Anda di halaman 1dari 23

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan
Pengetahuan adalah kesan dalam pemikiran manusia sebagai hasil

penggunaan panca indranya yang berbeda sekali dengan kepercayaan, takhayul,

dan penerangan-penerangan yang keliru (Ahmadi, 2001).

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, penginderaan terjadi

melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa dan raba sebagian pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Tingkat pengetahuan berpengaruh terhadap pengetahuan dan pengalaman

seseorang, semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang semakin tinggi tingkat

intelektualnya (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Notoatmodjo (2003), bahwa sumber ilmu pengetahuan tertentu

yang dimiliki dan dikuasai oleh seseorang diperoleh melalui pengalaman, baik

secara individual maupun dalam masyarakat. Pengetahuan masyarakat terhadap

program KB sudah semakin tinggi. Hal ini ditandai dengan peningkatan peserta

KB baru sebanyak 374.043 peserta KB. Ini menandakan bahwa keingintahuan

masyarakat terhadap pentingnya program KB sudah semakin tinggi, dimana

masyarakat tidak lagi pasif menunggu untuk mendapatkan informasi dan

pelayanan KB, tetapi aktif mendatangi tempat pelayanan KB seperti Klinik KB


6

Pemerintah, Klinik KB Swasta, Dokter Praktek Swasta, dan Bidan Praktek Swasta

(BKKBN, 2013).

Menurut BKKBN (2013) pengetahuan mengenai cara memilih alat

kontrasepsi yang tepat merupakan hal penting dalam upaya perlindungan terhadap

kesehatan reproduksi perempuan. Minimnya pengetahuan tersebut akan

berdampak terhadap peningkatan angka kematian ibu hamil dan bersalin, angka

kehamilan yang tidak diinginkan, dan angka kejadian penyakit menular seksual,

serta angka kejadian gangguan kesehatan akibat efek samping kontrasepsi. Hasil

penelitian Soedharto, (2000), yang meneliti keikutsertaan pasangan usia subur di

Kelurahan Asanon dalam menggunakan alat kontrasepsi menunjukkan bahwa

rendahnya penggunaan alat kontrasepsi berkaitan dengan rendahnya pengetahuan

pasangan usia subur tentang alat kontrasepsi. Pengetahuan (kognitif) merupakan

domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt

behavior). Semakin baik tingkat pengetahuan seseorang, maka semakin mudah

untuk menerima ide dan teknologi baru (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

tindakan seseorang. Dengan kata lain pengetahuan mempunyai pengaruh sebagai

motivasi awal bagi seseorang dalam berperilaku. Namun perlu diperhatikan

bahwa perubahan pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku,

walaupun hubungan positif antara variabel pengetahuan dan variabel perilaku

telah banyak diperlihatkan. Untuk mengukur tingkat pengetahuan terdiri dari

enam peringkat:
7

1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya atau rangsangan yang telah diterima (Notoatmodjo, 2007). Dalam

tingkatan ini, tekanan utama pada pengenalan kembali fakta, prinsip, aturan, atau

strategi penyelesaian masalah. Beberapa kata kerja yang dipakai untuk mengukur

kemampuan tingkat tahu (know) antara lain: atur; kutip; urutkan; tetapkan; daftar;

ingat-ingat; gambarkan; cocokkan; kenali; perkenalkan; sebutkan; hubungkan;

beri nama; garis bawahi; nyatakan; ulangi; reproduksi; tabulasi; pilih (Shirran,

2008).

2) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut

secara benar (Notoatmodjo,2007). Dalam tingakatan pengetahuan ini, seseorang

telah dapat menafsirkan fakta, menyatakan kembali apa yang ia lihat,

menerjemahkan menjadi satu konteks baru, menarik kesimpulan dan melihat

konsekuensi. Beberapa kata kerja yang dipakai untuk mengukur tingkat

pemahaman seseorang antara lain: perbaiki; pertahankan; uraikan; klasifikasi; cari

ciri khasnya; jelaskan; pertajam; bedakan; perluas; ubah; berikan; generalisir;

diskusikan; simpulkan; ringkas; laporkan; prediksikan; perkirakan; identifikasi;

nyatakan kembali (Shirran, 2008).


