Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anjing adalah mamalia yang telah mengalami domestikasi dari serigala
sejak 15.000 tahun yang lalu (McGourty, 2002) atau mungkin sudah sejak 100.000
tahun yang lalu berdasarkan bukti genetik berupa penemuan fosil dan tes DNA.
Penelitian lain mengungkap sejarah domestikasi anjing yang belum begitu lama.
Anjing merupakan hewan sosial sama seperti halnya manusia. Kedekatan pola
perilaku anjing dengan manusia menjadikan anjing bisa dilatih, diajak bermain,
tinggal bersama manusia, dan diajak bersosialiasi dengan manusia dan anjing
yang lain. Anjing memiliki posisi unik dalam hubungan antarspesies. Kesetiaan
dan pengabdian yang ditunjukkan anjing sangat mirip dengan konsep manusia
tentang cinta dan persahabatan. Walaupun sudah merupakan naluri alami anjing
sebagai hewan kelompok, pemilik anjing sangat menghargai kesetiaan dan
pengabdian anjing dan menganggapnya sebagai anggota keluarga sendiri. Anjing
kesayangan bahkan sering sampai diberi nama keluarga yang sama seperti nama
pemiliknya. Sebaliknya, anjing menganggap manusia sebagai anggota
kelompoknya. Anjing hanya sedikit membedakan kedudukan sang pemilik dengan
rekan anjing yang masih satu kelompok, dan bahkan sering tidak membedakannya
sama sekali (Carles et al, 1997).
Hewan peliharaan adalah salah satu faktor yang mendukung kualitas
manusia. Berbagai penelitian psikologi dan kesehatan membenarkan bahwa
hewan peliharaan dapat menjadi alat terapi bagi seseorang yang menderita
berbagai macam penyakit tertentu. Program yang popular dikalangan para ahli
yakni AAA (Animal Assisted Activities) dan AAT (Animal Assisted Theraphy).
Dalam program ini, hewan peliharaan digunakan untuk membantu manusia yang
menghadapi masalah fisik dan psikis. Secara fisik hewan kesayangan dilihat dari
bentuk badan, bulu panjang yang menggemaskan, mereka memang secara
langsung memberikan hiburan tersendiri terutama bagi pemiliknya (Yusuf dan
Purba, 2008).

1
Bagi penyayang hewan, anjing sudah dianggap sebagai salah satu anggota
keluarga. Itulah sebabnya bila ada hewan kesayangan yang sakit apalagi mati,
terkadang kita pun turut merasakan sakit atau berduka. Padahal masih banyak
anjing yang indah dan lucu yang dapat dibeli. Inilah yang menyebabkan adanya
hubungan manusia dengan hewan (human animal bond) tidak ingin dipisahkan
(Dharmajono, 2002).
Banyak benda yang dapat menciderai dan bibit penyakit yang menginfeksi
hewan kesayangan yang ada disekitar kita, bahkan dapat membahayakan diri
pemeliharanya. Bila anjing tidak dipelihara dengan baik, maka sangat mustahil
hewan tersebut terhindar dari bahaya kecelakaan. Bahaya kecelakaan paling
sering terjadi karena banyaknya benda yang dapat membuat hewan cidera seperti
pisau, kompor, botol, kaleng bekas, kawat, kaca, mata kail dan masih banyak lagi
yang lainnya. Semua kemungkinan tersebut harus selalu diwaspadai (Dharmajono,
2003).

1.2 Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui cara penanganan luka
(vulnus) yang benar dan meningkatkan keterampilan calon dokter hewan dalam
melakukan penanganan luka serta perawatan luka yang benar.

