Anda di halaman 1dari 21

TUGAS MATA KULIAH

ILMU BEDAH KHUSUS VETERINER

TEKNIK OPERASI FRAKTUR TIBIA FIBULA

Oleh :

Kelompok 6

Nama Kelompok:

Gerda Ivana N. Ginting (1609511119)


Made Novi L. Heros (1609511120)
Vinensia Ghona Gani (1609511121)
Iolanda H. Da Costa (1609511128)
Domingas Periera (1609511129)

KELAS B

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karuniaNYA, kami dapat
menyelesaikan paper ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Paper ini berisikan tentang Teknik
Operasi Fraktur Tibia Fibula. Diharapkan paper ini dapat memberikan informasi kepada
pembaca serta bermanfaat bagi pembaca.

Kami menyadari bahwa paper ini masih kurang sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar tercapainya kesempurnaan dalam menambah
wawasan kita bersama. Untuk itu penulis ucapkan terimakasih kepada pembaca.

Denpasar, 11 November 2019

Penulis
ABSTRAK
Fraktur pada tibia fibula sering terjadi pada hewan kesayangan seperti anjing. Fraktur ini
biasanya dapat disebabkan karena kecelakaan lalu lintas seperti tertabrak kendaraan motor,
tertabrak ataupun tergeincir ketika hewan bergerak cepat atau berlarian. Sebelum dilakukan
operasi fraktur tibia fibula perlu dilakukan preoperasi meliputi persiapan alat, bahan dan obat,
persiapan ruang operasi, persiapan hewan, dan persiapan operator dan cooperator. Anastesi yang
digunakan untuk kedua operasi ini adalah dengan menggunakan anastesi umum .Teknik operasi
yang digunakan adalah Closed reduction and external fixation (reduksi tertutup + fiksasi
Eksternal), Open reduction and Eksternal fixation (OREF) (reduksi terbuka + fiksasi Eksternal)
dan bisa juga di Amputasi. Jika diberikan dukungan pasca bedah yang tepat, maka memiliki
prognosis yang baik untuk keberhasilan dan kembali ke fungsi normal.
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Fraktur didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas pada tulang dan / atau tulang
rawan. Fraktur adalah salah satunya masalah paling umum dalam praktik klinis rutin.
Trauma eksternal dan mekanik kekuatan seperti kompresi, tekukan dan puntiran dapat
menyebabkan patah tulang yang panjang. Fraktur masalah paling umum dalam praktik
klinis rutin, Trauma eksternal dan mekanik. Tibia adalah tulang panjang tersering
kedua setelah femur [3,4]. Fraktur os tibia fibula dapat terjadi karena kecelakaan atau
ketidaksengajaan anjing terbentur benda keras.

Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh . Kebanyakan fraktur
disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik
berupa trauma lansung dan trauma tidak lansung (Sjamsuhidajat & Jong , 2005).

Indikasi dari operasi fraktur tibia fibula adalah untuk memperbaiki struktur dan
fungsi tulang agar berfungsi sebagaimana mestinya . Sesuai dengan fraktur yang
terjadi.

2. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makanlah ini ialah, mengetahui apa yang dimaksud dengan
fraktur tibia dan fibula, mengetahui persiapan operasi, prosedur dan teknik operasinya
dan juga terapi post-operasinya. Hal-hal inilah yang akan diperlukan nanti sebagai
referensi pengetahuan ketika sudah berprofesi sebagai dokter hewan.

3. Manfaat Penulisan

Setelah melakukan penulisan ini diharapkan mahasiswa dapat mengetahui dan


mengerti manfaat dan kegunaan dari teknik bedah fraktur tibia dan fibula. Selain itu
diharapkan mahasiswa mengerti dan mengetahui bagaimana tatacara pelaksanaan
operasi fraktur tibia dan fibula.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Fraktur

Fraktur atau patah tulang adalah kerusakan jaringan tulang yang berakibat tulang
yang menderita tersebut kehilangan keseimbangan. Patah tulang disebebkan oleh suatu
trauma atau ruda paksa yang brasal dari luar, namun ada pula yang disebabkan oleh suatu
penyakit (sudisma dkk, 2016).

