SKRIPSI
Untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi
syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana
N111 07 060
Dra. Ermina Pakki, M.Si., Apt. Dr. Hj. Asnah Marzuki, M.Si, Apt.
NIP.19610606 198803 2 002 NIP.19491018 198003 2 001
Oleh :
FITRAH ZULFIKAR MANSYUR
N111 07 060
Apabila di kemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya ini tidak benar,
maka skripsi dan gelar yang diperoleh, batal demi hukum.
Penyusun
hamba yang beriman selain ucapan puji syukur ke hadirat Allah SWT,
Tuhan Yang Maha Mengetahui, Pemilik segala ilmu, karena atas petunjuk-
rintangan dan hambatan yang dihadapi, namun dengan doa dan bantuan
dari berbagai pihak, skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu,
yang setinggi-tingginya kepada Ibu Dra. Ermina Pakki, M.Si, Apt. selaku
pembimbing utama, dan Ibu Dr. Hj. Asnah Marzuki, M.Si, Apt. selaku
penulis sampaikan kepada ; Prof. Dr. Elly Wahyudin, DEA, Apt. selaku
maupun materil yang tidak akan mampu penulis balas sampai akhir hayat,
Achmad Ariendi, Dewita Fatiah, Andi Irna Sari, Kasmawathy, Isma Aziza,
dan Kak. Sumiati, S.Si, Apt., Kak Andi Arjuna, S.Si, Apt., Kak Safarudin,
S.Si., Apt., Kak Firawati, S.Si., Apt., Kak Rahmawati GM, S.Si, Kak Andi
Dian Permana, S.Si., Apt., serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan
suka dan duka selama penulis menuntut ilmu serta dalam penyelesaian
skripsi ini.Terima kasih untuk segala sesuatu yang pernah kita lewati
sempurna karena kesempurnaan hanya milik-Nya. Maka dari itu saran dan
Makassar, 2011
Penulis
ABSTRAK
halaman
ABSTRAK ....................................................................................... ix
ABSTRACT ..................................................................................... x
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran
DAFTAR SKEMA
Lampiran halaman
TABEL halaman
GAMBAR halaman
PENDAHULUAN
Ikan bandeng (Chanos chanos Forskal) termasuk jenis ikan yang dapat
hidup di daerah air tawar, air payau, maupun air laut. Ikan bandeng dikenal
sebagai jenis ikan yang mempunyai banyak tulang. Namun, pada pengolahan
ikan bandeng sering kali hanya memanfaatkan daging ikan tanpa memanfaatkan
ikan tidak mudah diuraikan oleh decomposer. Pada konsentrasi dan kuantitas
gelatin alternatif. Gelatin diperoleh dari hasil hidrolisis parsial kolagen melalui
ekstraksi dalam air panas yang dikombinasikan dengan perlakuan asam atau
basa. Hasil ekstraksi maksimal gelatin dapat diperoleh dengan perlakuan asam
agent. Emulsi merupakan sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi
dalam cairan lain dalam bentuk tetesan kecil (globul) yang stabil dengan adanya
berpotensi sebagai sumber gelatin alternatif yang dapat digunakan sebagai co-
emulsi yang stabil secara fisik. Berkaitan dengan hal tersebut, maka telah diteliti
konsentrasi gelatin dari tulang ikan bandeng yang efektif sebagai co-emulgator
TINJAUAN PUSTAKA
Kerajaan : Animalia
Divisi : Chordata
Kelas : Toleostei
Ordo : Gonorynchiformes
Familia : Chanidae
Genus : Chanos
ikan menetas dan hidup di laut selama 2-3 minggu, lalu berpindah ke
dan tumbuh dengan sangat cepat. Ciri-ciri yang dimiliki adalah: bentuk
ikan tuna, dan ikan tongkol memiliki kandungan kolagen berkisar antara
berkisar 22-24%. Hal ini menjadikan tulang ikan bandeng dapat dipilih
bertingkat kolagen yang terdapat pada tulang ikan. Gelatin mudah dicerna
putih (white connetive tissue) yang meliputi hampir 30 persen dari total
protein pada jaringan dan organ tubuh vertebrata dan invertebrata. Pada
ikat. Demikian juga pada burung dan ikan, sedangkan pada avertebrata
kolagen terdapat pada dinding sel. Molekul kolagen tersusun dari kira-kira
dua puluh asam amino yang memiliki bentuk agak berbeda bergantung
pada sumber bahan bakunya. Asam amino glisin, prolin dan hidroksiprolin
hidrogen antara group NH dari residu glisin pada rantai yang satu
triple heliks.
