E-Book PLK Perdoski 2014 PDF
E-Book PLK Perdoski 2014 PDF
DOKTER SPESIALIS
I
DERMATOLOGI
SK
DAN
VENEREOLOGI
R DO
PE
Perhimp
punan Do
okter Speesialis Ku
ulit dan Kelamin
K In
ndonesia
a
(P
PERDOSK KI)
T
Tahun 2014
i
I
P
PANDUAN LAYANAN KLINIS
DOKTER SPESIA
ALIS DER
RMATOLOG
GI DAN VEENEREOLO
OGI
PERDOSKI
SK
P
PANDUAN LAYANAN KLINIS
DOKTER SPESIA Ta
ahun 2014 GI DAN VE
ALIS DER
RMATOLOG ENEREOLO
OGI
PERDOSKI
Ta
ahun 2014
Tim Penyusun dan Ed ditor
DR.Dr. Aida Suriadire edja, Sp.KK(K), FINSDV, FAAD DV
Prof. Dr. Theresia L. To oruan, Sp.KK(K K), FINSDV, FAA ADV
Dr. Sandra Widaty y, Sp.KK(K),
Tim Penyusun dan Ed FIN
NSDV,
ditor FAADV
Dr. M.
M Aida
DR.DR.Dr. Yulianto Listy
Suriadireyawan,
edja, Sp.KK(K),
Sp.KK(K), FINSDV,
FINSDV, FA
FAADAADV
DV
Dr.Dr.
Prof. A Theresia
Agnes Sri Siswa ati,
L. To Sp.KK(K),
oruan, FK), FINSDV,
FINSDV,
Sp.KK(K FAADVVADV
FAA
DR. Med. Dr. Retno o Danarti, Sp.K
Dr. Sandra Widatyy, Sp.KK(K), FIN KK(K), FINSDV
NSDV, FAADV
DR. DR. D Yulianto
Dr.
Dr. M.
M Cita Rosita SP
Listy Sp.KK(K),
yawan, Sp.KK(FK), FINSDV,
FINSDV, FAADV VAADV
FA
Sri Dr. Nati, Sp.KK(K),
Nopriyati, Sp.KKK
DO
Dr. Agnes
A Siswa F
FINSDV, FAADV V
DR. Med. Dr. Retno o Danarti, Sp.KKK(K), FINSDV
DR. Dr.
D Cita Rosita SP Sp.KK(K), FINSDV,
F FAADV V
Dr. Sekretaris
S
N
Nopriyati, Sp.KKK
Dr. Benny Nelson
S
Sekretaris
K Benny Nelson
Kontributor
Dr.
Kelompok Studi Infeksi Menular Seksual
K
Kelomp pok Studi Herp pes
K
Kelompok StudKontributor
Ki Dermatosis Akibat
A Kerja
K Kelompok
Kelompok StudStudi
Si Infeksi
Morbus
Menu Hlar Seksual
Hansen
Kelompok Stu
Kelomp udi
pokImuno Derpes
Studi Herp matologi
K
KelompokKelomp
Studpok Studi Psoria
i Dermatosis Aasis Kerja
Akibat
Kelompok
KelompokStudi
SStudi
S Dematom
Morbusmikologi
H
Hansen
Kellompok StudiStu
Dudi Imuno Der
Dermatologi Annak Indonesia
R
Kelompok matologi
Kelommpok Studi Der
Kelomp rmatologi
pok Kosmmetik
Studi Psoriaasis Indonesia a
Kelom
mpokKelompok
Studi Tummor
S dan
Studi Bedahmikologi
Dematom Kulit Indonesia
Kel
Kelompok
lompokStudi
StudiDermatologi
DDermatologi
D Las
Anser Indonesia
nak Indonesia
PmpokPakar
Para
Kelom StudiDerm
Der matologi
rmatologidan
KosmVmetik Indonesia
Venereologi a
Kelommpok Studi Tum mor dan Bedah Kulit Indonesia
Kelompok Studi Dermatologi
D Lasser Indonesia
Seekretariat:
PE
P
Para Pakar Derm matologi dan Venereologi
V
PPP PERDOSKI
PE
ERHIMPUNA
AN DOKTER SPESIALIS KULIT
K DAN KELAMIN
K IND
DONESIA (PERDOSKI)
JAKKARTA 2014
PE
ERHIMPUNA
AN DOKTER SPESIALIS KULIT
K DAN KELAMIN
K IND
DONESIA (PERDOSKI)
JAKKARTA 2014
ii
Kelompok Studi Dermatologi Laser Indonesia
Para Pakar Dermatologi dan Venereologi
Sekretariat:
PP PERDOSKI
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUI/RSCM
Jl. Diponegoro 71, Jakarta Pusat 10430
Hak Cipta dipegang oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI)
Dilarang mengutip, menyalin, mencetak dan memperbanyak isi buku dengan
cara apapun tanpa izin tertulis dari pemegang hak cipta
Hak Cipta dipegang oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI)
Dilarang mengutip, menyalin, mencetak dan memperbanyak isi buku dengan
cara apapun tanpa izin tertulis dari pemegang hak cipta
I
SK
DISCLAIMER
ISBN : 978-602-98468-4-3
PE
iii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr Wb,
Undang-Undang Republik Indonesia no. 29 tahun 2014 tentang Praktik Kedokteran pasal
44 ayat 1 menyatakan bahwa dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik
kedokteran wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi.
I
Sehubungan dengan hal tersebut, PERDOSKI menerbitkan Panduan Layanan Klinis
(PLK) tahun 2014 ini yang merupakan revisi dari Panduan Pelayanan Medik PERDOSKI
tahun 2011.
SK
Tim penyusun buku ini terdiri atas anggota PERDOSKI yang berasal dari beberapa cabang dan
juga bekerja di institusi pendidikan. Setelah selesai merevisi, bahan diberikan kepada
Kelompok Studi (KS) dan atau peer group (bila tidak ada KS-nya) untuk lebih disempurnakan.
Terakhir bahan dikembalikan kepada tim penyusun untuk editing.
Penyakit dan tindakan pada PLK ini mengacu pada dermatologi non infeksi, dermatologi
infeksi, genodermatosis, dermato-alergo-imunologi, dermatologi kosmetik termasuk laser,
tumor dan bedah kulit, venereologi (infeksi menular seksual) dan kedaruratan kulit. Umumnya
penyakit maupun tindakan tersebut telah diperoleh pada waktu pendidikan dokter spesialis
sebagaimana telah tertera dalam Standar Kompetensi Kolegium Dermatologi dan Venereologi
DO
Indonesia. Adapun ketrampilan tindakan yang memerlukan sertifikat kualifikasi tambahan dari
Kolegium adalah tindakan yang belum pernah diperoleh sewaktu menjadi peserta program
pendidikan dokter spesialis (PPDS) atau didapat dalam pelatihan lintas disiplin ilmu lain.
Dengan selesainya buku ini, ucapan terima kasih pertama-tama dihaturkan kepada Ketua
Umum dan Ketua Bidang II PP PERDOSKI tahun 2011-2014 atas kepercayaannya
menunjuk Tim Penyusun. Selanjutnya penghargaan yang tinggi diberikan kepada seluruh
anggota Tim Penyusun atas kerja kerasnya sehingga buku ini dapat terwujud. Tidak lupa
terima kasih sebesar-besarnya ditujukan kepada Kelompok Studi dan para pakar (peer
group) yang telah ikut menyempurnakan isi buku ini. Last but not least terima kasih
sedalam-dalamnya disampaikan kepada Dr. Benny Nelson sebagai sekretaris yang telah
berupaya semaksimal mungkin hingga akhirnya buku ini selesai.
R
Walaupun telah berusaha keras namun tidak ada gading yang tidak retak. Karena itu pada
kesempatan ini disampaikan juga permohonan apabila ada kesalahan. Mohon agar
koreksi dan asupan dapat diberikan langsung kepada PP PERDOSKI.
Akhirnya diharapkan agar PLK ini dapat menjadi panduan dan membantu para dokter
PE
iv
iv
SAMBUTAN
KETUA UMUM PP PERDOSKI
2011-2014
Sejawat terhormat,
I
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmatNya, buku
panduan ini dapat terselesaikan tepat waktu. Panduan Layanan Klinis ini (PLK) adalah
SK
revisi dari buku Panduan Pelayanan Medis (PPM) yang telah dimiliki dan digunakan oleh
PERDOSKI sebelumnya.
Panduan ini direncanakan akan dapat diakses secara online oleh seluruh anggota
PERDOSKI. Buku ini adalah rangkaian buku yang diterbitkan oleh PERHIMPUNAN DOKTER
SPESIALIS KULIT DAN KELAMIN INDONESIA, mulai dari standar kewenangan medik
DO
dan clinical pathway, serta standar profesi. Didahului oleh pembentukan Pokja, yang terdiri
dari utusan anggota dari berbagai daerah, dilanjutkan dengan pertemuan yang intensif
dari seluruh bidang terkait dipandu oleh bidang Pendidikan dan Profesi PERDOSKI, serta
asupan dari seluruh kelompok studi terkait, maka makin sempurnalah panduan ini.
Rasa hormat dan penghargaan setingginya kepada seluruh pihak yang telah membantu
dalam penyempurnaan buku ini, dan semoga panduan ini dapat dirasakan manfaatnya
oleh seluruh anggota dalam melaksanakan layanan dengan target peningkatan
kesehatan nasional di bidang kesehatan kulit dan kelamin.
Tak ada pekerjaan yang sempurna, masih diperlukan asupan dari teman sejawat sekalian
terhadap panduan ini, terutama para anggota yang berada di daerah dengan masalah
R
Manfaatkan panduan ini dengan baik dalam membantu teman sejawat melaksanakan
layanan.
PE
v
v
Sambutan Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Kulit dan Kelamin
Kolegium Dermatologi dan Venereologi
Setiap warga negara Indonesia berhak mendapat pelayanan kesehatan dalam derajat yang
optimal dan peningkatan derajat kesehatannya harus segera diupayakan, pernyataan ini
I
tertera dalam UUD 1945 pasal 28. Pemerintah Indonesia mengeluarkan sejumlah
perundangan dan peraturan untuk memfasilitasi terciptanya amanah UUD 1945 tersebut,
antara lain diterbitkannya Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
SK
yang menyatakan perlunya Standar Pelayanan Medis. Standar ini menjadi pedoman yang
dirancang oleh profesi agar para dokter yang berkepentingan dapat menjalankan pelayanan
kesehatan secara baku, aman dan bermanfaat optimal bagi masyarakat luas. Dengan
semangat kesehatan adalah hak seluruh rakyat indonesia dan merujuk Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), maka
diperlukan Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan sebagai standar yang digunakan di seluruh
pusat pelayanan kesehatan tingkat satu, dua dan tiga.
Kolegium Dermatologi dan Venereologi merupakan badan pengampu ilmu yang selalu
mencari pembaharuan dalam bidang penatalaksanaan penyakit dan gangguan estetis
untuk meraih kesehatan serta kesempurnaan penampilan kulit dan kelamin. Semua jenis
DO
pelayanan kesehatan kulit dan kelamin ini dituangkan dalam standar kompetensi yang
selalu dinilai kembali dan direvisi secara berkala. Penentuan kompetensi spesialis ini
mendapat asupan dari profesi melalui kelompok studi dan dalam pendidikan dokter
spesialis dermatologi dan venereologi dituang dalam bentuk modul penatalaksanaan
gangguan kesehatan kulit dan kelamin. Penetapan jenis dan modul layanan medis
tersebut harus merujuk pada pelayanan berbasis bukti (evidence based medicine) yang
berasal dari pakar-pakar dalam dan luar negeri yang berkecimpung di dunia dermatologi
dan venereologi khususnya, dan ilmu kedokteran umumnya. Saat ini Standar Kompetensi
Dermatologi dan Venereologi tahun 2014 telah tersusun, dan pedoman ini menjadi titik
tolak penentuan jenis layanan yang harus dikuasai dokter spesialis dermatologi dan
venereologi.
Standar kompetensi dan modul pelayanan medis ini disetujui oleh Konsil Kedokteran
R
Indonesia serta menjadi dasar penyusunan Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan untuk
bidang dermatologi dan venereologi. Dengan bantuan panduan ini diharapkan para dokter
spesialis dermatologi dan venereologi dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan tepat
serta pihak terkait dapat memakainya sebagai penilaian baku mutu juga perkiraan biaya
kesehatan bidang penyakit kulit dan kelamin.
PE
vi
vi
SALINAN
SURAT KEPUTUSAN
No. 003/SK/PERDOSKI/PP/II/13
TENTANG
TIM REVISI
I
PANDUAN LAYANAN KLINIK (PLK)
PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS KULIT DAN KELAMIN INDONESIA
SK
Menimbang:
a. Dalam rangka menjamin mutu pelayanan medik Spesialis Kulit dan Kelamin perlu adanya
penyempurnaan PLK Spesialis Kulit dan Kelamin.
b. Bahwa untuk menyempurnakan PLK tersebut perlu dibentuk Panitia /Tim.
c. Bahwa nama-nama tercantum di bawah ini dianggap cakap dan mampu sebagai Tim Revisi PLK.
Mengingat:
1. AD dan ART PERDOSKI
2. Buku Kompendium
3. KONAS PERDOSKI XIII Manado 2011
4. Renstra PERDOSKI 2011-2014
DO
Memperhatikan :
a. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK).
b. Usulan dari PP PERDOSKI, PERDOSKI Cabang, Kelompok Studi dan Institusi Pendidikan Dokter
Spesialis (IPDS) untuk revisi PLK.
c. Hasil Rapat Pertemuan PP PERDOSKI dan Kolegium IKKK untuk membentuk Tim Revisi PLK.
MEMUTUSKAN
2. Tim Revisi menyerahkan PLK yang telah direvisi kepada PP PERDOSKI selambatnya 1 (satu)
bulan sebelum Kongres Nasional (KONAS) XIV PERDOSKI Bandung bulan Agustus 2014.
PE
Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dengan catatan apabila terdapat kekeliruan akan
diperbaiki sebagaimana mestinya.