8

3) Aplikasi (aplication)

Aplikasi penggunaan hukum-hukum atau rumus, metode, prinsip dan lain

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain (Notoatmodjo, 2007). Beberapa

kata kerja yang digunakan untuk mengukur tingkat aplikasi seseorang adalah:

terapkan; demonstrasikan; siapkan; perhitungkan; buat eksperimen; temukan;

pilih; buat; kaitkan; klasifikasikan; upayakan; selesaikan; kembangkan; ambil

contoh; pindahkan; gambarkan; atur; pakai; tunjukkan; manfaatkan; hasilkan;

tafsirkan (Shirran, 2008).

4) Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke

dalam komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi dan masih ada

kaitannya satu sama lain. Seseorang mampu mengenali kesalahan-kesalahan logis,

menunjukkan kontradiksi atau membedakan di antara fakta, pendapat, hipotesis,

asumsi dan simpulan serta mampu menggambarkan hubungan antar ide

(Notoatmodjo, 2007). Beberapa kata kerja yang digunakan dalam pengukuran

tingkat analisis antara lain: analisis; garis bawahi; bedakan; tunjukkan; rincikan;

asosiasikan; gambarkan; bedakan; pisahkan; buat diagram; simpulkan; tegaskan;

bedakan; hubungkan; kurangi dan bandingkan (Shirran, 2008).

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dan

koheren. Manusia mampu menyusun formulasi baru (Notoatmodjo, 2007).


9

Beberapa kata kerja yang digunakan dalam mengukur tingkat sintesis adalah:

kategorikan; susun; bangun; sintesiskan; desain; integrasikan; temukan;

hipotesiskan; prediksikan; hadapkan; integrasikan; susun; kumpulkan;

kombinasikan; ciptakan; rencanakan; perluas; formulasikan; hasilkan;

rencanakan;teorisasikan (Shirran, 2008).

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap

suatu materi atau objek dan didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri

atau dengan ketentuan yang sudah ada sehingga, mampu menyatakan alasan untuk

pertimbangan tersebut (Notoatmodjo, 2007). Beberapa kata kerja yang dapat

digunakan untuk mengukur kemampuan tingkat evaluasi seseorang adalah: taksir;

pertahankan; dukung; pertimbangkan; kritik; kurangi; kontraskan; beri komentar;

beri alasan; bandingkan; evaluasi; verifikasi; nilai; putuskan dan validasikan

(Shirran, 2008).

2.2 Pendidikan

Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara pendidik dengan

peserta didik, untuk mencapai tujuan pendidikan, yang berlangsung dalam

lingkungan tertentu. Interaksi ini disebut interaksi pendidikan, yaitu saling

pengaruh antara pendidik dengan peserta didik. Pendidikan terkait dengan

nilainilai, mendidik berarti memberikan, menanamkan, menumbuhkan, nilai-nilai

pada peserta didik (Sukmadinata, 2005).


10

Menurut Bastable (2002) proses pendidikan adalah rangkaian tindakan

yang sistematis, berurutan, dan terencana, terdiri dari dua operasi utama yang

interpenden. Menurut Depdiknas (2003), jalur pendidikan terdiri dari:

1. Pendidikan dasar adalah pendidikan umum yang lainnya sembilan tahun,

diselenggarakan selama 6 tahun di Sekolah Dasar (SD) dan 3 tahun di Sekolah

Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Pendidikan dasar bertujuan untuk

memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk

mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota umat manusia serta

mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah.

2. Pendidikan menengah adalah pendidikan yang diselenggarakan bagi lulusan

pendidikan dasar. Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan

dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi

anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal

balik dengan lingkungan social budaya dan alam sekitar serta dapat

mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia.

3. Pendidikan tinggi adalah pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi

daripada pendidikan menengah dijalur pendidikan sekolah. Pendidikan tinggi

merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk

menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki

kemampuan akademik dan profesional yang menerapkan, mengembangkan,

atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian.

Dari hasil penelitian Bappenas (2002), menunjukkan bahwa tingkat

pendidikan mempunyai hubungan positif dengan pemakaian alat kontrasepsi.

Persentase pasangan usia subur yang menggunakan alat kontrasepsi berpendidikan


11

tinggi (82,43%), lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang berpendidikan

menengah (62,71%) dan dasar (42,41%).