ditentukan oleh gugus R yang kaku dari sejumlah residu prolin dan
hidroksiprolin (7).
dengan zat seperti asam, basa, urea, dan potassium permanganat. Selain
tersebut menjadi lilitan acak yang larut dalam air inilah yang disebut
gelatin.
II.4 Gelatin
Gelatin adalah derivat protein dari serat kolagen yang ada pada
kulit, tulang, dan tulang rawan. Susunan asam aminonya hampir mirip
merupakan 2/3 dari seluruh asam amino yang menyusunnya, 1/3 asam
gelatin. Pada Gambar 3 dapat dilihat susunan asam amino gelatin berupa
Gly-X-Y dimana X umumnya asam amino prolin dan Y umumnya asam
tulang dan kulit babi, sedangkan bahan baku yang biasa digunakan pada
proses basa adalah tulang dan kulit jangat sapi. Gelatin ikan dikategorikan
Gelatin larut dalam air, asam asetat dan pelarut alkohol seperti
gliserol, propilen glycol, sorbitol dan manitol, tetapi tidak larut dalam
alkohol, aseton, eter dan pelarut organik lainnya. Gelatin mudah larut
pada suhu 71,1oC dan cenderung membentuk gel pada suhu 48,9oC.
dua macam,yaitu proses asam dan proses basa. Perbedaan kedua proses
kovalen silang protein dan jenis bahan yang diekstrak, maka penerapan
jenis asam maupun basa organik dan metode ekstraksi lainnya seperti
Kulit atau tulang dibersihkan dari sisa-sisa daging, sisik dan lapisan luar
selama 1-2 menit. Proses penghilangan lemak dari jaringan tulang yang
biasa disebut degresing, dilakukan pada suhu antara titik cair lemak dan
garam kalsium dan garam lainnya dalam tulang, sehingga diperoleh tulang
dilakukan dalam wadah tahan asam selama beberpa hari sampai dua
lebih cepat dan sempurna. Dengan demikian gelatin yang dihasilkan lebih
II.5 Emulsi
continous, maka sestem tersebut disebut emulsi tipe M/A (minyak didalam
air dan dapat diencerkan dengan mudah menggunakan air. Kemudian jika
air adalah fase terdispersi dan minyak adalah fase continousnya, maka
terdispersi (13).
1. Emulgator Sintetik
a) Anionik
ammonium dari asam laurat dan asam oleat yang larut dalam air dan
merupakan bahan pengemulsi M/A yang balk. Bahan ini mempunyai rasa
lainnya yaitu garam yang dibentuk dari asam lemak dengan amin organik
b) Kationik
bermuatan positif. Bahan ini juga memiliki sifat bakterisida yang khas,
sehingga cocok untuk produk emulsi antibakteri seperti lotio dan krim kulit.
