tersebut dapat merupakan media yang baik

untuk bakteri dan dapat menimbulkan bau yang tidak enak.

g. Pemanasan dan pendinginan

Jika pemanasan dilakukan pada suhu 10 - 38°C, maka untuk setiap kenaikkan suhu

10°C kecepatan reaksi termasuk reaksi enzimatik dan non enzimatik rata-rata akan bertambah

dua kali lipat. Pemanasan yang berlebihan dapat menyebabkan denaturasi protein, pemecahan

emulsi, menghancurkan vitamin, dan degradasi lemak atau minyak.

Pembekuan yang dilakukan akan menyebabkan bahan tersebut mengalami thawing

setelah dikeluarkan dari tempat pembekuan sehingga teksturnya akan berubah lunak, dan

dapat menyebabkan kontaminasi oleh mikroba. Keadaan pada bahan pangan yang berbentuk

cairan, misalnya pada susu. Jika susu dibekukan, emulsinya akan pecah dan lemaknya

terpisah. Pembekuan juga dapat menyebabkan denaturasi protein susu dan menyebabkan

penggumpalan.

h. Udara dan oksigen

Oksigen dapat dikurangi jumlahnya dengan cara mengisap udara keluar secara vakum

atau penambahan gas inert selama pengolahan, mengganti udara dengan nitrogen (N) atau

CO2, atau dengan menangkap molekul oksigen dengan pereaksi kimia. Pada bahan pangan

yang mengandung lemak, oksigen dapat menyebabkan tengik.


i. Waktu

Pertumbuhan mikroba, keaktifan enzim, kerusakan oleh serangga, pengaruh

pemanasan atau pendinginan, kadar air, oksigen dan sinar, semua dipengaruhi waktu. Waktu

yang lebih lama akan menyebabkan kerusakan yang lebih besar, kecuali yang terjadi pada

keju, minuman anggur, wisky dan lain-lainnya yang tidak rusak selama ageing

8. Program pengendalian mutu

Sebuah perusahaan sebelum beroperasi diwajibkan agar menyusun suatu kelayakan

dasar. Kelayakan dasar umumnya mencakup sebagai berikut:

a. Perencanaan program kelayakan dasar yang didokumentasikan

b. Penerapan Program kelayakan dasar yang didokumentasikan

c. Assesmen status kelayakan dasar

Apabila program Kelayakan Dasar tersebut tidak memenuhi persyaratan, maka

dilakukan tindakan koreksi. Program Kelayakan dasar harus disesuaikan dengan daya awet

(Shelf life) untuk jenis produk dan harus sesuai dengan ketentuan berlaku. Program kelayakan

dasar yang perlu disusun oleh perusahaan umumnya berupa:

a. Good Manufacturing Practices (GMP) atau cara berproduksi makanan yang baik

(CPMB)

b. Sanitation Standart Operating Procedures (SSOP)

c. Pemberian Nomor Kontrol Veteriner (NKV) yang diperoleh dari Direktorat Kesehatan

Masyarakat Veteriner

Jika GMP dan SSOP telah disusun oleh perusahaan dan telah mendapatkan NKV,

maka selanjutnya dapat melaksanakan Rencana Kerja Jaminan Mutu (RKJM) atau HACCP
B. Good manufacturing practice (GMP)

1. Pengertian GMP

Good Manufacturing Practice (GMP) adalah suatu pedoman cara memproduksi

makanan yang baik dengan tujuan agar produsen menghasilkan produk makanan yang

bermutu sesuai tuntutan konsumen. Artinya produk tersebut terjamin mutunya dan aman

dikonsumsi oleh masyarakat karena faktor keamanan pangan adalah tercemar tidaknya

pangan oleh cemaran mikrobiologis, logam berat, dan bahan kimia yang membahayakan

untuk kesehatan. Untuk memproduksi pangan yang bermutu baik dan aman, tidak bisa hanya

mengandalkan pengujian akhir di laboratorium saja, tetapi perlu adanya penerapan sistem

jaminan mutu dan sistem manajemen lingkungan, atau penerapan sistem produksi pangan

yang baik (GMP Good Manufacturing Practices). (Chirstine,2016).

Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB)/Good Manufacturing Practices (GMP)

menurut Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2004 adalah cara produksi yang memperhatikan

aspek keamanan pangan, yaitu:

a) Mencegah tercemarnya pangan olahan oleh cemaran biologis, kimia dan benda lain yang

dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan

b) Mematikan atau mencegah hidupnya jasad renik patogen dan mengurangi jumlah jasad

renik lainnya

c) Mengendalikan proses, antara lain pemilihan bahan baku, penggunaan bahan tambahan

pangan, pengolahan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan

C. HACCP (hazard analysis critical control point)

1. Definisi HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)

HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) merupakan sistem jaminan mutu

yang berdasarkan kesadaran atau perhatian bahwa hazard (bahaya) akan timbul pada berbagai
titik atau tahap produksi, tetapi pengendaliannya dapat dilakukan untuk mengontrol bahaya-

bahaya tersebut. HACCP dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan

pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam

menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen. Sistem HACCP dirancang untuk

meminimumkan resiko bahaya keamanan pangan.