Menurut Notoatmodjo (2003) pendidikan salah satu faktor yang

mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih mudah menerima ide-ide baru.

Wulansari dan Hartanto (2002), juga menyatakan bahwa tingkat pendidikan ibu

tidak saja mempengaruhi kerelaan menggunakan keluarga berencana, tetapi juga

pemilihan suatu metode kontrasepsi. Tingkat pendidikan mempunyai hubungan

yang erat dengan faktor sosial, ekonomi, perilaku demografi seperti pendapat,

gaya hidup dan status kesehatan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang

mempengaruhi tingginya tingkat intelegensinya.

2.3 Pengertian Kontrasepsi

Menurut Winkjosastro,H (2008) kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah

terjadinya kehamilan. Upaya itu dapat bersifat sementara, dapat pula bersifat

permanen. Penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu variabel yang

mempengaruhi fertilitas. Daya guna kontrasepsi terdiri atas daya guna teoritis atau

fisiologik (theoretical effectiveness), daya guna pemakaian (use effectiveness), dan

daya guna demografik (demographic effectiveness). Daya guna teoritis merupakan

kemampuan suatu cara kontrasepsi bila dipakai secara tepat, sesuai dengan

instruksi dan tanpa kelalaian. Daya guna pemakaian adalah perlindungan terhadap

konsepsi yang ternyata pada kenyataan sehari-hari dipengaruhi oleh factor

ketidakhati-hatian, tidak taat azas, motivasi, keadaan sosial ekonomi, budaya,

pendidikan, dan lain-lain. Daya guna demografik menunjukkan berapa banyak

kontrasepsi diperlukan untuk mencegah suatu kelahiran (Winkjosastro,H.2008).


12

2.4 Metode Kontrasepsi

2.4.1 Metode Amenorea Laktasi

Metode Amenorea Laktasi (MAL) adalah kontrasepsi yang mengandalkan

pemberian air susu ibu (ASI). MAL efektif sebagai kontrasepsi apabila ibu

menyusui secara penuh, belum haid, umur bayi kurang dari enam bulan,dan lebih

efektif bila pemberian ASI lebih dari 8 kali sehari. Setelah enam bulan,

kontrasepsi ini bekerja dengan cara penundaan atau penekanan ovulasi.

Keuntungan kontrasepsi ini adalah efektivitas tinggi (keberhasilan 98%)

pada enam bulan pertama pasca persalinan, segera efektif, tidak mengganggu

senggama, tidak ada efek samping secara sistemik, tidak perlu pengawasan medis,

tidak perlu obat atau alat, dan tanpa biaya (BKKBN dan Kemenkes R.I., 2012).

2.4.2 Keluarga Berencana Alamiah

a. Metode Lendir Serviks/Metode Ovulasi Billings (MOB)

Dasar metode billing adalah pengenalan ovulasi dengan memperhatikan

perubahan pada jumlah dan konsistensi mukus servikscsebagai reaksi terhadap

perubahan kadar hormon-hormon ovarium yangcada di dalam darah. Wanita yang

ingin menghindari kehamilan haruscmenghindari hubungan seksual sejak saat dia

menyadari akan terjadinya ovulasi sampai tiga hari setelah ovulasi. Mukus atau

lendir serviks sangat penting artinya dalam membantu sperma untuk bergerak

naik lewat serviks dan uterus. Pada saat ovulasi, mukus serviks dipersiapkan oleh

kadar estrogen yang tinggi sehingga pada saat ini mukus menjadi encer, jernih,

mudah mulur, dan dapat ditembus sperma (Farrer, 2003).