vii vii
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar Tim Penyusun .................................................................................. iv
Sambutan Ketua Umum Pengurus Pusat PERDOSKI .............................................. v
Sambutan Ketua Kolegium Dermatologi dan venereologi ........................................ vi
I
Surat Keputusan Tentang Tim Revisi
Panduan Layanan Klinis PERDOSKI ....................................................................... vii
Daftar Isi .................................................................................................................... viii
SK
Daftar Singkatan ........................................................................................................ xii
Pendahuluan .......................................................................................................... 1
B. Dermatologi Infeksi
B. 1. Creeping eruption (Hookworm-related cutaneous larva migrans) ............ 30
B. 2. Dermatofitosis ............................................................................................ 32
B. 3. Herpes zoster............................................................................................. 38
B. 4. Hand-Foot-Mouth Disease ......................................................................... 41
B. 5. Histoplasmosis ........................................................................................... 43
B. 6. Kandidiasis / kandidosis............................................................................. 45
B. 7. Kriptokokosis.............................................................................................. 50
B. 8. Kusta .......................................................................................................... 52
R
C. Genodermatosis
C. 1. Akrodermatitis enteropatika ....................................................................... 99
C. 2. Inkontinensia pigmenti (sindrom Bloch-Sulzberger) ................................... 102
C. 3. Epidermolisis bulosa yang diturunkan ........................................................ 106
viii
viii
C. 4. Tuberous sclerosis complex ....................................................................... 113
C. 5. Displasia ektodermal ................................................................................. 117
C. 6. Iktiosis ........................................................................................................ 123
C. 7. Neurofibromatosis tipe 1 ............................................................................ 130
D. Dermato-Alergo-Imunologi
D. 1. Cutaneus lupus eritematosus spesifik ........................................................ 132
I
D. 2. Dermatosis IgA linear ................................................................................. 137
D. 3. Dermatitis herpetiformis Duhring ................................................................ 141
D. 4. Dermatitis kontak alergi .............................................................................. 145
SK
D. 5. Dermatitis kontak iritan ............................................................................... 148
D. 6. Erupsi kulit akibat alergi obat ..................................................................... 151
D. 7. Pemfigus .................................................................................................... 155
D. 8. Urtikaria ...................................................................................................... 159
D. 9. Psoriasis .................................................................................................... 166
E. Dermatologi Kosmetik
E. 1. Akne vulgaris ............................................................................................. 180
E. 2. Melasma ................................................................................................... 184
E. 3. Freckles ..................................................................................................... 188
E. 4. Vitiligo ........................................................................................................ 190
DO
E. 5. Alopesia androgenik .................................................................................. 194
E. 6. Penuaan kulit ............................................................................................. 198
E. 7. Deposit lemak dan selulit .......................................................................... 199
E. 8. Hiperhidrosis ............................................................................................. 200
E. 9. Bromhidrosis dan Osmidrosis ................................................................... 202
Laser
E. 10. Laser CO2 untuk kelainan kulit ................................................................. 204
E. 11. Laser untuk kelainan vaskular ................................................................... 205
E. 12. Laser untuk skar ........................................................................................ 206
E. 13. Laser dan IPL untuk kelainan pigmen ....................................................... 208
E. 14. Laser penghilang tato ................................................................................ 209
E. 15. Laser dan IPL penghilang rambut ............................................................. 210
E. 16. Laser untuk resurfacing ............................................................................. 211
R
ix
ix
Karena virus, neoplasma, hiperplasia, dan malformasi vaskular
F. 9. Angiokeratoma ........................................................................................... 225
F. 10. Granuloma piogenikum ............................................................................. 226
F. 11. Limfangioma .............................................................................................. 227
F. 12. Nevus flameus ........................................................................................... 228
Sel melanosit dan sel nevus
F. 13. Nevus melanositik ..................................................................................... 229
I
Pra Kanker
F. 14. Keratosis aktinik ....................................................................................... 232
SK
F. 15. Leukoplakia .............................................................................................. 233
F. 16. Penyakit Bowen ........................................................................................ 234
Tumor Ganas
Epidermis dan adneksa
F. 17. Karsinoma sel basal ................................................................................. 236
F. 18. Karsinoma sel skuamosa ......................................................................... 240
Sel melanosit
F. 19. Melanoma maligna .................................................................................... 244
x
x
G. 8. Ulkus mole .................................................................................................. 302
G. 9. Vaginosis bakterial ...................................................................................... 304
H. Kedaruratan Kulit
H. 1. Angioedema ................................................................................................ 307
H. 2. Nekrolisis epidermal (SSJ dan NET) ........................................................... 313
I
H. 3. Sindrom DRESS ......................................................................................... 317
Lampiran
SK
1. Uji Tempel ........................................................................................................ 321
2. Uji Intradermal ................................................................................................. 327
3. Uji Provokasi Obat ........................................................................................... 329
4. Uji Tusuk .......................................................................................................... 335
5. Himbauan Tim Perumus .................................................................................. 342
R DO
PE
xi
xi
DAFTAR SINGKATAN
AD : autosomal dominan
ADULT : acro-dermato-ungual-lacrimal-tooth syndrome
AEC : ankyloblepharon filiforme adnatum-ectodermal dysplasi-cleft palate syndrome
AH : antihistamin
AHA : alpha hydroxy acid
I
AIDS : acquired immunodeficiency syndrome
AJCC : American joint committee on cancer
ANA : anti nuclear antibody
SK
Anti DNA : anti double stranded DNA
APD : alat pelindung diri
AR : autosomal recessive
BMZ : basement membrane zone
BPO : benzoil peroksida
C3 : complement C3
CBC : complete blood count
CBDC : chronic bullous disease of chilldhood
CLND : complete lymph node dissection
CT : computed tomography
CTCL : cutaneous T-cell lymphoma
CXR : chest X-ray
DAL : dermatosis IgA linear
DO
DEB : dystrophic epidermolysis bullosa
DIF : direct immunofluorecence
DKA : dermatitis kontak alergi
DKI : dermatitis kontak iritan
DLE : discoid lupus erythematosus
DM : diabetes melitus
DNA : deoxyribose nucleic acid
Dr. Sp.KK : dokter spesialis kulit dan kelamin
EB : epidermolisis bulosa
EBA : epidermolisis bulosa akuisita
EBS : epidermolisis bulosa simpleks
EEC : ectrodactyl-ED-cleft lip/plate syndrome
EIA : enzyme Immnunoassay
R
HE : hematoksilin eosin
HED : hypohidrotic ectodermal dysplasia
HG : herpes genitalis
HIV : human immunodeficiency virus
HPV : human papilloma virus
HRT : hormon replacement therapy
HZ : herpes zoster
IgA : imunoglobulin A
IgE : imunoglobulin E
IFN : interferon
IGNS : infeksi genital nonspesifik
xii
xii
ILVEN : inflammatory linear verrucous epidermal nevous
IM : immune defects
IMS : infeksi menular seksual
IPL : Intense Pulsed Light Source
IVIG : intravenous immunoglobulin
JEB : junctional epidermolysis bullosa
k/p : kalau perlu
I
KA : kondilomata akuminata
KSB : karsinoma sel basal
KSBK : kelompok studi bedah kulit
KSS : karsinoma sel skuamosa
SK
KVV : kandidosis vulvovaginalis
LAD : linear IgA dermatoses
LDH : lactate dehydrogenase
LE : lupus eritematosus
LED : laju endap darah
LGV : limfogranuloma venereum
MK : moluskum kontagiosum
MLPA : mycobacterium leprae particle agglutination
MM : melanoma maligna
NB : narrow band
NET : nekrolisis epidermal toksik
P3K : pertolongan pertama pada kecelakaan
PASI : psoriasis area and severity index
DO
PEGA : pustular eksantema generalisata akut
PET : positron emission tomography
PPD 5TU : purified protein derivative
PSD : personal safety devices
PUPPP : Pruritic urticaria papule and plaque in pregnancy
PVC : pityriasis versicolor chronic
RDEB : recessive dystrophic EB
ROAT : repeated open application test
SC : subcutan
SLE : systemic lupus erythematosus
SLNB : sentinel-lymph-node-biopsy
SSJ : Sindrom Stevens Johnson
SSP : susunan syaraf pusat
TB : tuberkulosis
R
xiii
xiii
I
SK
DO
PENDAHULUAN
R
PE
1
PELAYANAN DERMATOLOGI DAN
VENEREOLOGI
I
layanan dibagi menjadi PPK1 (Pusat Pelayanan Kesehatan), PPK 2,
dan PPK 3. PPK 2 masih dibagi menjadi 2A dan 2B. PPK 2A adalah
SK
RS tipe C dan D yang memiliki Spesialis Dermatovenereologi
PELAYANAN DERMATOLOGI
PELAYANAN DANDAN
DERMATOLOGI VENEREOLOGI
VENEREOLOGI
Pelayanan
Dibagi
Dibagi Dermatologi
menjadi layanan
menjadi di PPK1,
layanan dan
PPK
di PPK1, 2, PPK
PPK Venereologi
2, 3. PPK
PPK 2 dibagi
3. PPK di
menjadi
2 dibagi Rumah
2A
menjadidan
2A 2B, Sakit
dimana (dise
dan dimana
2B,
suaikan dengan Pedoman Standar Kewenangan Medik Berdasarkan
2A adalah RS tipe
2A adalah RSCtipe
dan
CD yang
dan memiliki
D yang Spesialis
memiliki Dermatovenereologi
Spesialis Dermatovenereologi
Tingkat Pelayanan
Pelayanan
Standar
Dermatologi
Pelayanan
Kewenangan
Standar
Kesehatan
dan Venereologi
Dermatologi
MedikMedik
Kewenangan Berdasarkan
Dermatologi
di Rumah
dan Venereologi
Tingkat
Berdasarkan
SakitSakit
di Rumah
Pelayanan
Tingkat
dandengan
(disesuaikan
Kesehatan
Pelayanan
Venereologi)
(disesuaikan Pedoman
dengan
Dermatologi
Kesehatan
Pedoman
dan dan
Dermatologi
Venereologi)
Venereologi)
Tempat
Tempat : : PPK 1PPK 1 PPK 2PPK 2 PPK 3PPK 3
pelayanan
pelayanan
2A 2A 2B 2B
I IJenis Jenis - - Merupakan
Merupakan - Merupakan
- Merupakan - Merupakan
- Merupakan - Merupakan
- Merupakan
DO
pelayanan
pelayanan pemeriksaan
pemeriksaan pemeriksaan
pemeriksaan pemeriksaan
pemeriksaan kesehatan
kesehatan pemeriksaan pemeriksaan
kesehatan kulit dan
kesehatan kulit dan kesehatan kulit dan
kesehatan kulit dan kulit dan kulitkelamin
dan kelamin kesehatan
kesehatankulit dan
kulit dan
kelamin dengan
kelamin atau atau kelamin
dengan dengan
kelamin atau atau dengan
dengan atau tanpa
dengan atau tanpa kelamin dengan
kelamin dengan
tanpa tanpa
tindakan medikmedik tanpa tanpa
tindakan tindakan medikmedik tindakan
tindakan medikmedik
tindakan tindakan medikmedik
tindakan
sederhana
sederhana sederhana
sederhana sederhana
sederhana spesialistik
spesialistik
- Dapat- Dapat
dilakukan oleh oleh- Dapat
dilakukan - Dapat
dilakukan oleh oleh
dilakukan - Dapat- Dapat
dilakukan oleh oleh - Dilakukan
dilakukan - Dilakukan
oleh oleh
dokterdokter
umumumum di tempat di tempatdokterdokter
umumumum di di dokterdokter
spesialis kulit dan
spesialis kulit dandokterdokterspesialis kulit kulit
spesialis
praktek pribadipribadi
praktek atau atau tempattempat
praktek pribadipribadi kelamin
praktek di tempat
kelamin di tempat dan kelamin
dan kelamindi di
Pusat Pusat
kesehatankesehatan atau rumah sakit tipe
atau rumah sakit tipe praktek pribadipribadi
praktek atau atau rumahrumahsakit tipe
sakitB tipe B
primerprimer C danCB dan B rumahrumah
sakit tipe
sakitC tipe
danC dan dan A dan (pendidikan)
A (pendidikan)
(nonpendidikan)
(nonpendidikan) B (nonpendidikan)
B (nonpendidikan)
II IITenaga
Tenaga : : Paramedik
Paramedik Paramedik
Paramedik Dr.Sp.KK
Dr.Sp.KK Dr.Sp.KK
Dr.Sp.KK dan dan
Nonmedik
Nonmedik Nonmedik
Nonmedik Paramedik
Paramedik Sp.KK(K) Sp.KK(K)
Nonmedik
Nonmedik Paramedik
Paramedik
Nonmedik
Nonmedik
III Kegiatan
III Kegiatan : 1. : Melakukan
1. Melakukan 1. Melakukan
1. Melakukan 1. Melakukan
1. Melakukan anamnesisanamnesis 1. Melakukan
1. Melakukan
pelayanan
pelayanan anamnesisanamnesis anamnesis
anamnesis 2. Menjelaskan
2. Menjelaskan pemeriksaan
pemeriksaandan dan
2. Menjelaskan
2. Menjelaskan 2. Menjelaskan
2. Menjelaskan pemeriksaan
pemeriksaan tindaktindak
medikmedik
pemeriksaan
pemeriksaan pemeriksaan
pemeriksaan dermatologik dan atau
dermatologik dan atau layanan kesehatan
layanan kesehatan
dermatologik
dermatologik dan dan dermatologik
dermatologikdan dan venereologik yang yang
venereologik kulit dankulitkelamin
dan kelamin
R
atau venereologik
atau venereologik atau venereologik
atau venereologik akan dijalani pasienpasien
akan dijalani tingkattingkat
pratama pratama
yang akanyang dijalani
akan dijalani yang akan akan dijalani3. Melakukan
yang dijalani 3. Melakukan 2. Melakukan
2. Melakukan
pasienpasien pasienpasien pemeriksaan
pemeriksaanfisis fisis penanganan lanjut lanjut
penanganan
3. Melakukan
3. Melakukan 3. Melakukan
3. Melakukan dermatologik dan atau
dermatologik dan atau terhadap pasienpasien
terhadap
pemeriksaan
pemeriksaan fisis fisis pemeriksaan
pemeriksaan fisis fisis venereologik
venereologik rujukanrujukan
dari sarana
dari sarana
dermatologik
dermatologik dan dan dermatologik
dermatologikdan dan 4. Membuat 4. Membuat sediaan sediaan kesehatan di
kesehatan di
atau venereologik
atau venereologik atau venereologik
atau venereologik laboratorium
laboratorium tingkattingkat
pratama pratama
4. Membuat
4. Membuat sediaan sediaan 4. Membuat
4. Membuatsediaan sediaan sederhana:
sederhana: 3. Melakukan
3. Melakukan
laboratorium
laboratorium laboratorium
laboratorium a. Kerokan
a. Kerokan kulit kulit pemeriksaan
pemeriksaandan dan
PE
sederhana:
sederhana: sederhana:
sederhana: untuk untuk
sediaan sediaan tindaktindak
medikmedik
kulit kulit
a. Kerokan
a. Kerokan kulit kulit a. Kerokan
a. Kerokan kulit kulit mikologikmikologik dan kelamin
dan kelamin
untuk untuk
sediaan sediaan untuk untuk
sediaan sediaan b. Slit b. skin
Slitsmear
skin smear spesialistik atau atau
spesialistik
mikologikmikologik mikologik
mikologik untuk untuk
sediaan sediaan subspesialistik
subspesialistik
b. Usap b. duh Usaptubuh duh tubuh b. Usap b. duhUsaptubuh duh tubuh kusta kusta meliputi:meliputi:
vagina, serviks,
vagina, serviks, vagina, serviks,
vagina, serviks, c. Usap c. duhUsaptubuhduh tubuh a. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan
uretra uretra
untuk untuk uretra uretra
untuk untuk vagina, serviks,
vagina, serviks, laboratorium
laboratorium
sediaan sediaan sediaan sediaan uretra uretra
untuk untuk penunjangpenunjang
venereologik
venereologik venereologik
venereologik sediaan sediaan lain: lain:
5. Melakukan
5. Melakukan tindakan tindakan5. Melakukan
5. Melakukan tindakan tindakan venereologik
venereologik biopsi/histopat
biopsi/histopat
pengobatan,
pengobatan, tindakan tindakan pengobatan,
pengobatan, d. Tindakan
d. Tindakan bedahbedah ologik,ologik,
biakan, biakan,
filler, botox, chemical
filler, botox, chemical tindakan tindakan
filler, botox,
filler, botox, mayormayor serologikserologik
peeling, tindakan
peeling, tindakan chemical peeling,
chemical peeling, 5. Melakukan
5. Melakukan uji kulit,
uji kulit, b. Tindakan
b. Tindakan
eksisi eksisi
(bedah minor)minor) tindakan
(bedah eksisi eksisi
tindakan yaitu uji tusuk,
yaitu uji
uji tusuk, uji bedahbedahmayormayor
6. Mampu
6. Mampu melakukan melakukan (bedah(bedah
minor)minor) tempel, uji tempel-
tempel, uji tempel- c. Perawatan
c. Perawatan
pertolongan
pertolonganpertama 6. Mampu
pertama melakukan
6. Mampu melakukan sinar (photo-patch),
sinar (photo-patch), uji uji pra/pascapra/pasca
2 2
2
pada keadaan pertolongan pertama provokasi bedah
darurat penyakit kulit pada keadaan 6. Melakukan tindakan 4. Melakukan
7. Mengadakan darurat penyakit kulit pengobatan, tindakan pemeriksaan dan
penyuluhan 7. Mengadakan filler, botox, chemical tindak medik kulit
kesehatan kulit dan penyuluhan peeling, tindakan dan kelamin sesuai
kelamin kesehatan kulit dan eksisi (bedah minor) dengan
kelamin 7. Mampu melakukan tersedianya tenaga
pertolongan pertama ahli dan sarana
pada keadaan darurat yang ada
I
penyakit kulit 5. Penyuluhan
8. Mengadakan kesehatan kulit
penyuluhan kesehatan dan kelamin
kulit dan kelamin
SK
IV Fasilitas / : Ruang periksa Ruang periksa Ruang periksa Ruang periksa
ruang Ruang tunggu Ruang Tunggu Ruang Tunggu Ruang Tunggu
Kamar kecil Kamar kecil Kamar kecil Kamar kecil
Ruang tindakan Ruang Ruang tindakan/ruang Ruang
tindakan/ruang bedah tindakan/ruang
bedah Laboratorium bedah
Laboratorium Rawat rawat inap Ruang sinar UVB
Rawat rawat inap (bila mampu)
Laboratorium
Rawat rawat inap
V Alat : Peralatan diagnostik Peralatan diagnostik Peralatan diagnostik Peralatan diagnostik
Stetoskop dan Peralatan diagnostik Peralatan diagnostik Peralatan
tensimeter pada PPK 1 pada PPK 1 diagnostik pada
Lampu periksa Perlengkapan Uji tusuk dan uji PPK 1 dan 2
dengan kaca laboratorium tempel Laboratorium
pembesar sederhana untuk Peralatan tindakan histopatologik dan
DO
Mikroskop cahaya pemeriksaan Peralatan tindakan serologik
Lampu Wood dermatologik dan pada PPK 1 Mikroskop Lapang
Peralatan tindakan venereologik Set tindakan pandang gelap
Komedo ekstraktor Peralatan tindakan rejuvenasi Dermoskopi
Set bedah minor Peralatan tindakan Elektrokauter Peralatan tindakan
Perlengkapan alat pada PPK 1 Set bedah krio Peralatan tindakan
dan obat untuk Kit uji tusuk dan uji pada PPK 1 dan 2
mengatasi syok tempel Set bedah laser
anafilaktik UVB cabin
Perlengkapan cuci
alat, sterilisasi, dan
pembuangan
sampah
Set tes IVA
Kursi Ginekologik
Dikutip dari Standar Kewenangan Medik Berdasarkan Tingkat Pelayanan Kesehatan PERDOSKI
R
tahun 2014
PE
3
I
SK
A
DO
DERMATOLOGI
NON-INFEKSI
R
PE
4 Dermatologi Non-Infeksi
A.1. DERMATITIS
A.1. DERMATITIS NUMULARIS
NUMULARIS (L30.0) (L30.0)
I. Definisi : Dermatitis numularis (DN) ialah dermatitis dengan
penyebab tidak diketahui, lesi berbentuk bulat seperti mata
uang logam, berbatas tegas dengan efloresensi berupa
papul atau papulovesikel yang bergabung, biasanya mudah
I
pecah sehingga basah (oozing) dengan penyulit.
Klasifikasi penyakit:
Dermatitis numularis
SK
Dermatitis numularis dengan infeksi sekunder
Dermatitis numularis yang meluas (generalisata)
Varian:
Dermatitis likenoid dan diskoid eksudatif (Sulzberger-Garbe)
II Kriteria diagnostik :
Klinis : Riwayat perjalanan penyakit: didahului rasa gatal
dengan papul eritematosa mirip insect bites, kemudian
melebar sebesar koin (numular) atau seluas plakat,
bagian tengah resolusi membentuk lesi anular, dapat
setempat atau meluas (generalisata), sering kambuh
(kronik-residif)
DO
Menyerang terutama orang dewasa (50-65 th), bayi dan
anak-anak (jarang), pria lebih sering daripada wanita
Predileksi ekstremitas bagian atas, tangan bagian dorsal
(wanita); ekstremitas bawah (pria)
Medikamentosa:
Prinsip: mengurangi pruritus serta menekan inflamasi dan
infeksi
1. Topikal:
- Kortikosteroid potensi sedang sampai kuat bergantung
pada stadium dan berat penyakit.
- Inhibitor kalsineurin: takrolimus dan pimekrolimus
- Preparat tar
- Emolien untuk xerosis
Dermatologi Non‐Infeksi |5
Dermatologi Non-Infeksi 5
- Bila akut dan eksudatif sebaiknya dikompres dulu dengan
larutan NaCl 0,9%.
- Bila ada infeksi sekunder oleh bakteri: antibiotik
2.Sistemik:
- Antihistamin (bila pruritus hebat)
- Kortikosteroid jangka pendek: untuk kasus berat dan
I
luas
- Antibiotik yang sesuai bila disertai infeksi sekunder
SK
Bila penyakit luas:
Fototerapi broad/narrow band UVB
Dermatologi Non‐Infeksi |6
6 Dermatologi Non-Infeksi
V. V. Bagan Alur
Bagan Alur
Dermatitis numularis
I
Plak numular dengan Plak numular Generalisata
erosi, ekskoriasi, Skuama, likenifikasi,
SK
eksudasi/transudasi xerosis kronik
Infeksi sekunder
oleh bakteri
Dermatologi Non‐Infeksi |7
Dermatologi Non-Infeksi 7
A.2. DERMATITIS
A.2. DERMATITIS POPOKPOPOK
(L.22) (L.22)
I. Definisi : Dermatitis popok (napkin dermatitis, diaper dermatitis):
adalah dermatitis di daerah genitokrural sesuai dengan
tempat kontak popok (bagian yang cembung) dengan
kelainan kulit ini dijumpai pada bayi dan orang dewasa yang
memakai popok.
I
Klasifikasi:
● Dermatitis popok iritan
● Dermatitis popok kandida
SK
II. Kriteria diagnostik :
Klinis : Riwayat perjalanan penyakit: kontak lama dengan
popok basah (urin/feses)
Tempat predileksi genitokrural sesuai dengan tempat
kontak popok
Makula eritematosa, berbatas agak tegas, (bentuk mengikuti
bentuk popok yang berkontak), disertai papul, vesikel, erosi,
dan ekskoriasi.
Bila berat dapat menjadi infiltrat dan ulkus.
Bila terinfeksi jamur kandida tampak plak eritematosa
(merah cerah), lebih membasah disertai maserasi,
DO
kadang pustul, dan lesi satelit.
Medikamentosa:
PE
1.Topikal:
- Bila ringan: krim/salap bersifat protektif (seng oksida,
pantenol)
- Kortikosteroid potensi lemah (salap hidrokortison 1% /
2,5%) waktu singkat (3 – 7 hari)
- Bila terinfeksi kandida: antifungal kandida, yaitu
nistatin atau derivat azol dikombinasi dengan seng
oksida.
Dermatologi Non‐Infeksi |8
2.Sistemik:
- Tidak perlu
8 Dermatologi Non-Infeksi
IV. Kepustakaan : 1. Wolff K, Goldsmith LA, Kazt SI, Gilchrest BA, Paller AS,
Leffell DJ,editor. Dalam: Fitzpatrick’s Dematology in
General Medicine. Edisi ke-8. New York : Mc Graw-Hill,
2012.
2. Reider N, Fritsch PO. Diaper dermatitis. In: Bolognia JL,
oksida.
2.Sistemik:
- Tidak perlu
IV. Kepustakaan : 1. Wolff K, Goldsmith LA, Kazt SI, Gilchrest BA, Paller AS,
Leffell DJ,editor. Dalam: Fitzpatrick’s Dematology in
General Medicine. Edisi ke-8. New York : Mc Graw-Hill,
I
2012.
2. Reider N, Fritsch PO. Diaper dermatitis. In: Bolognia JL,
Jorizzo JL, Schaffer JV, editors. Textbook of Dermatology,
3rd ed. New York: Elsevier; 2012. p. 230-31.
SK
3. Ravanfar P, Wallace JS, Pace NC. Diaper dermatitis: A
review and update. Curr Opin Pediatr 2012; 24: 472-9.
V. Bagan Alur
KOH/Gram:
kandida(+)
Dermatologi Non‐Infeksi |9
Dermatologi Non-Infeksi 9
A.3. DERMATITIS SEBOROIK (L21.9)
I
II. Kriteria diagnostik :
Klinis : Riwayat perjalanan penyakit: dapat dimulai pada masa
bayi berusia 2 pekan, menyembuh sebelum usia 1 tahun.