2. Tujuan penerapan HACCP (hazard analysis critical control point)

Tujuan penerapan HACCP pada industri pangan adalah untuk mencegah terjadinya

bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu pangan guna memenuhi tututan

konsumen. HACCP bersifat sebagai sistem pengendalian mutu sejak bahan baku

dipersiapkan sampai produk akhir diproduksi masal dan didistribusikan. Oleh karena itu

dengan diterapkannya sistem HACCP akan mencegah resiko komplain karena adanya bahaya

pada suatu produk pangan. Selain itu, HACCP juga dapat berfungsi sebagai promosi

perdagangan di era pasar global yang memiliki daya saing kompetitif.

Penerapan HACCP ini sukses jika perusahaan perlu memenuhi prasyarat dasar

industri pangan yaitu, telah menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP) dan Standard

Sanitation Operational Procedure (SSOP). Keuntungan yang bisa diperoleh jika

menerapkan sistem HACCP adalah meningkatkan keamanan pangan pada produk makanan,

meningkatkan kepuasan konsumen, memperbaiki fungsi pengendalian, mengubah pendekatan

pengujian akhir yang bersifat retrospektif kepada pendekatan jaminan mutu yang bersifat

preventif, dan mengurangi limbah dan kerusakan produk atau waste


3. Kosep HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)

Tahap 1 Menyusun tim HACCP Proses

Tahap 2 Menguraikan deskripsi produk hingga


distribusi produk.

Tahap 3 Menguraikan cara penggunaan dan


kriteria konsumen.

Tahap 4 Menyusun Alur Proses Produksi

Tahap 5 Verifikasi/Konfirmasi Alur Proses

↓ Prinsip HACCP

Tahap 6 Mengidentifikasi potensi bahaya Prinsip 1

Tahap 7 Menentukan titik-titik pengendalian kritis Prinsip 2


(CCP)

Tahap 8 Menentukan batas kritis untuk masing- Prinsip 3


masing CCP

Tahap 9 Menentukan suatu sistem pengawasan Prinsip 4


untuk masing-masing CCP

Tahap 10 Menentukan upaya – upaya perbaikan Prinsip 5

Tahap 11 Menyusun proses verifikasi Prinsip 6

Tahap 12 Menyusun dokumentasi dan penyimpanan Prinsip 7


catatan
a. Tahap 1 Menyusun Tim HACCP

Dalam menyusun tim HACCP yang terpenting adalah mendapatkan Tim dengan

komposisi keahlian yang benar (multidisiplin) sehingga dapat mengumpulkan dan

mengevaluasi data-data teknis, serta mampu mengidentisikasi bahaya dan mengidentifikasi

titik Titik Kendali Kritis (TKK atau CCP=Critical Control Poins).

Komposisi Tim HACCP orang-orang yang dilibatkan dalam Tim yang ideal adalah

meliputi:

1) Staff Quality Assurance atau Staff Quality Control.

2) Personil Bagian Produksi (mengerti bahan baku dan proses produksi)

3) Personil dari bagian Teknis/Engineering.

4) Ahli Mikrobiologi

Cheklis Tim HACCP:

1) Data yang dikumpulkan sangat luas (dari beberapa atau seluruh unit atau devisi/bagian

dari pabrik atau perusahaan), sehingga membutuhkan tim yang multidisiplin.

2) QA/QC mengerti dan memahami resiko dan bahaya yang ada.

3) Personil bagian Produksi, idealnya adalah Manager atau Supervisor Produksi, yang

mengerti segala seluk beluk proses produksi suatu produk, dari bahan baku sampai

produk selesai diolah.

4) Personil Bagian Teknis: mengerti disain higienis dan operasi dari pabrik/plant.

5) Ketua atau Koordinator Tim: mempunyai pengalaman dalam penerapan HACCP atau

Ahli HACCP

6) Mempunyai sumber atau kewenangan yang mencukupi dalam melaksanakan tugasnya.

7) Telah mengikuti Pelatihan HACCP yang mencukupi.

b. Tahap 2 Mendeskripsikan Produk


Menjelaskan produk secara rinci mengenai komposisinya, struktur fisik/kimia

(termasuk Aw, pH, dll.), pengemasan, informasi keamanan, perlakuan pengolahan,

penyimpanan dan metode distribusi. Deskripsi produk terdiri dari:

1) Nama produk

2) Komposisi

3) Karakteristik produk akhir

4) Metode pengawetan

5) Pengemasan - Primer

6) Pengemasan - Pengiriman/pengapalan

7) Kondisi penyimpanan

8) Metode distribusi

9) Masa simpan

10) Pelabelan khusus

11) Persiapan konsumen

Deskripsi yang lengkap dari produk harus digambarkan, termasuk informasi mengenai

komposisi, struktur kimia/fisika, perlakuan-perlakuan (pemanasan, pembekuan,

penggaraman, pengeringan, pengasapan), pengemasan, kondisi penyimpanan, daya tahan,

persyaratan standar, metoda pendistribusian, dan lain-lain.