13

b. Sistem Kalender

Menurut Farrer (2003) sistem ini berdasarkan perhitungan hari yang

sederhana sejak periode haid terakhir, metode ini sangat tergantung pada

keteraturan siklus haid dan fase luteal yang konstan.Cara ini tidak cocok bagi

wanita yang siklus haidnya tidak teratur dan yang mendekati menopause. Metode

ini juga tidak dapat dilaksanakan pada waktu laktasi, kecuali pada periode

abstinensia yang lama. Angka kegagalan pada metode ini cukup tinggi dan sudah

tidak dipakai lagi tidak diajarkan lagi oleh petugas kesehatan.

c. Metode Temperatur

Metode ini dilaksanakan berdasarkan pengetahuan bahwa progesteron

mempunyai efek termogenik (efek menaikkan suhu tubuh). Wanita yang ingin

menggunakan metode ini harus mencatat suhu basalnya setiap pagi dan pada saat

ovulasi, progesteron yang dihasilkan oleh korpus luteum akan menyebabkan

kenaikan suhu tubuh sebesar kurang lebih 0,5°C. Kenaikan ini akan bertahan

sampai korpus luteum mengalami degenerasi, yaitu beberapa hari sebelum

dimulainya masa haid. Dengan metode ini, wanita tersebut tidak dapat

meramalkan kapan ovulasi akan terjadi dan baru mengetahuinya setelah ovulasi

terjadi. Karena itu penerapan metode ini secara ketat akan meliputi abstinensia

(puasa senggama) sejak mulai menstruasi sampai tiga hari penuh setelah suhu

tubuh naik. Keraguan dapat timbul akibat variasi temperatur oleh sebab-sebab

lain, seperti infeksi (Farrer, 2003).


14

d. Metode Simtotermal

Pada metode ini harus mendapat instruksi untuk metode lender serviks dan

suhu basal, ibu dapat menentukan masa subur dengan mengamati suhu tubuh dan

lendir serviks. Setelah darah haid berhenti, ibu dapat bersenggama pada malam

hari kering dengan berselang sehari selama masa tak subur. Masa subur mulai

ketika ada perasaan basah atau munculnya lendir, pada masa ini harus pantang

senggama sampai masa subur berakhir (Saifuddin, 2003).

e. Senggama Terputus

Menurut Sinclair (2001) Cara kerja metode ini dengan cara menarik keluar

penis yang sedang ereksi dari vagina sebelum ejakulasi untuk mencegah sperma

masuk ke dalam vagina. Butuh pengalaman tentang orgasme dan kontrol diri dari

pasangan masing-masing. Senggama terputus merupakan metode tertua di dunia,

karena telah tertulis pada kitab tua dan diajarkan kepada masyarakat. Di Perancis

abad ke-17, metode senggama terputus merupakan metode untuk menghindari

kehamilan. Kekurangan metode ini adalah mengganggu kepuasan kedua belah

pihak. Kegagalan hamil sekitar 33% sampai 35% karena semen keluar sebelum

mencapai puncak kenikmatan, terlambat mengeluarkan kemaluan, semen yang

tertumpah di luar sebagian dapat masuk ke genitalia, dan dapat menimbulkan

ketegangan jiwa kedua belah pihak (Manuaba, 2004).

2.4.3 Metode Barier

a. Diafragma

b. Kontrasepsi wanita yang mirip kondom


15

Bentuknya seperti topi yang menutupi mulut rahim, terbuat dari bahan

karet dan agak tebal. Kontrasepsi ini dimasukkan ke dalam vagina, semacam sekat

yang dapat mencegah masuknya sperma ke dalam rahim (Praputranto,2005).

Diafragma vagina yang berupa kubah karet sirkular dengan garis tengah bervariasi

yang diperkuat dengan cincin logam melingkar,dapat sangat efektif apabila

digunakan bersama dengan jeli atau krim spermisida (Cunningham, 2005).

c. Spermisida

Spermisida adalah zat kimia yang dapat melumpuhkan sampai mematikan

spermatozoa yang digunakan menjelang hubungan seks. Setelah pemasangan

sekitar 5 sampai 10 menit, hubungan seks dapat dilaksanakan agar spermisida

dapat berfugsi. Kekurangan spermisida adalah merepotkan menjelang hubungan

senggama, nilai kepuasan berkurang, dapat menimbulkan iritasi atau alergi,

kejadian hamil tinggi ekitar 35% karena pemasangan tidak sempurna atau terlalu

cepat melakukan hubungan senggama (Manuaba, 2004). Menurut Cunningham

(2005), kontrasepsi ini dipasarkan dalam bentuk krim, jeli, supositoria, tissue

(film) dan busa dalam wadah aerosol. Spermisida ini digunakan secara luas di

negeri ini, terutama oleh wanita yang tidak dapat menerima kontrasepsi oral atau

AKDR. Kontrasepsi ini bermanfaat terutama bagi wanita yang memerlukan

perlindungan temporer, sebagai contoh selama minggu pertama setelah memulai

kontrasepsi oral atau selagi menyusui.