SK
Kelainan umum berupa eritema dan papuloskuama
membentuk plakat eritroskuamosa di tempat predileksi
(daerah sebore), yaitu wajah terutama di alis dan
nasolabial, skalp, retroaurikular, sternal terutama daerah
V, interskapula, aksila, umbilikus dan genito-krural
Pada bayi dan anak: relatif tidak gatal, dapat
menyerupai dermatitis atopik atau dianggap sebagai
awal dermatitis atopik (sebo-atopik), skuama dan krusta
lebih berminyak (oleosa). Di skalp krusta dapat menebal
dan menyerupai topi (cradle cap). Bila meluas dapat
menjadi eritroderma, dapat merupakan bagian dari
sindrom Leiner bila disertai anemia, diare dan muntah,
DO
serta infeksi sekunder bakteri.
Pada dewasa: kelainan kulit lebih kering, tempat predileksi
terutama daerah berambut atau kepala (pitiriasis
sika/dandruff). Gatal terutama bila berkeringat atau
udara panas.
DS yang berat: kronik residif, meluas sehingga menjadi
eritroderma, atau bentuk psoriasiformis (skuama yang
tebal)
Pada pasien defisiensi imun pertimbangkan
kemungkinan pengidap virus HIV/AIDS
Diagnosis banding : 1. Pada bayi: dermatitis atopik
2. Pada dewasa: psoriasis
3. Di lipatan: dermatitis intertriginosa, kandidosis kutis
R
Harus disingkirkan:
Histiositosis sel Langerhans (pada bayi)
Pemeriksaan : Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus untuk diagnosis
penunjang
Medikamentosa:
● Prinsip:
Menghilangkan dan mengeluarkan skuama dan krusta,
menghambat kolonisasi jamur, mengontrol infeksi
sekunder, mengurangi eritema dan gatal.
Topikal:
Bayi:
Skalp: untuk mengangkat krusta: asam salisilat 3% dalam
D e r m a t o l o g i N o n ‐ I n f e k s i | 10
10 Dermatologi Non-Infeksi
minyak olive/kelapa atau vehikulum yang larut dalam air;
kompres minyak olive/kelapa hangat; aplikasi steroid
potensi lemah (hidrokortison 1%) krim atau lotion
selama beberapa hari; sampo imidazol, krim/ losio
ketokonazol 2%, sampo ketokonazol 1%; sampo bayi;
perawatan kulit umum dengan emolien, krim, atau pasta
lunak.
I
Daerah intertriginosa: kliokuinol 0,2 – 0,5% dalam lotion
atau minyak zink. Untuk kandidiasis, krim nistatin diikuti
SK
pasta lunak.
Dermatitis basah: aplikasi gentian violet, 0,1 – 0,25%
atau ketokonazol 2% krim, lotion atau pasta lunak.
Dewasa:
Skalp:
Sampo selenium sulfida 1,0 – 2,5%, imidazol
(ketokonazol 2%), zinc pyrithione, benzoil peroksida,
asam salisilat, tar.
Krusta atau skuama: aplikasi semalaman
glukokortikosteroid atau asam salisilat dalam vehikulum
yang larut dalam air, atau secara oklusif.
DO
Wajah dan badan
Hidrokortison 1% salap atau krim
Pilihan terapi:
Antijamur:
Topikal: imidazol. (ketokonazol 2%, itrakonazol,
mikonazol, flukonazol, ekonazol, bifonazol, klimbazol,
siklopiroks, siklopiroksolamin, butenafin 1% krim.
Oral: ketokonazol, itrakonazol, terbinafin.
Metronidazol:
D e r m a t o l o g i N o n ‐ I n f e k s i | 11
Dermatologi Non-Infeksi 11
Topikal: metronidazol 1-2% (gel, krim), 0,75% (lotion), 1
atau 2 kali/hari
Inhibitor kalsineurin:
Salap takrolimus atau krim pimekrolimus
Analog vitamin D3:
Kalsipotriol (krim, lotion, salap), takalsitol salap
I
Isotretinoin:
Isotretinoin oral 0,05 – 0,10 mg/kg BB/hari selama
beberapa bulan.untuk yang berat / rekalsitran
SK
Fototerapi
Narrow-band UVB
Psoralen dan UVA untuk yang luas (eritroderma) dan
rekalsitran
Konsultasi:
Bila ada stres ke psikolog atau psikiater.
Bila ada kelainan sistemik ke dokter spesialis anak atau
penyakit dalam.
Tindak lanjut:
Bila menjadi eritroderma atau bagian dari penyakit Leiner:
perlu dirawat untuk pemantauan penggunaan antibiotik dan
DO
kortikosteroid sistemik jangka panjang.
Bila ada kecurigaan penyakit Leterrer–Siwe perlu kerjasama
dengan dokter spesialis anak
D e r m a t o l o g i N o n ‐ I n f e k s i | 12
12 Dermatologi Non-Infeksi
V. Bagan Alur
Riwayat bintik
Riwayat bintik dansebore
dan bercak bercak kemerahan
kemerahan bersisik di daerah
Gambaran klinis
Papul-plak eritroskuamosa, krusta
I
SK
Bayi Dewasa
D e r m a t o l o g i N o n ‐ I n f e k s i | 13
Dermatologi Non-Infeksi 13
A.4. LIKEN SIMPLEKS KRONIK (L28.0)
I
II. Kriteria diagnostik :
Klinis : Terutama menyerang dewasa, usia 30 – 50 tahun
Perempuan lebih banyak daripada laki-laki
Sangat gatal, sampai dapat mengganggu tidur, terutama
SK
pada waktu tidak sibuk. Gatal dapat paroksismal, terus-
menerus, sporadik, menghebat bila ada stres psikis.
Garukan secara sadar merupakan cara untuk
menggantikan rasa gatal dengan nyeri.
Lesi biasanya tunggal tetapi dapat lebih dari satu
Ukuran lesi lentikular sampai plakat
Bentuk umumnya lonjong
Letak lesi dapat dimana saja, terutama mudah dijangkau
oleh tangan (skalp, tengkuk leher, ekstremitas ekstensor,
pergelangan tangan dan anogenital)
Stadium awal berupa eritema dan edema atau kelompokan
papul
Stadium lanjut berupa kulit menebal dengan ekskoriasi,
DO
hiperpigmentasi atau hipopigmentasi.
Karena garukan berulang, bagian tengah menebal,
kering dan berskuama serta pinggirnya hiperpigmentasi
Topikal takrolimus
Antihistamin sedatif (hidroksizin)
Inhibitor reuptake serotonin selektif
Antidepresan trisiklik (doksepin) malam hari
Konsultasi psikiater bila diperlukan
D e r m a t o l o g i N o n ‐ I n f e k s i | 14
14 Dermatologi Non-Infeksi
IV. Kepustakaan 1. Susan Burgin. Nummular Eczema. Dalam: Fitzpatrick’s
Dematology in General Medicine. Wolff K, Goldsmith
LA, Kazt SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,editor.
Edisi ke-8. New York : Mc Graw-Hill, 2012. 184-7
2. Paller AS, Mancini AJ. Lichen simplex chronicus.
Hurwitz Clinical Pediatric Dermatology. 4th ed.
Edinburgh: Elsevier; 2011. p. 55-56.
I
3. Weisshaar E, Fleischer AB, Bernhard JD, Cropley TG.
Lichen simplex chronicus. In: Bolognia JL, Jorizzo JL,
Schaffer JV, editors. Textbook of dermatology, 3rd ed.
New York: Elsevier; 2012. p. 115-16.
SK
V. Bagan Alur
Sembuh
Kulit menebal,
Stres psikis Kambuh/kumat-kumatan hiperpigmentasi,
R
skuama
diperlukan
tar/emolien
KS intralesi (triamsinolon
asetonid)
Antihistamin sedatif
(hidroksizin)
D e r m a t o l o g i N o n ‐ I n f e k s i | 15
Dermatologi Non-Infeksi 15
A.5. MILIARIA (L74.3)
I
Klasifikasi (berdasarkan gambaran klinis dan
histopatologi):
Miliaria kristalina (sudamina)
Miliaria rubra (prickly heat)
SK
Miliaria pustulosa
Miliaria profunda
D e r m a t o l o g i N o n ‐ I n f e k s i | 16
16 Dermatologi Non-Infeksi
Medikamentosa:
Prinsip: mengurangi pruritus, menekan inflamasi,
membuka retensi keringat
1. Topikal:
- Liquor Faberi
- Bedak kocok mengandung kalamin, dapat
I
ditambahkan antipruritus (mentol, kamfer)
- Lanolin topikal menghilangkan dan mencegah
timbulnya miliaria profunda
SK
2. Sistemik:
- Antihistamin sedatif (lebih dianjurkan pada bayi
dan anak) atau nonsedatif
Tindak lanjut:
Pada umumnya tidak perlu, kecuali mencurigai erupsi
morbiliformis akibat alergi obat.
IV. Kepustakaan : 1. Fealey RD, Hebert AA. Disorders of the eccrine sweat
glands and sweating. In: Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editors.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th. New
York: Mc Graw Hill Companies Inc; 2012. p. 946.
DO
2. Goddard DS, Gilliam AE, Frieden IJ. Vesicobullous and
erosive diseases in newborn. In: Bolognia JL, Jorizzo
JL, Schaffer JV. Dermatology. 3rd ed. New York:
Elsevier; 2013. p. 528-9.
3. Paller AS, Mancini AJ. Cutaneous disorders of newborn.
Hurwitz Clinical Pediatric Dermatology. 4th ed.
Edinburgh: Elsevier; 2011. p. 15.
4. Coulson IH. Disorders of sweat glands. In: Burns T,
Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rook’s Textbook of
Dermatology. 8th ed. United Kingdom: Willey Blackwell;
2010. p.44.15-6.
R
PE
D e r m a t o l o g i N o n ‐ I n f e k s i | 17
Dermatologi Non-Infeksi 17
V. Bagan Alur
Miliaria
I
Miliaria kristalina Miliaria rubra Miliaria pustulosa Miliaria profunda
(vesikel miliar, tanpa (vesikel/papulovesikel di (vesikel menjadi (papul, mirip folikulitis,
SK
radang, mudah pecah) atas dasar eritematosa pustul) dapat pustul;
Nonmedikamentosa :
Menghindari banyak berkeringat, pilih lingkungan yang lebih sejuk dan
sirkulasi udara (ventilasi) cukup. Mandi air dingin dan memakai sabun.
Pakai pakaian tipis dan menyerap keringat.
Medikamentosa:
1. Topikal:
DO
- Liquor Faberi
- Bedak kocok mengandung kalamin, dapat ditambah
antipruritus (mentol, kamfer)
- Lanolin topikal menghilangkan dan mencegah timbul miliaria
profunda
2. Sistemik:
- Antihistamin sedatif (lebih dianjurkan pada bayi dan anak) atau
nonsedatif
3. Untuk kasus miliaria rubra dengan superinfeksi: antibiotik
R
PE
D e r m a t o l o g i N o n ‐ I n f e k s i | 18
18 Dermatologi Non-Infeksi
A.6. PITIRIASIS ALBA (L30.5)
I
dan tidak memakai tabir surya. Kadar tembaga yang
rendah dalam serum, sebagai kofaktor tirosin, penting
dalam patogenesis penyakit ini.
SK
II. Kriteria diagnostik :
Klinis : Didahului plak eritematosa ringan dengan tepi
sedikit meninggi, yang memudar setelah beberapa
pekan menjadi makula/plak berwarna merah
muda/pucat dengan skuama putih halus di atasnya
(powdery white scale). Lesi kemudian berkembang
menjadi makula/ patch hipopigmentasi tanpa
skuama yang menetap sampai beberapa bulan
atau tahun.
Tempat predileksi: wajah, lengan sisi ekstensor,
punggung, badan.
DO
Plak hipopigmentasi atau sewarna kulit dengan
skuama halus, bentuk bulat-oval tak beraturan,
batas agak tegas, ukuran lentikular, numular
sampai plakat.
Pitiriasis alba pigmented merupakan varian dari yang
klasik dengan infeksi dermatofit superfisial, hampir
selalu mengenai wajah. Secara klinis ditandai oleh
hiperpigmentasi yang dikelilingi daerah
hipopigmentasi berskuama.
Diagnosis banding : 1. Hipopigmentasi pasca inflamasi
2. Pitiriasis versikolor
3. Nevus depigmentosus, nevus anemikus
4. Vitiligo
R
5. Mikosis fungoides
Pemeriksaan : Tidak ada yang khusus, kecuali ada keraguan
penunjang Bila sangat diperlukan, dilakukan biopsi kulit untuk
pemeriksaan histopatologi (pada pitiriasis alba
gambaran dermatopatologi tidak spesifik).
D e r m a t o l o g i N o n ‐ I n f e k s i | 19
Dermatologi Non-Infeksi 19
memberi respons lebih baik terhadap terapi UV dan
antijamur oral.
I
3. Lapeere H, Boone B, De Schepper S, et al.
Hypomelanoses and hypermelanoses. Dalam:
Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. Edisi ke-
SK
8. Editor: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,
Paller AS, Leffell DJ. Mc Grew Hill: New York, 2012 p.
807-8.
R DO
PE
D e r m a t o l o g i N o n ‐ I n f e k s i | 20
20 Dermatologi Non-Infeksi
A.7. PITIRIASIS ROSEA (L.42)
I. Definisi : Pitiriasis rosea adalah erupsi kulit yang akut dan sering
dijumpai, bersifat hilang sendiri, secara khas dimulai
sebagai plak oval dengan skuama halus pada badan
(“herald patch”) disertai penyulit. Lesi awal ini diikuti
beberapa hari sampai beberapa pekan kemudian oleh
I
lesi-lesi serupa yang lebih kecil di badan yang tersusun
sesuai dengan lipatan kulit (lines of cleavage).
Berhubungan dengan reaktivasi virus HHV 7 dan HHV6
SK
Biasa asimptomatik, kadang flu-like symptoms
Dermatologi Non-Infeksi 21
Pemeriksaan : Tidak diperlukan
penunjang
I
Kortikosteroid topikal potensi sedang dapat
digunakan sebagai terapi simtomatik untuk
pruritus.
SK
Fototerapi efektif pada pitiriasis rosea, namun
dapat terjadi hiperpigmentasi pasca inflamasi.
IV. Kepustakaan : 1. Blauvelt A. Pityriasis Rosea. In: Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editors.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th. New
York: Mc Graw Hill Companies Inc; 2012. p. 458-63.
2. Wood GS, Reizner GT. Other papulosquamous
disorders. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Schaffer JV.
Dermatology. 3rd ed. New York: Elsevier; 2013. p. 165-
7.
3. Paller AS, Mancini AJ. Papulosquamous and related
DO
disorders. Hurwitz Clinical Pediatric Dermatology. 4th ed.
Edinburgh: Elsevier; 2011. p. 86-7.
4. Sterling JC. Virus infections. In: Burns T, Breathnach S,
Cox N, Griffiths C. Rook’s Textbook of Dermatology. 8th
ed. United Kingdom: Willey Blackwell; 2010. p.33.78-81.
V. Bagan Alur
Pitiriasis rosea
PE
D e r m a t o l o g i N o n ‐ I n f e k s i | 22
22 Dermatologi Non-Infeksi
A.8. PRURIGO AKTINIK (L57.0)
I
Klinis : Gambaran klinis: papul atau nodul disertai
ekskoriasi dan krusta dapat soliter atau
berkelompok, gatal
SK
Tempat predileksi: area terpajan sinar matahari
seperti dahi, pipi, dagu, telinga, dan lengan
Rasio perempuan:lelaki adalah 2:1
Awitan pada anak terutama usia 10 tahun
Riwayat penyakit prurigo aktinik dalam keluarga
Medikamentosa:
Prinsip: fotoproteksi
1. Topikal:
- Tabir surya
- Kortikosteroid potensi kuat untuk mengatasi
inflamasi dan gatal
- Fototerapi NB-UVB atau PUVA
- Takrolimus atau pimekrolimus
2. Sistemik:
R
V. Bagan Alur
I
Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga (+)
SK
Tidak
Persisten Penyakit lain
Ya
Prurigo aktinik
Prinsip: Fotoproteksi
1. Topikal:
DO
- Tabir surya
- Kortikosteroid potensi kuat
- Fototerapi NB-UVB atau PUVA
- Takrolimus atau pimekrolimus
2. Sistemik:
- Talidomid 50-100 mg/hari
- Imunosupresif seperti azatioprin dan siklosporin
R
PE
D e r m a t o l o g i N o n ‐ I n f e k s i | 24
24 Dermatologi Non-Infeksi
A.9. PRURIGO NODULARIS (L28.1)
I
Klinis : Lesi berupa nodul diameter 0,5-3 cm, permukaan
hiperkeratotik
Sangat gatal
SK
Predileksi: ekstensor tungkai, abdomen, sakrum
Dapat terjadi pada semua usia, terutama 20-60
tahun
Berhubungan dengan dermatitis atopik
- Kalsipotrien
3. Intervensi
- Triamsinolon asetonid intralesi
D e r m a t o l o g i N o n ‐ I n f e k s i | 25
Dermatologi Non-Infeksi 25
V. Bagan Alur
I
Riwayat tusukan dan garukan berulang
Riwayat dermatitis atopik
SK
Prurigo nodularis
- Siklosporin
3. Bedah beku
4. BB-UVB, PUVA, fototerapi UVA1
PE
26 Dermatologi Non-Infeksi
A.10. PRURITIC URTICARIA PAPULE AND PLAQUE IN PREGNANCY (O26.8)
I
Klinis Terjadi pada primigravida selama kehamilan
lanjut; namun dapat terjadi lebih cepat.
Polimorfik, lesi dapat berupa urtikaria, vesikular,
purpurik, polisiklik, targetoid, atau ekzematosa.
SK
Lesi ukuran 1-2 mm plak urtikaria eritematosa
dikelilingi halo pucat yang sempit.
Erupsi dimulai dari abdomen, secara klasik dalam
striae gravidarum, dan jarang pada periumbilikal.
Pruritus biasanya pararel dengan erupsi dan
terlokalisasi pada kulit yang terlibat
Diagnosis banding : Paling sering: pemfigoid gestasionis, atopic
eruption of pregnancy, dermatitis kontak
Pikirkan: erupsi obat, viral eksantem, pitiriasis
rosea, dermatitis eksvoliativa atau ekzematosa
Singkirkan: skabies
DO
Pemeriksaan : Pemeriksaan laboratorium: tidak menunjukkan
penunjang abnormalitas
Pemeriksaan histopatologik meliputi
parakeratosis, spongiosis, dan kadang-kadang
eksositosis eosinofil
III. Penatalaksanaan : Medikamentosa :
Pruritus kadang-kadang sangat mengganggu. Terapi
pruritus secara simtomatis.
D e r m a t o l o g i N o n ‐ I n f e k s i | 27
Dermatologi Non-Infeksi 27
BAGAN ALUR
Primigravida selama kehamilan lanjut. Erupsi dimulai dari abdomen, secara klasik
dalam striae gravidarum, dan jarang pada periumbilikal. Pruritus biasanya pararel
dengan erupsi dan terlokalisasi pada kulit yang terlibat.
I
Polimorfik, lesi dapat berupa urtikaria, vesikular,
purpurik, polisiklik, targetoid, atau ekzematosa. Lesi
SK
ukuran 1-2 mm plak urtikaria eritematosa dikelilingi
halo pucat yang sempit.
D e r m a t o l o g i N o n ‐ I n f e k s i | 28
28 Dermatologi Non-Infeksi
I
SK
B
DO
DERMATOLOGI
INFEKSI
R
PE
Dermatologi Infeksi 29
B.1. Creeping Eruption (Hookworm-related Cutaneous Larva Migrans) (B76.9)
I
II Kriteria diagnostik :
Klinis : Sumber penularan adalah kontak dengan feses hewan
SK
yang terinfeksi. Larva akan penetrasi kulit manusia dan
bermigrasi beberapa sentimeter per hari pada lapisan
antara stratum germinativum dan stratum corneum.