c) Nonionik
Selain ini tidak seperti tipe anionik dan kationik, emulgator nonionik tidak
paling penting adalah efek yang ringan pada tubuh; surfaktan nonionik
nonionik tidak bereaksi dengan asam, basa dan garam. Contoh yang
2. Emulgator Alam
a) Akasia
emulsi M/A. Emulsi yang dibuat dengan emulgator akasia stabil pada
c) Lesitin
utama dari kebanyakn lesitin adalah fosfatidilikolin dan istilah lesitin juga
secara alami seperti kedelai dan jagung. Kestabilan tinggi emulsi M/A
dapat dibentuk dengan minyak ini. Lesitin murni dari kedelai atau kuning
1. Lapisan Monomolekuler
terganggu. Tipe emulsi yang dibentuk dapat berupa tipe M/A atau A/M,
2. Lapisan Multimolekuler
Partikel padat yang terbagi halus yang terbasahi oleh minyak dan
membentuk emulsi tipe M/A sedangkan yang lebih terbasahi oleh minyak
Bagian molekul gelatin yang nonpolar larut dalam lapisan luar molekul
minyak sedangkan bagian yang polar terikat dengan air. Akibatnya, gelatin
perubahan yang biasanya terjadi pada kondisi normal. Cara khusus ini
penggunaan siklus suhu 4°C dan 40°C atau 45°C selama 24 jam
sebanyak 6 siklus.
Efek normal penyimpanan suatu emulsi pada suhu yang lebih tinggi
menjadi lebih encer pada suhu tinggi dan menjadi lebih kental bila
pemanasan sedang.
II.8.1 Viskositas
waktu.
antara 0,04 dan 400 hari. Kebanyakan emulsi menjadi encer pada suhu
dipengaruhi oleh nilai HLB dari surfaktan. Semakin tinggi nilai HLB,
berbentuk bulat yang sama besar dalam suatu susunan yang longgar
mempunyai porositas 48% dari total volume sediaan. Ostwald dan
untuk menggabungkan lebih dari 74% minyak dalam suatu emulsi M/A,
suatu emulsi yang stabil dari tipe yang diinginkan. Dalam beberapa
emulsi yang stabil harga tersebut mungkin lebih besar dari 74% yang
disebabkan karena bentuk dan ukuran bola yang tidak beraturan. Tetapi
kuat dan elastis dan harus terbentuk dengan cepat selama proses
serbuk, berwarna putih atau putih kekuningan, tidak berbau dan tekstur
lembut. (20)
kuning pucat yang agak berbau ikan tetapi tidak berbau tengik. Cod-Liver
Oil merupakan sumber vitamin D dan sumber vitamin A yang baik. Juga
esensial pada makanan dan tidak muncul jika vitamin A dan D dalam
penyembuhan luka bakar, ulcer, luka tertekan dan superficial wounds. (20)
II.9.3 Metil Paraben
tebal. Dapat larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih,
dalam 3,5 bagian etanol (95%) P dan dalam 3 bagian aseton P; mudah
larut dalam eter P dan dalam larutan alkali hidroksida, larut dalam 60
bagian gliserol P panas dan dalam 40 bagian minyak lemak nabati panas,
beberapa formulasi.
besar. Sangat sukar larut dalam air; larut dalam 3,5 bagian etanol (95%) P
clan dalam 3 bagian aseton P, dalam 140 bagian gliserol P dan dalam
Relieve flatulence. Dosis umumnya adalah 0,2 atau 0,4 mL. Peppermint oil
PELAKSANAAN PENELITIAN
Kolb Beta®).
badan), asam sitrat 9%, gom arab, metil paraben, propil paraben, oleum
menthae piperitae, oleum lecoris aselli (minyak ikan), metilen blue dan
sudan III.
a. Pembersihan :
merendam di dalam air pada suhu 60oC selama 30 menit sambil diaduk.
asam sitrat 9% dalam gelas piala selama 48 jam sampai terbentuk tulang
c. Ekstraksi :
d. Pengeringan :
a. Uji Protein
Red (FTIR)
Di buat campuran dua fase emulsi yaitu fase air dan fase minyak.