Dalam menetapkan diskripsi produk, perlu diperhatikan dan diidentifikasi informasi

dasar yang dapat memberikan petunjuk akan potensi bahaya seperti: Pengendalian suhu dan

jenis pengemas

c. Tahap 3: Identifikasi Pengguna Produk

Peruntukan penggunaan harus didasarkan kepada kegunaan yang diharapkan dari

produk oleh pengguna akhir atau konsumen. Tujuan penggunaan ini harus didasarkan kepada
manfaat yang diharapkan dari produk oleh pengguna atau konsumen. Pengelompokan

konsumen penting dilakukan untuk menentukan tingkat resiko dari setiap produk.

Tujuan penggunaan ini untuk memberikan informasi apakah produk tersebut dapat

didistribusikan kepada semua populasi atau hanya populasi khusus yang sensitif (balita,

manula, orang sakit dan lain-lain). Identifikasi pengguna produk yang ditujukan, konsumen

sasarannya dengan referensi populasi yang peka (sensitif). Sebutkan apakah produk ditujukan

untuk konsumsi umum atau apakah dipasarkan untuk kelompok populasi yang peka. Lima

kelompok populasi yang peka: Manula; Bayi; Wanita hamil; Orang sakit; Orang dengan

daya tahan terbatas (immunocompromised)

d. Tahap 4: Penyusunan Diagram Alir

Diagram alir harus disusun oleh tim HACCP. Penyusunan diagram alir proses

pembuatan produk dilakukan dengan mencatat seluruh proses sejak diterimanya bahan baku

sampai dengan dihasilkannya produk jadi untuk disimpan. Pada beberapa jenis produk,

terkadang disusun diagram alir proses sampai dengan cara pendistribusian produk tersebut.

Hal tersebut tentu saja akan memperbesar pekerjaan pelaksanaan HACCP, akan tetapi pada

produk-produk yang mungkin mengalami abuse (suhu dan sebagainya) selama distribusi,

maka tindakan pencegahan ini menjadi amat penting.

Diagram alir proses disusun dengan tujuan untuk menggambarkan keseluruhan proses

produksi. Diagram alir proses ini selain bermanfaat untuk membantu tim HACCP dalam

melaksanakan kerjanya, dapat juga berfungsi sebagai pedoman bagi orang atau lembaga

lainnya yang ingin mengerti proses dan verifikasinya. Diagram alir harus meliputi seluruh

tahap-tahap dalam proses secara jelas mengenai:

1) Rincian seluruh kegiatan proses termasuk inspeksi, transportasi, penyimpanan dan

penundaan dalam proses,


2) Bahan-bahan yang dimasukkan kedalam proses seperti bahan baku, pengemasan, air dan

bahan kimia,

3) Keluaran dan proses seperti limbah: pengemasan, bahan baku, product-in-progress, produk

rework, dan produk yang dibuang (ditolak),

e. Tahap 5: Verifikasi Diagram Alir Di Tempat

Agar diagram alir proses yang dibuat lebih lengkap dan sesuai dengan pelaksanaan di

lapangan, maka tim HACCP harus meninjau operasinya untuk menguji dan membuktikan

ketepatan serta kesempurnaan diagram alir proses tersebut. Bila ternyata diagram alir proses

tersebut tidak tepat atau kurang sempurna, maka harus dilakukan modifikasi. Diagram alir

proses yang telah dibuat dan diverifikasi harus didokumentasikan.

Tim HACCP harus mengkonfirmasikan operasi pengolahan berdasarkan GAP (Good

Agricultural Practices), GHP (Good Handling Practices), GMP (Good Manufacturing

Practices), GDP (Good Distribution Practices) dan atau GCP (Good Catering Practices)

serta prinsip-prinsip sanitasi dengan diagram alir selama semua tahapan dan jam operasi serta

merubah digram alir dimana yang tepat.

Diagram alir proses yang harus divwrfikasi ditempat, dengan cara:

1) Mengamati aliran proses

2) Kegiatan penambilan sampel

3) Wawancara

4) Operasi rutin/non-rutina

f. Tahap 6/Prinsip 1: Analisa Bahaya


Langkah ke enam ini merupakan penjabaran dari prinsip pertama dari HACCP, yang

mencakup identifikasi semua potensi bahaya

1) Indentifikasi bahaya harus mendaftar semua bahaya potensial yang terkait dengan setiap

tahap dan sedapat mungkin mengindentifikasi tindakan pencegahannya. Adapun jenis-

jenis bahaya yang akan diidentifikasi dibedakan atas:

a) Bahaya biologis: bakteri, virus, cendawan dan parasit

b) Bahaya kimia: misalnya toksin, pestisida, residu obat dan hormon, logam berat, food

additives, bahan kimia.

c) Bahaya fisik: misalnya plastik, serpihan tulang/logam, batu, kayu, pecahan gelas,

rambut, kancing, cincin atau

2) Analisa bahaya, dan pengembangan tindakan pencegahan. Tim HACCP selajutnya

mendefinisikan dan menganalisa setiap bahaya. Dalam analisa bahaya seharusnya

mencakup:

a) Kemungkinan terjadinya bahaya dan tingkat pengaruhnya terhadap kesehatan

b) Evaluasi kualitatif dan atau kuantitatif dari bahaya

c) Ketahanan hidup atau perkembangan bahaya potensial mikroorganisme

d) Produksi atau keberadaan toksin, bahan kimia atau fisik dalam makanan

e) Kondisi yang mempunyai tendensi menuju terjadinya bahaya.

