Oleh :
Kelompok 6
Nama Kelompok:
KELAS B
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karuniaNYA, kami dapat
menyelesaikan paper ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Paper ini berisikan tentang Teknik
Operasi Fraktur Tibia Fibula. Diharapkan paper ini dapat memberikan informasi kepada
pembaca serta bermanfaat bagi pembaca.
Kami menyadari bahwa paper ini masih kurang sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar tercapainya kesempurnaan dalam menambah
wawasan kita bersama. Untuk itu penulis ucapkan terimakasih kepada pembaca.
Penulis
ABSTRAK
Fraktur pada tibia fibula sering terjadi pada hewan kesayangan seperti anjing. Fraktur ini
biasanya dapat disebabkan karena kecelakaan lalu lintas seperti tertabrak kendaraan motor,
tertabrak ataupun tergeincir ketika hewan bergerak cepat atau berlarian. Sebelum dilakukan
operasi fraktur tibia fibula perlu dilakukan preoperasi meliputi persiapan alat, bahan dan obat,
persiapan ruang operasi, persiapan hewan, dan persiapan operator dan cooperator. Anastesi yang
digunakan untuk kedua operasi ini adalah dengan menggunakan anastesi umum .Teknik operasi
yang digunakan adalah Closed reduction and external fixation (reduksi tertutup + fiksasi
Eksternal), Open reduction and Eksternal fixation (OREF) (reduksi terbuka + fiksasi Eksternal)
dan bisa juga di Amputasi. Jika diberikan dukungan pasca bedah yang tepat, maka memiliki
prognosis yang baik untuk keberhasilan dan kembali ke fungsi normal.
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Fraktur didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas pada tulang dan / atau tulang
rawan. Fraktur adalah salah satunya masalah paling umum dalam praktik klinis rutin.
Trauma eksternal dan mekanik kekuatan seperti kompresi, tekukan dan puntiran dapat
menyebabkan patah tulang yang panjang. Fraktur masalah paling umum dalam praktik
klinis rutin, Trauma eksternal dan mekanik. Tibia adalah tulang panjang tersering
kedua setelah femur [3,4]. Fraktur os tibia fibula dapat terjadi karena kecelakaan atau
ketidaksengajaan anjing terbentur benda keras.
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh . Kebanyakan fraktur
disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik
berupa trauma lansung dan trauma tidak lansung (Sjamsuhidajat & Jong , 2005).
Indikasi dari operasi fraktur tibia fibula adalah untuk memperbaiki struktur dan
fungsi tulang agar berfungsi sebagaimana mestinya . Sesuai dengan fraktur yang
terjadi.
2. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makanlah ini ialah, mengetahui apa yang dimaksud dengan
fraktur tibia dan fibula, mengetahui persiapan operasi, prosedur dan teknik operasinya
dan juga terapi post-operasinya. Hal-hal inilah yang akan diperlukan nanti sebagai
referensi pengetahuan ketika sudah berprofesi sebagai dokter hewan.
3. Manfaat Penulisan
TINJAUAN PUSTAKA
1. Fraktur
Fraktur atau patah tulang adalah kerusakan jaringan tulang yang berakibat tulang
yang menderita tersebut kehilangan keseimbangan. Patah tulang disebebkan oleh suatu
trauma atau ruda paksa yang brasal dari luar, namun ada pula yang disebabkan oleh suatu
penyakit (sudisma dkk, 2016).
Tulang tibia dan fibula adalah bagian dari susunan tulang ekstremitas (pergerakan)
kaki belakang pada anjing. Tibia dan fibula merupakan tulang yang menghubungkan lutut
dengan tulang pergelangan kaki belakang. Secara umum, tulang ini dikenal sebagai tulang
yang paling kuat karena merupakan salah satu bagian dari penopang tubuh anjing.