Berdasarkan atas struktur kerusakan tulang, fraktur dapat dibedakan menjadi :

 Incomplete fracture yang ditandai dengan hilangnya kesinambungan tulang


yang bersifat partial dan hanya sedikit tulang yang mengalami pemisahan
jaringan.

 Complete fracture yaitu adanya pemisahan sempurna kesinambungan tulang


dimana garis patahan bisa tunggal/ single atau bisa multiple, misalnya pada
comminuted fracture.

2. Fraktur tibia fibula

Tulang tibia dan fibula adalah bagian dari susunan tulang ekstremitas (pergerakan)
kaki belakang pada anjing. Tibia dan fibula merupakan tulang yang menghubungkan lutut
dengan tulang pergelangan kaki belakang. Secara umum, tulang ini dikenal sebagai tulang
yang paling kuat karena merupakan salah satu bagian dari penopang tubuh anjing.
Sehingga tulang tibia dan fibula dapat beresiko terjadinya patah tulang. Fraktur pada tibia
fibula sering terjadi pada hewan kesayangan seperti anjing. Fraktur ini biasanya dapat
disebabkan karena kecelakaan lalu lintas seperti tertabrak kendaraan motor, tertabrak
ataupun tergeincir ketika hewan bergerak cepat atau berlarian (Butterworth, 2006).
Gambar. Os tibia fibula

(sumber :chicilia, 2015) https://dokumen.tips/documents/laporan-kasus-


fraktur-55f9f8056b6e2.html

3. Penyebab fraktur tibia fibula pada anjing

a. Fraktur akibat traumatik (fraktur traumatik)

Fraktur traumatik dapat terjadi bila tulang mendapatkan tekanan keras dari
eksternal. Fraktur akibat traumatik ini dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung.
Secara langsung (Direct) merupakan patah tulang yang terjadi langsung ditempat
terjadinya trauma. Sedangkan secara tidak langusng (indirect), fraktur terjadi ditempat
lain akibat kekuatan yang diantarkan lewat tulang.

Berikut ada beberapa contoh penyebab fraktur akibat trumatik diantaranya yaitu
fraktur akibat pukulan benda keras, tertabrak kendaraan bermotor, terjatuh dari tempat
tinggi, tersandungnya kaki hewan ketika bergerak cepat.

b. Fraktur akibat penyakit lainnya (fraktur patologik)

Fraktur patologi adalah fraktur yang terjadi akibat adanya penyakit yang
mengakibatkan terjadinya fraktur pada tibia dan fibula. Beberapa penyakit yang dapat
menyebabkan fraktur pada anjing, diantaranya adalah osteoma, osteosarcoma,
osteomyelitis, dan rakhitis.

4. Tanda kelinis fraktur tibia fibula


Tanda klinik yang nampak pada anjing yang mengalami fraktur tibia fibula pada anjing
adalah Anjing merasa kesulitan dan kesakitan ketika bergerak, Anjing terlihat
mengangkatkan kaki, Pincang ketika berjalan, Pada kondisi yang parah anjing tidak dapat
berjalan, Terdengar suara krepitasi (Bunyi gemeretak yang dapat muncul akibat gesekan
ujung-ujung tulang dan juga dari pergerakan sendi) pada fragmen tulang, pembekakan pada
bagian yang patah. Deformitas tulang ditandai dengan adanya angulasi, rotasi, pemendekan
tulang, abduksi, adduksi dan nampak terjadi penyimpangan dari posisi nomalnya (Sudisma
et al., 2006).

5. Diagnosa fraktur tibia fibula

Diagnosis dari kasus fraktur pada anjing dilakukan berdasarkan anamnesa dari pemilik
hewan, pemeriksaan fisik, tanda klinik yang ditunjukkan oleh anjing, pengukuran panjang
kaki, dan didukung oleh pemeriksaan radiologi dengan foto rontgen (X-ray) sehingga
didapatkan diagnosa yang definitive.

2.6 Penanganan fraktur tibia fibula

 Rekognisi

Rekognisi harus dilakukan sedini mungkin untuk mengetahui lokasi dan tingkat
keparahan fraktur serta untuk membantu menentukan jenis penanganan yang tepat.
Dalam beberapa kasus dimana fiksasi internal dan eksternal tidak dapat dilakukan,
maka dapat dilakukan penanganan lain yakni amputasi.