3) Analisa resiko dalam HACCP yang digunakan dalam hal ini adalah sebagai peluang

kemungkinan suatu bahaya akan terjadi. Secara sederhana tingkat resiko dapat

dikategorikan, pengkategorian ini berdasarkan pertimbangan:

a) Apakah produk pangan mungkin mengandung dan atau mendukung pertumbuhan

patogen potensial?

b) Apakah produk akan mengalami proses pemanasan tambahan?


c) Apakah kondisi penyimpanan yang akan datang akan memberi peluang untuk

pertumbuhan patogen atau kontaminasi lebih lanjut?

d) Apakah populasi yang mengkonsumsi makanan khususnya kelompok yang peka

Tabel 3. Kategori resiko produk pangan

Produk-produk kategori I (Resiko Tinggi)


Produk-produk yang mengandung ikan, telur, sayur, serelia dan/atau
1
berkomposisi susu yang perlu direfrigras
2 Daging segar, ikan mentah dan produk-produk olahan susu
Produk-produk dengan nilai pH 4,6 atau lebih yang disterilisasi dalam
3
wadah yang ditutup secara hermetic
Produk-produk kategori II (resiko sedang)
Produk-produk kering atau beku yang mengandung ikan, daging, telur,
1 sayuran atau serelia atau yang berkomposisi/penggantinya dan produk lain
yang tidak termasuk dalam regulasi hygiene pangan.
2 Sandwich dan kue pie daging untuk konsumsi segar.
Produk-produk berbasis lemak misalnya coklat, margarin, spreads,
3
mayones dan dressing.
Produk-produk kategori III (resiko rendah)
Produk asam (nilai pH < 4,6) seperti acar, buah-buahan, konsentrat buah,
1
sari buah dan minuman asam.
2 Sayuran mentah yang tidak diolah dan tidak dikemas.
3 Selai, marinade, dan conserves.
4 Produk-produk konfeksionari berbasis gula
5 Minyak dan lemak makan
Tabel 4. Tingkat keakutan bahaya dari bakteri patogen

Keakutan tinggi Keakutan sedang Keakutan rendah

 Salmonella  Listeria  Bacillus cereus


 Eschericia coli monocytogenes  Taenia saginata
 Salmonella typhi: paratyphi A, B  Salmonella spp,  Clostridium
 Trichinella spiralis Shigella spp perfringens
 Brucella melitensis, B. suis  Campylobacter  Stapphylococcus
 Vibrio cholerae 01 jejuni aureus
 Vibrio vulnificus  Enterovirulen
 Taenia solium Escherichia coli
 Clostridium botulinum tipe A, B, (EEC)
E dan F  Streptococcus
 Shigella dysenteriae pyogenes
 Rotavirus.
Norwalk virus
group, SRV
 Yersinia
enterocolitica
 Entamoeba
histolytica
 Ascaris
lumbricoides
 Cryptosporidium
parvum
 Hepatitis A dan
E. Aeromonas
spp.
 Brucella
abortus. Giardia
lamblia
 Plesiomonas
shigelloides
 Vibrio
parahaemolyticu
s

4) Tindakan pencegahan, tindakan pencegahan/pengendalian pada dasarnya adalah kegiatan

yang dilakukan untuk mencegah, menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai

tingkat yang dapat diterima. Bahaya pada setiap tahap dan disesuaikan dengan

kemampuan perusahaan
a. Tahap 7/prinsip 2: ccp dan pengendalian bahayanya

CCP atau titik-titik kritis pengawasan didefinisikan sebagai tahap di dalam proses

bila tidak terawasi dengan baik dapat menimbulkan tidak amannya pangan, kerusakan dan

resiko kerugian ekonomi. CCP ini dideterminasikan setelah tata alir proses yang sudah

teridentifikasi potensi hazard pada setiap tahap produksi dan tindakan pencegahannya.

Tahap ini merupakan kunci dalam menurunkan atau mengeliminasi bahaya-bahaya (hazards)

yang sudah diidentifikasi

Pada tahap ini terdapat dua titik pengendalian kritis yaitu: titik pengendalian kritis 1

sebagai titik dimana bahaya dapat dihilangkan, dan titik pengendalian kritis 2 dimana bahaya

dapat dikurangi Untuk membantu menentukan CCP maka dipergunakan pedoman berupa

Diagram Pohon Keputusan CCP (CCP Decision Tree). Diagram pohon keputusan adalah seri

pertanyaan logis yang menanyakan setiap bahaya. Jawaban dari setiap pertanyaan akan

memfasilitasi dan membawa Tim HACCP secara logis memutuskan apakah CCP atau bukan

h. Tahap 8/Prinsip 3: Penetapan Batas Kritis (Critical Limit)

Batas kritis harus ditentukan pada setiap CCP.Penetapan batas kritis ini tidak boleh

terlampaui, karena batas-batas kritis ini dapat menjamin bahwa bahaya dapat dikontrol.

