Anda di halaman 1dari 18

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN (PPDH)

PRAKTEK LAPANGAN MAGANG III PROFESI


RUMAH SAKIT HEWAN (RSH)
PROVINSI SUMATERA BARAT
19 NOVEMBER 2018 S/D 1 NOVEMBER 2018

STUDI KASUS : FRAKTUR SYMPHYSIS MANDIBULA PADA KUCING

NAMA : KARTIKA AMIRA, S.KH


NIM : 1802101020002

PEMBIMBING : DRH. HANIF FADLI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2018
PENDAHULUAN

Latar belakang

Fraktur adalah rusaknya kontinuitas dari struktur tulang, tulang rawan dan

lempeng pertumbuhan yang disebabkan oleh faktor trauma dan faktor non trauma.

Fraktur dapat diakibatkan oleh cedera, stres yang berulang, kelemahan tulang

yang abnormal atau disebut juga fraktur patologis (Solomon et al., 2010).

Secara klinis, fraktur dibagi menurut ada tidaknya hubungan patahan

tulang dengan dunia luar, yaitu fraktur terbuka dan fraktur tertutup (Solomon et

al., 2010).

a. Fraktur terbuka, yaitu yaitu jika patahan tulang itu menembus kulit

sehingga berhubungan dengan udara luar.

b. Fraktur tertutup yaitu jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia

luar.

Fraktur mandibula adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang pada

mandibula. Hilangnya kontinuitas pada mandibula dapat berakibat fatal bila tidak

ditangani dengan benar. Fraktur mandibula dapat dibagi menjadi dua kelompok

utama, yaitu

a. Fraktur tanpa terbukanya tulang dan tanpa kerusakan jaringan lunak.

b. Fraktur dengan terbukanya tulang disertai dengan kerusakan yang hebat

dari jaringan lunak.


Menurut Fossum (2002) Prinsip penanganan fraktur ada 4, yaitu:

rekognisi, reduksi, reposisi dan rehabilitasi. Rekognisi yaitu mengenal jenis

fraktur, lokasi dan keadaan secara umum seperti riwayat kecelakaan, parah

tidaknya luka, deskripsi kejadian oleh klien, menentukan kemungkinan tulang

yang patah dan adanya krepitus. Reduksi yaitu tahap mengembalikan fragmen

tulang ke posisi anatomis normal. Reposisi setelah fraktur di reduksi. fragmen

tulang harus dipertahankan dalam posisi penyatuan yang tepat. Rehabilitasi yaitu

mempertahankan dan mengembalikan fungsi tulang secara sempurna.

Pengangan kasus fraktur pada hewan sangat penting dilakukan dengan

cepat dan tepat karena tahapan penyembuhan tulang yang cukup lama di

bandingkan dengan organ lain. Penanganan yang benar juga mencegah terjadinya

infeksi sekunder pada hewan.


TINJAUAN KASUS

Kucing

Menurut Linnaeus (1758), kucing dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Ordo : Carnivora

Subordo : Feliformia

Famili : Felidae

Subfamili : Felinae

Genus : Felis

Species : F. catus

Kucing domestik juga sering disebut kucing rumahan, karena hidup

mereka yang banyak dihabiskan di dalam rumah dan banyak digunakan sebagai

hewan peliharaan (Boston, 2010). Kucing domestik mempunyai anatomi yang

mirip dengan kucing lainnya. Baik dari segi kekuatan, kelenturan badan, gerak

refleks, ketajaman cakaran, dan gigi yang diadaptasi untuk membunuh

mangsanya. Kucing juga dapat mendengar suara dengan frekuensi tinggi yang

tidak dapat didengar oleh telinga manusia seperti suara yang dibuat oleh tikus dan

hewan kecil lainnya. Selain itu mereka bisa melihat dalam kegelapan. Seperti

kebanyakan mamalia lainnya, kucing memiliki penglihatan yang lebih buruk

terhadap warna namun memiliki indra penciuman yang sangat baik jika

dibandingkan dengan indra penciuman manusia (Moelk, 1944).