Kebanyakan dari larva tersebut tidak dapat menembus
lapisan yang lebih dalam dan akhirnya mati dalam
hitungan hari atau bulan.
Lesi kulit tipikal muncul 1-5 hari setelah paparan berupa
plak eritematosa, vesikular, atau linear, serpiginosa.
Lebar lesi kira-kira 3mm, panjang 15-20cm. Lesi tunggal
atau multipel, terasa gatal bahkan nyeri.
Tempat predileksi adalah kaki dan bokong.
Karena infeksi ini memicu reaksi inflamasi eosinofilik,
DO
pada beberapa pasien dapat disertai dengan
wheezing, urtkaria, dan batuk kering.
Diagnosis banding : -
Sistemik :
1. Albendazole 800mg selama 3 hari, jika terdapat
gangguan gastrointestinal dosis dapat diturunkan
menjadi 400mg selama 5 hari , atau
2. Ivermektin 200 µg/kg selama 1-2 hari
Topikal :
1. Albendazole 10% dioleskan 3 kali sehari selama
7-10 hari
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 30
30 Dermatologi Infeksi
IV Kepustakaan : 1. Wolff K, Goldsmith LA, Freedberg IM, Kazt SI, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffell DJ, editor. Dalam: Fitzpatrick’s
Dematology in general medicine. Edisi ke-8. New York
: Mc Graw-Hill, 2012;2544-2560
2. Dwight D. Bowman, Susan P. Montgomery, Anne M.
Zajac, Mark L. Eberhard, Kevin R. Kazacos. Hookworms
I
of dogs and cats as Agents of Cutaneous Larva
Migrans.Trends in Parasitology, 26 (2010),pp162-167
3. Cord Sunderkötter, Esther von Stebut, Helmut Schöfer,
Martin Mempel, et al. S1 guideline diagnosis and
SK
therapy of cutaneous larva migrans (creeping
disease). Journal der Deutschen Dermatologischen
Gesellschaft, 12(2014),pp 86-91
Tidak Ya
DO
Diagnosis banding Creeping eruption
lainnya
Medikamentosa
Albendazole
Ivermektin
R
PE
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 31
Dermatologi Infeksi 31
B.2. DERMATOFITOSIS (B35)
I
menggambarkan dermato-mikosis, dan
dibedakan berdasarkan lokasi anatomi infeksi.
Klasifikasi menurut lokasi:
SK
Tinea kapitis (ICD 10 : B35.0)
Tinea korporis (ICD 10 : B35.4)
Tinea kruris (ICD 10 : B35.6)
Tinea pedís (ICD 10 : B35.3)
Tinea manum (ICD 10 : B35.2)
Tinea unguium (ICD 10 : B35.1)
Tinea Imbrikata (ICD 10 : B35.5)
II Kriteria diagnostik :
Klinis : Tinea kapitis
Bergantung pada etiologinya.
o Noninflammatory, human, atau epidemic type
(“grey patch”)
DO
Inflamasi minimal, rambut pada daerah ter-
kena berubah warna menjadi abu-abu dan
tidak berkilat, mudah patah di atas per-
mukaan skalp.
Lesi tampak berskuama, hiperkeratosis, batas
tegas karena rambut yang patah. Berfluoresensi
dengan lampu Wood.
o Inflammatory type, kerion
Biasa disebabkan oleh patogen zoofilik atau
geofilik. Spektrum inflamasi berkisar mulai
dari folikulitis pustular sampai kerion. Sering
terjadi alopesia sikatrisial.
Lesi biasanya gatal, dapat disertai nyeri,
R
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 32
32 Dermatologi Infeksi
terdiri atas eritema, skuama dan kadang papul dan
vesikel di tepi, normal di tengah (central clearing).
Tinea kruris
Lesi serupa tinea korporis, terletak di daerah
inguinal, dapat meluas ke suprapubis, perineum,
perianal dan bokong. Area genital dan skrotum
I
dapat terkena pada pasien tertentu
Sering disertai gatal dengan maserasi atau infeksi
sekunder.
SK
Tinea pedis
Tipe interdigital (chronic intertriginous type)
Bentuk klinis paling banyak. Dimulai dengan
skuamasi, erosi dan eritema pada daerah
interdigital dan subdigital kaki, terutama pada
tiga jari lateral
Pada kondisi tertentu, infeksi dapat menyebar
ke telapak kaki yang berdekatan dan bagian
kura-kura kaki. Jarang mengenai dorsum
kaki.
Oklusi dan ko-infeksi dengan bakteri segera
menyebabkan maserasi, pruritus, dan malodor
DO
(dermatofitosis kompleks atau athlete’s foot).
Tipe hiperkeratotik kronik
Klinis tampak skuama difus atau setempat,
bilateral, pada kulit yang tebal (telapak kaki,
aspek lateral dan medial kaki), dikenal
sebagai “moccasin-type.” Dapat timbul sedikit
vesikel, meninggalkan skuama kolaret
dengan diameter kurang dari 2 mm.
Tinea manum unilateral umumnya terjadi
berhubungan dengan tinea pedis hiperkeratotik
sehingga terjadi “two feet-one hand syndrome”.
Tipe vesikobulosa
Klinis tampak vesikel tegang dengan diameter
R
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 33
Dermatologi Infeksi 33
Hiperkeratotik: vesikel mengering dan mem-
bentuk lesi sirkular atau iregular, eritematosa,
dengan skuama. Lesi kronik dapat mengenai
seluruh telapak tangan dan jari disertai fisur.
I
Tinea unguium
Onikomikosis merujuk pada semua infeksi pada
kuku yang disebabkan oleh jamur dermatofita,
jamur nondermatofita, atau ragi (yeasts).
SK
Dapat mengenai kuku tangan maupun kuku kaki,
dengan bentuk klinis:
1. Onikomikosis subungual proksimal (OSP)
1. Onikomikosis subungual distal lateral (OSDL)
2. Onikomikosis superfisial putih (OSP)
3. Onikomikosis endoniks (OE)
4. Onikomikosis distrofik totalis (ODT)
imbrikata
d. Tinea kruris
Eritrasma, kandidosis, dermatitis intertriginosa,
dermatitis seboroik
e. Tinea unguium
Kandidosis kuku, onikomikosis dengan penye-
bab lain, onikolisis, 20-nail dystrophy (trachyo-
nychia), brittle nail, dermatitis kronis
f. Tinea imbrikata
Tinea korporis
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 34
34 Dermatologi Infeksi
Pemeriksaan : Pemeriksaan sediaan langsung kerokan kulit
penunjang atau kuku menggunakan mikroskop dan KOH
20%: tampak hifa panjang dan atau artrospora.
Kultur terbaik dengan agar Sabouraud plus
(Mycosel, Mycobiotic) : pada suhu 28o C
selama 1–4 pekan. (bila dihubungkan dengan
I
pengobatan, kultur tidak harus selalu dikerjakan
kecuali pada tinea unguium). Lampu Wood
hanya berfluoresensi pada tinea kapitis yang
SK
disebabkan oleh Microsposrum spp. (kecuali
M.gypsium).
III Penatalaksanaan Medikamentosa
a. Topikal:
- Obat pilihan: Golongan alilamin (krim
terbinafin, butenafin) sekali sehari selama 1 –
2 pekan
- Alternatif :
Golongan azol : misal, krim mikonazol,
ketokonazol, klotrimazol
Siklopiroksolamin
DO
Asam undesilinat
Tolnaftat
2 kali sehari selama 2 – 4 pekan
b. Sistemik:
Diberikan bila lesi kronik, luas, atau sesuai
indikasi
1. Griseofulvin oral 10 – 25 mg/kgBB/hari,
ketokonazol 200 mg/hari, atau itrakonazol
2 x 100 mg/hari.
2. Terbinafin oral 1 x 250 mg/hari hingga klinis
membaik dan hasil pemeriksaan labo-
ratorium negatif
Catatan:
R
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 35
Dermatologi Infeksi 35
: Pengobatan khusus untuk:
Tinea kapitis:
Sistemik:
Obat pilihan untuk spesies microsporum:
Griseofulvin fine particle/ microsize, 20 – 25
mg/kgBB/hari, 6-8 pekan
I
Alternatif: Itrakonazol 3-5 mg/hari, 4-6 pekan
Terbinafin 62,5-250 mg/hari (bergantung
berat badan) selama 2-4 pekan
SK
Obat pilihan untuk spesies Trikopiton :
Terbinafin : 62,5-250mg/hari
Alternatif : Griseofulvin atau flukonazol
Rambut dicuci dengan sampo antimikotik:
selenium sulfida 1,8% 2-4 x/pekan atau
Sampo ketokonazol 2% 2 hari sekali
Tinea unguium:
- Terbinafin 1x250mg/hari selama 6 pekan
untuk kuku tangan dan 12-16 pekan untuk
kuku kaki
DO
- Itrakonazol dosis denyut (2x200mg/hari
selama 7 hari, istirahat 3 pekan) sebanyak 2
denyut untuk kuku tangan dan 3-4 denyut
untuk kuku kaki
Tinea pedis
Khusus bentuk mocassin foot: itrakonazol 2 x
100 mg/hari atau terbinafin 1 x 250 mg/hari
selama 4 – 6 pekan.
Tinea imbrikata
- Terbinafin 62,5-250 mg/hari (tergantung
R
36 Dermatologi Infeksi
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 36
IV Kepustakaan : a. Bramono K, Suyoso S, Indriatmi W, Ramali LM,
Widaty S, Ervianty E, editor. Dalam
Dermatomikosis Superfisialis edisi ke 2. Jakarta :
BP FKUI, 2013; 24-99
b. Gupta KA, Tu LQ. Dermatophytosis: Diagnosis
and treatment. J Am Acad Dermatol
2006;54:1050-5.
I
c. Gupta KA, Cooper EA, Ryder JE, Nicol KA, Chow
M, Chaudhry MM. Optimal Management of Fungal
Infections of the Skin, Hair, and Nails. Am J Clin
SK
Dermatol 2004; 5 (4): 225-237
d. Maibach HI & Grouhi F. Evidence Based
Dermatology 2nd ed. People’s Meical Publishing
House. USA. 2011;353-363
e. Wolff K, Goldsmith LA, Freedberg IM, Kazt SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editor. Dalam:
Fitzpatrick’s Dematology in general medicine.
Edisi ke-8. New York : Mc Graw-Hill, 2012;2277
V Bagan Alur
DO
Pasien dengan gambaran
klinis dan gejala
suspek dermatofitosis
Tidak Ya
Diagnosis Diagnosis
banding lainnya Pemeriksaan klinis,
mikroskopis, kultur (untuk
t. unguium), memastikan
diagnosis
R
Nonmedikamentosa
Edukasi pasien
Medikamentosa
Topikal
Sistemik (mempertimbangkan
luas dan berat, rekuren,
rekalsitran, lokasi )
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 37
Dermatologi Infeksi 37
B.3. HERPES ZOSTER (B02)
I
Klinis : Masa tunas 7-12 hari, lesi baru tetap timbul selama ±1
pekan, masa resolusi berlangsung 1-2 pekan
Gejala prodromal:
SK
Sistemik: demam, pusing, malese
Lokal: nyeri otot-tulang, gatal, pegal, dsb
Timbul eritema yang segera menjadi vesikel
berkelompok dengan dasar kulit eritematosa dan
edema. Vesikel berisi cairan jernih, kemudian menjadi
keruh, dapat menjadi pustul dan krusta
Lokasi unilateral dan bersifat dermatomal sesuai
tempat persarafan
Bentuk khusus:
Herpes zoster oftalmikus: timbul kelainan pada
mata dan kulit di daerah persarafan cabang kesatu
nervus trigeminus
DO
Sindrom Ramsay-Hunt: timbul gejala paralisis otot
muka (paralisis Bell), kelainan kulit, tinitus, vertigo,
gangguan pendengaran, nistagmus dan nausea,
juga gangguan pengecapan
Neuralgia pasca herpes:
Nyeri menetap di dermatom yang terkena setelah erupsi
HZ menghilang. Batasan waktunya adalah nyeri yang
masih timbul 3 bulan setelah erupsi kulit menyembuh.
Umumnya nyeri akan berkurang dan spontan
menghilang setelah 1–6 bulan.
3. Dermatitis venenata
1. Topikal:
Stadium vesikular: bedak salisil 2% atau bedak
kocok kalamin untuk mencegah vesikel pecah
Bila vesikel pecah dan basah dapat diberikan
kompres terbuka dengan larutan antiseptik dan krim
antiseptik/ antibiotik.
Jika agak basah atau berkrusta dapat diberikan
antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 38
38 Dermatologi Infeksi
2. Sistemik:
Usia < 50 tahun
Umumnya ringan dan sembuh spontan.
Cukup diberikan terapi simtomatik analgetik :
asam mefenamat 3-4 x 250 – 500 mg/hari , atau
dipiron 3 x 500 mg/hari, atau
I
parasetamol 3 x 500 mg/hari ditambah kodein 3 x
10 mg/hari
Bila lesi luas :
SK
asiklovir oral 5 x 800 mg/ hari, atau
valasiklovir 3 x 1000 mg/hari
Usia > 50 tahun
Perjalanan penyakit seringkali berat
Terapi simtomatik
asiklovir oral 5 x 800 mg/hari selama 7 – 10 hari,
atau valasiklovir 3 x 1000 mg/hari atau famsiklovir
3 x 500 mg/hari
bila lesi luas diberikan asiklovir intravena 3 x 10
mg/kgBB/hari selama 5 hari
Vaksinasi
Dosis tunggal direkomendasikan kepada semua
yang berusia lebih dari 50 tahun, baik yang sudah
memiliki riwayat terkena varisela ataupun belum.
Tidak boleh diberikan pada pasien imunokompromis
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 39
Dermatologi Infeksi 39
IV Kepustakaan : 1. Wolff K, Goldsmith LA, Freedberg IM, Kazt SI, Gilchrest BA,
Paller AS, Leffell DJ, editor. Dalam: Fitzpatrick’s Dematology
in general medicine. Edisi ke-7. New York : Mc Graw-Hill,
2012;2383.
2. Maibach HI & Grouhi F. Evidence Based Dermatology 2nd
ed. People’s Meical Publishing House. USA. 2011;337-345
3. Tami Hendrikz, Philip Malouf, James E. Foy. Vaccines for
I
Measles, Mumps, Rubella, Varicella, and Herpes Zoster :
Immunization Guidelines for Adults. J Am Osteopath
AssocOctober 1, 2011 vol. 111 no. 10 suppl 6 S10-S12
SK
V Bagan Alur
Tidak Sesuai
Ringan Berat
R
Simtomatis Antiviral
Antiviral
PE
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 40
40 Dermatologi Infeksi
B.4. Hand-Foot-Mouth Disease (HFMD) (B08.4)
Kriteria diagnostik :
I
II
Klinis : Masa inkubasi 3-6 hari. Gejala yang dikeluhkan
adalah demam, malaise, nyeri perut, dan gejala ISPA.
SK
Kelainan tersering berupa lesi oral multipel disertai
nyeri di lidah, mukosa bukal, palatum durum, ataupun
orofaring. Lesi oral diawali makula dan papul
berwarna merah muda yang berkembang menjadi
vesikel kecil dengan eritema di sekelilingnya. Lesi
mudah terkikis, membentuk erosi berwarna kuning
keabuan dikelilingi lingkaran eritematosa. Lesi kulit
muncul setelah lesi oral, terutama di telapak dan sisi
tangan dan kaki, bokong, dan terkadang genitalia
eksternal serta wajah. Lesi kulit berkembang mirip
dengan lesi oral. Lesi yang sudah berkrusta akan
sembuh dalam waktu 7-10 hari.
DO
Diagnosis banding : Herpangina
Varisela
Erupsi obat
Eritema multiforme
Herpes gingivostomatitis
: Mc Graw-Hill, 2012;2360-2562
2. Zhang Y, Zhu Z, Yang W, et al. An emerging
recombinant human enterovirus 71 responsible for the
2008 outbreak of Hand Foot and Mouth Disease in
Fuyang city of China. Virology Journal 2010, 7:94
3. Wong SS, Yip CC, Lau SK, Yuen KY. Human
enterovirus 71 and hand, foot and mouth disease.
Epidemiol Infect 2010; 138: 1071-89.
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 41
Dermatologi Infeksi 41
V Alur Pasien dengan gambaran Pasien dengan gambaran
klinis dan gejala klinis dan gejala
suspek HFMD suspek HFMD
I
SK
Tidak Ya
Tidak
Diagnosis banding HFMD
lainnya Diagnosis banding H
lainnya
Medikamentosa
Simtomatik Medikamento
DO
Simtoma
R
PE
42 Dermatologi Infeksi
B.5. HISTOPLASMOSIS (B39)
II Kriteria diagnostik
I
Klinis : Infeksi dimulai dari infeksi paru dan biasanya
asimtomatik dan swasirna pada sebagian besar
pasien. Lesi kulit pada infeksi primer hasil formasii
SK
kompleks-imun atau akibat penyebaran langsung
dari paru. Walaupun asimtomatik, hasil
pemeriksaan histoplasmin pada kulit akan
menunjukkan hasil yang positif.
Pada pasien dengan gejala akut, ditandai batuk,
nyeri dada, demam, nyeri sendi, dan ruam yang
dapat berupa eritema toksik, eritema multiforme,
atau eritema nodusum. Pasien dengan gejala
progresif disertai penurunan berat badan yang
cepat, hepatosplenomegali, anemia, dan lesi kulit
berupa papul, nodul kecil, atau seperti moluskum
kecil, serta ulkus oral atau faringeal pada pasien
DO
kronik, dapat pula ditemukan Addison disease jika
kelenjar adrenal sudah terinfiltrasi.
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 43
Dermatologi Infeksi 43
IV Kepustakaan : 1. Wolff K, Goldsmith LA, Freedberg IM, Kazt SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editor. Dalam:
Fitzpatrick’s Dematology in general medicine. Edisi
ke-8. New York : Mc Graw-Hill, 2012;2148-2152
2. L.Joseph Wheat, Alison G. Freifeld, Martin B.
Kleiman, et al. Clinical Practice Guideline for The
I
Management of Patients with Histoplasmosis: 2007
Update by The Infectious Diseases Society of
America. Clin Infect Dis. (2007) 45 (7):807-825.
SK
3. Price CR, Glaser DA dan Penneys NS. Mycotic Skin
infection in HIV-1 disease. Pathophysiology,
diagnosis and treatment. Dermatol Therapy 1999; 12
: 87-107.
V Alur
Pasien dengan gambaran
klinis dan gejala
suspek Histoplasmosis
Ya
DO
Tidak
Medikamentosa
Amphotericin B atau
Itrakonazol
Edukasi
R
PE
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 44
44 Dermatologi Infeksi
B.6. KANDIDIASIS / KANDIDOSIS (B37)
I
kulit, kuku, membran mukosa, dan saluran cerna, tetapi
dapat juga menyebabkan penyakit sistemik.
Klasifikasi:
SK
Kandidiasis kutis (ICD 10 : B37.2)
Kandidiasis oral (ICD 10 : B37.0)
Kandidiasis vulvovaginal (ICD 10 : B37.3)
Kandida balanitis/ balanopostitis (ICD 10 : B37.4)
Kandidiasis kuku (ICD 10 : B37.2)
Kandidiasis mukokutan kronik (ICD 10 : P37.5)
Kandidiasis diseminata (ICD 10 : B37.8)
II Kriteria diagnostik :
Klinis : Kandidiasis kutis
Dapat ditemukan pada semua umur usia, mengenai
daerah intertriginosa yang lembab dan mudah
DO
mengalami maserasi, misalnya: sela paha, ketiak,
sela jari, infra mamae, atau sekitar kuku, dan juga
dapat meluas ke bagian tubuh lainnya.