1.3 Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk memberikan gambaran
mengenai luka (vulnus) dan cara menanganinya serta sebagai sumber informasi
bagi kalangan pecinta hewan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Luka atau Vulnus
Kulit merupakan organ terluas tubuh. Kulit juga mempunyai peranan yang
sangat penting yang dapat menjaga tubuh agar tetap sehat. Peranan kulit yang
terpenting antara lain yaitu sebagai pengatur suhu tubuh dan bertindak sebagai
pelindung. Kulit juga bertindak sebagai sistem alam tubuh ketika menerima
rangsang panas, dingin ataupun nyeri. Pada kondisi tubuh yang optimal, jaringan
kulit dapat memulihkan luka secara efisien dengan membentuk jaringan kembali
(Taylor, 1997).
Luka atau vulnus merupakan suatu gangguan dari kondisi normal yang
terjadi pada kulit (Taylor, 1997). Menurut Kozier 1995, luka adalah kerusakan
kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain.
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul diantaranya adalah hilangnya
seluruh atau sebagian fungsi organ, perdarahan, kontaminasi bakteri dan kematian
sel.
Luka terbagi menjadi dua yakni luka terbuka (vulnus appertum) adalah
sebuah jejas dimana terjadi skin breaks (kulit robek, tersayat, terpotong atau
tertusuk) sehingga bagian dibawahnya menjadi terlihat atau terekspose ke daerah
diluar tubuh dan luka tertutup (vulnus occlusum) adalah jejas yang terjadi
biasanya disebabkan oleh trauma dari benda tumpul akan tetapi tidak melampaui
tebalnya kulit (epidermis dan dermis). Macam luka terbuka adalah luka iris
(incisivum), tusuk (ictum), bakar (combustio), tembak (sclopetum), laserasi,
penetrasi, avulsi, open fracture dan luka gigit (vulnus mortum). Macam luka
tertutup : lecet (excoriasi/abrasio), memar (contusio), lepuh (bulla), hematoma,
dislokasi, close fracture, laserasi organ dalam (Wardhita dkk, 2009)
Penyembuhan luka pada tahap yang pertama yakni tahap inflamasi terjadi
pada saat setelah terjadi luka sampai hari ke 5. Setelah terjadi kerusakan maka
akan terjadi peradangan yang diaktivasi oleh pletelet dan fibrin. Tepian luka akan
dihubungkan dengan sedikit bekuan darah dan fibrin berfungsi sebagai perekat.
Sedangkan neutrofil berfungsi untuk membersihkan bakteri, jaringan mati dan
benda asing. Pada proses ini juga akan dikeluarkan mediator peradangan yang

3
akan membawa makrofag kejaringan, hal ini hanya berlangsung dalam waktu 24-
48 jam (Price and Wilson, 1994). Suplai darah yang meningkat ke jaringan
berfungsi untuk membawa bahan-bahan dan nutrisi yang di perlukan pada proses
penyembuhan sehingga menyebabkan daerah luka tampak merah dan sedikit
membengkak (Kaplan dan Hentz, 1992).
Tahap yang kedua adalah tahap proliferasi, pada tahap ini dipacu oleh
makrofag dan melibatkan fibroblast yang membentuk matrix jaringan, sel
endotelial membentuk sel darah baru dan sel epitel yang membentuk epidermis
baru sehingga tampak kemerahan. Dengan berakhirnya proses proliferasi maka
dimulailah proses pematangan, sel muda menjadi matang, kapiler baru menutup,
kolagen yang berlebihan diserap kembali dan sisanya mengerut sesuai dengan
regangan yang ada. Kemudian terbentuk scab (keropeng) pada permukaan luka,
keropeng berfungsi untuk mencegah kontaminasi luka oleh mikrooganisme dan
dibawah keropeng biasanya terjadi regenerasi epitel (Price and Wilson, 1994).
Tahap ketiga adalah tahap remodeling, terjadi ketika tahap proliferasi
sudah lengkap. Disini terjadi proses pengembalian bentuk kulit seperti bentuk asal
dimana terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan
yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi, dan akhirnya perupaan
kembali jaringan yang baru terbentuk. Pada akhir fase ini, perupaan luka kulit
mampu menahan regangan kira – kira 80% kemampuan kulit normal (Price and
Wilson, 1994).