Untuk fase air, didispersikan gom arab dengan aquadestillata yang telah
Gom Arab 15 15 15 -
Gelatin Tulang Ikan Bandeng 0,5 1 - 1
Keterangan :
ditetesi dengan beberapa tetes larutan metilen blue dan sudan III. Diamati
a. Pengamatan Organoleptis
yang sesuai.
c. Pengukuran pH
Lutron®.
d. Volume pemisahan
e. Pengukuran Viskositas
pengujian.
No Tahap Jumlah
Pengamatan Hasil
Pemerian Serbuk
Asam amino
Nitriprusida Merah Kuning -
3 sistein
Asam amino
Hopskin-Cole Cincin ungu Coklat -
4 triptofan
secara organoleptis.
Kondisi Pengamatan
Sebelum Penyimpanan Setelah Penyimpanan
Dipercepat Dipercepat
Sediaan Warna Tekstur Warna Tekstur
I Kuning Halus Kuning Halus
II Kuning Halus Kuning Halus
III Kuning Halus - -
(-) : Sediaan emulsi mengalami pemisahan fase
Red (FTIR)
Karakterisasi gugus fungsi gelatin tulang ikan bandeng dengan
Tabel 5. Posisi puncak dan dan gugus fungsi spektra FTIR gelatin standar
penyimpanan dipercepat.
Tipe Emulsi
Sebelum Penyimpanan Dipercepat Setelah Penyimpanan Dipercepat
Sediaan
Uji Hantaran Uji Uji Dispersi Uji Hantaran Uji Uji Dispersi
Listrik Pengenceran Warna Listrik Pengenceran Warna
I M/A M/A M/A M/A M/A M/A
II M/A M/A M/A M/A M/A M/A
III M/A M/A M/A - - -
(-) : Sediaan emulsi mengalami pemisahan fase
IV.1.7 Pengukuran pH Emulsi
Kondisi Nilai pH
Sebelum Penyimpanan Setelah Penyimpanan
Dipercepat Dipercepat
Sediaan
I 6,00 6,03
II 6,00 6,16
III 5,96 6,04
Kondisi
Sebelum Penyimpanan Sesudah Penyimpanan
Dipercepat Dipercepat
Sediaan
1600 3900
I 1800 4000
1600 3900
2000 4400
II 1800 4400
2000 4500
600 -
III 600 -
600 -
(-) : Sediaan emulsi mengalami pemisahan fase
IV.1.9 Pengukuran Volume Pemisahan
IV.2 Pembahasan
triple helikss menjadi rantai tunggal dalam waktu singkat, sehingga pada
waktu yang sama jumlah kolagen yang terhidrolisis lebih banyak. Hasil
gelatin, dilakukan dengan cara ekstraksi ossein pada suhu 600C dalam
dalam air hangat (22). Gelatin yang diperoleh kemudian disaring untuk
mendapatkan filtrat yang jernih. Filtrat kemudian dikeringkan dengan
larutan ungu violet dalam larutan basa. Reaksi uji protein dengan
asam amino prolin. Hasil positif ditunjukkan dengan hasil akhir berupa
warna kuning. Hal ini disebabkan adanya satu gugus karboksil dan asam
terhadap gelatin tulang ikan bandeng. Hal ini menunjukkan bahwa gelatin
diperoleh dari penelitian ini adalah benar gelatin. Hasil pengukuran FTIR
amida A, amida I, amida II, dan amida III yang merupakan daerah serapan
2931,8 cm-1 dan 2879,72cm-1 (21). Puncak ini menunjukkan bahwa gugus
tulang ikan bandeng yang diuji telah terbukti memiliki gugus OH, regangan
ikatan ganda gugus karbonil, C=O, bending ikatan NH, dan regangan CN
α. Hal ini menunjukkan triple helikss yang telah terkonversi menjadi rantai-
cm-1 (21). Vibrasi amida II disebabkan oleh adanya deformasi ikatan N-H
rantai-α.
Daerah serapan spesifik dari gelatin yang terakhir adalah amida III.