Kulit tampak bercak eritematosa berbatas tegas,
bersisik, basah, dikelilingi oleh lesi satelit berupa
papul, vesikel dan pustul kecil di sekitarnya.
Kandidiasis mukosa
Merupakan infeksi oportunis, dapat berupa:
Kandidiasis oral :
Kandidiasis pseudomembran akut (thrush):
Bercak berwarna putih (pseudomembran) tebal,
diskret atau konfluen pada mukosa bukal, lidah,
R
palatum,dan gusi
Kandidiasis atrofik akut (kandidiasis eritematosa):
Bercak halus (papila lidah menipis) tertutup oleh
pseudomembran tipis pada permukaan dorsal
lidah
Dapat disertai rasa panas atau nyeri.
PE
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 45
Dermatologi Infeksi 45
Kandidiasis area genitalia:
Kandidiasis vulvovaginal:
Keluhan: Duh vagina berwarna putih susu,
disertai rasa gatal dan panas, kadang disuria
Pemeriksaan: tampak plak berwarna putih, dasar
eritematosa, pada dinding vagina disertai edema
di sekitarnya yang dapat meluas sampai ke labia
I
dan perineum
Balanitis dan balanopostitis kandida:
Keluhan: kulit penis tampak eritematosa, panas
SK
transien, muncul setelah hubungan seksual
Pemeriksaan: Papul atau papulopustul rapuh
pada glans penis atau sulkus koronarius penis
Kandidiasis kuku
Tampak perubahan kuku sekunder, tebal mengeras,
onikolisis, Beau’s line dengan diskolorisasi kuku
berwarna coklat atau hijau sepanjang sisi lateral
kuku, tidak rapuh, tetap berkilat dan tidak terdapat
debris di bawah kuku.
Paronikia kandida:
Tampak kemerahan, bengkak, dan nyeri pada
kuku disertai retraksi kutikula sampai lipat kuku
DO
proksimal, dapat disertai pus.
Kandidiasis mukokutan kronik
Merupakan suatu sindrom kandidosis kronik rekuren
pada pasien yang ditandai dengan infeksi resisten
terhadap terapi. Onset sebelum usia 6 tahun.
Merupakan manifestasi akibat defek sistem
imunologi, umumnya defek imunitas selular. Berupa
infeksi yang luas, eritematosa atau granulomatosa,
pada membran mukosa, kulit dan kuku.
Kandidiasis diseminata
Infeksi kandida yang meluas secara hematogen dari
orofaring atau saluran cerna, dan melibatkan
banyak organ, kadang ke kulit.
R
46 Dermatologi Infeksi
Pemeriksaan Diperlukan jika klinis tidak khas, dilakukan di tingkat
Penunjang pelayanan lanjut:
Kandidiasis superfisialis :
Pewarnaan sediaan langsung kerokan kulit
dengan KOH 20% atau Gram : ditemukan
pseudohifa
I
Kultur dengan agar Saboraud: tampak koloni
berwarna putih, tumbuh dalam 2-5 hari
Kandidiasis sistemik :
SK
Jika ada lesi kulit; dari kerokan kulit dapat
dilakukan pemeriksan histopatologi dan kultur
jaringan kulit.
Medikamentosa
Kandidiasis kutis
Topikal: Nistatin dan krim Imidazol (mikonazol)
Sistemik : Ketokonazol 1x 200 mg/hari selama 14
hari
Bedak mikonazol selanjutnya dapat untuk pencegahan
DO
Kandidiasis oral :
Nistatin 400.000-600.000 unit, 4x/hari selama 14 hari
Solusio gentian violet 1-2% 2x/hari selama 3 hari
Sistemik : Ketokonazol 200-400 mg/hari selama 2-5
pekan atau Flukonazol 150-200 mg dosis tunggal
Kandidiasis vulvovagina:
Topikal:
Imidazol: klotrimazol 500 mg dosis tunggal
Nystatin intravagina, 1x/hari, selama 10-14
hari. Aman untuk wanita hamil
Sistemik:
Ketokonazol 1x 200 mg selama 5-7 hari
R
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 47
Dermatologi Infeksi 47
Paronikia kandida :
Topikal: solusio imidazol : Timol 4% dlm alkohol
absolut/kloroform
Sistemik :
Ketokonazol 1x 200mg/hari sampai sembuh
Flukonazol 150 mg/ pekan sampai sembuh
I
Kandidiasis kuku
Lihat tinea unguium, tetapi terbinafin tidak efektif.
Kandidiasis mukokutan kronik
SK
o Flukonazol 100-400 mg/ hari sampai sembuh
o Itrakonazol 200-600 mg/ hari sampai sembuh
Dilanjutkan terapi maintenance dengan obat sama
selama hidup
Kandidiasis diseminata
Sistemik: amfoterisin B deoksikolat: 0,7 mg/kg
BB/hari IV, pengobatan bekerjasama dengan
Spesialis Penyakit Dalam.
Alternatif lain: Amfoterisin B liposomal, Flukonazol,
Vorikonazol, dengan memperhatikan resistensi
spesies Candida
DO
IV Kepustakaan : 1. Bramono K, Suyoso S, Indriatmi W, Ramali LM, Widaty S,
Ervianty E, editor. Dalam Dermatomikosis Superfisialis
edisi ke 2. Jakarta : BP FKUI, 2013; 100-148
2. Wolff K, Goldsmith LA, Freedberg IM, Kazt SI, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffell DJ, editor. Dalam: Fitzpatrick’s
Dematology in general medicine. Edisi ke-8. New York :
Mc Graw-Hill, 2012;2298
3. Sexually Transmitted Infection. Management Guidelines
Department of STI Control.2007
4. Pappas PG, Rex JH, Sobel JD, Filler SG, Dismukes WE,
Walsh TJ, et al . Guidelines for treatment of candidiasis.
Clin Infect Dis 2004;38:161-89.
5. Roberts DT, Taylor WD, Boyle J. Guidelines for treatment
R
V Bagan Alur
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 48
48 Dermatologi Infeksi
V Bagan Alur
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 48
KANDIDIASIS
I
Mukokutan Diseminata
SK
Kutis Kuku Oral Genital
Diagnosis
Tidak
Klinis sesuai ? Banding
Pemeriksaan
DIAGNOSIS Penunjang
DO
TERAPI
Dermatologi
D e r m a t o l oInfeksi
g i I n f e k s 49
i | 49
B.7. KRIPTOKOKOSIS (B45)
II Kriteria diagnostik :
I
Klinis : Manifestasi klinis yang tersering adalah meningoense-
falitis. Terdapat bentuk subklinikal, dengan hasil tes kulit
positif. Lesi kutaneus tidak patognomonik, seperti
SK
papul atau pustul akneiformis yang berkembang
menjadi nodul atau plak krusta tidak rata, ulkus, dan
infiltrat. Abses dingin, selulitis, dan lesi noduler juga
dapat muncul
Inokulasi langsung pada kulit memberikan gambaran
nodul soliter yang kemudian pecah dan menjadi ulkus
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 50
50 Dermatologi Infeksi
3. Venkatesan P, Perfect JR, Myers SA. Evaluation and
Management of fungal infection in Immuno-
compromised patients. Dermatol Therapy 2005; 18 :
44-57.
4. Price CR, Glaser DA dan Penneys NS. Mycotic Skin
infection in HIV-1 disease. Pathophysiology, diagnosis
and treatment. Dermatol Therapy 1999; 12 : 87-107.
I
SK
Pasien dengan gambaran
V Alur klinis dan gejala
suspek kriptokokosis
Tidak Ya
Edukasi
R
PE
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 51
Dermatologi Infeksi 51
B.8. KUSTA (A30)
I
II. Kriteria diagnostik
Klinis Diagnosis didasarkan pada penemuan tanda kardinal (tanda
utama) menurut WHO, yaitu:
SK
1. Bercak kulit yang mati rasa
Bercak hipopigmentasi atau eritematosa, mendatar
(makula) atau meninggi (plak). Mati rasa pada bercak
bersifat total atau sebagian saja terhadap rasa raba, suhu,
dan nyeri.
2. Penebalan saraf tepi
Dapat /tanpa disertai rasa nyeri dan gangguan fungsi saraf
yang terkena, yaitu:
a. Gangguan fungsi sensoris: mati rasa
b. Gangguan fungsi motoris: paresis atau paralisis
c. Gangguan fungsi otonom: kulit kering, retak, edema,
pertumbuhan rambut yang terganggu
DO
3. Ditemukan kuman tahan asam
Bahan pemeriksaan adalah hapusan kulit cuping telinga
dan lesi kulit pada bagian yang aktif. Kadang-kadang
bahan diperoleh dari biopsi saraf.
Diagnosis kusta ditegakkan bila ditemukan paling sedikit satu
tanda kardinal. Bila tidak atau belum dapat ditemukan, maka kita
hanya dapat mengatakan tersangka kusta dan pasien perlu
diamati dan diperiksa ulang 3-6 bulan sampai diagnosis kusta
dapat ditegakkan atau disingkirkan.
52 Dermatologi Infeksi
Tes sensoris: rasa raba, nyeri, dan suhu
Tes otonom
Tes motoris: Voluntary muscle test (VMT)
I
banding Makula hipopigmentasi : leukoderma, vitiligo, tinea versikolor,
pitiriasis alba, morfea dan parut
Plak eritema : tinea korporis, lupus vulgaris, lupus eritematosus,
SK
granuloma anulare, sifilis sekunder, sarkoidosis, leukemia
kutis dan mikosis fungoides
Ulkus : ulkus diabetik, ulkus kalosum, frambusia, penyakit
Raynaud & Buerger
Gangguan saraf
Neuropati perifer: neuropati diabetik, amiloidosis saraf, trauma
Pemeriksaan Laboratorium
penunjang Bakterioskopik : sediaan kerokan jaringan kulit dengan
pewarnaan Ziehl Neelsen
Biopsi / PA
Lain-lain: pemeriksaan serologi
DO
Komplikasi Komplikasi imunologis : reaksi reversal, reaksi eritema
nodosum leprosum
Komplikasi neurologis : ulkus, claw hand, drop hand, drop
foot, kontraktur,mutilasi, absorbsi
petugas
DDS 25 mg/bln 50 mg/bln 100 mg/bln Minum di
depan
petugas
25 mg/hari 50 mg/hari 100 Minum di
mg/hari rumah
PE
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 53
Dermatologi Infeksi 53
Tipe MB
Jenis Obat < 10thn 10-15 thn >15 thn Keteranga
n
Rifampisin 300 mg/bln 450 mg/bln 600 mg/bln Minum di
depan
petugas
I
Dapson 25 mg/bln 50 mg/bln 100 mg/bln Minum di
depan
petugas
SK
25 mg/hari 50 mg/hari 100 Minum di
mg/hari rumah
Klofazimin 100 mg/bln 150 mg/bln 300 mg/bln Minum di
(Lampren) depan
petugas
50 mg/2x 50 mg/ 50 mg/hari Minum di
sepekan setiap 2 rumah
hari
2. Rawat inap
Rawat inap diindikasikan untuk pasien kusta dengan:
Efek samping obat berat
Bila disertai reaksi reversal atau ENL berat
Pasien dengan keadaan umum buruk (ulkus, gangren)
Pasien dengan rencana tindakan operatif
3. Nonmedikamentosa
Rehabilitasi medik, meliputi fisioterapi, tindakan bedah,
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 54
54 Dermatologi Infeksi
penggunaan protese, dan terapi okupasi
Rehabilitasi nonmedik, meliputi: rehabilitasi mental,
karya, dan sosial
Penyuluhan kepada pasien, keluarga dan masyarakat
REAKSI KUSTA
I. Definisi Reaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut pada
I
perjalanan penyakit yang sebenarnya sangat kronik. Reaksi kusta
terdiri atas reaksi tipe 1 (reaksi reversal) dan tipe 2 (eritema
nodosum leprosum)
SK
II. Klinis Perbedaan reaksi tipe 1 dan tipe 2 dapat dilihat pada tabel berikut:
MB
Udem pada (+) (-)
ekstri-mitas
Peradangan Hampir tidak ada Terjadi pada mata,
pada organ lain kelenjar getah
bening, sendi, ginjal,
testis dll.
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 55
Dermatologi Infeksi 55
Adanya lagoftalmos baru terjadi dalam 3 bulan terakhir
Adanya nyeri raba saraf tepi
Adanya kekuatan otot berkurang dalam 6 bulan terakhir
Adanya makula pecah atau nodusl pecah
Adanya makula aktif (meradang) diatas lokasi saraf tepi
Adanya gangguan pada organ lain
I
III. Penatalaksan 1. Penanganan Reaksi
aan Prinsip pengobatan reaksi ringan
SK
Berobat jalan,
Pemberian analgetik/antipiretik, obat penenang bila perlu
MDT diberikan terus dengan dosis yang sama*
Menghindari / menghilangkan faktor pencetus
Imbolisasi organ tubuh yang terkena neuritis
Prinsip pengobatan reaksi berat
Pemberian analgetik/antipiretik, obat penenang bila perlu
MDT tetap diberikan dengan dosis yang sama*
Menghindari / menghilangkan faktor pencetus.
Memberikan obat anti reaksi: Prednison, Lamprene,
talidomid (bila tersedia)
Bila ada indikasi rawat inap pasien dikirim ke rumah sakit
DO
*Catatan:
MDT hanya diberikan pada reaksi yang timbul sebelum dan
selama pengobatan. Bila telah release from treatment (RFT),
MDT tidak diberikan lagi
sesudah makan
2 pekan keempat:15 mg/hari (1x3 tab) pagi hari
sesudah makan
2 pekan kelima: 10 mg/hari (1x2 tab) pagi hari
sesudah makan
2 pekan keenam: 5 mg/hari (1x1 tab) pagi hari sesudah
PE
makan
Bila diperlukan dapat digunakan kortikosteroid jenis lain
dengan dosis yang setara dan penurunan dosis secara
bertahap juga.
Lampren
Obat dipergunakan untuk penanganan/pengobatan
reaksi ENL yang berulang-ulang dan tergantung steroid.
Cara pemberian:
1 x 300 mg/hari selama 2 bulan, dilanjutkan
1x 200 mg/hari selama 2 bulan, dilanjutkan
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 56
56 Dermatologi Infeksi
1 x 100 mg/hari selama 2 bulan
Bila terdapat keluhan keluhan gastrointestinal, dapat
diberikan dengan dosis terbagi
Thalidomid, bila obat ini tersedia (hanya untuk reaksi
tipe 2)
I
SK
RELAPS
I. Definisi Relaps adalah timbulnya tanda dan gejala kusta pada pasien
yang telah menyelesaikan pengobatan yang adekuat, baik selama
masa pengawasan maupun setelahnya. Pengobatan harus sesuai
dengan ketentuan yang sudah ditetapkan dan dihentikan oleh
petugas yang berwenang.
Anamnesis
1. Riwayat pengobatan MH sebelumnya: pernah mendapat
terapi MDT dan dinyatakan telah RFT yang ditentukan
oleh wasor atau dokter kusta yang berwenang
2. Terdapat lesi baru dan/atau gangguan sensibilitas baru
DO
II. Diagnosis dan/atau perluasan gangguan yang sudah ada sebelumnya,
dan/atau pembesaran saraf baru.
3. Telaah hasil pemeriksaan lab sebelumnya (slit skin smear,
histopatologi, dan serologi)
Pemeriksaan status dermatologikus:
1. Relaps pada kasus PB:
Lesi kulit sebelumnya memperlihatkan tanda aktif
kembali, seperti adanya infiltrasi, eritema bertambah
luas, atau tampak adanya lesi satelit. Seringkali
jumlah lesi juga bertambah.
Terdapat pembesaran saraf dan nyeri disertai
dengan bertambahluasnya daerah lesi yang
mengalami anestesi dan/atau disertai defisit motorik.
R
I
Dapat pula ditemukan lesi pada daerah mukosa berupa
papul atau nodul di palatum durum, bagian dalam bibir, dan
glans penis.
SK
Kriteria diagnosis MH relaps:
1. Kriteria klinis (peningkatan ukuran dan perluasan lesi yang
sudah ada, timbul lesi baru, timbul eritema dan infiltrasi
kembali pada lesi yang sudah membaik, penebalan atau
nyeri saraf)
2. Kriteria bakteriologis: dua kali pemeriksaan BTA positif
(selama periode pengobatan) pada pasien yang
sebelumnya BTA negatif pada lokasi mana saja. Atau jika
terdapat peningkatan BI 2+ atau lebih dibandingkan dengan
pemeriksaan BI sebelumnya pada 2 lokasi, dan tetap positif
pada pemeriksaan ulang. Hal ini dikatakan relaps jika
DO
pasien sudah menyelesaikan terapi MDT sebelumnya
(WHO)
3. Kriteria teurapetik: untuk membedakan dengan RR, dapat
dilakukan sbb: pasien diterapi dengan prednison/-
prednisolon (1kg/kgbb). Jika RR, maka akan terdapat
perbaikan klinis secara berangsur dalam 2 bulan. Jika tidak
ada perbaikan gejala atau hanya sebagian membaik atau
justru lebih bertambah, dapat dikatakan tersangka relaps.
4. Kriteria histopatologis: muncul kembali granuloma pada
kasus PB dan meningkatnya infiltrasi makrofag disertai
dengan ditemukannya basil solid serta peningkatan BI pada
kasus MB.
5. Kriteria serologis: pada kasus LL, pengukuran antibody
R
berikut:
No Gejala Reaksi tipe 1 Relaps
. (reaksi reversal)
1. Interval/onset Umumnya dalam 1 tahun atau
4 pekan – 6 lebih setelah
bulan RFT:
pengobatan atau PB: 3 tahun
dalam 6 bulan pada non
setelah RFT. lepromatosa
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 58
58 Dermatologi Infeksi
Pada reaksi Borderline: 5
berulang sampai tahun
2 tahun setelah MB: 9 tahun
RFT
2. Timbulnya gejala Mendadak, cepat Lambat,
bertahap
I
3. Tipe kusta BT, BB, BL Semua tipe
4. Lesi lama Beberapa atau Eritema dan
seluruh lesi plak di tepi lesi.
SK
menjadi berkilap, Lesi bertambah
eritematosa, dan dan meluas.
bengkak; nyeri
tekan (+);
konsistensi
lunak. Terjadi
perubahan tipe
ke arah yang
lebih baik;
edema tangan
dan kaki
5. Lesi baru Jumlah Jumlah banyak
DO
beberapa,
morfologi sama
6. Ulserasi (+) pada reaksi (-)
berat
7. Keterlibatan saraf Neuritis akut Terjadi
yang nyeri; ada keterlibatan
nyeri spontan; saraf baru;
abses saraf; tiba- tanpa nyeri
tiba ada paralisis spontan; nyeri
otot disertai tekan (+);
meluasnya gangguan
gangguan motoris dan
sensoris sensoris terjadi
R
lambat/perlahan
8. Gangguan Mungkin (+) Mungkin (-)
sistemik
9. BTA Terjadi IB mungkin (+)
penurunan IB, pada pasien
peningkatan dengan IB yang
PE
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 59
Dermatologi Infeksi 59
11. Respons terhadap Excellent. Lesi Respons tidak
pemberian steroid membaik dalam ada atau
2-4 pekan; tetap sedikit.
membaik dengan
pengobatan 2
bulan.
I
III. Penatalaksanaan Pasien diobati MDT sesuai hasil pemeriksaan dan tipe relaps
yang ditemukan pada saat itu.
SK
Kepustakaan 1. Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Kazt SI,
editor. Dalam : Fitzpatrick’s Dematology in general medicine. Edisi ke-7
New York : Mc Graw-Hill, 2012.
2. Jopling WHJ., Mc Doughall AC. Handbook of Leprosy. Edisi ke-5.
New Delhi; CBS publishers & Distrubutors,1988.