Definisi dan klasifikasi fraktur

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dengan atau tanpa

perpindahan fragmen. Secara klinis, fraktur dibagi menurut ada tidaknya

hubungan patahan tulang dengan dunia luar, yaitu fraktur terbuka dan fraktur

tertutup (Solomon et al., 2010).

a. Fraktur terbuka, yaitu yaitu jika patahan tulang itu menembus kulit

sehingga berhubungan dengan udara luar.

b. Fraktur tertutup yaitu jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia

luar.

Menurut Brinker (1974), tipe fraktur dapat diklasifikasikan sebagai

berikut:

a. Fraktur inkomplit yaitu keadaan dimana tulang belum sepenuhnya

kehilangan kontinuitas. Sebagian tulang masih dalam keadaan utuh.

b. Fraktur transversal adalah fraktur yang patahannya berbentuk melintang

atau tegak lurus ke sumbu panjang tulang.

c. Fraktur obliq adalah fraktur dengan bentuk patahan miring ke sumbu

tulang yang panjang.

d. Fraktur spiral adalah fraktur yang patahannya melintang sepanjang

sumbu tulang. Hal ini disebabkan oleh gaya torsi atau rotasi. Fraktur spiral

cenderung memiliki titik dan tepi yang sangat tajam. yang sering menyertai

trauma jaringan lunak atau fraktur terbuka.


e. Fraktur kominutif adalah fraktur yang mencakup beberapa fragmen.

biasanya membentuk tiga garis fragmen yang saling berhubungan. Garis yang

dibentuk kemungkinan spiral, transversal dan obliq. Fraktur kominutif umumnya

disebabkan oleh trauma hebat seperti kecelakaan dan sering ditemukan pada

hewan.

f. Fraktur multipel ditunjukkan dengan adanya tiga atau lebih fragmen

patahan dalam satu tulang. Namun tidak seperti fraktur kominutif. dimana garis

patahan yang ada tidak saling berhubungan. Istilah fraktur multipel digunakan

pada fraktur yang tidak saling mempengaruhi dalam satu tulang yang sama.

Contohnya fraktur obliq pada femur proksimal dan fraktur epifisis pada femur

distal.

Gambar 1. Klasifikasi fraktur

Etiologi

a. Faktor Ekstrinsik

Faktor ekstrinsik disebabkan oleh trauma langsung dan trauma

tidak langsung. Trauma langsung adalah penyebab paling umum patah

tulang pada hewan kecil dan biasanya karena cedera tertabrak mobil atau
jatuh dari ketinggian, hal ini tidak dapat diprediksi karena kejadiannya

yang tidak disangka. Sedangkan trauma tidak langsung lebih dapat

diprediksi daripada trauma langsung, karena waktu kejadian trauma

langsung lebih lama biasanya karena terjadi tekanan yang kuat pada tulang

terus-menerus contohnya pada hewan pekerja yang sering mengangkat

beban yang berat.

b. Faktor Intrinsik

Sandra dkk (2014) menjelaskan bahwa faktor intrinsik terjadinya

fraktur bisa disebabkan oleh kontraksi dari otot yang menyebabkan

avulsion fraktur, seperti fraktur yang sering terjadi pada hewan yang

belum dewasa. Fraktur patologis juga merupakan salah satu penyebab

seperti penyakit sistemik, neoplasia, ricketsia, osteoporosis,

hyperparathyroidism dan osteomalacia (Kumar, 1997). Faktor osteoporosis

merupakan salah satu penyebab kejadian fraktur yang cukup sering terjadi.

Osteoporosis didefenisikan sebagai gangguan tulang yang ditandai dengan

penurunan massa tulang dan kemerosotan mikro arsitektur yang

menyebabkan tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Osteoporosis dapat

muncul tanpa sengaja selama beberapa waktu karena osteoporosis tidak

menyebabkan gejala sampai terjadi patah tulang. Selain itu, beberapa

fraktur osteoporosis dapat lolos deteksi selama bertahun-tahun karena

tidak memperlihatkan gejala. Gejala yang berhubungan dengan patah

tulang osteoporosis biasanya adalah nyeri. Lokasi nyeri tergantung pada

lokasi fraktur (Syam dkk., 2014).