2.1 Etiologi
Menurut Taylor 1997, luka dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti :
1. Luka insisi (Incised Wound), terjadi karena teriris oleh instrumen yang
tajam. Misal luka yang terjadi akibat pembedahan.
2. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu
tekanan dan dikarakteristikkan oleh cidera pada jaringan lunak, perdarahan
dan bengkak.
3. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan
benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.

4
4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti
peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
5. Luka tembak (Scleopetum Wound), yaitu luka karena peluru yang
menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk
diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya terdapat luka.
6. Luka tembus/penetrasi (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus
organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil
tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.
7. Luka Bakar (Combustio), yaitu luka akibat terkena suhu panas seperti api,
matahari, listrik, maupun bahan kimia.

2.3 Tanda Klinis


Tanda klinis yang muncul tergantung dengan tingkat keparahan dari luka
itu sendiri. Pada luka karena tertusuk benda runcing maka gejala yang muncul
adalah luka ukurannya kecil, bulat, berlubang, berwarna merah, bengkak serta
nyeri bila dipegang (Dharmajono, 2002).
Luka karena benda tajam, untuk luka teriris panjang lukanya lebih panjang
dari dalamnya luka. Sedangkan untuk luka tertusuk dalamnya luka lebih besar
daripada lebar luka. Luka karena benturan, gejalanya adalah akan tampak bagian
kulit yang memar, nyeri, dan tidak terjadi perdarahan (darah terhenti). Hewan
terlihat kesakitan dan terjadi perdarahan. Luka karena tertembak, pada luka
biasanya akan tampak bekas lubang peluru, syok, nyeri, dan perdarahan (Taylor,
1997)
Bila luka tergolong luka ringan maka akan tampak berdarah atau tidak,
yang hanya mengenai jaringan luar saja, tidak sampai pada jaringan otot atau kulit.
Luka akibat gigitan ular maka akan tampak bengkak secara mendadak yang sangat
sakit, merah, ada luka kecil di beberapa lokasi tergantung gigitan ular, denyut nadi
menjadi sangat lemah dan dapat menimbulkan syock. Tanda-tanda dari gigitan
ular yang lain adalah menggigil, excitement, muntah, pingsan, mengeluarkan air
liur yang berlebihan, pupil yang membengkak (Dharmajono, 2002).

5
2.4 Diagnosis
Untuk mendiagnosa luka, dengan melakukan pemeriksaan fisik, gejala dan
tanda klinis dari luka tersebut. Kemudian ditentukan jenis trauma, tajam atau
tumpul, dan berat ringannya luka.

2.5 Prognosis
Berdasarkan diagnosis, prognosis luka adalah fausta.

2.6 Treatment
Pada luka dangkal tidak memerlukan penjahitan, tetapi pada luka yang
menganga, usahakan merapatkannya agar kedua belahan luka menyatu, sehingga
memudahkan penyembuhan. Luka yang masih basah dan tampak cairan kuning,
kemungkinan luka terinfeksi. Kalau sudah seperti ini, tidak cukup membubuhinya
dengan antiseptis, perlu ditambahkan salep atau antibiotika. Jika tidak dilakukan,
luka akan berubah menjadi borok, ini akan menambah lama penyembuhan, dan
menyisakan bekas atau jaringan parut pada kulit (Karakata dan Bachsinar, 1992).

6
BAB III
MATERI DAN METODA

3.1 Materi
Materi yang digunakan dalam kasus ini adalah anjing lokal dengan berat
badan 3,2 kg dan umur 5 bulan. Anjing tersebut memiliki tanda klinis antara lain
ada luka pada kaki bagian belakang akibat teriris benda tajam dan luka ini telah
terbuka selama 5 hari. Luka tersebut tampak berwarna agak pucat dan sedikit
berair, jaringan disekitar luka sudah mengalami kerusakan.
3.1.1 Bahan
Obat-obatan yang digunakan adalah atropin sulfat (premedikasi), xylazine
dan ketamine (anestesi), rivanol® (ethacridine lactate 0,1 %) sebagai pembersih
luka, betadine® (pascaoperasi), ampicillin injeksi, dan hypafix® sebagai penutup
luka.
3.1.2 Alat
Alat yang digunakan adalah stetoskop, termometer, gunting, pinset, scalpel,
needle holder, syringe 1 ml, tampon, kapas, plester, needle, cat gut chromic 2/0
dan silk 2/0.