3. Brycesson A., Pflatzgraff RE. Leprosy. Edisi ke-3. London; Churchill
Livingstone, 1990.
4. The International Federation of Anti Leprosy Association (ILEP),
2002. 234 Blythe Road London, W14 OHJ, Great Britain. How to
Diagnose and Treat Leprosy. Learning Guide One.
5. The International Federation of Anti Leprosy Association (ILEP),
DO
2002. How to recognize and manage Leprosy Reaction, 234 Blythe
Road London, W14 OHJ, Great Britain. Learning Guide Two.
6. Daili ES, Menaldi SL, Ismiarto SP, Nilasari H, penyunting. Kusta,
edisi ke-2. Jakarta; Balai Penerbit FKUI, 2003.
st
7. IAL Textbook of Leprosy. Kar and Kumar editors. 1 edition. Jaypee
Brothers Medical Publishers (P) Ltd New Delhi, St Louis 2010
8. WHO Expert Committee on leprosy, eighth report (WHO Technical
Report Series ; no 369) , 2012
9. Buku Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta. Direktorat
Jenderal Pengandalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 2013
R
PE
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 60
60 Dermatologi Infeksi
Bagan Alur
Tanda kardinal
I
Ada Ragu Tidak Ada
SK
Kusta Tersangka Bukan Kusta
Tanda kardinal
PB MB
RUJUK
ke konsultan
MDT PB / MB
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 61
Dermatologi Infeksi 61
B.9. MALASSEZIA FOLIKULITIS
II Kriteria diagnostik :
Klinis : Lesi biasanya terdapat di dada, punggung, leher,
I
dan lengan, berupa papul eritematosa atau
pustul perifolikular berukuran 2-3 mm. Gatal lebih
sering dijumpai dibandingkan pada Pitiriasis
SK
Versikolor. Penyakit ini kadang dijumpai
bersamaan dengan akne vulgaris yang
rekalsitran, hal ini mungkin berkaitan dengan kulit
yang berminyak.
Faktor predisposisi antara lain: diabetes melitus,
penggunaan glukokortikoid, antibiotik, dan obat
imunosupresif, kehamilan, keganasan (leukemia,
penyakit Hodgkin), transplantasi organ (ginjal,
jantung, sumsum tulang), AIDS, serta sindroma
Down
Diagnosis banding : - Akne korporis
- Erupsi akneiformis
- Folikulitis kandida
DO
- Folikulitis bakterial
- Insect bites
- Miliaria
- Dermatitis kontak
Pemeriksaan : Pemeriksaan langsung dengan memakai larutan
penunjang KOH 20%. Spesimen berasal dari bagian dalam
isi pustul, papul atau papul komedo yang diambil
menggunakan ekstraksi komedo.
Hasil positif ditentukan sebagai +3 atau +4
berdasarkan grading jumlah spora per lapangan
pandang besar mikroskop.
Grading spora:
+1: bila ditemukan 1-2 spora, tidak ada
kelompokkan spora
R
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 62
62 Dermatologi Infeksi
sehingga terlihat respons radang campuran dan
sel datia benda asing
I
Flukonazol 150 mg/pekan selama 2-4
pekan, atau
Itrakonazol 200 mg/hari selama 2 pekan
SK
IV Kepustakaan : 1. Pfaller MA, Diekema DJ, Merz WG. Infections
caused by non-Candida, non-Cryptococcus
yeasts. Dalam: Anaisse EJ, McGinnis MR,
Pfaller MA, editor. Clinical Mycology; edisi ke-
2. New York: Churchill Livingstone Elsevier,
2009: 251-70
2. Janik MP, Heffernan MP. Martin. Yeast
infections: Candidiasis and Tinea (Pytiriasis)
Versikolor. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA,
Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,
editor. Dermatology in general medicine; edisi
ke-7. New York: Mc Graw Hill, 2008:1822-30
DO
3. Jacinto-Jamora S, Tamesis J, Katigbak ML.
Pytirosporum folliculitis in the Philippines:
diagnosis, prevalence and management.
Journal American Academic of
Dermatology.1991;24:693-6
V Bagan Alur
Ya
Tidak
Malassezia
Diagnosis banding
Folikulitis
lainnya
PE
Medikamentosa
Ketokonazol
200mg/hari selama
4 minggu
Flukonazol 150
mg/minggu selama
2-4 minggu
Itrakonazol 200
mg/hari selama 2
minggu
Edukasi
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 63
Dermatologi Infeksi 63
B.10. MIKOSIS PROFUNDA
I
penyebabnya dan beradaptasi dengan lingkungan
jaringan penjamunya.
Berikut dibahas : misetoma (eumisetoma,
aktinomisetoma), sporotrikosis, kromomikosis, dan
SK
zigomikosis subkutan.
Misetoma (Eumisetoma ICD10 : B47.0
Aktinomisetoma ICD10 : B47.1)
Misetoma adalah penyakit infeksi jamur kronik
supuratif jaringan subkutan, khas ditandai dengan
tumefaksi, abses, sinus, fistul dan granul. Penyebab
dapat jamur (eumisetoma) atau oleh Actinomycetes
(aktinomisetoma).
Sporotrikosis (ICD10 : B42)
Sporotrikosis adalah infeksi jamur kronis yang
disebabkan oleh Sporotrichium schenkii.
Klasifikasi : tipe lokalisata, tipe limfangitis kronis
DO
(tersering, ICD10 : B42.1), tipe kutaneus menetap,
dan tipe diseminata
Kromoblastomikosis/ Kromomikosis (ICD10 :
B43)
Adalah penyakit jamur kronis invasif pada kulit dan
jaringan subkutan yang disebabkan oleh bermacam
jamur berpigmen (dermatiaceae) yang membentuk
sel muriform (badan sklerotik).
Zigomikosis subkutan/ Basidiobolomikosis
(ICD10 : 46.8)
Penyakit infeksi yang disebabkan tersering oleh
Basidiobolus ranarum.
II Kriteria diagnostik :
R
64 Dermatologi Infeksi
vegetasi papiloma besar. Tempat predileksi: tungkai
dan kaki.
Zigomikosis subkutan: nodus subkutan yang
membesar dan tidak nyeri, teraba keras seperti kayu,
kadang gatal.
I
Diagnosis banding : 1. Misetoma : tuberkulosis kutis, infeksi bacterial
(botriomisetoma), osteomielitis kronik, aktino
misetoma.
2. Sporotrikosis: Infeksi Mikobakterium atipik,
SK
leismaniasis
3. Kromoblastomikosis: Veruka vulgaris, tuberculosis
kutis verukosa, elefantiasis, karsinoma sel skuamosa.
amputasi.
Alternatif: kombinasi itrakonazol dengan bedah beku,
pemanasan topikal.
Zigomikosis subkutan :
Obat pilihan : Itrakonazol 200 mg/hari selama 3 bulan
atau solusio kalium yodida jenuh/ tablet Jodkali 200
mg/tablet dosis 30 mg/KgBB/hari.
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 65
Dermatologi Infeksi 65
Aktinomisetoma
Obat pilihan : kombinasi antibiotik
Rifampisin 600 mg/ hari dan kotrimoksazol 2 x 2 tablet
(2x1 tablet forte)
Streptomisin sulfat 14 mg/kgBB/hari IM 1 bulan kemudian
tiap 2 hari sekali, dikombinasi dengan ko-trimokasozol
yang terdiri atas: 23 mg/kgBB/hari sulfametoksazol + 4,6
I
mg/kgBB/hari trimetoprim.
Alternatif kombinasi streptomisin: dengan dapson 100
mg/hari, atau rifampisin 4,3 mg/kgBB/hari, atau sulfadoksin-
SK
pirimetamin 500 mg 2x/pekan.
Penambahan Amikasin 15 mg/kgBB/hari selama 3
pekan dalam tiap siklus 5 pekan ko-trimoksazol dapat
diberikan pada penyebab Nocardia yang rekalsitran
(regimen Walsh).
Eumisetoma: sulit, lama (bulan s/d tahun) dan hasil
bervariasi bergantung penyebab.
Obat pilihan : Itrakonazol 200 mg/hari. Pada penyebab M.
mycetomatis dan M. grisea dapat dengan ketokonazol 200
mg/hari. Dapat dengan terbinafin 250-500 mg/hari. Lesi
lanjut dapat berakhir amputasi.
Catatan:
DO
Perhatikan semua kontraindikasi dan kemungkinan efek
samping akibat obat antijamur sistemik maupun antibiotik
jangka panjang.
Kriteria sembuh : sembuh klinis dan laboratoris.
st
1 ed., Elsevier Inc., 2006: 197-214
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 66
66 Dermatologi Infeksi
V Bagan Alur
I
Anamnesis
SK
1. Riwayat trauma
2. Peninggian lesi, pembentukan nodul, abses, fistula, drainage grain
3. Warna dan ukuran granul
Pemeriksaan
1. Pemeriksaan granul dengan KOH 10-20%
2. Histopatologi
DO
3. Kultur isolasi dan identifikasi agen
4. Foto rontgen, untuk deseksi lesi tulang dan perubahan jaringan lunak
Aktinomisetoma Eumisetoma
R
Antibiotik Antijamur
Yang sesuai Yang sesuai
Edukasi
Edukasi
PE
Dermatologi Infeksi 67
Lesi kulit yang dicurigai Sporotrikosis
Anamnesis
1. Sering terjadi pada tukang kebun, petani, buruh lapangan
2. Riwayat pajanan tanah atau tumbuhan misalnya mawar, rumput
I
Klinis :
SK
Nodus multiple yang muncul dari distal ke proksimal sepanjang limfe,selanjutnya membentuk ulkus-
ulkus kecil tidak nyeri, pada ekstremitas atas dan bawah, dan wajah pada anak-anak. Atau nodus
tunggal yang menjadi ulkus menetap tanpa nyeri
Pemeriksaan penunjang
Isolasi jamur dari kultur eksudat
DO
Biopsi kulit
Pemeriksaan lain untuk menyingkirkan diagnosis banding
Sesuai sporotrikosis
Itrakonazol
Solusio Kalium Iodida
jenuh atau
Tablet Jodkali
R
Edukasi
PE
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 68
68 Dermatologi Infeksi
Lesi kulit dicurigai Kromoblastomikosis
Anamnesis
1. Sering terjadi pada penduduk daerah pedesaan (petani, pemotong kayu, pemotong karet)
I
2. Sering terjadi pada usia 35 – 40 tahun
SK
Klinis :
Satu atau lebih nodul pada daerah trauma membentuk plak eritematous batas tegas. Lesi berkembang
papilomatosa atau verukosa ireguler. Sering disertai ulserasi. Infeksi dapat menyebar secara limfatik atau
hematogen.
Sesuai kromoblastomikosis :
Kecil: bedah eksisi dilanjutkan itrakonazol
Besar: Itrakonazole 200mg perhari (dengan atau tanpa Flusitosin 30 mg/ kg/ hr)
atau Terbinafine 250 mg, atau kombinasi ke 2 nya
R
Ketokonazol 10 mg/KgBB/hari
Edukasi
PE
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 69
Dermatologi Infeksi 69
B.11. MOLUSKUM KONTAGIOSUM (B08.1)
I
imunokompromais.
Masa inkubasi berlangsung satu sampai
beberapa pekan.
SK
Tidak ada keluhan.
Kelainan kulit berupa papul khas berbentuk
kubah, di tengahnya terdapat lekukan (delle). Jika
dipijat akan tampak keluar massa berwarna putih
seperti nasi yang merupakan badan moluskum.
Kadang berbentuk lentikular dan berwarna putih
seperti lilin.
Dapat terjadi infeksi sekunder sehingga timbul
supurasi.
Lokasi: muka, badan, dan ekstremitas.
Medikamentosa:
1. Tindakan bedah kuretase/enukleasi:
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 70
70 Dermatologi Infeksi
Lesi kulit dibersihkan dengan alkohol 70%
Bila perlu diberi anestesi krim EMLA 5%
dioleskan pada tiap lesi, tutup plester dan
dibiarkan 1-2 jam
Dengan memakai pinset mata, lesi moluskum
dijepit agar isi keluar, atau dengan ujung skalpel
I
no 11 untuk membuka papul dan mengeluarkan
isi papul.
Luka diolesi dengan salep antibiotik
SK
Tindakan terapi beku/nitrogen cair diulang
dengan interval 3 pekan
2. Terapi topikal :
Kantaridin (0,7% atau 0,9%) dioleskan pada
lesi dan dibiarkan selama 3-4 jam, setelah itu
dicuci. Dalam 1-2 hari timbul lepuh yang akan
pecah menimbulkan erosi/ekskoriasi. Dapat
diberikan salap antibiotik untuk mencegah
infeksi sekunder. Dapat dilakukan sebulan
sekali sampai tidak ada lesi lagi.
Podofilin (10%-25% dalam bentuk resin) atau
(0,3% atau 0,5% dalam bentuk krim).
DO
Dioleskan pada tiap lesi sepekan sekali
Krim imikuimod 5% 3-5 kali/pekan
Gel retinoid 0,1%
Pasta perak nitrat
Asam trikoloroasetat (25% - 35%)
Sidovovir topikal (gel 1%, 3% atau krim 1%,
3%)
Kalium hidroksida (10%) 2 kali/hari selama
30 hari atau sampai terjadi inflamasi dan
ulserasi di permukaan papul
Campuran asam salisilat dan asam laktat
topikal
R
3. Terapi Sistemik :
Simetidin 20-40 mg/kg/hari terbagi dalam 3 dosis
dengan dosis maksimal 800 mg 3x/hari
Terapi sistemik yang hanya diberikan untuk
pasien imunokompromais:
sidovovir oral
α sub kutan.
interferon-�
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 71
Dermatologi Infeksi 71
3. Terapi Sistemik :
Simetidin 20-40 mg/kg/hari terbagi dalam 3 dosis
dengan dosis maksimal 800 mg 3x/hari
Terapi sistemik yang hanya diberikan untuk
pasien imunokompromais:
sidovovir oral
interferon-� sub kutan.
I
molluscum contagiosum. Skin Therapy Lett 2014; 19: 5-8.
4. Nguyen HP, Franz E, Stiegel KR, et al. Treatment of
molluscum contagiosum in adult, pediatric, and
SK
immunodeficient populations. J Cutan Med Surg 2014;
18: 1-8.
5. Olsen JR, Gallacher J, Piguet V, Francis NA.
Epidemiology of molluscum contagiosum in children: A
systematic review. Fam Pract 2014; 31: 130-6.
6. Chen X, Anstey AV, Bugert JJ. Molluscum
contagiosum virus infection. Lancet Infect Dis 2013;
13: 877-88.
V Bagan Alur
Kelainan berupa papul kemerahan
sewarna kulit atau putih mutiara
pada kulit atau mukosa sangat
mungkin suatu MK
DO
DIAGNOSIS Pemeriksaan Penunjang
TIDAK
Apakah gambaran Giemsa
klinis sesuai MK? Histopatologis
YA
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 72
72 Dermatologi Infeksi
B.12. PIODERMA (L08.0)
I
Terdapat 2 bentuk pioderma:
1. Pioderma superfisialis, lesi terbatas pada
SK
epidermis
Impetigo nonbulosa
Impetigo bulosa
Ektima
Folikulitis
Furunkel
Karbunkel
2. Pioderma profunda, mengenai epidermis dan
dermis
Erisipelas
Selulitis
Flegmon
DO
Abses multipel kelenjar keringat
Hidradenitis
II Kriteria diagnostik :
Klinis : Pioderma superfisialis
Gejala konstitusi tidak ada.
a. Impetigo nonbulosa
Tempat predileksi: daerah wajah, terutama di sekitar
nares dan mulut
Lesi awal berupa vesikel atau pustul berdinding tipis
yang mudah pecah membentuk krusta tebal
kekuningan (honey colour). Lesi dapat melebar
sampai 1-2 cm, disertai lesi satelit di sekitarnya.
R
I
1. Folikulitis superfisialis (impetigo Bockhart/
impetigo folikular )
Predileksi: skalp (anak-anak), dagu, aksila,
SK
ekstremitas bawah, bokong (dewasa).
Terdapat rasa gatal dan panas.
Kelainan berupa pustul kecil dome-shaped,
mudah pecah, pada folikel rambut, multipel.
2. Folikulitis profunda (sycosis barbae)
Predileksi: dagu, atas bibir.
Nodus eritematosa dengan perabaan hangat,
nyeri
e. Furunkel/karbunkel
Merupakan peradangan pada folikel rambut dan
jaringan sekitarnya.
Predileksi: daerah berambut yang sering
mengalami gesekan, oklusif, berkeringat,
DO
misalnya leher, wajah, aksila, dan bokong.
Lesi berupa nodus eritematosa, awalnya keras,
nyeri tekan, dapat membesar 1-3 cm, setelah
beberapa hari terdapat fluktuasi, bila pecah keluar
pus.
Karbunkel timbul bila yang terkena beberapa folikel
rambut.
Karbunkel lebih besar, diameter dapat mencapai 3-
10 cm, dasar lebih dalam. Nyeri, sering disertai
gejala konstitusi. Pecahnya lebih lambat, sembuh
dengan skar.
Pioderma profunda
Terdapat gejala konstitusi
Erupsi kulit diikuti rasa nyeri:
R
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 74
74 Dermatologi Infeksi
Dermatofitosis
Pemfigus vulgaris
Staphylococcal scalded skin syndrome
3. Ektima: impetigo nonbulosa
4. Folikulitis:
a. Pseudofolikulitis barbae
b. Folikulitis keloidal (acne keloidal nuchae)
I
c. Folikulitis pitirosporum
d. “Hot tub” folikulitis
5. Erisipelas: selulitis
SK
6. Hidradenitis: skrofuloderma
7. Karbunkel
Akne kistik
Hidradenitis supurativa
Pemeriksaan penunjang : Bila diperlukan:
Pemeriksaan sederhana dengan pewarnaan Gram
Kultur dan resistensi spesimen lesi
Kultur dan resistensi darah bila diduga bakteremia
I
Klindamisin 15 mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis,
selama 10 hari
Eritromisin: dewasa 4 x 250-500 mg/hari; anak-
SK
anak 20-50 mg/kgBB/hari terbagi 4 dosis,
selama 5-7 hari
Kasus yang berat atau infeksi di daerah berbahaya
(misalnya maksila), antibiotik diberikan parenteral.
Apabila terdapat/dicurigai ada methycillin resistent
Staphylococcus aureus (MRSA) pada infeksi berat:
vankomisin 1–2 gram/hari dalam dosis terbagi, intravena,
selama 7 hari
Apabila lesi besar, nyeri, disertai fluktuasi, dilakukan
insisi dan drainase
Kasus rekuren, diberikan antibiotik berdasarkan hasil
kultur dan resistensi
DO
Tindakan:
Bila ada abses, dapat dilakukan insisi
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 76
76 Dermatologi Infeksi
V Bagan Alur
I
SK
Tidak
Diagnosis Banding
Ringan – Sedang
Berat
Antibiotika Sistemik
DO
Antibiotik Topikal Pilihan I:
- Kloksasilin
Pilihan I: - Amoksisilin asam klavulanat
Mupirosin - Sefalosporin generasi I
Asam fusidat - Sefalosporin generasi II
Terapi berdasarkan:
PE
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 77
Dermatologi Infeksi 77
B.13. PITIRIASIS VERSIKOLOR (B36.0)
I
II Kriteria diagnostik :
Klinis : Penyakit ditemukan pada semua usia, terutama pada
usia 20 – 40 tahun, lesi terutama pada daerah
SK
seboroik; tidak menular, serta ada kecenderungan
genetik
Keluhan umumnya tidak ada, kadang timbul rasa gatal
terutama bila berkeringat.
Status dermatologi :
Predileksi lesi terutama di daerah seboroik, yaitu
tubuh bagian atas, leher, wajah dan lengan atas;
berupa bercak hipopigmentasi, eritema hingga
kecoklatan, konfluen dengan skuama halus.