16

2.4.4 Kontrasepsi Hormonal

Kontrasepsi ini menggunakan hormon, dari progesteron sampai kombinasi

estrogen dan rogesteron. Penggunaan kontrasepsi ini dilakukan dalam bentuk pil,

suntikan, atau susuk (Praputranto, 2005).

Menurut Ridarineni (2006) fungsi utama dari kontrasepsi ini adalah untuk

mencegah kehamilan (karena menghambat ovulasi), kontrasepsi ini juga biasa

digunakan untuk mengatasi ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesterone

di dalam tubuh. Harus diperhatikan beberapa faktor dalam pemakaian semua jenis

obat yang bersifat hormonal, yaitu:

a. Kontra indikasi mutlak (sama sekali tidak boleh diberikan): kehamilan,

gejala trhomboemboli, kelainan pembuluh darah otak, gangguan fungsi hati

atau tumor dalam rahim.

b. Kontra indikasi relatif (boleh diberikan dengan pengawasan intensif dari

dokter): penyakit kencing manis, hipertensi, perdarahan vagina berat, penyakit

ginjal dan jantung.

Menurut Manuaba (2004) sifat khas kontrasepsi hormonal adalah sebagai

berikut:

a. Komponen estrogen menyebabkan mudah tersinggung, tegang, retensi air

dan garam, berat badan bertambah, menimbulkan nyeri kepala, perdarahan

banyak saat menstruasi, meningkatkan pengeluaran leukorea, dan

menimbulkan perlunakan serviks.


17

b. Komponen progesteron menyebabkan payudara tegang, akne, kulit dan

rambut kering, menstruasi berkurang, kaki dan tangan sering kram, dan liang

senggama kering.

Macam-macam bentuk kontrasepsi hormonal :

a. Pil KB

Macam-macam bentuk pil KB adalah sebagai berikut:

1) Pil kombinasi: sejak semula telah terdapat kombinasi, komponen

progesteron atau estrogen.

2) Pil sekuensial: mengandung komponen yang disesuaikan dengan sistem

hormonal tubuh, dua belas pil pertama hanya mengandung estrogen, pil

ketiga belas dan seterusnya merupakan kombinasi.

3) Progesteron: hanya mengandung progesteron dipergunakan ibu post

partum.

4) KB darurat hormonal: digunakan segera setelah hubungan seks.

Sistem kemasan pil diatur dengan sistem 28 dan sistem 22/21, pada sistem

28 peserta KB pil terus minum pil tanpa pernah berhenti, sedangkan pada sistem

22/21 peserta KB pil berhenti minum pil selama 7 sampai 8 hari dengan mendapat

kesempatan menstruasi (Manuaba, 2004).

Cara mengkonsumsi pil KB:

1) Minumlah pil KB dengan teratur

2) Bila lupa, maka pil KB yang harus diminum menjadi dua

3) Bila perdarahan, tidak memerlukan perhatian karena belum beradaptasi


18

4) Gangguan ringan dalam bentuk mual, muntah, sebaiknya diatasi.

Bila komplikasi yang berat dalam bentuk perdarahan dan mual muntah

berlebihan penderita harus melakukan konsultasi atau dirujuk (Manuaba, 2004).

b. Suntik KB

Kontrasepsi suntikan mengandung hormon sintetik. Penyuntikan ini

dilakukan setiap 3 bulan sekali (depo provera), 10 minggu (norigest), dan setiap 1

bulan (cyclofem) (Praputranto, 2005).

Menurut Varney (2001), efek samping yang mempengaruhi ibu adalah

sebagai berikut:

1).Perubahan menstruasi, untuk beberapa bulan terjadi perdarahan dan bercak

yang ireguler dan tidak dapat diduga sampai terjadi amenorea pada sebagian besar

wanita.

2).Pemulihan fertilitas yang lambat setelah penghentian pemakaian 50% sampai

70% wanita menjadi hamil pada akhir tahun pertama pemakaian, namun dapat

terjadi penundaan 18-24 bulan.