 Reposisi
Reposisi (mengembalikan ke posisi awal) fragmen fraktur semirip mungkin
dengan keadaan normalnya, melakukan usaha-usaha tindakan manipulasi fragmen-
fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya

 Retensi

Metode untuk mempertahankan atau menahan fragmen-fragmen fraktur tersebut


selama penyembuhan

 Rehabilitasi

Tindakan dengan maksud agar bagian yang menderita patah, dapat kembali
normal. Tindakan ini akan lebih baik asalkan dilakukan secara awal dan tidak
menggunakan proses fiksasi atau tindakan rehabilitasi dapat diartikan sebagai
Pengembalian keadaan ke bentuk semula setelah dilakukannya pengobatan
(sudisma dkk, 2016).
BAB III

PEMBAHASAN

1. Pre- operasi

Sebelum melakukan tindakan operasi, terlebih dahulu dilakukan persiapan operasi.


Adapun persiapan yang dilakukan adalah pemeriksaan gejala klinis yang kemudian
diperkuat oleh hasil radiografi, melakukan prsiapan bedah meliputi persiapan alat dan
bahan juga obat, persiapan ruang operasi, persiapan hewan dan persiapan operator.

1. Persiapan alat, bahan dan obat

Alat-alat yang digunakan adalah skalpel, pisau bedah, gunting, arteri clamp,
Allis forceps, needle holder, pinset, spuit, jarum operasi, dan benang vicryl.
Sebelum menggunakan alat tersebut harus di sterilisasi dengan autoclave ataupun
alkohol 70%. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah tampon, alkohol
70%, Iodium tincture 3%, dan NaCl fisiologi atau Ringer Laktat. Obat-obat yang
dipersiapkan adalah premedikasi yaitu atropine sulfat, anestesi umum adalah
ketamin dan xylazin, anestesi inhalasi dengan isofluran, antibiotika dan anti
inflamasi.

2. Persiapan ruang operasi

Ruang operasi harus dalam keadaan bersih, meja operasi harus bersih dan telah
di sterilisasi dengan desinfektan. Penerangan ruang operasi sangat penting untuk
menunjang operasi, oleh karena itu sebelum melakukan operasi persiapan lampu
operasi terlebih dahulu dan harus mendapatkan penerangan yang cukup agar
daerah sekitar ruang operasi dapat terlihat jelas.

3. Persiapan hewan

Sebelum pembedahan terhadap hewan kasus, dilakukan pemeriksaan fisik yang


meliputi ; signalemen, berat badan, umur, pulsus, frekuensi nafas, suhu tubuh,
sistem digestivus, respirasi, sirkulasi, syaraf, reproduksi, perubahan anggota gerak
dan perubahan kulit yang telah dicatat semua pada ambulator yang telah terlampir.
Untuk kasus fraktur pada anjing, dilakukan pemeriksaan radiografi untuk melihat
lokasi dan tingkat keparahan fraktur, serta menentukan jenis penanganan terhadap
hewan kasus.

Gambar. Foto rontgen anjing yang mengalami fraktur pada os. tibia fibula.

(sumber:https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Fracture_tibia%2Bfibula_réduite.jpg)

4. Persiapan operator

Persiapan Operator Sebelum melakukan operasi, operator maupun cooperator


terlebih dahulu melepas accessoris yang dapat mengganggu jalannya operasi, siap
fisik dan mental, memahami prosedure operasi yang akan dijalani. Tangan
operator dan co-operator harus steril dalam melakukan operasi untuk menghindari
timbulnya infeksi bawaan dari luar tubuh hewan. Tangan dicuci menggunakan air
bersih dan sabun.