Beberapa contoh yang umumnya digunakan sebagai limit adalah suhu, waktu, kadar air,

jumlah bahan tambahan, berat bersih dan lain-lain.

Kriteria yang kerap kali dipergunakan mencakup pengukuran suhu, waktu, tingkat

kelembaban, pH, Aw dan chlorine yang ada, dan parameter yang berhubungan dengan panca

indra seperti kenampakan dan tekstur. Batas kritis menunjukkan perbedaan antara produk

yang aman dan tidak aman sehingga proses produksi dapat dikelola dalam tingkat yang aman.

Contoh batas kritis adalah


1) Batas kritis fisik biasanya dikaitkan dengan bahaya fisik atau benda asing, atau kendali

bahaya mikrobiologis dimana hidup atau matinya dikendalikan oleh parameter fisik.

Beberapa contoh batas kritis fisik adalah tidak adanya logam, ukuran retensi ayakan,

suhu, waktu, serta unsur-unsur uji organoleptik.

2) Batas kritis kimia biasanya dikaitkan dengan bahaya kimia atau dengan kendali bahaya

mikrobiologis melalui formulasi produk dan faktor intrinsik. Sebagai contoh adalah kadar

maksimum yang diterima untuk mikotoksin, pH, aw, alergen, dan sebagainya.

3) Batas kritis mikrobiologis biasanya tidak digunakan karena membutuhkan waktu yang

relatif lama untuk memonitor, tingkat kontaminasi produk oleh patogen rendah (<1%)

dan biaya mahal

i. Tahap 9/Prinsip 4: Menetapkan Prosedur Monitoring

Kegiatan monitoring untuk menjamin bahwa critical limit tidak terlampaui. Dalam

menyusun prosedur monitoring, pertanyaan-pertanyaan siapa, apa, dimana, mengapa,

bagaimana dan kapan harus terjawab yakni apa yang harus dievaluasi, dengan metode apa,

siapa yang melakukan, jumlah dan frekuensi yang diterapkan. Pemantauan bisa berupa

pengamatan (observasi) yang catat dalam suatu checklist atau pengukuran yang direkam ke

dalam suatu datasheet

Monitoring batas kritis ini dilakukan untuk memeriksa apakah prosedur pengolahan

atau penanganan pada CCP terkendali, efektif dan terencana untuk mempertahankan

keamanan produk. Prosedur monitoring untuk CCP perlu dilaksanakan dengan cepat karena

mereka berhubungan dengan kegiatan pengolahan dan waktu untuk analisa pengujian yang

lama Ada lima cara monitoring CCP:


1) Observasi visual

2) Evaluasi sensori

3) Pengujian fisik

4) Pengujian kimia

5) Pengujian mikrobiologi

j. Tahap 10/Prinsip 5: Penetapan Tindakan Koreksi

Tahap ini dilakukan apabila pada CCP terjadi penyimpangan (out of control) dari

batas kritis. Semua tindakan koreksi dicatat. Tindakan yang harus dilakukan adalah

mengembalikan proses pada keadaan yang terkendali sebelum penyimpangan yang

mengakibatkan bahaya keamanan pangan. Tindakan koreksi yang dilakukan jika terjadi

penyimpangan, sangat tergantung pada tingkat risiko produk pangan. Dalam pelaksanaannya

terdapat 2 level tindakan koreksi, yaitu:

1) Tindakan Segera (Immediete Action)

a) Meneruskan pemasakan daging sampai temperatur internal yang dibutuhkan dapat

dicapai.

b) Penggunaan pestisida kembali jika biji-bijian telah ditumbuhi jamur.

c) Peningkatan tingkat energi pakan jika ternak gagal mencapai berat yang dibutuhkan pada

kurun waktu tertentu.

d) Peningkatan kandungan klorin pada air pencuci sayur-sayuran.

e) Dihancurkan.

f) Diolah kembali (Hal ini hanya bisa dilakukan jika bahaya dapat dihilangkan dengan

pengolahan kembali).

g) Mutunya diturunkan (apel dapat diturunkan mutu atau grade-nya disebabkan adanya

cacat)
h) Dirubah atau diolah menjadi jenis produk yang lain (susu yang terkontaminasi

Salmonella dirubah menjadi susu kental karena proses pemanasan akan membunuh

Salmonella).

i) Dipasarkan ke pasar yang berbeda. Misalnya dikirim ke pasar pakan untuk dijadikan

pakan hewan.

2) Tindakan pencegahan (preventative action)

a) Pertanggung jawaban untuk tindakan koreksi

Tanggung jawab untuk tindakan koreksi harus diberikan kepada petugas tertentu di

dalam perusahaan Maka pilihan yang diambil dilakukan oleh personil yang mempunyai

pengetahuan memadai untuk merekomendasi tindakan koreksi apa yang harus dilakukan.

b) Pencatatan tindakan koreksi.