Sehingga tulang tibia dan fibula dapat beresiko terjadinya patah tulang. Fraktur pada tibia
fibula sering terjadi pada hewan kesayangan seperti anjing. Fraktur ini biasanya dapat
disebabkan karena kecelakaan lalu lintas seperti tertabrak kendaraan motor, tertabrak
ataupun tergeincir ketika hewan bergerak cepat atau berlarian (Butterworth, 2006).
Gambar. Os tibia fibula
Fraktur traumatik dapat terjadi bila tulang mendapatkan tekanan keras dari
eksternal. Fraktur akibat traumatik ini dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung.
Secara langsung (Direct) merupakan patah tulang yang terjadi langsung ditempat
terjadinya trauma. Sedangkan secara tidak langusng (indirect), fraktur terjadi ditempat
lain akibat kekuatan yang diantarkan lewat tulang.
Berikut ada beberapa contoh penyebab fraktur akibat trumatik diantaranya yaitu
fraktur akibat pukulan benda keras, tertabrak kendaraan bermotor, terjatuh dari tempat
tinggi, tersandungnya kaki hewan ketika bergerak cepat.
Fraktur patologi adalah fraktur yang terjadi akibat adanya penyakit yang
mengakibatkan terjadinya fraktur pada tibia dan fibula. Beberapa penyakit yang dapat
menyebabkan fraktur pada anjing, diantaranya adalah osteoma, osteosarcoma,
osteomyelitis, dan rakhitis.
Diagnosis dari kasus fraktur pada anjing dilakukan berdasarkan anamnesa dari pemilik
hewan, pemeriksaan fisik, tanda klinik yang ditunjukkan oleh anjing, pengukuran panjang
kaki, dan didukung oleh pemeriksaan radiologi dengan foto rontgen (X-ray) sehingga
didapatkan diagnosa yang definitive.
Rekognisi
Rekognisi harus dilakukan sedini mungkin untuk mengetahui lokasi dan tingkat
keparahan fraktur serta untuk membantu menentukan jenis penanganan yang tepat.
Dalam beberapa kasus dimana fiksasi internal dan eksternal tidak dapat dilakukan,
maka dapat dilakukan penanganan lain yakni amputasi.
Reposisi
Reposisi (mengembalikan ke posisi awal) fragmen fraktur semirip mungkin
dengan keadaan normalnya, melakukan usaha-usaha tindakan manipulasi fragmen-
fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya
Retensi
Rehabilitasi
Tindakan dengan maksud agar bagian yang menderita patah, dapat kembali
normal. Tindakan ini akan lebih baik asalkan dilakukan secara awal dan tidak
menggunakan proses fiksasi atau tindakan rehabilitasi dapat diartikan sebagai
Pengembalian keadaan ke bentuk semula setelah dilakukannya pengobatan
(sudisma dkk, 2016).
BAB III
PEMBAHASAN
1. Pre- operasi
Alat-alat yang digunakan adalah skalpel, pisau bedah, gunting, arteri clamp,
Allis forceps, needle holder, pinset, spuit, jarum operasi, dan benang vicryl.
Sebelum menggunakan alat tersebut harus di sterilisasi dengan autoclave ataupun
alkohol 70%. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah tampon, alkohol
70%, Iodium tincture 3%, dan NaCl fisiologi atau Ringer Laktat. Obat-obat yang
dipersiapkan adalah premedikasi yaitu atropine sulfat, anestesi umum adalah
ketamin dan xylazin, anestesi inhalasi dengan isofluran, antibiotika dan anti
inflamasi.
Ruang operasi harus dalam keadaan bersih, meja operasi harus bersih dan telah
di sterilisasi dengan desinfektan. Penerangan ruang operasi sangat penting untuk
menunjang operasi, oleh karena itu sebelum melakukan operasi persiapan lampu
operasi terlebih dahulu dan harus mendapatkan penerangan yang cukup agar
daerah sekitar ruang operasi dapat terlihat jelas.
3. Persiapan hewan
Gambar. Foto rontgen anjing yang mengalami fraktur pada os. tibia fibula.