3.2 Metoda
Metoda penanganan pada kasus vulnus incisivum adalah dengan tindakan
operasi. Adapun penjelasan secara rinci adalah sebagai berikut :

3.2.1 Preoperasi
Anjing penderita vulnus incisivum yang akan dioperasi diperiksa terlebih
dahulu, meliputi pemeriksaan fisik secara seksama. Setelah pemeriksaan fisik
kemudian anjing penderita diberi premedikasi dengan menggunakan atropin
sulfate sebanyak 0,4 ml (dosis terlampir). Setelah 10 menit kemudian diberi
anestesi dengan menggunakan kombinasi xylazine dan ketamine masing-masing
adalah 0,3 ml xylazine dan 0,3 ml ketamine (dosis terlampir). Hewan kasus yang
telah teranestesi diletakkan di meja operasi dengan posisi lateral recumbency.

7
Rambut disekitar luka dibersihkan dengan menggunakan gunting atau mata
scalpel yang steril untuk mencegah adanya infeksi saat penanganan kasus.

3.2.2 Tindakan Operasi


Hewan yang sudah teranastesi diletakkan di meja operasi dengan posisi
lateral recumbency, kemudian bagian luka dibersihkan dengan rivanol®. Setelah
luka bersih dilanjutkan dengan debridement atau menginsisi kulit untuk membuat
luka baru sampai jaringan berdarah yang berfungsi untuk membuang jaringan
yang busuk atau nekrosis, dan meratakan tepian luka, hal ini bertujuan agar luka
yang akan dijahit dapat menyatu kembali. Selanjutnya disemprotkan sedikit
ampicillin dan bagian daging di jahit dengan pola simple terputus menggunakan
benang absorbable catgut. Selanjutnya subkutan dijahit dengan pola simple
menerus menggunakan benang absorbable catgut dan bagian kulit dijahit dengan
pola simple terputus dengan menggunakan benang non absorbable (silk). Setelah
penjahitan selesai sepanjang jahitan dibubuhi betadine® dan ditutup dengan
hypafix®.

3.2.3 Pascaoperasi
Setelah operasi Anjing diberi antibiotik ampicillin injeksi sebanyak 0,6 ml.
Selanjutnya dilanjutkan dengan pemberian antibiotik peroral yakni amoxicillin
diberikan tiga kali sehari selama 5 hari (dosis terapi). Selama perawatan, luka
jahitan ditutup dengan perban selama 4 hari dan diberi salep benoson n cream®
(betametason 0,1% + neomisin sulfat 0,5%) dua kali sehari selama 9 hari.

8
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Kondisi Luka Keterangan
Hari ke 1 - 3 Luka masih tampak basah, sedikit kemerahan pada tepian
luka, makan dan minum dalam jumlah sedikit.
Hari ke 4 - 5 Penghentian penggunaan perban. Tepi luka sedikit
membengkak dan tampak kemerahan
Hari ke 6 - 7 Luka sudah mulai mengering tetapi masih belum sempurna
dan ada keropeng pada bagian luka.
Hari ke 8 Jahitan dibuka dan keropeng yang terbentuk terlepas.
Hari ke 9 - 10 Luka sudah mengering.