Rincian tindakan koreksi harus dicatat dan didokumentasikan. Hal ini dapat

dilakukan dengan membuat formulir khusus yang didisain untuk mencatat detail tindakan

koreksi. Adanya dokumentasi ini akan membantu perusahaan dalam mengidentifikasi

masalah serupa dan jika tindakan koreksi yang dilakukan ternyata efektif untuk mengatasi

masalah yang timbul, maka HACCP Plan dapat dimodifikasi menurut hasil pengamatan dan

pencatatan tersebut.

k. Tahap 11/prinsip 6: menetapkan prosedur verifikasi

Verifikasi adalah pemeriksaan sistem HACCP secara menyeluruh agar bisa menjamin

bahwa makanan yang diproduksi aman untuk dikonsumsi dan mutunya bagus, benar-benar

diikuti. Informasi yang didapat melalui verifikasi harus dipakai untuk meningkatkan sistem

HACCP. Manfaat Verifikasi adalah:


1) Meningkatkan kesadaran dan pemahaman sistem HACCP oleh seluruh personel

perusahaan

2) Menyediakan bukti yang terdokumentasi

3) Merupkan tinjauan (review) yang obyektif dan independen

4) Memelihara rasa percaya (confidence) terhadap rencana HACCP

5) Identifikasi adanya kesempatan untuk peningkatan unjuk kerja/perbaikan

6) Menjamin dokumen yang tidak relevan dan out of date sudah dibuang

7) Menjamin adanya peningkatan yang berkesinambungan

Verifikasi bisa memberikan jaminan bahwa rencana HACCP telah sesuai dengan

kegiatan operasional sehari-hari dan akan menghasilkan produk (makanan) dengan mutu baik

dan/atau aman untuk dikonsumsi. Verifikasi terdiri dari 4 jenis kegiatan:

1) Validasi HACCP

Tujuan dari validasi adalah mengkonfirmasi HACCP Plan telah valid atau benar

sebelum diimplementasikan Konfirmasi yang dapat dilakukan anatar lain:

a) Semua bahaya telah diidentifikasi

b) Tindakan pencegahan sudah dibuat untuk tiap bahaya.

c) Critical limit telah cukup

d) Prosedur pemantauan & peralatannya telah cukup dan terkalibrasi.

2) Tinjauan terhadap hasil pemantauan CCP

Hasil kegiatan pemantauan dan tiap tindakan koreksi yang diambil harus ditinjau

secara harian. Rekaman tersebut diberi identifikasi dan tanggal pemeriksaan.


3) Pengujian produk

Verifikasi terhadap produk akhir akan memperlihatkan apakah telah memenuhi

persyaratan pelanggan dan/atau parameter keamanan pangan. Hal ini termasuk pengujian

produk akhir terhadap mikroorganisme, residu kimia, kontaminasi fisik, berat, ukuran,

penampakan, pH, suhu, kadar air, rasa dan tekstur, dll.

4) Audit

Audit adalah pemeriksaan yang dilakukan bersifat independen dan sistematik untuk

menentukan apakah kegiatan mutu dan hasil-hasilnya telah sesuai dengan pengaturan yang

direncanakan

Audit dapat dilaksanakan secara:

Internal: dilaksanakan oleh orang-orang intern perusahaan Eksternal: dilakukan oleh

pihak di luar perusahaan. Elemen HACCP yang diverifikasi:

a) Dokumen tertulis HACCP Plan

b) Rekaman CCP (Review Log Sheet dan Control Chart)

c) Penyimpangan dan Tindakan koreksi yang harus diambil jika terjadi penyimpangan.

d) Perlengkapan prosessing komplien dengan rencana

e) Verifikasi terhadap peralatan pengujian dan monitoring yang menunjukkan telah

terkalibrasi terhadap standar.

f) Review Tindakan Koreksi

g) Laporan-laporan audit

h) Keluhan-keluhan konsumen

i) Rekaman Kalibrasi

j) Rekaman Training

k) Spesifikasi dan hasil analisis bahan baku


l) Rekaman laboratorium

l. Tahap 12/prinsip 7: dokumentasi dan rekaman yang baik

Prosedur-prosedur HACCP harus didokumentasikan. Dokumentasi dan cacatan harus

cukup melingkupi sifat dan ukuran operasi di lapangan. Contoh-contoh dokumen:

1) Dokumen analisa bahaya

2) Dokumen penentuan CCP

3) Penentuan batas kritis:

Contoh-contoh catatan:

1) Aktivitas monitoring CCP

2) Deviasi dan tindakan koreksi yang dilakukan

3) Modifikasi sistem HACCP

Jenis catatan HACCP yang dapat dijadikan bagian sistem HACCP adalah:

1) HACCP Plan dan Dokumen-dokumen pendukungnya

2) Catatan Monitoring

3) Catatan Tindakan Koreksi

4) Catatan Verifikasi (Panduan Penyusunan Rencana HACCP (Hazard Analysis Critical

Control Point) Bagi Industri Pangan, Ebook, 2006)

D. Hygine dan sanitasi

1. Pengertian

Hygiene adalah suatu kegiatan atau aktivitas menjaga kesehatan dari penyakit dengan

mencuci tangan, memasak air/makanan, proses pengolahan produk, serta lain-lain. Sanitasi

merupakan suatu kegiatan menjaga kesehatan dari penyakit yang menitik beratkan pada

lingkungan. Hygine dan sanitasi adalah kegiatan atau aktivitasnya itu seperti menjaga
kebersihan ruangan, sirkulasi udara ruangan, pengelolaan sampah, penanganan vektor

penyakit, dan lain-lain. adalah upaya untuk mengendalikan faktor risiko terjadinya

kontaminasi terhadap makanan, baik yang berasal dari bahan makanan, orang, tempat dan

peralatan agar aman dikonsumsi (PermenkesNo1096).