Gejala klinis

Gejala klinis yang tampak pada hewan berbeda-beda. Adapun gejala yang

biasanya di tampakkan pada kasus fraktur ini adalah adanya krepitasi ketika

dilakukan manipulasi pada bagian mandibula pada saat palpasi, tersa sakit ketika

mulut dibuka dan dagu dipegang, asymteri bentuk dagu, rongga mulut

mengeluarkan darah (Ma’ruf, 2015).

Penanganan fraktur

Prinsip penanganan fraktur ada 4, yaitu: rekognisi, reduksi, reposisi dan

rehabilitasi (Fossum. 2002).

1. Rekognisi, mengenal jenis fraktur, lokasi dan keadaan secara umum;

riwayat kecelakaan, parah tidaknya luka, deskripsi kejadian oleh klien,

menentukan kemungkinan tulang yang patah dan adanya krepitus.

2. Reduksi, mengembalikan fragmen tulang ke posisi anatomis normal

untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat

infiltrasi karena edema dan perdarahan. Reduksi ada 3 (tiga), yaitu:

a. Reduksi tertutup (close reduction) dengan cara manual/manipulasi,

dengan tarikan untuk menggerakan fragmen tulang/mengembalikan

fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan).

b. Traksi, digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.

Dimana beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot. Sinar-X

digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen

tulang.
c. Reduksi terbuka, dengan memasang alat untuk mempertahankan

pergerakan. yaitu fiksasi internal (kawat, sekrup, plat, nail dan

batang implant logam) dan fiksasi ekterna (pembalutan, gips, bidai,

traksi kontinue).

3. Reposisi, setelah fraktur di reduksi. fragmen tulang harus di imobilisasi

atau dipertahankan dalam posisi penyatuan yang tepat. Imobilisasi

dapat dilakukan dengan cara fiksasi internal dan eksternal.

4. Rehabilitasi. mempertahankan dan mengembalikan fungsi tulang secara

sempurna, dengan cara :

a. Mempertahankan reduksi dan imobilisasi

b. Meninggikan ekstremitas untuk meminimalkan pembengkakan

c. Memantau status neorovaskular

d. Mengontrol kecemasan dan nyeri

e. Latihan isometrik dan setting otot

f. Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari

g. Kembali ke aktivitas secara bertahap.

Alat fiksasi

1. Pin

Jenis pin yang paling umum digunakan dalam prosedur ortopedi adalah

pin Steinmann stainless steel. Ukurannya tersedia dari 1/16 sampai 1/4 inci.

Digunakan sebagai alat traksi untuk stabilisasi fraktur. Pin biasanya digunakan

pada kasus fraktur transversal. Pin digerakkan secara melintang melalui kulit
dan masuk ke dalam tulang dan kemudian digunakan sebagai titik jangkar

untuk memberi traksipada fraktur (Romm, 1984) Pin Steinmann yang halus

biasanya paling sering digunakan, juga ada dalam bentuk ulir sebagian dan

seluruhnya. Pin berulir jauh lebih sulit disisipkan dan tidak memiliki banyak

keunggulan biomekanik. Namun, pin jenis ini dapat meningkatkan daya tahan

di tulang. Kekurangan dari pin ulir Steinmann yaitu memiliki kelemahan yang

besar dimana pin ini berputar di lokasi fraktur sehingga memiliki

kecenderungan untuk pecah dan menyebabkan kegagalan pada pengobatan

patah tulang.

2. Wire

Aplikasi dari wire ortopedi tipis adalah sebagai sarana untuk

menstabilkan pecahan fragmen. Cerclage wire mengacu pada fragmen yang

melingkar dan menekan untuk menahan fragmen tetap selaras. Cerclage wire

mengelilingi seluruh lingkar tulang sementara hemicerclage wire ditempatkan

melalui lubang di tulang untuk menstabilkan fragmen yang berdekatan

(Piermattei, 2006). Cerclage wire memiliki diameter bervariasi dengan

diameter yang terbaik adalah 0,64 mm (22 gauge) untuk digunakan pada

kucing atau anjing ras kecil, sedangkan 1,25 mm (16 gauge) untuk digunakan

pada anjing ras besar (Metelmann, 1996). Cerclage wire digunakan untuk

fraktur spiral, fraktur oblique panjang dan untuk melindungi fisura.