Menurut Manuaba (2004) keuntungan suntik KB :

1) Pemberiannya sederhana

2) Tingkat efektifasnya tinggi

3) Hubungan seks dengan suntikan bebas

4) Pengawas medis yang ringan

5) Dapat dipakai atau diberikan pasca prsalinan, pasca keguguran, atau pasca

menstruasi
19

6) Tidak mengganggu pengeluaran laktasi dan tumbuh kembang bayi

7) Suntikan KB cyclofem diberikan setiap bulan dan peserta KB akan

mendapatkan menstruasi

c. Susuk KB/ Implan

Merupakan alat kontrasepsi bawah kulit, karena dipasang di bawah kulit

pada lengan kiri atas. Bentuknya semacam tabung-tabung kecil atau pembungkus

silastik (plastik berongga) dan ukurannya sebesar batang korek api. Susuk

dipasang seperti kipas dengan enam buah kapsul. Di dalamnya berisi zat aktif

berupa hormon atau levonorgestrel, susuk tersebut akan megeluarkan hormon

tersebut sedikit demi sedikit (Praputranto, 2005).

Menurut Manuaba (2004), setiap kapsul susuk mengandung 36 mgr

levonorgestrel yang akan dikeluarkan setiap harinya sebanyak 80 mcg. Konsep

mekanisme kerjanya sebagai progesteron yang dapat menghalangi pengeluaran

LH sehingga tidak terjadi ovulasi, mengentalkan lendir serviks dan menghalangi

migrasi spermatozoa, dan dapat menyebabkan situasi endometrium tidak siap

menjdi tempat nidasi. Keuntungan metode susuk KB adalah:

1) Dipasang selama lima tahun

2) Kontrol medis ringan

3) Dapat dilayani di daerah pedesaan

4) Penyulit medis tidak terlalu tinggi

5) Biaya ringan
20

Kerugian metode susuk KB adalah

1) Menimbulkan gangguan menstruasi, yaitu tidak mendapat menstruasi dan

terjadi perdarahan yang tidak teratur

2) Berat badan bertambah

3) Menimbulkan akne, ketegangan payudara

4) Liang senggama terasa kering

2.4.5 Metode Mekanik

a. Kondom

Dulu kondom terbuat dari kulit atau usus binatang. Setiap akan digunakan

direndam dulu, kemudian terbuat dari linen, kini kondom terbuat dari karet yang

tipis dan elastis, bentuknya seperti kantong. Fungsi kondom sebenarnya untuk

menampung sperma sehingga tidak masuk kedalam vagina. Perlindungan tersebut

efektif 90% (Praputranto, 2005).

Menurut Cunningham, dkk (2005) apabila digunakan dengan benar

kondom menghasilkan proteksi yang cukup besar tetapi tidak mutlak terhadap

beragam penyakit menular seksual, termasuk infeksi HIV, gonorea, sifilis, herpes,

klamidia, dan trikomoniasis. Kekurangan metode ini adalah mudah robek bila

tergores kuku atau benda tajam lainnya, membutuhkan waktu untuk pemasangan,

dan mengurangi sensasi seksual (Ridarineni, 2006).

b. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim

Alat ini berupa benda kecil terbuat dari plastik atau logam yang

dimasukkan ke dalam kavum endometrium, AKDR atau sering disebut IUD (Intra
21

Uterine Device), dimasukkan ke dalam rahim (sebagai prosedur steril) setelah

sebelumnya ditarik masuk ke dalam aplikator khusus. Setelah insersi, IUD

tersebut akan kembali kepada bentuk semula, yaitu bentuk pegas, sebagian besar

IUD memiliki seutas benang yang kecil. Benang ini menjulur ke dalam vagina

sehingga wanita yang mengenakannya dapat mengecek keberadaan alat tersebut.

Keberadaan benang tersebut di dalam vagina biasanya tidak mengganggu

senggama (Farrer, 2003).

Menurut Winkjosastro (2008), sampai sekarang belum ada orang yang

yakin bagaimana mekanisme kerja AKDR dalam mencegah kehamilan. Ada yang

berpendapat bahwa AKDR sebagai benda asing menimbulkan reaksi radang

setempat, dengan sebukan leukosit yang dapat melarutkan blastosis atau sperma.