2. Anastesi

Penghitungan dosis obat yang diberikan untuk tujuan premedikasi dan anastesi harus
tepat dan penggunaan alat-alat sterilisasi individu dengan benar serta memperhatikan SOP
dalam melakukan operasi. Sebelum dilakukannya anastesi, perlu melakukan pendataan
riwayat pasien yang meliputi:

- Hewan

- Berat

- Umur
- Warna

- Nama Pemilik

- Alamat

- No HP

Sebelum dilakukan operasi, pasien akan diperiksa keadaan fisiknya dan dipuasakan
selama 8-12 jam dengan tujuan menghindari terjadinya hipersalivasi dan vomit pada saat
pemberian anastesi. Kemudian melakukan penghitungan untuk mengetahui dosis obat
premedikasi dan anastesi yang akan di berikan kepada pasien. Kemudian melakukan
penghitungan untuk mengetahui dosis obat premedikasi dan anastesi yang akan diberikan
kepada pasien.

Dosis Obat:

Dosis anjuran

a. Atropine sulfat : 0,02 - 0,04 mg/kg BB

b. Ketamine : 10-15 mg/kg BB (anjing) 10-30 mg/kg BB (kucing)

c. Xylasin : 1-3 mg/kg BB

3. Prosedur operasi

1. Closed reduction and external fixation (reduksi tertutup + fiksasi Eksternal)

Closed reduction and external fixation ini menggunakan gips sebagai fiksasi
eksternal, dilakukan jika kondisi umum pasien tidak memungkinkan untuk melakukan
pembedahan. Gips penuh cukup baik untuk mencegah gaya bengkok dan rotasi dari
magnitudo rendah, yang terjadi pada fraktur transversal sederhana pada hewan berukuran
kecil atau sedang. Umumnya, reduksi tertutup digunakan untuk semua fraktur dengan
pergeseran minimal, hanya cocok pada fraktur tibia-fibula yang relatif sederhana (Gylde,
2006). Closed reduction and external fixation ini juga tidak cocok pada fraktur kominutif
atau fraktur miring panjang karena tidak dapat mencegah kolaps dan menimpa fragmen
fraktur
2. Open reduction and Eksternal fixation (OREF) (reduksi terbuka + fiksasi Eksternal).
Teknik operasi ini dengan dilakukannya pembedahan dan pemasangan alat fiksasi
eksternal untuk mempertahankan posisi tulang, misalnya dengan munggunakan , plat,
kawat, dan wire. Indikasi OREF, hal ini dilakukan karena fragmen fraktur sulit untuk
menyambung dengan baik dan karena penyambungan kontak fragmen langsung lebih baik
daripada tanpa tindakan operasi.
External skeletal fixators (ESF) adalah standar emas dalam perbaikan dan
pengelolaan fraktur tibialis terbuka. (Glyde, 2006). ESF yang paling berguna untuk
perbaikan fraktur tibia-fibula adalah ESF tipe II dan tipe II yang dimodifikasi. Pada hewan
kecil, operasi fraktur tibia-fibula dapat menggunakan Teknik Tie-In, dimana dikenal
sebagai kombinasi pin intramedullary dan fixator eksternal, menjadi alternatif untuk Plate
fiksasi pada kucing dan anjing ras kecil. Jika aplikasi pin intramedullary terhubung ke
fixator yang diterapkan secara eksternal, metode ini disebut Tie-in (Dias, 2018).
Hewan dibaringkan dorsal recumbency, lalu buatlah incisi Penyayatan dilakukan
pada ±5cm dibawah lokasi fraktur. Sebuah lubang dibuat pada fragmen tibialis proksimal,
pada sisi medial, dekat dengan puncak tibialis, menggunakan bor ortopedi dengan
90(derajat) antara potongan bor dan tulang. Setelah kortikal pertama (Sis) dilubangi,
potongan bor itu miring pada suhu 45 (derajat) dan diproyeksikan ke lubang yang sama
pada indra distal tulang, menciptakan rute untuk memfasilitasi pengenalan normograde pin
intramedullary (IMP). Penting untuk dicatat bahwa diameter potongan bor yang digunakan
adalah 1 hingga 1,5mm lebih besar dari IMP yang dipilih (Dias,2018).
a. Pembuatan lubang di epifisis proksimal oleh wajah medial, dekat dengan
puncak tibialis, dengan bantuan bor ortopedi miring pada 90 (derajat) (mata
bor dan tulang). Hanya kortikal pertama (sis) yang dilubangi.
b. Aspek akhir dari lubang di epifisis proksimal (hanya sis kortikal).
c. Dengan menggunakan mata bor 1 hingga 1,5 mm lebih lebar dari pin
intramedullary (IMP) yang dipilih, perforasi yang dibuat sebelumnya
diperbesar pada sudut 45(derajat) menuju kanal medula tulang, dalam arti
distal, tanpa mempengaruhi kortikal berlawanan (trans).
d. Dengan bantuan tang ortopedi, ujung IMP ditekuk, memfasilitasi
penyisipan melalui perforasi yang cenderung.
e. Detail ujung lengkungan IMP, membantu penyisipannya dengan palu dan
pin reamer.
f. Aspek akhir dari penyisipan IMP ke dalam kanal medula tibialis.
Perhatikan pengukuran trans-operatif dari penentuan posisi IMP yang
benar dengan perbandingan eksternal dengan IMP dengan ukuran yang
sama. Penting untuk dicatat bahwa belokan dibatalkan di sebagian besar
kasus begitu IMP mencapai garis fraktur, dengan kata lain, sebelum
dimasukkan ke dalam fragmen distal fraktur.