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 78
78 Dermatologi Infeksi
2. Untuk lesi luas atau jika sulit disembuhkan dapat
digunakan ketokonazol oral 200 mg/hari selama 10
hari.
Alternatif: itrakonazol 200-400 mg/hari selama 7 hari
dan flukonazol 400mg single dose
Obat dihentikan bila pemeriksaan klinis, lampu Wood,
dan pemeriksaan mikologis langsung berturut-turut
I
selang sepekan telah negatif.
3. Pada kasus kronik berulang terapi pemeliharaan
dengan topikal tiap 1-2 pekan atau sistemik ketokonazol
SK
2X200 mg/hari sekali sebulan.
V Bagan Alur
Pasien dengan gambaran
klinis dan gejala
suspek pitiriasis versikolor
Ya
Tidak
Nonmedikamentosa
Edukasi pasien
Medikamentosa
Topikal
Oral (mempertimbangkan
PE
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 79
Dermatologi Infeksi 79
B.14. SKABIES (B86)
I
Lesi pada tempat infestasi
Manifestasi kutan hipersensitif terhadap kutu
Lesi sekunder olek karena garukan
SK
Lesi sekunder oleh karena infeksi
Lesi varian : skabies pada bayi, skabies pada orang
bersih, skabies incognito, skabies nodularis, skabies
yang ditularkan hewan, skabies dengan HIV/AIDS,
skabies Norwegia (skabies berkrusta)
II Kriteria diagnostik :
Klinis : Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok,
Keadaan umum pasien baik
Diagnosis pasti
Apabila ditemukan: tungau, larva, telur atau kotorannya
melalui pemeriksaan penunjang (mikroskopis).
PE
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 80
80 Dermatologi Infeksi
Pemeriksaan : Beberapa cara untuk menemukan terowongan:
penunjang Kaca pembesar
Tinta cina
Uji tetrasiklin
Epiluminescence microscopy (dermatoskopi).
I
Beberapa cara untuk menemukan tungau:
Kerokan diambil dari beberapa lesi (papul baru, tidak
eksoriasi) pada tempat predileksi, kemudian
SK
diletakkan di atas gelas obyek, ditetesi KOH/NaCl/
minyak mineral, ditutup dengan kaca penutup, lalu
diperiksa di bawah mikroskop.
Membuat biopsi irisan kulit
2. Sistemik :
Antihistamin sedative (oral) untuk mengurangi
gatal.
Bila infeksi sekunder dapat ditambah antibiotik
sistemik.
Ivermektin (oral) 0,2 mg/kg dosis tunggal, 2-3
PE
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 81
Dermatologi Infeksi 81
IV Kepustakaan : 1. Wolff K, Goldsmith LA, Freedberg IM, Kazt SI, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffell DJ, editor. Dalam: Fitzpatrick’s
Dematology in general medicine. Edisi ke-8. New York :
Mc Graw-Hill, 2012;2569
2. Shimose L, Munoz-Price LS. Diagnosis, prevention, and
treatment of scabies. Curr Infect Dis Rep. 2013;15: 426-
31.
I
3. FitzGerald D, Grainger RJ, Reid A. Interventions for
preventing the spread of infestation in close contacts of
people with scabies. Cochrane Database Syst Rev. 2014.
doi: 10.1002/14651858.CD009943.pub2.
SK
V Bagan Alur
DIAGNOSIS
Diagnosis Apakah gejala klinis dan hasil
banding Tidak
laboratorium menyokong
skabies?
DO
Ya
EVALUASI
Terapi sesuai
Apakah pasien menunjukkan Ya skabis berkrusta
gejala skabies berkrusta?
Tidak
risiko tinggi
Edukasi pasien
Farmakoterapi
Lini pertama (skabisid topikal):
o Permetrin
Lini kedua (skabisid topikal):
o Benzil benzoat
Follow-up
PE
o Crotamiton
o Sulfur lihat algoritme
Terapi simtomatik: follow up
o Antihistamin oral
o Kortikosteroid topikal
Infeksi bakterial sekunder:
o Terapi dengan antibiotik yang
sesuai
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 82
82 Dermatologi Infeksi
Terapi skabies
berkrusta?
I
C. Edukasi pasien
D. Farmakoterapi
Ivermectin (oral)
SK
Ditambah
Skabisid (topikal)
Terapi hiperkeratosis:
Obat keratolitik (misalnya: asam salisilat)
Terapi simptomatik
o Antihistamin oral
o Kortikosteroid topikal
Infeksi bakterial sekunder:
o Terapi dengan antibiotik yang sesuai
DO
Follow up
Terapi untuk Pemeriksaan ulang pasien,
skabies non-krusta 1-2 pekan setelah terapi awal
Evaluasi
Apakah terjadi perbaikan
Tidak terhadap rasa gatal & lesi kulit Ya
atau lewat mikroskopis?
R
Dermatologi Infeksi 83
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 83
B.15.B.15.
STAPHYLOCOCCAL
STAPHYLOCOCCAL
SCALDED-SKIN (SSSS)
SCALDED-SKIN (SSSS)
/ SINDROM
/ SINDROM
KULIT
KULIT
LEPUH
LEPUH
STAFILOKOKAL
STAFILOKOKAL
I I Definisi
Definisi : SSSS
: SSSS merupakan
merupakan penyakit infeksi
penyakit yangyang
infeksi
mengancam
mengancam nyawa,nyawa,disebabkan oleh oleh
disebabkan toksintoksin
eksfoliatif oleh oleh
eksfoliatif bakteribakteri
Staphylococcus
Staphylococcusaureus
aureus
I
padapada
lapisan kulit. kulit.
lapisan
II II Kriteria diagnostik
Kriteria diagnostik : :
SK
Klinis
Klinis : Gejala
: Gejala
awal awaldapatdapat berupa berupa
demam demam dengan dengan
ruamruam
berwarna
berwarnamerah-oranye, merah-oranye,pucat, pucat,makula makula
eksantema,
eksantema, terbatas di kepala
terbatas dan menyebar
di kepala dan menyebar ke ke
bagian tubuhtubuh
bagian lain dalam
lain dalambeberapa jam. jam.
beberapa Gejala ini ini
Gejala
disertai dengan
disertai denganrhinorrhea purulen,
rhinorrhea konjungtivitis,
purulen, konjungtivitis,
atau atau
otitis otitis
media. media.Tanda Nikolsky
Tanda positif.
Nikolsky positif.
DalamDalam waktuwaktu 24-4824-48 jam, jam,
makulamakula eksantema
eksantema
secara
secarabertahap
bertahap berubah menjadi
berubah menjadilepuh, secara
lepuh, secara
khusus
khusus berbentuk
berbentuk bullae besarbesar
bullae lembut yangyang
lembut
merupakan
merupakan lapisan epidermis
lapisan yangyang
epidermis berkerut dan dan
berkerut
tampak
tampakseperti kertas
seperti tisu. tisu.
kertas
Setelah
Setelah 24 24 jam, jam, bullaebullaetersebuttersebutpecah pecah
DO
meninggalkan
meninggalkan krusta krustaberkilat, lembab,
berkilat, lembab, dan dan
memiliki permukaan
memiliki permukaan berwarna merah.
berwarna merah.PadaPadatahaptahap
ini pasien akanakan
ini pasien iritabel, sakit,sakit,
iritabel, demam demam dengandengan
sad sad
man man
facies, krusta
facies, perioral,
krusta fisurafisura
perioral, bibir bibir
dan edema
dan edema
wajahwajah
ringan.ringan.
Kultur
Kultur
dan resistensi
dan resistensi
spesimen
spesimen
lesi lesi
Kultur
Kultur dan dan resistensi
resistensi darahdarahbila bila diduga
diduga
bakteremia
bakteremia
III IIIPenatalaksanaan
Penatalaksanaan : Nonmedikamentosa:
: Nonmedikamentosa:
PE
Medikamentosa:
Medikamentosa:
Prinsip: eradikasi
Prinsip: eradikasi
S.aureus. Pasien
S.aureus. biasanya
Pasien harusharus
biasanya
dirawat inap inap
dirawat dan mendapatkan
dan mendapatkan antibiotik sistemik
antibiotik sistemik
dan terapi suportif
dan terapi lainnya
suportif yangyang
lainnya diperlukan.
diperlukan.
1. Antibiotik antistafilokokal
1. Antibiotik IV : IV :
antistafilokokal
Lini
pertama :
Lini pertama :
a. Metisilin 25mg/kgBB
a. Metisilin tiap tiap
25mg/kgBB 6 jam jika jika
6 jam
<40kg atau atau
<40kg 1g/kgBB tiap 6
1g/kgBB jam
tiap 6 jika
jam jika
>50kg>50kg
b. Flukloksasilin 6,25-12,5mg/kgBB
b. Flukloksasilin 6,25-12,5mg/kgBB tiap tiap
o al ot go il oI gn if eI kn sf ei k| 84
D e r Dmeartm s i | 84
84 Dermatologi Infeksi
6 jam jika <40kg atau 250-500mg tiap
6 jam jika > 50kg
Lini kedua : makrolid (eritromisin 1-4g/hari
terbagi 4 dosis atau klaritromisin
7,5mg/kgBB tiap 12 jam)
2. Terapi parenteral dapat diganti dengan terapi
I
oral antibiotik beta-laktamase selama 1 pekan
(dicloxacillin, cloxacillin, cephalexin)
SK
Apabila terdapat/dicurigai ada methycillin resistent
Staphylococcus aureus (MRSA) pada infeksi berat:
vankomisin 1–2 gram/hari dalam dosis terbagi,
intravena, selama 7 hari
Kasus rekuren, diberikan antibiotik berdasarkan
hasil kultur dan resistensi
Alur
R
Ya
PE
Tidak
Medikamentosa
Rawat Inap
Antibiotik IV
antistafilokokal / makrolid
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 85
Dermatologi Infeksi 85
B.16.B.16.
TOXICTOXIC SHOCK
SHOCK (TSS)(TSS)
SYNDROME
SYNDROME / SINDROM
/ SINDROM SYOK
SYOK TOKSIK
TOKSIK (A48.3)
(A48.3)
I Definisi
I Definisi : TSS: TSS merupakan
merupakan respons
respons inflamasi
inflamasi terhadap
terhadap
superantigen
superantigen dari dari Staphylococcus
Staphylococcus sp. sp.atau atau
Streptococcus
Streptococcus sp, yang
sp, yang secara
secara klinisklinis ditandai
ditandai oleh oleh
demam,
demam, ruam,ruam, hipotensi
hipotensi dan dan keterlibatan
keterlibatan
I
multiorgan
multiorgan yang yang menggambarkan
menggambarkan spektrum
spektrum berat.berat.
Kriteria
II Kriteria diagnostik
diagnostik : :
SK
II
Klinis
Klinis : Sindrom
: Sindrom syok syok
toksiktoksik stafilokokal
stafilokokal
Gejala
Gejala awal awalonsetonsetakut akut
berupa berupa
demam, demam,nyeri nyeri
tenggorokan,
tenggorokan, dan mialgia.
dan mialgia. Secara Secara
klinisklinis ditemukan
ditemukan
makula
makula eritematosa
eritematosa diikutidiikuti deskuamasi
deskuamasi dalamdalam1-2 1-2
pekan.
pekan. Erupsi Erupsi
dimulaidimulai dari batang
dari batang tubuh, tubuh, menyebar
menyebar
ke ekstremitas
ke ekstremitas hingga hingga ke telapak
ke telapak tangan tangan dan kaki.
dan kaki.
DapatDapat
terjaditerjadi selulitis,
selulitis, dan dan apabila
apabila terjaditerjadi
invasiinvasi
streptokokalke keperedaran
streptokokal peredarandarahdarahdapatdapat
menimbulkan
menimbulkan fasciitis
fasciitis necrotizing
necrotizing dan miositis.
dan miositis.
Kelainan
Kelainan ini dapat
ini dapat disertai
disertai diarediare
dan dan muntah,muntah,
hipotensi,
hipotensi, pingsan,
pingsan, atau ataubahkanbahkansyok.syok.PadaPada
DO
pemeriksaan
pemeriksaan klinisklinis
dapatdapat ditemukan
ditemukan konjungtiva
konjungtiva
hiperemis,
hiperemis, inflamasi
inflamasi faring,
faring, dan strawberry
dan strawberry tongue.
tongue.
Diagnosis
Diagnosis banding : : SyokSyok
banding sepsis
sepsis
Penyakit
Penyakit Kawasaki
Kawasaki
Sindrom
Sindrom eksfoliatif
eksfoliatif stafilokokal
stafilokokal
Sindrom
Sindrom Stevens-Johnson
Stevens-Johnson
Leptospirosis
Leptospirosis
SyokSyok hemoragik
hemoragik viral viral
Campak
Campak
R
RockyRocky Mountain
Mountain spottedspotted
feverfever
Pemeriksaan
Pemeriksaan : diperlukan:
: Bila Bila diperlukan:
penunjang
penunjang Pemeriksaan
Pemeriksaan sederhana
sederhana dengan
dengan pewarnaan
pewarnaan
GramGram
Kultur
Kultur dan resistensi
dan resistensi spesimen
spesimen lesi lesi
PE
III Penatalaksanaan
IIIPenatalaksanaan : Nonmedikamentosa:
: Nonmedikamentosa:
Medikamentosa:
Medikamentosa:
Prinsip:
Prinsip: eradikasi
eradikasi S.aureus.
S.aureus. PasienPasien
harusharus dirawat
dirawat
inapmendapatkan
inap dan dan mendapatkan antibiotik
antibiotik sistemik
sistemik dan terapi
dan terapi
suportif
suportif yang yang diperlukan.
diperlukan.
Antibiotik
Antibiotik yang yang disarankan
disarankan adalahadalah vankomisin
vankomisin 15- 15-
20mg/kgBB
20mg/kgBB setiapsetiap
8 jam8 jam
dan dan klindamisin
klindamisin 600- 600-
900mg900mg
setiapsetiap
8 jam8 jam
DerD
m ea rt m s i | 86
o laot go il oI gn if eI kn sf ie |k86
86 Dermatologi Infeksi
Kasus rekuren, diberikan antibiotik berdasarkan
hasil kultur dan resistensi
I
ke-8. New York : Mc Graw-Hill, 2012;2154-2156
2. Ronni Wolf, Batya B. Davidovici, Jennifer L. Parish,
Lawrence Charles Parish, editor. Dalam: Emergency
SK
Dermatology. China : Everbest, 2010;98-107
3. Kulhankova K, King J, Salgado-Pabón W.
Staphylococcal toxic shock syndrome: Superantigen-
mediated enhancement of endotoxin shock and
adaptive immune suppression. Immunol Res. 2014
May 11. [Epub ahead of print]
Medikamentosa
Rawat Inap
Antibiotik vankomisin +
klindamisin
R
PE
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 87
Dermatologi Infeksi 87
B.17. TUBERKULOSIS KUTIS (A18.4)
I
Skrofuloderma
Merupakan infeksi M. tuberculosis pada kulit akibat
penjalaran langsung organ di bawah kulit yang telah
SK
terkena tuberkulosis, tersering berasal dari KGB,
tulang atau sendi.
Predileksi adalah tempat yang banyak kelenjar
getah bening: leher, ketiak, paling jarang lipat
paha, kadang ketiganya diserang sekaligus.
Mulai sebagai limfadenitis, mula-mula beberapa
kelenjar, kemudian makin banyak dan
berkonfluensi.
Terdapat periadenitis, menyebabkan perlekatan
dengan jaringan sekitarnya
Kelenjar mengalami perlunakan tidak serentak
sehingga konsistensi bermacam-macam: keras,
DO
kenyal, lunak (abses dingin).
Abses akan memecah membentuk fistel yang
kemudian menjadi ulkus khas: bentuk memanjang
dan tidak teratur, sekitarnya livid, dinding
bergaung, jaringan granulasi tertutup pus
seropurulen atau kaseosa yang mengandung M.
tuberculosis.
Ulkus dapat sembuh spontan menjadi
sikatriks/parut memanjang dan tidak teratur (cord
like cicatrices), dapat ditemukan jembatan kulit
(skin bridge) di atas sikatrik.
Lupus vulgaris
Merupakan infeksi pada kulit yang disebabkan oleh
M. tuberculosis yang disebarkan secara hematogen
atau limfogen dari fokus tuberkulosis ekstrakutan
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 88
88 Dermatologi Infeksi
(endogen maupun eksogen).
Tempat predileksi: muka, badan, ekstremitas,
bokong
Kelompok papul / nodus merah yang berubah
warna menjadi kuning pada penekanan (apple
jelly colour)
I
Bila nodus berkonfluensi terbentuk plak, bersifat
destruktif, sering terjadi ulkus
Pada involusi terjadi sikatriks
SK
Inokulasi primer (tuberculosis chancre)
Merupakan inokulasi langsung M. tuberculosis pada
kulit.
Predileksi wajah, ekstremitas, daerah yang mudah
terkena trauma
Dapat berupa papul, nodus, pustul, atau ulkus
indolen, indurasi positif, dan dinding bergaung.
Tuberkulosis miliar kutis
Merupakan infeksi M. tuberculosis pada kulit dengan
rute hematogen dari fokus di badan.
Fokus infeksi pada paru atau selaput otak.
DO
Pada individu imunosupresif.
Lesi diseminata seluruh tubuh berupa papul,
vesikel, pustul hemoragik atau ulkus.
Prognosis buruk.
Tuberkulosis kutis orifisialis
Merupakan infeksi M. tuberculosis yang terjadi
secara autoinokulasi pada periorifisial dan membrana
mukosa.
Terjadi pada pasien dengan tuberkulosis organ
dalam.
Predilkesi sekitar mulut, orifisium uretra
eksternum, perianal.
Lesi berupa papulonodular yang membentuk ulkus
R
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 89
Dermatologi Infeksi 89
Tuberkulosis kutis orifisialis
KSS
Stomatitis aphthosa
Pemeriksaan Prinsip:
penunjang Pemeriksaan darah tepi dan LED.
Tes tuberkulin: PPD-5TU hasil positif > 10 mm.
I
Pemeriksaan bakteriologik: sediaan apus
ditemukan basil tahan asam (hasil lebih kurang
delapan pekan).
SK
Pemeriksaan histopatologik.
Skrofuloderma
Pengecatan Ziehl Neelsen dari pus: tampak BTA.
Kultur atau PCR untuk identifikasi M. tuber-
culosis.
Histopatologis bagian tengah lesi tampak masif
nekrosis dan pembentukan abses/tepi abses/
dermis terdiri atas granuloma tuberkuloid
Lupus vulgaris
Diaskopi: apple jelly .
Tes tuberkulin, kultur, atau PCR untuk identifikasi M.
tuberculosis.
Histopatologis: granuloma tuberkel dengan sel
epiteloid, sel raksasa Langhans, dan infiltrat
mononuklear
Inokulasi primer (tuberculosis chancre)
Tes tuberkulin positif setelah afek primer
beberapa pekan
Kultur atau PCR untuk identifikasi M. tuberculosis
R
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 90
90 Dermatologi Infeksi
2. Sistemik
Tahap intensif (dua bulan)
INH dewasa : 5 mg/kgBB/hari, oral, dosis
tunggal
Rifampisin 10 mg/kgBB/hari, oral, dosis
tunggal pada saat lambung kosong (sebelum
I
makan pagi)
o Anak : 10-20mg/kgBB/hari. Maksimal :
600mg/hari
Etambutol : 15-25 mg/kgBB/hari, oral, dosis
SK
tunggal
o Anak: Maksimal 1250mg/hari
Pirazinamid: 20-30 mg/kgBB/hari, oral, dosis
terbagi
o Anak : 30-40mg/kgBB/hari. Maksimal :
2000mg/hari
Kriteria penyembuhan:
Skrofuloderma:
Fistel dan ulkus menutup
Kelenjar getah bening mengecil, berdiameter
kurang dari 1 cm, dan konsistensi keras
Sikatriks eritematosa menjadi tidak merah lagi
Laju endap darah menurun dan normal kembali
Tuberkulosis verukosa
Tidak dijumpai lesi serpiginosa
R
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 91
Dermatologi Infeksi 91
V Bagan Alur
I
Pemeriksaan
penunjang
(biopsi kulit)
SK
Tidak Ya
Rontgen
paru
DO
Negatif Positif
R
Terapi Terapi
sesuai sesuai
TB kulit TB kulit
PE
Dermatologi Infeksi |
92 Dermatologi Infeksi
B.18. VARISELA (B01)
I
demam, malese, dan vesikel yang tersebar generalisata
II Kriteria diagnostik :
Klinis : Demam, nyeri kepala, dan lesu, sebelum timbul ruam
SK
kulit.