Mekanisme kerja AKDR yang dililiti kawat tembaga mungkin berlainan.

Tembaga dalam konsentrasi kecil yang dikeluarkan ke dalam rongga uterus selain

menimbulkan reaksi radang seperti pada AKDR biasa, juga menghambat khasiat

anhidrase karbon dan fosfatase alkali. AKDR yang mengeluarkan hormon juga

menebalkan lendir serviks sehingga menghalangi pasasi sperma (Winkjosastro,

2008).

Keuntungan AKDR adalah:

1) Dapat diterima masyarakat dengan baik

2) Pemasangan tidak memerlukan medis teknis yang sulit

3) Kontrol medis yang ringan

4) Penyulit tidak terlalu berat

5) Pulihnya kesuburan setelah AKDR dicabut berlangsung baik


22

Kerugian AKDR adalah:

1) Masih terjadi kehamilan dengan AKDR di dalam

2) Terdapat perdarahan spotting dan menometroragia

3) Leukorea sehingga menguras protein tubuh dan liang senggama terasa lebih

basah

4) Dapat terjadi infeksi

5) Tingkat akhir infeksi menimbulkan kemandulan primer atau sekunder dan

kehamilan ektopik

6) Tali AKDR dapat menimbulkan perlukaan porsio (Manuaba, 2004).

Di Indonesia telah banyak dicoba AKDR generasi kedua seperti spiral

Margulis, lippes loop, AKDR M (Metal) dengan hasil yang baik. Kini telah

dikembangkan AKDR generasi ketiga yang mengandung Cu atau hormonal

diantaranya Seven Cupper, multiload, Cupper T380 A, Medosa, dan progestasert

(AKDR dengan progesterone). BKKBN menggunakan Cupper T380 A sebagai

standar yang dibuat oleh PT. Kimia Farma (Manuaba, 2004).

2.4.6 Kontrasepsi Mantap

a. Tubektomi

Tubektomi merupakan tindakan medis berupa penutupan tuba uterina

dengan maksud tertentu untuk tidak mendapatkan keturunan alam jangka panjang

sampai seumur hidup, kadang-kadang tindakan ini masih dapat dipulihkan seperti

semula (Winkjosastro dkk, 2008).


23

Dahulu tindakan ini disebut sterilisasi dan dilakukan atas indikasi medis,

seperti kelainan jiwa, kemungkinan kehamilan yang dapat membahayakan nyawa

ibu atau penyakit keturunan. Kini tubektomi dilakukan untuk membatasi jumlah

anak (Winkjosastro dkk, 2008).

Cara melakukan sterilisasi telah mengalami banyak perubahan. Pada abad

ke-19, sterilisasi dengan mengangkat uterus atau kedua ovarium. Pada tahun 50-

an dilakukan dengan memasukkan AgNO3 melalui kanalis servikalis ke dalam

tuba uterina.

Pada akhir abad ke- 19, dilakukan dengan mengikat tuba uterina namun

cara ini mengalami banyak kegagalan sehingga dilakukan pemotongan dan

pengikatan tuba uterina. Dulu, sterilisasi dibantu oleh anastesi umum dengan

membuat sayatan atau insisi yang lebar dan harus dirawat di rumah sakit. Kini

operasinya tanpa dibantu anastesi umum dengan hanya membuat insisi kecil dan

tidak perlu dirawat di rumah sakit (Winkjosastro dkk, 2008).

Tubektomi dapat dilakukan pasca keguguran, pasca persalinan, atau masa

interval haid. Pasca persalinan, tubektomi sebaiknya dilakukan dalam 24 jam

pertama atau selambat-lambatnya 48 jam pertama. Apabila lewat dari 48 jam

maka tubektomi akan dipersulit oleh edema tuba uterina, infeksi, dan kegagalan.

Edema tuba uterine akan berkurang setelah hari 7-10 pasca persalinan. Tubektomi

setelah hari itu lebih dipersulit oleh adanya penciutan alat-alat genital dan

mudahnya terjadi perdarahan (Winkjosastro dkk, 2008).