Hemicerclage wire digunakan untuk mencegah terjadinya rotasi dan pergeseran

pada fraktur oblique melintang dan pendek atau menahan fragmen (Robert,

2006).
3. Pelat

Pelat adalah perangkat yang diaplikasikan pada tulang untuk tujuan

memperbaiki fiksasi internal. Ukuran pelat yang biasa digunakan pada kucing

yaitu 2,0mm-2,4mm (Piras,2009). Terdapat beberapa jenis pelat yang masing-

masing diberi nama untuk ukuran sekrup yang digunakan dengan pelat

tersebut. Pelat juga bervariasi sesuai fungsinya. Beberapa memiliki fungsi

tergantung pada jenis fraktur yang digunakannya. Ada empat prinsip utama

mengenai fiksasi internal. Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip ini

mengoptimalkan hasil pengobatan fraktur. Keempat prinsip utama tersebut

adalah sebagai berikut: 1. Penguraian anatomis fragmen fraktur, terutama pada

fraktur sendi; 2. Fiksasi internal stabil dirancang untuk memenuhi persyaratan

biomekanik lokal; 3. Menjaga suplai darah ke fragmen tulang dan jaringan

lunak dengan teknik bedah atraumatik; 4. Mobilisasi otot-otot dan persendian

bebas dari nyeri yang berdekatan dengan fraktur.


STUDI KASUS

Lokasi dan waktu

Kegiatan operasi fraktur symphysis mandibula pada kucing dilakukan

pada tanggal 28 November 2018 di Rumah Sakit Hewan Provinsi Sumatera

Barat.

Pemeriksaan awal

a. Sinyalemen

 Nama hewan : Gepuk

 Jenis hewan : Kucing

 Ras : Domestik

 Warna bulu : Tiger tabby (orange)

 Umur : 3 bulan

 Berat badan : 1,1 kg

 Jenis kelamin : Jantan

 Nama pemilik : Ani Hamzani

 Alamat : Sawahan

b. Anamnesa

Klien mengatakan bahwa hewan mengalami trauma pada pukul

05.30 WIB di dekat rumah klien. Trauma kemungkinan disebabkan oleh

tertabrak mobil atau motor.


c. Pemeriksaan Fisik

Keterangan: keadaan hewan ketika pertama kali dilakukan pemeriksaan.

Turgor kulit masih normal, rahang bawah retak, dan kulit bagian

mandibula terlepas dari posisinya. Suhu badan tidak sempat diperiksa.

Alat dan bahan yang digunakan

Alat yang digunakan adalah skalpel, pinset anatomis, pinset cirurgis,

needle holder, jarum, tampon, towel clamp, gunting, wire dan bone wire.

Bahan yang digunakan adalah Ketamin 10% 0.15 ml, Xylazin 2% 0.15 ml,

alkohol 70%, iodine tincture 3%, H₂O₂. Antibiotik Penstrep, Dimedryl, Biodin,

Hematodin.

Pelaksanaan operasi

1. Pre operasi
Perhitungan dosis sebagai berikut berat badan kucing 1,1 kg

a. Anastesi Konsentrasi Xylazine 2% dengan dosis 2 mg/ml (IM

sebanyak 0,11 ml)

b. Konsentrasi Ketamine 10% dengan dosis 10 mg/ml (IM sebanyak

0,11 ml)

Persiapan alat-alat operasi yaitu peralatan operasi dicuci dengan air sabun,

disikat dan dibilas.

2. Operasi

1. Kucing di baringkan di meja operasi

2. Kotoran di sekitar oral dibersihkan

3. Pemasangan bone wire dilakukan di bagian yang mengalami fraktur

a. Potong wire sesuai dengan ukuran yang diinginkan

b. Lingkarkan wire di sekitar tulang dengan kekencangan yang sama

di kedua sisi.
c. Putar kawat sampai setidaknya tiga puntiran kawat terlihat.