1116,78 cm-1, 920,05 cm-1. Hal ini menunjukkan gelatin tulang ikan
molekul gelatin yang nonpolar larut dalam lapisan luar molekul minyak
tekstur. Hal ini disebabkan karena komposisi emulsi bersifat inert sehingga
emulsi mempunyai tipe emulsi M/A, baik uji dispersi zat warna
menggunakan metilen biru maupun uji daya hantar listrik. Pada emulsi
M/A yaitu pada uji warna menggunakan metilen biru dan uji daya hantar
emulsi karena emulsi telah mengalami pemisahan fase. Uji dispersi warna
disebabkan metilen biru dapat larut pada fase pendispersi (fase air)
tidak, sehingga dapat disimpulkan tipe emulsi M/A. Penentuan tipe emulsi
atau fase luar. Hal ini disebabkan fase terluar dari sediaan emulsi adalah
fase air, dimana metilen blue merupakan pewarna yang suka dengan air.
fase terdispersi dan fase terluar tidak terwarnai. Hal ini disebabkan karena
sudan III merupakan pewarna yang lebih suka minyak. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa formulasi sediaan minyak ikan adalah emulsi tipe M/A.
Hasil pengukuran pH emulsi menunjukkan adanya perubahan pH
Pengaruh Kestabilan
6,2
6,15
6,1
6,05
pH
Sebelum penyimpanan
6 dipercepat
5,95 Setelah penyimpanan
5,9 dipercepat
5,85
I II III
Formula
pada suhu yang lebih tinggi adalah mempercepat koalesensi dan hal ini
Pengaruh Kestabilan
5000
4500
4000
3500
Viskositas
3000
2500 Sebelum penyimpanan
2000 dipercepat
1500
Setelah penyimpanan
1000
dipercepat
500
0
I II III
Formula
fisik emulsi dengan bahan aktif dari emulsi minyak ikan yaitu berpengaruh
membutuhkan co-emulgator.
BAB V
V.1 Kesimpulan
secara fisik
V.2 Saran
gelatin tipe B.
DAFTAR PUSTAKA
10. Khopkar S.M. Konsep Dasar Kimia Anaitik. UI-Press. Jakarta.2003. Hal :
231.
12. Liebermen H.A. Pharmaceutical Dosage Forms, Disperse System. Vol II.
Marcel Dekker Inc. New york. 2002. pp: 233-234. Avaible as PDF File.
13. Aulton M.E.. Pharmaceutics The science Of Dosage From Design second
Edition. Churchill Livingstone. 2009. pp : 355-356. Avaible as PDF File.
15. Hinterwaldner R. Raw Material. In : Ward. AG; and A.Courts, Editors. The
Science and Technology of Gelatin. Academic Press, New York. 1997. pp :
40-55. Avaible as PDF File.
19. Lachman,L. ,Herbert A. L., dan Joseph L.K. Teori dan Praktek Farmasi
Industri. Ed. 2. Penerbit Universitas Indonsia Press. Jakarta. 1994. Hal.
1029-1044, 1102-1105.
21. Muyonga J. H., Cole, C., G., B., Duodu, K., G. “Fourier Transform Infrared
(FTIR) Spectroscopy Study of Acid Soluble Collagen and Gelatin from Skins
and Bones of Young and Adult Nile Perch (Lates Niloticus)”.Food Chemistry
86. 2004. pp : 325-332.
23. Hashim D. M., Che Man, Y., B., Norakasha, R., Shuhaimi, M., Salmah, Y.,
dan Syaharia, Z., A. “Potential Use of Fourier Transform Infrared
Spectroscopy for Differentiation of Bovine and Porcine Gelatins”. Food
Chemistry.118, 2009. pp : 856-860.