Sumber Gambar : Dias, 2018


Ujung IMP ditekuk menggunakan tang ortopedi dan yang, dikombinasikan dengan
sudut lubang bor, memungkinkan pengenalannya ke dalam kanal meduler (Gbr.1D, E).
Alat untuk membesarkan lubang pin dan palu dibantu dalam penyisipan IMP melalui
lubang yang dibor ke dalam kanal medula tibialis, hingga garis fraktur. Tang digunakan
untuk membentuk IMP, membatalkan sudut yang dibuat sebelumnya. Fraktur berkurang
dan IMP mendorong hingga batas kanalis medula tibialis dan ke tulang epifisis distal. Pin
kedua dengan panjang yang serupa diposisikan secara eksternal dan digunakan untuk
mengarahkan posisi akhir IMP di dalam kanal medula tibialis, mencegahnya menjadi
terlalu pendek atau terlalu panjang, atau dari menembus tarsal joint tibial.
Titik pengeboran untuk pin yang tersisa dipilih dan lubang dibuat dengan bantuan
bor rotasi rendah dan potongan bor dengan diameter lebih kecil dari implan yang dipilih.
Konfigurasi geometris dan jumlah pin yang akan digunakan ditentukan berdasarkan ukuran
dan berat hewan, jenis fraktur, ada atau tidak adanya fragmen tulang, dan tingkat stabilitas
yang diinginkan. Setelah semua implan telah disisipkan (pin pencampuran dan IMP), ini
ditekuk (termasuk IMP) dan diikat dengan semen tulang steril (polimetil metakrilat). IMP
ditekuk di wajah medial, sejajar dengan diafisis tibialis, dan terhubung ke implan lain
dengan resin. Setelah stabilisasi fragmen tulang, jahitan jaringan dilakukan.
Gambar skematik dan gambar radiografi (proyeksi mediolateral dan kraniokaudal)
dari teknik tie-in di tibia seekor anjing.
a. Mediolateral dan
b. pandangan kraniokaudal dari ikatan dengan dua pin Schanz di setiap
fragmen tulang.
c. gambar fraktur pra-operasi,
d. mematahkan pin fiksasi (panah kuning) pada 30 hari pasca-operasi
(PO),
e. penyisipan pin dengan penutupan ulir tengah ke implan fraktur (panah
kuning),
f. konsolidasi pada 120 hari PO (panah kuning).
g. gambar pra-operasi fraktur,
h. Segera pasca-operasi dengan konfigurasi tie-in dan dua cerclage baja
(panah kuning),
i. konsolidasi tulang pada 90 hari PO (kuning) panah).
Sumber gambar : Dias, 2018
Luka bedah ditutupi dengan kain kasa yang mengandung 1% povidone-iodine.
Peralatan eksternal dilindungi dengan kain kasa atau kapas hidrofilik dan ditutup dengan
perban krep. Luka berpakaian setiap hari dan jahitan kulit serta implan dibersihkan
menggunakan kain kasa yang direndam dalam larutan salin diikuti oleh 1% povidone-
iodine.
3. Amputasi
Hewan dibaringkan diatas meja operasi dengan posisi rebah dorsal. Lokasi yang
akan dilakukan amputasi dicukur dan diberikan povidone iodine. Penyayatan dilakukan
pada daerah tarsal atau ±5cm dibawah lokasi fraktur. Kulit di preparir sampai pada
persendian antara os.tibia fibula dengan ossa tarsal lalu lakukan ligasi pada pembuluh darah
untuk menghindari adanya perdarahan. Karena bagian tulang yang mengalami fraktur telah
mengalami callus hingga menutupi persendian, maka gergaji digunakan untuk
mengamputasi. Setelah tulang dipisahkan, kulit diukur dan potong untuk menutup bagian
yang telah diamputasi. Penjahitan kulit dilakukan dengan pola subkutikuler dengan
menggunakan benang vicryl 2.0. Luka jahitan ditetesi dengan povidone iodine atau
betadine dan dioleskan salep oksitetraasiklin dan ditutup dengan menggunakan perban
(Ningrat,2016).