(sumber:https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Fracture_tibia%2Bfibula_réduite.jpg)
4. Persiapan operator
2. Anastesi
Penghitungan dosis obat yang diberikan untuk tujuan premedikasi dan anastesi harus
tepat dan penggunaan alat-alat sterilisasi individu dengan benar serta memperhatikan SOP
dalam melakukan operasi. Sebelum dilakukannya anastesi, perlu melakukan pendataan
riwayat pasien yang meliputi:
- Hewan
- Berat
- Umur
- Warna
- Nama Pemilik
- Alamat
- No HP
Sebelum dilakukan operasi, pasien akan diperiksa keadaan fisiknya dan dipuasakan
selama 8-12 jam dengan tujuan menghindari terjadinya hipersalivasi dan vomit pada saat
pemberian anastesi. Kemudian melakukan penghitungan untuk mengetahui dosis obat
premedikasi dan anastesi yang akan di berikan kepada pasien. Kemudian melakukan
penghitungan untuk mengetahui dosis obat premedikasi dan anastesi yang akan diberikan
kepada pasien.
Dosis Obat:
Dosis anjuran
3. Prosedur operasi
Closed reduction and external fixation ini menggunakan gips sebagai fiksasi
eksternal, dilakukan jika kondisi umum pasien tidak memungkinkan untuk melakukan
pembedahan. Gips penuh cukup baik untuk mencegah gaya bengkok dan rotasi dari
magnitudo rendah, yang terjadi pada fraktur transversal sederhana pada hewan berukuran
kecil atau sedang. Umumnya, reduksi tertutup digunakan untuk semua fraktur dengan
pergeseran minimal, hanya cocok pada fraktur tibia-fibula yang relatif sederhana (Gylde,
2006). Closed reduction and external fixation ini juga tidak cocok pada fraktur kominutif
atau fraktur miring panjang karena tidak dapat mencegah kolaps dan menimpa fragmen
fraktur
2. Open reduction and Eksternal fixation (OREF) (reduksi terbuka + fiksasi Eksternal).
Teknik operasi ini dengan dilakukannya pembedahan dan pemasangan alat fiksasi
eksternal untuk mempertahankan posisi tulang, misalnya dengan munggunakan , plat,
kawat, dan wire. Indikasi OREF, hal ini dilakukan karena fragmen fraktur sulit untuk
menyambung dengan baik dan karena penyambungan kontak fragmen langsung lebih baik
daripada tanpa tindakan operasi.
External skeletal fixators (ESF) adalah standar emas dalam perbaikan dan
pengelolaan fraktur tibialis terbuka. (Glyde, 2006). ESF yang paling berguna untuk
perbaikan fraktur tibia-fibula adalah ESF tipe II dan tipe II yang dimodifikasi. Pada hewan
kecil, operasi fraktur tibia-fibula dapat menggunakan Teknik Tie-In, dimana dikenal
sebagai kombinasi pin intramedullary dan fixator eksternal, menjadi alternatif untuk Plate
fiksasi pada kucing dan anjing ras kecil. Jika aplikasi pin intramedullary terhubung ke
fixator yang diterapkan secara eksternal, metode ini disebut Tie-in (Dias, 2018).
Hewan dibaringkan dorsal recumbency, lalu buatlah incisi Penyayatan dilakukan
pada ±5cm dibawah lokasi fraktur. Sebuah lubang dibuat pada fragmen tibialis proksimal,
pada sisi medial, dekat dengan puncak tibialis, menggunakan bor ortopedi dengan
90(derajat) antara potongan bor dan tulang. Setelah kortikal pertama (Sis) dilubangi,
potongan bor itu miring pada suhu 45 (derajat) dan diproyeksikan ke lubang yang sama
pada indra distal tulang, menciptakan rute untuk memfasilitasi pengenalan normograde pin
intramedullary (IMP). Penting untuk dicatat bahwa diameter potongan bor yang digunakan
adalah 1 hingga 1,5mm lebih besar dari IMP yang dipilih (Dias,2018).