4.2 Pembahasan
Bedah kasus vulnus incisivum milik saudara Pewe dilakukan pada tanggal
30 April 2013. Hasil operasi pada tindakan penjahitan luka yang dilakukan pada
Anjing lokal berumur 5 bulan adalah fausta. Pada hari pertama sampai ketiga
belum tampak adanya perubahan yang berarti, bekas luka masih basah, makan dan
minum dalam jumlah sedikit. Pada hari kedua, anjing diberi biosolamin® 2 ml
untuk menjaga stamina anjing tersebut agar tetap bagus dan dikandangkan untuk
mengurangi aktivitas geraknya. Dengan setiap hari diberikan salep benoson n
cream® pada bagian luka, sehingga daerah luka mulai berangsur mengering
dibandingkan dengan hari pertama.
Pada hari keempat, bagian tepi luka tampak kemerahan dan agak sedikit
basah dan penutupan menggunaakan perban dihentikan. Kemudian pada hari
selanjutnya bagian tepi luka terlihat adanya pembengkakan. Namun memasuki
hari keenam daerah luka sudah tampak ada peningkatan dengan mulai terlihat
mengering dan muncul keropeng pada bagian tepi luka. Pada hari ketujuh,
keropeng mulai meluas ke permukaan luka. Keropeng disini dapat berfungsi
sebagai pelindung luka dari kontaminasi mikroorganisme dari luar tubuh.
Pada hari kedelapan bagian luka sudah terlihat mengering, maka jahitan
dibuka karena benang silk bersifat tidak diserap tubuh. Akan tetapi setelah jahitan

9
dibuka, anjing tampak menggigit bagian keropeng sehingga keropeng terlepas.
Namun dapat diatasi dengan langsung diberikan salep benoson n cream® guna
menghindari luka dari kontaminasi oleh mikroorganisme dari luar tubuh.
Memasuki hari kesembilan, luka sudah tampak mengering dan di hari ke sepuluh,
luka sudah mengering sehingga anjing dikeluarkan dari kandang.
Pemberian salep benoson n cream® dua kali sehari selama 9 hari
ditujukan untuk membantu proses percepatan kesembuhan karena terdapat
antiradang dan antibiotik dan setiap hari juga mengganti perban, namun perban
hanya sampai hari ke 4 setelah itu luka dibiarkan terbuka agar luka cepat
mengering. Setelah adanya beberapa tindakan seperti pemberian obat dan salep,
kondisi hewan sudah mulai membaik sehingga hari ke 10 luka sudah menutup.
Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan
memulihkan kondisi menjadi lebih baik. Proses penyembuhan terjadi secara
normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu
untuk mendukung proses penyembuhan, seperti melindungi area yang luka
bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan membantu untuk meningkatkan
penyembuhan jaringan (Kaplan dan Hentz, 1992).
Faktor dari hewan penderita itu sendiri juga dapat mempengaruhi
kesembuhan luka. Dari segi umur, hewan muda lebih cepat sembuh bila
dibandingkan dengan hewan tua karena hewan yang sudah tua kondisi tubuh
sudah menurun. Anjing lokal yang digunakan sebagai hewan kasus berumur 5
bulan, hal ini menunjukkan hewan masih muda sehingga proses kesembuhan luka
lebih cepat. Selain usia, nutrisi juga mempengaruhi proses kesembuhan luka,
hewan yang nutrisinya tercukupi maka proses kesembuhan luka lebih cepat
dibandingkan dengan hewan yang nutrisinya kurang (Fossum, 1997).
Kesembuhan luka bisa berbeda-beda tergantung dari keadaan luka yang
terbentuk serta cepat tidaknya penanganan yang dilakukan setelah terjadi luka.
Jika pada luka terjadi infeksi kuman, maka akan menghambat terapi yang
dilakukan. Tetapi jika luka yang terjadi berukuran kecil dan tidak ada infeksi dari
kuman, maka akan lebih mudah proses penyembuhannya (Aliambar, 2002).

10
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas, dapat disimpulkan sebagai
berikut
1. Vulnus incisivum di regio femoralis sinistra pada anjing lokal ditangani
dengan operasi.
2. Hasil operasi menyatakan bahwa anjing tersebut sembuh dengan baik pada
hari ke 10.