Gambar : insisi kulit pada lokasi fraktur Gambar : Penjahitan kulit


Gambar : Setelah dilakukan amputasi

Sumber Gambar : Ningrat, 2016

4. Pasca operasi

Setelah proses operasi selesai, hewan kasus ditempatkan pada daerah yangkering dan
bersih dan juga luka operasi di kontrol dan dijaga kebersihannya.Terapi yang dilakukan pasca
operasi antara lain pemberian antibiotik yang bertujuan untuk mengurangi terjadinya infeksi
sekunder dari bakteri. Selanjutnya diberikan analgesik untuk mengurangi rasa sakit yang
ditimbulkan akibatamputasi yang dilakukan pada os tibia-fibula. Antibiotik diberikan secara
intramuskular selama 5 hari pasca operasi (Lincospectin, 50 mg of lincomycin hidroklorida +
100 mg spektinomisin sulfat tetrahidrat/ml, Eczac›bafl›). Anggota gerak yang dioperasikan
diberi dukungan eksternal dalam bentuk perban Robert jone yang dimodifikasi selama 2
minggu (Priyanka et al, 2019). Membatasi gerakan pada pasien disarankan untuk dua minggu
pertama operasi diikuti dengan berjalan tali untuk minggu-minggu berikutnya sampai
penyembuhan dikonfirmasi secara radiografi. Jahitan kulit dapat dilepas setelah 10-15 hari
operasi. Pada operasi amputasi, terapi yang dapat diberikan adalah Amoxan dan asam
mefenamat selama 5 hari serta salep oksitetrasiklin selama 10 hari pasca operasi.

Pada umumnya sejak hari pertama pasca operasi pasien sudah aktif bergerak walaupun
pada daerah jahitan masih belum kering. Kondisi yang sama terjadi hingga hari ke 3. Pada hari
ke 4 bekas jahitan mongering dan luka menutup. Pada hari ke 5 pemberian terapi antibiotik
dan analgesic dapat dihentikan.Pemulihan pasca operasi ditentukan oleh pemeriksaan
radiografi dan klinis pada interval yang sesuai. Radiografi pasca operasi dilakukan untuk
pemeriksaan evaluasi pengurangan fraktur, posisi implan, komplikasi terkait dengan kegagalan
tulang atau implan dan penyembuhan tulang. Penyembuhan dianggap lengkap ketika kalus
terlihat secara radiografi di kedua pandangan radiografi pada fraktur (Mehmet, 2004). Selain
itu pemberian pakan yang kaya nutrisi juga dilakukan untuk mempercepat kesembuhan pasien.