a. Pembuatan lubang di epifisis proksimal oleh wajah medial, dekat dengan
puncak tibialis, dengan bantuan bor ortopedi miring pada 90 (derajat) (mata
bor dan tulang). Hanya kortikal pertama (sis) yang dilubangi.
b. Aspek akhir dari lubang di epifisis proksimal (hanya sis kortikal).
c. Dengan menggunakan mata bor 1 hingga 1,5 mm lebih lebar dari pin
intramedullary (IMP) yang dipilih, perforasi yang dibuat sebelumnya
diperbesar pada sudut 45(derajat) menuju kanal medula tulang, dalam arti
distal, tanpa mempengaruhi kortikal berlawanan (trans).
d. Dengan bantuan tang ortopedi, ujung IMP ditekuk, memfasilitasi
penyisipan melalui perforasi yang cenderung.
e. Detail ujung lengkungan IMP, membantu penyisipannya dengan palu dan
pin reamer.
f. Aspek akhir dari penyisipan IMP ke dalam kanal medula tibialis.
Perhatikan pengukuran trans-operatif dari penentuan posisi IMP yang
benar dengan perbandingan eksternal dengan IMP dengan ukuran yang
sama. Penting untuk dicatat bahwa belokan dibatalkan di sebagian besar
kasus begitu IMP mencapai garis fraktur, dengan kata lain, sebelum
dimasukkan ke dalam fragmen distal fraktur.
4. Pasca operasi
Setelah proses operasi selesai, hewan kasus ditempatkan pada daerah yangkering dan
bersih dan juga luka operasi di kontrol dan dijaga kebersihannya.Terapi yang dilakukan pasca
operasi antara lain pemberian antibiotik yang bertujuan untuk mengurangi terjadinya infeksi
sekunder dari bakteri. Selanjutnya diberikan analgesik untuk mengurangi rasa sakit yang
ditimbulkan akibatamputasi yang dilakukan pada os tibia-fibula. Antibiotik diberikan secara
intramuskular selama 5 hari pasca operasi (Lincospectin, 50 mg of lincomycin hidroklorida +
100 mg spektinomisin sulfat tetrahidrat/ml, Eczac›bafl›). Anggota gerak yang dioperasikan
diberi dukungan eksternal dalam bentuk perban Robert jone yang dimodifikasi selama 2
minggu (Priyanka et al, 2019). Membatasi gerakan pada pasien disarankan untuk dua minggu
pertama operasi diikuti dengan berjalan tali untuk minggu-minggu berikutnya sampai
penyembuhan dikonfirmasi secara radiografi. Jahitan kulit dapat dilepas setelah 10-15 hari
operasi. Pada operasi amputasi, terapi yang dapat diberikan adalah Amoxan dan asam
mefenamat selama 5 hari serta salep oksitetrasiklin selama 10 hari pasca operasi.
Pada umumnya sejak hari pertama pasca operasi pasien sudah aktif bergerak walaupun
pada daerah jahitan masih belum kering. Kondisi yang sama terjadi hingga hari ke 3. Pada hari
ke 4 bekas jahitan mongering dan luka menutup. Pada hari ke 5 pemberian terapi antibiotik
dan analgesic dapat dihentikan.Pemulihan pasca operasi ditentukan oleh pemeriksaan
radiografi dan klinis pada interval yang sesuai. Radiografi pasca operasi dilakukan untuk
pemeriksaan evaluasi pengurangan fraktur, posisi implan, komplikasi terkait dengan kegagalan
tulang atau implan dan penyembuhan tulang. Penyembuhan dianggap lengkap ketika kalus
terlihat secara radiografi di kedua pandangan radiografi pada fraktur (Mehmet, 2004). Selain
itu pemberian pakan yang kaya nutrisi juga dilakukan untuk mempercepat kesembuhan pasien.