(I) (II) (III) (IV)
Gambar 7 :Uji penegasan gelatin tulang ikan bandeng dari tulang ikan bandeng. (I) Uji
biuret (II) Uji Hopskin-Cole (III) Uji Ninhidrin (IV) Uji Nitroprusida
I I
II
III III
II
Gambar 8 :Evaluasi volume pemisahan sebelum dan setelah kondisi dipercepat. (I)
emulsi dengan co-emulgator gelatin tulang ikan bandeng 0,5%. (II) emulsi dengan co-
emulgator gelatin tulang ikan bandeng 1%. (III) emulsi tanpa co-emulgator gelatin tulang
ikan bandeng.
(I) (II) (III)
Gambar 10 :Evaluasi tipe emulsi metode konduktivitas setelah kondisi dipercepat. (I)
emulsi dengan co-emulgator gelatin tulang ikan bandeng 0,5%. (II) emulsi dengan co-
emulgator gelatin tulang ikan bandeng 1%. (III) emulsi tanpa co-emulgator gelatin tulang
ikan bandeng.
I II III
Gambar 11. Hasil uji tipe emulsi M/A metode disperse warna. (I) emulsi dengan co-
emulgator gelatin tulang ikan bandeng 0,5%. (II) emulsi dengan co-emulgator gelatin
tulang ikan bandeng 1%. (III) emulsi tanpa co-emulgator gelatin tulang ikan bandeng.
(I) (II)
(III)
Gambar 12 :Evaluasi tipe emulsi metode dispersi warna metilen blue mikroskopik
sebelum dan setelah kondisi dipercepat. (I) emulsi dengan co-emulgator gelatin tulang
ikan bandeng 0,5%. (II) emulsi dengan co-emulgator gelatin tulang ikan bandeng 1%.
(III) emulsi tanpa co-emulgator gelatin tulang ikan bandeng.
(I) (II)
Gambar 13 :Evaluasi tipe emulsi metode disperse warna sudan III mikroskopik sebelum
dan setelah kondisi dipercepat. (I) emulsi dengan co-emulgator gelatin tulang ikan
bandeng 0,5%. (II) emulsi dengan co-emulgator gelatin tulang ikan bandeng 1%. (III)
emulsi tanpa co-emulgator gelatin tulang ikan bandeng.
Gambar 15. Sampel Tulang dan Gelatin tulang ikan bandeng dari tulang ikan bandeng
(Chanos chanos Forskal)
Gambar 16 : Spektra Fourier Transform Infra Red (FTIR) gugus fungsi
gelatin tulang ikan bandeng dari tulang ikan bandeng
Ekstraksi Gelatin
Tulang ikan
Dibersihkan
Dibersihkan (penghilangan
(penghilangan lemak).
lemak)
Direndam
Direndampada
padaair
airdengan
mendidih o
selama
suhu 60 C selama 30
30 menit
menit
Dikecilkan
2
ukuran2 2– –5 5cm
Dikecilkanukuran cm2
Demineralisasi
Demineralisasi (perendaman
(perendaman dalam
dalam asam
Asam
sitrat 9% sitrat
48 jam)9%, 48 jam)
Ossein
Dicuci dengan air mengalir hingga pH netral
Dicuci dengan air mengalir hingga pH
(6 – 7)
netral (6 – 7)
Diekstraksi
diekstraksi
dalam penangas air pada suhu
dalam penangas air pada
o
80 C selama
o 6 jam
suhu 90 C selama 7 jam
Ekstrak disaring
Ekstrak disaring
Ekstrak ossein
Dipekatkan dengan Evaporator
Dipekatkan dengan Evaporator
Diliofilisasi
Diliofilisasi
Gelatin
Uji penegasan
(uji protein, asam amino prolin, asam amino sistein,
Asam amino triptofan)
Analisis gugus fungsi menggunakan FTIR
Pembuatan Formula Emulsi
Emulsi
Uji Stabilitas Fisik Sediaan Emulsi
Sedian Emulsi
Organoleptis
pH Viskositas Globul (warna, bau, dan Volume Pemisahan
rasa)
Analisis data
Pembahasan
Kesimpulan