2. Prinsip Hygine Sanitasi Makanan

Menurut Permenkes No 1096 (2011) pengelolaan makanan pada jasaboga harus

menerapkan prinsip hygiene sanitasi makanan mulai pemilihan bahan makanan sampai

penyajian makanan. Ada 5 Prinsip yang harus diterapkan yaitu:

a. Pemilihan bahan makanan

1) Bahan makanan mentah (segar) yaitu makanan yang perlu pengolahan sebelum

dihidangkan seperti:

2) Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang dipakai harus memenuhi persyaratan sesuai

peraturan yang berlaku.

3) Makanan olahan pabrik yaitu makanan yang dapat langsung dimakan tetapi digunakan

untuk proses pengolahan makanan lebih lanjut yaitu:

b. Penyimpanan bahan makanan

Tempat penyimpanan bahan makanan harus terhindar dari kemungkinan kontaminasi

baik oleh bakteri, serangga, tikus dan hewan lainnya maupun bahan berbahaya

1) Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan first expired first

out (FEFO) yaitu bahan makanan yang disimpan terlebih dahulu dan yang mendekati

masa kadaluarsa dimanfaatkan/digunakan lebih dahulu.

2) Tempat atau wadah penyimpanan harus sesuai dengan jenis bahan makanan contohnya

bahan makanan yang cepat rusak disimpan dalam lemari pendingin dan bahan makanan

kering disimpan ditempat yang kering dan tidak lembab.


3) Penyimpanan bahan makanan harus memperhatikan suhu sebagai berikut:

Tabel 5. penyimpanan makanan menurut suhu

Digunakan dalam waktu


No Jenis bahan makanan 3 hari atau 1 minggu 1 minggu
kurang atau kurang atau lebih

Daging,ikan, udang dan >10oC


1 o
- 5o s/d 0 C -10 s/d –5 C
o o
olahannya

Telor, susu dan


2 5o s/d 7o C - 5o s/d 0oC > - 5oC
olahannya
Sayur, buah dan
3 10oC 10oC 10oC
minuman
25oC atau 25oC atau 25oC atau
4 Tepung dan biji
suhu ruang suhu ruang suhu ruang

Tidak menempel pada lantai, dinding atau langit-langit dengan ketentuan sebagai berikut:

a) Jarak bahan makanan dengan lantai: 15 cm

b) Jarak bahan makanan dengan dinding: 5 cm

c) Jarak bahan makanan dengan langit-langit: 60 cm

c. Pengolahan makanan

Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi

makanan jadi/masak atau siap santap, dengan memperhatikan kaidah cara pengolahan

makanan yang baik yaitu:

1) Tempat pengolahan makanan atau dapur harus memenuhi persyaratan teknis higiene

sanitasi untuk mencegah risiko pencemaran terhadap makanan dan dapat mencegah

masuknya lalat, kecoa, tikus dan hewan lainnya.

2) Pemilihan bahan sortir untuk memisahkan/membuang bagian bahan yang rusak/afkir dan

untuk menjaga mutu dan keawetan makanan serta mengurangi risiko pencemaran

makanan.
3) Peracikan bahan, persiapan bumbu, persiapan pengolahan dan prioritas dalam memasak

harus dilakukan sesuai tahapan dan harus higienis dan semua bahan yang siap dimasak

harus dicuci dengan air mengalir.

4) Peralatan

a) Peralatan yang kontak dengan makanan

b) Wadah penyimpanan makanan

c) Peralatan bersih yang siap pakai tidak boleh dipegang di bagian yang kontak langsung

dengan makanan atau yang menempel di mulut.

d) Kebersihan peralatan harus tidak ada kuman Eschericia coli (E. coli) dan kuman

lainnya.

e) Keadaan peralatan harus utuh, tidak cacat, tidak retak, tidak gompal dan mudah

dibersihkan

5) Pengaturan suhu dan waktu perlu diperhatikan karena setiap bahan makanan

mempunyai waktu kematangan yang berbeda. Suhu pengolahan minimal 900C agar

kuman patogen mati dan tidak boleh terlalu lama agar kandungan zat gizi tidak hilang

akibat penguapan.

d. Penyimpanan makanan jadi/masak

1) Makanan tidak rusak, tidak busuk atau basi yang ditandai dari rasa, bau, berlendir,

berubah warna, berjamur, berubah aroma atau adanya cemaran lain.

2) Memenuhi persyaratan bakteriologis berdasarkan ketentuan yang berlaku.

3) Jumlah kandungan logam berat atau residu pestisida, tidak boleh melebihi ambang

batas yang diperkenankan menurut ketentuan yang berlaku.

4) Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan first expired

first out (FEFO) yaitu makanan yang disimpan terlebih dahulu dan yang mendekati

masa kedaluwarsa dikonsumsi lebih dahulu.


5) Tempat atau wadah penyimpanan harus terpisah untuk setiap jenis makanan jadi dan

mempunyai tutup yang dapat menutup sempurna tetapi berventilasi yang dapat

mengeluarkan uap air.

6) Makanan jadi tidak dicampur dengan bahan makanan mentah.

Tabel 6. Penyimpanan makanan jadi harus memperhatikan suhu sebagai berikut:

Suhu Penyimpanan

No Jenis makanan Disajikan


Akan segera Belum segera
dalam waktu
disajikan disajikan
lama
1 Makanan kering 25o s/d 30oC
2 Makanan Basah > 60oC - 10oC
(berkuah)
3 Makanan cepat basi > 65,5oC -5o s/d -1oC
(santan, telur, susu)
4 Makanan disajikan 5o s/d 10oC <10oC
dingin

e. Penyajian makanan

1) Makanan dinyatakan laik santap apabila telah dilakukan uji organoleptik dan uji biologis

dan uji laboratorium dilakukan bila ada kecurigaan.

a) Uji organoleptik yaitu memeriksa makanan dengan cara meneliti dan menggunakan 5

(lima) indera manusia yaitu dengan melihat (penampilan), meraba (tekstur, keempukan),

mencium (aroma), mendengar (bunyi misal telur), menjilat (rasa). Apabila secara

organoleptik baik maka makanan dinyatakan laik santap.

b) Uji biologis yaitu dengan memakan makanan secara sempurna dan apabila dalam waktu

2 (dua) jam tidak terjadi tanda – tanda kesakitan, makanan tersebut dinyatakan aman.

c) Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui tingkat cemaran makanan baik kimia

maupun mikroba. Untuk pemeriksaan ini diperlukan sampel makanan yang diambil
mengikuti standar/prosedur yang benar dan hasilnya dibandingkan dengan standar yang

telah baku.

2) Tempat penyajian Perhatikan jarak dan waktu tempuh dari tempat pengolahan makanan

ke tempat penyajian serta hambatan yang mungkin terjadi selama pengangkutan karena

akan mempengaruhi kondisi penyajian. Hambatan di luar dugaan sangat mempengaruhi

keterlambatan penyajian.

3) Prinsip penyajian

a) Wadah yaitu setiap jenis makanan di tempatkan dalam wadah terpisah, tertutup agar

tidak terjadi kontaminasi silang dan dapat memperpanjang masa saji makanan sesuai

dengan tingkat kerawanan makanan.

b) Kadar air yaitu makanan yang mengandung kadar air tinggi (makanan berkuah) baru

dicampur pada saat menjelang dihidangkan untuk mencegah makanan cepat rusak dan

basi.

c) Pemisah yaitu makanan yang ditempatkan dalam wadah yang sama seperti dus atau

rantang harus dipisah dari setiap jenis makanan agar tidak saling campur aduk.

d) Panas yaitu makanan yang harus disajikan panas diusahakan tetap dalam keadaan panas

dengan memperhatikan suhu makanan, sebelum ditempatkan dalam alat saji panas (food

warmer/bean merry) makanan harus berada pada suhu > 600C.

e) Bersih yaitu semua peralatan yang digunakan harus higienis, utuh, tidak cacat atau rusak.

f) Handling yaitu setiap penanganan makanan maupun alat makan tidak kontak langsung

dengan anggota tubuh terutama tangan dan bibir.

E. Penerapan HACCP pada jasa boga

Selama tahap proses pembuatan Ayam Bakar Bumbu Herb Divisi Catering Diet yang

dimulai dari persiapan air perebusan hingga penyajian terdapat 3 jenis potensi bahaya yang

ditinjau dari segi biologis, fisik, dan kimia. Dalam pelaksanaannya PT PCN yang telah
memegang sertifikat ISO 22000 mampu melaksanakan sistem HACCP dengan baik. Tahap

Produk ayam bakar bumbu Herb dimulai dari proses perebusan air hingga serving diketahui

terdapat 2 tahap yang merupakan Critical Control Point yang harus diwaspadai yaitu tahap

pendinginan (cooling) dan penyajian (serving). Titik kritis pada tahap pendinginan (cooling)

dan penyajian (serving) merupakan titik-titik yang dianggap paling memungkinkan terjadinya

kontaminasi. Jeda waktu antara pendinginan dan pengemasan dianggap kritis karena dapat

menyebabkan kontaminasi silang dari udara (Novira, 2018). Dari hasil kesimpulan sebuah

penenelitian mengenai Penerapan “Sistem Hazard Analisis Critical Control Point (HACCP)

Pada Produk Ayam Bakar Bumbu Herb Di Divisi Katering Diet PT. Prima Citra Nutrindo

Surabaya” bisa dilihat bahwa setelah menerapkan HACCP pada salah satu produk makanan

bisa mengetahui dimana titik kritis terjadinya bahaya, sehingga bisa mengurangi terjadinya

bahaya dan meningkatkan kemanan mutu pangan

Anda mungkin juga menyukai