5.2 Saran
Vulnus incisivum yang terjadi pada hewan kesayangan harus segera
ditangani secepat mungkin agar dapat terhindar dari komplikasi dengan
penyakit lain seperti myasis, abses atau penyakit karena infeksi lainnya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Aliambar. 2002. Rekam Medik Kasus IPB. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut
Pertanian Bogor.
Carles V, Savolainen P, Maldonado JE, Amorim IR, Rice JE, Honeycutt RL,
Crandall KA, Lundeberg J. 1997. Multiple and ancient origins of the domestic dog
(pdf). Science 276: 1687–1689.
Dharmajono. 2002. P3K Anjing Kucing. Penebar Swadaya: Depok
Dharmajono. 2003. Anjing, Permasalahan dan Pemecahannya. Penebar Swadaya:
Depok.
Fossum TW. 1997. Small Animal Surgery. Van Hoffan Press: United States of
America.
Kaplan N.E dan Hentz V.R. 1992. Emergency Management of Skin and Soft
Tissue Wounds. An Illustrated Guide: Boston, USA.
Karakata dan Bachsinar. 1992. Bedah minor. Hipokrates: Jakarta
McGourty C. 2002. Origin of dogs traced. BBC News.
Price and Wilson. 1994. Fatofisiologi Konsep-konsep Klinis Kejadian Penyakit.
Edisi 4. EGC Penerbit Buku kedokteran.
Taylor C. 1997. Fundamental Of Nursing. Lippincott Raven: Washington.
Wardhita J, Pemayun P, Gorda, Wirata. 2009. Ilmu Bedah Umum Veteriner II.
Fakultas Kedokteran Hewan: Denpasar
Yusuf S. dan Purba F.Y. 2008. Semua Tentang Anjing. Media Pressindo:
Yogyakarta.

12
LAMPIRAN

13
Lampiran 1. Penghitungan Dosis Premedikasi, Anestesi dan Antibiotik
0. Atropin Sulfat

Sediaan : 0,25 mg/ml


Dosis anjuran : 0,02- 0,04 mg/kg BB
Berat badan : 3,2 kg
Jumlah yang diberikan : Dosis anjuran x BB
Sediaan
: (0,02-0,04 mg/kg bb) x 3,2 kg
0,25 mg/ml
: 0,27 ml – 0,51 ml
: 0,4 ml
0. Xylazine

Sediaan : 20 mg/ml
Dosis anjuran : 1-3 mg/kg BB
Berat badan : 3,2 kg
Jumlah yang diberikan : Dosis anjuran x BB
Sediaan
: (1-3 mg/kg) x 3,2 kg
20 mg/ml
: 0,16 ml – 0,48 ml
: 0,3 ml
0. Ketamine

Sediaan : 100 mg/ml


Dosis anjuran : 10-15 mg/kg BB
Berat badan : 3,2 kg
Jumlah yang diberikan : Dosis anjuran x BB
Sediaan
: (10-15 mg/kg) x 3,2 kg
100 mg/ml
: 0,3 ml – 0,48 ml
: 0,3 ml

14
Antibiotic Ampicillin
Sediaan : 100 mg/ml
Dosis anjuran : 10-20 mg/kg BB
Berat badan : 3,2 kg
Jumlah yang diberikan : Dosis anjuran x BB
Sediaan
: (10-20 mg/kg) x 3,2 kg
100 mg/ml
: 0,32 ml – 0,64 ml
: 0,6 ml

15
Lampiran 2. Penghitungan Dosis Resep.

Amoxicillin
Sediaan : 125 mg/5ml 25 mg/ml
Dosis anjuran : 40-80 mg/kg BB
Berat badan : 3,2 kg
Jumlah yang diberikan : Dosis anjuran x BB
Sediaan
: (40-80 mg/kg) x 3,2 kg
25 mg/ml
: 5,12 ml – 10,24 ml
: 7,5 ml
R/ Amoxicillin syr btl I
S. 3 dd cth 1/2
#

16

Anda mungkin juga menyukai