Ada 4 cara tindakan untuk mencapai tuba uterin yaitu laparotomi biasa,

laprotomi mini, kolpotomi posterior, dan laparoskopi. Ada 6 cara melakukan


24

tubektomi yaitu cara pomeroy, kroemer, irving, pemasangan cincin Falope, klip

filshie dan elektro-koagulasi disertai pemutusan tuba (Winkjosastro dkk, 2008).

b. Vasektomi

Vasektomi adalah prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas

reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa deferensia, sehingga alur

transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi (penyatuan dengan ovum)

tidak terjadi. Vasektomi merupakan upaya untuk menghentikan fertilitas dimana

fungsi reproduksi merupakan ancaman atau gangguan terhadap kesehatan pria

maupun pasangannya serta melemahkan ketahanan dan kualitas keluarga

(Saifuddin dkk, 2003).

Dan kemudian ujung yang terpotong diputar balik serta disegel dengan

diatermi. Prosedur vasektomi temporer kini juga sedang diteliti. Efek kontrasepsi

pada tindakan ini baru tercapai setelah semua sperma yang tertinggal di atas

bagian vasa deferensia yang dipotong itu sudah terdorong keluar dalam tubuh.

Ekskresi sperma keluar tubuh ini memerlukan 20-30 kali ejakulasi (Farrer, 2003).

2.4.7. Pemakaian Alat Kontrasepsi

Menurut Maryani (2002), banyak pasangan usia subur harus menentukan

pilihan kontrasepsi yang sulit. Tidak hanya karena terbatasnya jumlah metode

yang tersedia, tetapi juga karena metode-metode tersebut mungkin tidak dapat

diterima sehubungan dengan kebijakan nasional KB, kesehatan individual, dan

seksualitas wanita atau biaya untuk memperoleh kontrasepsi. Dalam memilih

suatu metode, pasangan usia subur harus menimbang berbagai faktor, termasuk
25

status kesehatan mereka, efek samping potensial suatu metode, konsekuensi

terhadap kehamilan yang tidak diinginkan, besarnya keluarga yang diinginkan,

kerjasama pasangan, dan norma budaya mengenai kemampuan mempunyai anak.

Setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Namun demikian,

meskipun telah mempertimbangkan untung rugi semua kontrasepsi yang tersedia,

tetap saja terdapat kesulitan untuk mengontrol fertilitas secara aman, efektif,

dengan metode yang dapat diterima, baik secara perseorangan maupun budaya

pada berbagai tingkat reproduksi. Tidaklah mengejutkan apabila banyak wanita

merasa bahwa penggunaan kontrasepsi terkadang problematis dan mungkin

terpaksa memilih metode yang tidak cocok dengan konsekuensi yang merugikan

atau tidak menggunakan metode KB sama sekali (Maryani, 2002).

2.5. Kerangka Pemikiran

2.5.1 Kerangka teori

Menurut L.Green dalam Notoatmodjo disebutkan perilaku seseorang atau

masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap,

kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang

bersangkutan. Ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas

kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat

terbentuknya perilaku seperti yang tertera pada Bagan.1 (Notoatmodjo,

2007).
26

Faktor Perdisposisi
(Predisposing factors) :
Pengetahuan dan Pendidikan

Faktor Pemungkin Perilaku Penggunaan


(Enabling factors ): Alat Kontrasepsi
Ketersediaan dan
Kenyamanan

Faktor Penguat
(Reinforcing factors)
Peraturan –Peraturan,
Pengawasan

Bagan 1. Modifikasi Teori Perilaku Lawrence Green (Notoatmodjo, 2007).

2.5.2 Kerangka konsep

Berdasarkan bagan 2 di bawah ini, variable independen pada penelitian ini adalah

pemgetahuan dan pendidikan. Variable dependen pada penelitian ini adalah

pemakaian alat kontrasepsi.

Variabel independen Variabel dependen

Pengetahuan
Pemakaian Alat
Kontrasepsi

Pendidikan

Bagan 2. Berbagai hubungan antar variabel.


27

Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka dapat diturunkan suatu hipotesis

bahwa :

1. Ada hubungan antara pengetahuan ibu terhadap pemakaian alat kontrasepsi

2. Ada hubungan antara pendidikan ibu terhadap pemakaian alat kontrasepsi

Anda mungkin juga menyukai