5. Hasil

a. Open reduction

Setelah 10 hari pasca operasi, luka dilakukan setiap 2 sampai 3 hari, tergantung
pada kasingnya, hingga pengangkatan implan selesai. Sefaleksin oral (30mg / kg, setiap 12
jam, selama 10 hari) (Cefalexina 500mg,) dan meloxicam (0,1mg / kg, setiap 24 jam,
selama 5 hari berturut-turut) diresepkan (Dias, 2018). Kerah pelindung Elizabethan
digunakan selama periode pasca operasi. Setelah 10 hari pasca operasi, hewan-hewan
tersebut dievaluasi sesuai dengan keadaan klinis umum mereka, ada / tidaknya pelepasan
di lokasi jahitan kulit atau antarmuka kulit-implan, ada / tidaknya pergerakan alat fiksasi
atau di lokasi fraktur, dan rasa sakit saat palpasi. Kemungkinan komplikasi dengan fixator
eksternal juga dievaluasi, seperti kerusakan atau longgarnya implan atau resin akrilik.

b. Amputasi

Pengamatan pada amputasi dilakukan 14 hari pasca operasi. Secara umum pada
hari ke-4 sampai hari ke-6 anjing mulai dapat melakukan pergerakan dan radang mulai
berangsur-angsur berkurang dimana luka operasi terlihat mulai mengering. Pada hari ke-6
sampai ke-10, hewan mulai aktif bergerak dan mampu berjalan dengan ketiga kakinya,
luka hewan terlihat berangsur-angsur mengering dan nafsu makan hewan normal.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama 14 hari pasca anjing menjalani operasi
amputasi, proses kesembuhan hewan sesuai dengan prognosa yakni fausta (Ningrat, 2016).
BAB IV

PENUTUP

1. Kesimpulan

Fraktur pada tibia fibula sering terjadi pada hewan kesayangan seperti anjing.
Fraktur ini biasanya dapat disebabkan karena kecelakaan lalu lintas seperti tertabrak
kendaraan motor, tertabrak ataupun tergeincir ketika hewan bergerak cepat atau berlarian.
Penyebab fraktur tibia fibula pada anjing Fraktur akibat traumatik (fraktur traumatik) dan
Fraktur akibat penyakit lainnya (fraktur patologik).

2. Saran
Saran yang dapat penulis berikan adalah Fraktur ini harus ditangani dengan cepat
dan tepat dengan cara Closed reduction and external fixation (reduksi tertutup + fiksasi
Eksternal), Open reduction and Eksternal fixation (OREF) (reduksi terbuka + fiksasi
Eksternal) dan bisa juga dengan Amputasi.

DAFTAR PUSTAKA

Butterworth, Steven J. 2006. Tibia Fibula:Fracture Repair and Management. BSAVA. Page; 228
248.

ChiciliaWindia T.W. 2015. Laporan Kasus Fraktur. https://dokumen.tips/documents/laporan-


kasus- fraktur-55f9f8056b6e2.html

Dias, Luis G.G.G. 2018. Description and post-operative evaluation of tie-in technique in tibial
osteosynthesis in dogs. Pesq. Vet. Bras. vol.38 no.7 Rio de Janeiro
Glyde, Mark dan Arnett, Richard. 2006. Tibial fractures in the dog and cat: options for
management. Volume 59 (5). Irish Veterinary Journal.
M. 1989. The biology fracture healing ; an overview for clinicans . Part II. Clin.Orthop,
248:294.

Mehmet saglam. 2001. Treatment of Proximal Fractures By Cross Pin Fixation in Dog. Faculty
of Veterinary Medicine, Ankara University. 799-805

Ningrat, Dewa Ayu Widia Kusuma dan Pemayun, I.G.A Gde Putra. 2016. FRAKTUR OS
TIBIA FIBULA PADA ANJING LOKAL. Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas
Udayana.
Pharma Innovation Journal 2019; 8(2) : 291 – 297. Evaluation of Intramedullary pinning
technique for management of tibia fractures in dogs.

Priyanka. Singh, T. Mohindroo, J. Verma, P. Udheiya, R. Umeshwori, N. 2019. Evaluation of


intramedullary pinning technique for management of tibia fractures in dogs. The Pharma
Innovation Journal 2019; 8(2): 291-297

R. Sjamsuhidajat. Jong, W. 2005 . Buku Ajar Ilmu Bedah . Edisi 2 . Jakarta : EGC Forst, H.

Sudisma, I G.N., I G.A.G.P. Pemayun., A.A.G.J. Warditha., I W. Gorda. 2006. Ilmu Bedah
Veteriner dan Teknik Operasi. Pelawa Sari. Denpasar.

Anda mungkin juga menyukai