Pastikan untuk menarik kawat sambil memutar agar tidak berputar

pada kawat itu sendiri.

d. Potong kawat yang berlebih

e. Bentuk tonjolan dari akhir simpul wire dibengkokan untuk

mencegah terjadinya iritasi pada jaringan lunak


4. penyuntikan penstrep di tempat yang dipasang wire untuk mencegah

infeksi

5. Langkah terakhir kulit yang terlepas dari tempatnya di reposisi dengan

cara di jahit.

3. Post operasi

a. Pemberian antibiotik penstrep injeksi musculus sebanyak 0,2 ml

b. Pemberian vitamin Biodin, Hematodin dan Dimedryl masing-masing

sebanyak 0,1 ml injeksi musculus.

c. Pemberian obat peroral sebanyak 2 kali sehari yaitu Amoxicilin, CTM,

dan Neurodex selama 5 hari berturut- turut.

d. Pemberian pakan diganti dengan pakan lembek selama seminggu.

e. Lakukan kontrol hewan ke dokter hewan.


KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Diagnosis pada kasus fraktur dilakukan berdasarkan anamnesa, gejala

klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lanjutan dengan menggunakan Xray

posisi right lateral recumbency. Selanjutnya dari hasil diagnosis tersebut

dilakukan tindakan pembedahan pada tulang yang mengalami fraktur untuk

menyebuhkan pasien. Pada kasus ini penanganan yang dilakukan yaitu

pemasangan bone wire pada lokasi fraktur.

Saran

Pada kasus fraktur, tingkat kesulitan pembedahan cukup tinggi sehingga sebagai

dokter hewan keterampilan yang baik sangatlah diharapkan. Selain itu,

ketersediaan alat yang memadai sangat menentukan keberhasilan operasi.


DAFTAR PUSTAKA

Boston:Houghton Mif in. 2010. Housecat. American Heritage Dictionary of the


English Language (Education.Yahoo.com online ed.)
Brinker WO: Types of fractures and their repair. In Archibald J (ed): Canine
Surgery. 2nd ed. pp 957- 960. Santa Barbara. American Veterinary
Publications. 1974
Fossum T.W. et al. 2002. Small Animal Surgery. 2nd ed. China. Mosb
Kumar, Amresh. 1997. Veterinary Surgical Techniques. New Delhi: Vikas
Publishing House PVT LTD.
Linnaeus. Carolus (1766) [1758]. Systema naturae per regna tria naturae:
secundum classes. ordines. genera.species. cum characteribus. differentiis.
synonymis. locis (in Latin) 1 (12th ed.). Holmiae (Laurentii Salvii).
Ma’ruf, A. 2015. Operasi dan Reposisi Fraktur Os. Maxilaris dan Mandibula
pada Hewan (Bedah Fraktur).
Metelman LA, Schwarz PD, Hutchison JM, Alvis MR, James SP. A mechanical
evaluation of the resistance of various interfragmentary wire
configurations to torsion. Vet Surg. 1996;25:213–220.
Moelk, Mildred (April 1944). "Vocalizing in the House-cat; A Phonetic and
Functional Study". The AmericanJournal of Psychology57 (2): 184–205.
doi:10.2307/1416947. JSTOR 1416947.
Piras, A. 2009. Feline Orthopaedics: Cats Are Not Small Dogs. Proceedings of
the 34th World Small Animal Veterinary Congress. Brazil.
Piermattei DL, Flo GL, DeCamp CE. Handbook of Small Animal Orthopedics
and Fracture Repair. 4th ed. St Louis, Missouri: Saunders/Elsevier; 2006.
pp. 100–118.
Robert, G. 2006. Orthopedic Pinning and Wiring .University of Pennsylvania
School of Veterinary Medicine, All rights reserved.
Room S. Fritz Steinmann and the pin that bears his name. Plast Reconstr Surg.
1984;74:306–310
Syam, Y., Noersasongko, D.,Sunaryo, H., 2014. Fraktur Akibat Osteoporosis.
Jurnal e-clinic (eCl), Volume 2, Nomor 2

Anda mungkin juga menyukai