5. Hasil
a. Open reduction
Setelah 10 hari pasca operasi, luka dilakukan setiap 2 sampai 3 hari, tergantung
pada kasingnya, hingga pengangkatan implan selesai. Sefaleksin oral (30mg / kg, setiap 12
jam, selama 10 hari) (Cefalexina 500mg,) dan meloxicam (0,1mg / kg, setiap 24 jam,
selama 5 hari berturut-turut) diresepkan (Dias, 2018). Kerah pelindung Elizabethan
digunakan selama periode pasca operasi. Setelah 10 hari pasca operasi, hewan-hewan
tersebut dievaluasi sesuai dengan keadaan klinis umum mereka, ada / tidaknya pelepasan
di lokasi jahitan kulit atau antarmuka kulit-implan, ada / tidaknya pergerakan alat fiksasi
atau di lokasi fraktur, dan rasa sakit saat palpasi. Kemungkinan komplikasi dengan fixator
eksternal juga dievaluasi, seperti kerusakan atau longgarnya implan atau resin akrilik.
b. Amputasi
Pengamatan pada amputasi dilakukan 14 hari pasca operasi. Secara umum pada
hari ke-4 sampai hari ke-6 anjing mulai dapat melakukan pergerakan dan radang mulai
berangsur-angsur berkurang dimana luka operasi terlihat mulai mengering. Pada hari ke-6
sampai ke-10, hewan mulai aktif bergerak dan mampu berjalan dengan ketiga kakinya,
luka hewan terlihat berangsur-angsur mengering dan nafsu makan hewan normal.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama 14 hari pasca anjing menjalani operasi
amputasi, proses kesembuhan hewan sesuai dengan prognosa yakni fausta (Ningrat, 2016).
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Fraktur pada tibia fibula sering terjadi pada hewan kesayangan seperti anjing.
Fraktur ini biasanya dapat disebabkan karena kecelakaan lalu lintas seperti tertabrak
kendaraan motor, tertabrak ataupun tergeincir ketika hewan bergerak cepat atau berlarian.
Penyebab fraktur tibia fibula pada anjing Fraktur akibat traumatik (fraktur traumatik) dan
Fraktur akibat penyakit lainnya (fraktur patologik).
2. Saran
Saran yang dapat penulis berikan adalah Fraktur ini harus ditangani dengan cepat
dan tepat dengan cara Closed reduction and external fixation (reduksi tertutup + fiksasi
Eksternal), Open reduction and Eksternal fixation (OREF) (reduksi terbuka + fiksasi
Eksternal) dan bisa juga dengan Amputasi.
DAFTAR PUSTAKA
Butterworth, Steven J. 2006. Tibia Fibula:Fracture Repair and Management. BSAVA. Page; 228
248.
Dias, Luis G.G.G. 2018. Description and post-operative evaluation of tie-in technique in tibial
osteosynthesis in dogs. Pesq. Vet. Bras. vol.38 no.7 Rio de Janeiro
Glyde, Mark dan Arnett, Richard. 2006. Tibial fractures in the dog and cat: options for
management. Volume 59 (5). Irish Veterinary Journal.
M. 1989. The biology fracture healing ; an overview for clinicans . Part II. Clin.Orthop,
248:294.
Mehmet saglam. 2001. Treatment of Proximal Fractures By Cross Pin Fixation in Dog. Faculty
of Veterinary Medicine, Ankara University. 799-805
Ningrat, Dewa Ayu Widia Kusuma dan Pemayun, I.G.A Gde Putra. 2016. FRAKTUR OS
TIBIA FIBULA PADA ANJING LOKAL. Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas
Udayana.
Pharma Innovation Journal 2019; 8(2) : 291 – 297. Evaluation of Intramedullary pinning
technique for management of tibia fractures in dogs.
R. Sjamsuhidajat. Jong, W. 2005 . Buku Ajar Ilmu Bedah . Edisi 2 . Jakarta : EGC Forst, H.
Sudisma, I G.N., I G.A.G.P. Pemayun., A.A.G.J. Warditha., I W. Gorda. 2006. Ilmu Bedah
Veteriner dan Teknik Operasi. Pelawa Sari. Denpasar.