Lesi berupa makula eritematosa yang dapat berubah
menjadi vesikel ”dewdrop on rose petal appearance”
Dalam beberapa jam sampai 1-2 hari lesi membentuk
krusta dan mulai menyembuh.
Lesi biasanya mulai dari kepala atau badan berupa
makula eritematosa yang cepat berubah menjadi
vesikel.
Lesi menyebar sentrifugal (dari sentral ke perifer)
sehingga dapat ditemukan lesi baru di ekstremitas,
sedangkan di badan lesi sudah berkrusta.
Pada anak-anak, erupsi kulit terutama berbentuk
DO
vesikular: beberapa kelompok vesikel timbul 1-2 hari
sebelum erupsi meluas.
Jumlah lesi bervariasi, mulai dari beberapa sampai
ratusan. Umumnya pada anak-anak lesi lebih sedikit,
biasanya lebih banyak pada bayi (usia < 1 tahun),
pubertas dan dewasa.
Kadang-kadang lesi dapat berbentuk bula atau
hemoragik.
Selaput lendir sering terkena, terutama mulut, dapat
juga konjungtiva palpebra, dan vulva.
Keadaan umum dan tanda-tanda vital (tekanan darah,
frekuensi nadi, suhu, dsb) dapat memberikan petunjuk
tentang berat ringannya penyakit.
R
I
Pemeriksaan : Jarang diperlukan pada varisela tanpa komplikasi
penunjang Pada pemeriksaan darah tepi : jumlah leukosit dapat
SK
sedikit meningkat, normal, atau sedikit menurun
beberapa hari pertama.
Ensim hepatik : kadang meningkat.
Sel raksasa berinti bantak dengan pemeriksaanTzank;
biasanya positif, tetapi juga ditemukan pada infeksi HSV
Kultur virus dari cairan vesikel : seringkali positif pada 3
hari pertama, tetapi tidak dilakukan karena sulit dan
mahal.
Medikamentosa:
1. Topikal
Lesi vesikular: diberi bedak agar vesikel tidak pecah,
dapat ditambahkan mentol 2% atau antipruritus lain
Vesikel sudah pecah/krusta: antiseptik
R
2. Sistemik:
Antivirus
Dapat diberikan pada : usia pubertas, dewasa, pasien
yang tertular orang serumah, neonatus dari ibu yang
menderita varisela 2 hari sebelum sampai 4 hari
PE
sesudah melahirkan.
Bermanfaat terutama bila diberikan < 24 jam setelah
timbulnya erupsi kulit
Dosis :
Asiklovir
Bayi/anak : 4 x 20-40 mg/kg (maks. 800 mg/hr)
selama 5-7 hari
Dewasa : 5 x 800 mg/hari selama 5-7 hari
Valasiklovir, untuk dewasa 3 x 1 gram/hari selama 7
hari
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 94
Simtomatik
Antipiretik : diberikan bila demam, hindari salisilat
karena dapat menimbulkan sindrom Reye
Antipruritus : antihistamin yang mempunyai efek sedatif,
94 Dermatologi Infeksi atau sedativa
Vaksinasi
Diindikasikan kepada semua dewasa yang tidak
menunjukkan adanya imunitas terhadap varisela, kecuali
mereka memiliki kontraindikasi (alergi, imunodefisiensi
parah, kehamilan). Vaksin diberikan 2 dosis dengan
hari
Simtomatik
Antipiretik : diberikan bila demam, hindari salisilat
karena dapat menimbulkan sindrom Reye
Antipruritus : antihistamin yang mempunyai efek sedatif,
atau sedativa
Vaksinasi
Diindikasikan kepada semua dewasa yang tidak
I
menunjukkan adanya imunitas terhadap varisela, kecuali
mereka memiliki kontraindikasi (alergi, imunodefisiensi
parah, kehamilan). Vaksin diberikan 2 dosis dengan
SK
jarak 4 pekan.
IV Kepustakaan : 1. Wolff K, Goldsmith LA, Freedberg IM, Kazt SI, Gilchrest BA,
Paller AS, Leffell DJ, editor. Dalam: Fitzpatrick’s Dematology
in general medicine. Edisi ke-7. New York : Mc Graw-Hill,
2012; 2383.
2. KSHI. Penatalaksanaan kelompok penyakit herpes di
Indonesia. Edisi revisi. Jakarta: 2002.
3. Tami Hendrikz, Philip Malouf, James E. Foy. Vaccines for
Measles, Mumps, Rubella, Varicella, and Herpes Zoster :
Immunization Guidelines for Adults. J Am Osteopath
AssocOctober 1, 2011 vol. 111 no. 10 suppl 6 S10-S12
DO
V Bagan Alur Gejala & pemeriksaan
klinis suspek varisela
Tidak
Ya
VARISELA
Diagnosis
banding lainnya
R
Imunokompeten Imunokompromais
PE
Simtomatis
Antipruritus : Antihistamin
Antipiretik : Parasetamol
Farmakoterapi
Antiviral
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 95
Dermatologi Infeksi 95
B.19.B.19.
VERUKAVERUKA VULGARIS
VULGARIS / COMMON
/ COMMON (B07)(B07)
WARTS
WARTS
I Definisi
Definisi
I : Penyakit
: Penyakit disebabkan
disebabkan berbagai
berbagai tipe tipe papilomavirus
papilomavirus
ditandai
ditandai proliferasi
proliferasi jinak jinak epitelial
epitelial kutan.kutan.
InfeksiInfeksi diawali
diawali
inokulasi
inokulasi virus virus ke epidermis
ke epidermis melaluimelalui
barierbarier epidermal.
epidermal.
Maserasi
Maserasi kulit merupakan
kulit merupakan faktorfaktor predisposisi
predisposisi utama. utama.
Pada Pada
kasuskasus imunokompromis, lesi dapat
luas luas
dan dan
I
imunokompromis, lesi dapat
rekalsitran.
rekalsitran.
Kriteria
Kriteria diagnostik
diagnostik : :
SK
II II
Klinis
Klinis : Veruka
: Veruka Vulgaris
Vulgaris KutanKutan
DItemukan
DItemukan lesi lesi
kulit kulit
tunggaltunggal
atau atau berkelompok,
berkelompok,
bersisik,
bersisik, memiliki
memiliki permukaan
permukaan kasarkasar berupa
berupa papulpapul
atau atau
nodulnodul
yang yang
sepertiseperti duri. muncul
duri. Lesi Lesi muncul secara
secara perlahan
perlahan
dan dan
dapatdapat bertahan
bertahan dengan dengan ukuran
ukuran kecil, kecil,
atau atau
membesar.
membesar. Lesi dapat
Lesi dapat menyebar
menyebar ke bagian
ke bagian tubuhtubuh
lain. lain.
VerukaVeruka vulgaris
vulgaris Mukosa Mukosa
Lesi Lesi
umumnyaumumnya
kecil, kecil,
lunak,lunak, berwarna
berwarna merahmerah
mudamuda
atau putih.
atau putih. Biasanya
Biasanya ditemukan
ditemukan di gusi,
di gusi, mukosa
mukosa labial,labial,
lidah,lidah,
atau atau palatum
palatum durum. durum. Terkadang
Terkadang dapatdapat
pula pula
DO
munculmuncul di uretra
di uretra dan dapat
dan dapat menyebar
menyebar ke kandung
ke kandung
kemih.kemih.
DapatDapat disebabkan
disebabkan karenakarena
kontakkontak seksual.
seksual.
Diagnosis
Diagnosis banding : : KalusKalus
banding dan klavus
dan klavus
Kista Kista epidermal
epidermal inklusiinklusi
Keratosis
Keratosis arsenik
arsenik
Granuloma
Granuloma piogenik
piogenik
Psoriasis
Psoriasis
Sifilis Sifilis
sekundersekunder
Karsinoma
Karsinoma kunikulatum
kunikulatum
Milkers Milkers
nodulesnodules
Orf Orf
R
Pemeriksaan
Pemeriksaan : : Pemeriksaan
Pemeriksaan histopatologi
histopatologi
penunjang
penunjang
III Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
III : Nonmedikamentosa:
: Nonmedikamentosa:
Penularan
Penularan verukaveruka vulgaris
vulgaris adalah adalah
melaluimelalui
paparan paparan
langsung
langsung pada pada lesi yang
lesi yang mengandung
mengandung virus.virus.
PE
HindariHindari
paparan paparan langsung.
langsung.
Medikamentosa:
Medikamentosa:
Prinsip
Prinsip terapiterapi : destruksi
: destruksi sel terinfeksi,
sel terinfeksi, dan rekurensi
dan rekurensi
seringkali
seringkali terjadi,
terjadi, apapun apapun modalitas
modalitas yang yang dipakai.dipakai.
Pemilihan
Pemilihan pengobatan
pengobatan bergantung
bergantung dari lokasi,
dari lokasi, jumlah, jumlah,
dan ukuran,
dan ukuran, serta serta
umur umur dan kooperasi
dan kooperasi dari pasien.
dari pasien.
Pada Padapasienpasien anak-anak,
anak-anak, biasanya
biasanya tidak tidak diperlukan
diperlukan
terapi,terapi,
karena karena biasanya
biasanya akan akan regresi regresi dengan dengan
sendirinya.
sendirinya. Yang Yangharusharus diperhatikan
diperhatikan adalah adalah
virus virus
tersebut dapat menyebar ke orang lain.
Terapi: Derm D ea rt m s i | 96
o laotgoi l oI ng fi eI knsf ie |k96
1. Agen kaustik seperti : asam salisilat, asam
laktik, asam triklorasetat, asam retinoat
2. Podofilin (kontraindikasi pada wanita hamil)
96 Dermatologi Infeksi 3. 5-fluorouracil
4. Bleomisin intralesi
5. Isotretinoin oral
6. Cantharidin
Tindakan :
1. Cryotherapy menggunakan nitrogen cair yang
tersebut dapat menyebar ke orang lain.
Terapi:
1. Agen kaustik seperti : asam salisilat, asam
laktik, asam triklorasetat, asam retinoat
2. Podofilin (kontraindikasi pada wanita hamil)
3. 5-fluorouracil
4. Bleomisin intralesi
5. Isotretinoin oral
I
6. Cantharidin
Tindakan :
1. Cryotherapy menggunakan nitrogen cair yang
SK
dibubuhi pada ujung kapas atau tabung
semprot
2. Kuretase atau eksisi pada yang tidak respons
pada pengobatan topikal
3. Laser
V Alur
Pasien dengan gambaran
klinis dan gejala
suspek veruka vulgaris
Tidak Ya
R
Medikamentosa
Terapi
Bedah
D e r m a t o l o g i I n f e k s i | 97
Dermatologi Infeksi 97
I
SK
C
DO
GENODERMATOSIS
R
PE
98 Genodermatosis
C.1. AKRODERMATITIS ENTEROPATIKA (E83.2)
I
8q24.3, yang mengkode transporter zink Zip4
menyebabkan defek absorpsi zink di usus halus.
SK
II. Kriteria diagnostik :
Klinis : Terjadi beberapa hari hingga pekan setelah lahir
pada bayi yang diberi susu formula, atau segera
setelah disapih.
Ditandai trias: lesi kulit akral dan periorifisial,
diare, dan alopesia
Tempat predileksi: akral jari tangan dan kaki,
perioral, periokular, anogenital
Kelainan kulit: dermatitis eksematosa, simetris,
bula dan erosi dibatasi krusta pada bagian perifer
lesi.
Keadaan umum buruk, lemah, anoreksia.
DO
Dapat disertai gejala sistemik lainnya akibat
defisiensi zinc
mengandung zink.
Medikamentosa:
Prinsip: suplementasi zink seumur hidup
1. Topikal:
Krim pelembab atau krim antibiotik (bila ada infeksi
sekunder)
2. Sistemik:
Anak: zink elemental 0,5-1 mg/kg 1-2 kali/hari
Dewasa: zink elemental 15-30 mg/hari
G e n o d e r m a t o s i s | 99
Genodermatosis 99
Tindak lanjut:
Untuk kelainan bawaan dipantau kadar zink plasma
setiap 6 bulan sekali secara teratur
I
disease. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller
AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. 8th. New York: Mc
Graw Hill Companies Inc; 2012. p. 1521-3.
SK
2. Paller AS, Mancini AJ. Inborn errors of metabolism.
Hurwitz Clinical Pediatric Dermatology. 4th ed.
Edinburgh: Elsevier; 2011. p. 548-50.
3. Ruiz-Maldonado R, Orozco-Covarrubias L. Skin
manifestastions of nutritional disorders. Dalam: Harper J,
Oranje A, Prose N, editor. Textbook of Pediatric
dermatology.Edisi ke-2. Oxford: Blackwell Science; 2006.h.
603 (Mohon gunakan referensi terbaru)
4. Corbo MD, Lam J. Zinc deficiency and its management
in the pediatric population: a literature review and
proposed etiologic classification. J Am Acad Dermatol
2013; 69: 616-25.
R DO
PE
G e n o d e r m a t o s i s | 100
100 Genodermatosis
V. Bagan Alur
Riwayat:
I
Gambaran klinis:
SK
di daerah akral, perioral, periokular, anogenital, tangan
Normal
< 50 μg/dl
Akrodermatitis enteropatika
Penyakit lain
DO
Konsumsi makanan kaya zink
Bila perlu:
Konsul spesialis gizi?
Sistemik
Seng pikolinat atau seng glukonat
(dosis sesuai kadar zink serum)
Topikal:
Krim antibiotik (infeksi sekunder)
R
G e n o d e r m a t o s i s | 101
Genodermatosis 101
C.2. INKONTINENSIA PIGMENTI (SINDROM BLOCH-SULZBERGER) (L80)
I
pada wanita.
Berbagai kelainan rambut, kuku, skeletal, anomali gigi,
mata dan saraf berkaitan dengan kelainan ini. Mutasi
SK
pada gen NEMO (nuclear factor-kappa B (NF-B)
essential modulator) yang terletak pada kromosom
Xq28 ditemukan sebagai penyebab IP. NEMO
dibutuhkan untuk aktivasi faktor transkripsi NF-B dan
oleh karenanya sangat penting pada berbagai jalur
imunologi, inflamasi dan apoptosis.
102 Genodermatosis
vesikobulosa mulai menyembuh. Pada lebih dari
80% kasus lesi hiperkeratotik menyembuh dalam 6
bulan.
Stadium 3 adalah lesi IP yang paling khas, berupa
garis hiperpigmentasi, terutama pada badan
mengikuti garis Blaschko. Hiperpigmentasi
I
memudar dan menghilang pada akhir usia dekade
ke-2.
Stadium 4 terjadi pada sebagian kecil pasien IP,
ditandai oleh patch atau alur hipopigmentasi tak
SK
berambut (hairless) terutama pada tungkai
bawah.
Selain hal tersebut di atas, gambaran khas IP
adalah focal absence of sweating. Pada kuku
dapat dijumpai rigi, pitting dan perubahan
menyerupai onikogrifosis. Dapat pula timbul tumor
hiperkeratotik subungual. Alopesia sikatrikal pada
vertex sering didapatkan, dan dapat ditemukan
sebagai tanda sisa (residual sign) IP pada pasien
yang lebih tua.
Manifestasi okular pada pasien IP sering
DO
asimetrik dan didapatkan pada 25%-77% pasien,
a.l.: iskemia retina, neovaskularisasi retina
dengan perdarahan dan eksudasi, gliosis
preretina, atrofi optik dan hipoplasi foveal;
mikroftalmos, katarak, pigmentasi konjungtiva,
perubahan kornea, hipoplasia iris, uveitis, ftisis;
nistagmus, strabismus, miopia.
Kelainan neurologis meliputi kejang (sering dimulai
pada minggu-minggu awal kehidupan), paralisis
spastik, retardasi mental dan motorik, serta
mikrosefalus.
Kelainan gigi terjadi pada lebih dari 80% kasus,
berupa tidak tumbuh gigi, gigi bentuk konus
R
G e n o d e r m a t o s i s | 103
Genodermatosis 103
Pemeriksaan : Pemeriksaan histopatologik (HE) pada setiap fase:
penunjang Fase-1: spongiosis intraepidermal dan vesikel/bula
dengan eosinofil dan sel-sel diskeratotik
Fase-2: lesi hiperkeratosis dengan diskeratosis
dan eosinofil
Fase-3: pigmen inkontinensia–kadang-kadang
I
dengan clumps besar
Fase-4: tanpa pigmen di epidermis, tidak ada
inkontinensia, tidak ada eosinofil, tidak
SK
didapatkan glandula ekrin.
Diagnosis pasti dengan ditemukannya mutasi gen
NEMO pada kromosom Xq28.
Penatalaksanaan : Nonmedikamentosa:
Edukasi tentang penyakit dan himbauan untuk
skrining oftalmologi secara rutin sebulan sekali pada
tahun pertama kehidupan, kemudian evaluasi tiap
tahun karena adanya insidensi tinggi terjadinya
squint dan ambliopia.
DO
Monitor neurologik yang teliti karena keterlibatan
saraf pusat sering manifes dalam mingu-minggu
awal kehidupan.
Konseling genetik
- Penjelasan pola penurunan genetik dan risiko
pada setiap kelahiran anak perempuan,
umumnya bila laki-laki terkena, berat dan fatal
- Penjelasan penyakit dan progresivitas: kelainan
tidak hanya di kulit tetapi dapat mengenai organ
lain. Kelainan kulit menjadi hipopigmentasi
pada stadium 4, kemudian dapat menghilang.
R
- Konseling marital
Medikamentosa:
Prinsip:
- Terapi lokal terhadap lesi vesikel/bula untuk
PE
G e n o d e r m a t o s i s | 104
104 Genodermatosis
IV. Kepustakaan : 1. Berlin AL, Paller AS, Chan LS. Incontinentia pigmenti: A
review and update on the molecular basis of
pathophysiology. J Am Acad Dermatol 2002; 47: 169-
87.
2. Aradhya S, Nelson DL. NF-kappaB signaling and
human disease. Curr Opin Genet Dev 2001; 11: 300-6.
3. The International Incontinentia Pigmenti Consortium.
I
Genomic rearrangement in NEMO impairs NF-kappaB
activation and is cause of incontinentia pigmenti. Nature
2000; 405: 466-72.
SK
4. Aradhya S, Woffendin H, Jakins T, et al. A recurrent
deletion in the ubiquitously expressed NEMO (IKK-
gamma) gene accounts for the vast majority of
incontinentia pigmenti mutations. Hum Mol Genet
2001; 10: 2171-9.
5. Minić S, Trpinac D, Obradović M. Systematic review of
central nervous system anomalies in incontinentia
pigmenti. Orphanet J Rare Dis 2013. doi:
10.1186/1750-1172-8-25.
R DO
PE
G e n o d e r m a t o s i s | 105
Genodermatosis 105
C.3. EPIDERMOLISIS BULOSA YANG DITURUNKAN (Q81.9)
I
karena respons terhadap trauma gesekan ringan.
Klasifikasi:
SK
Telah dilakukan revisi klasifikasi EB yang
diturunkan, berdasarkan fenotip klinis dan genotip,
yaitu:
1. EB-Simpleks (EBS, “epidermolytic EB”) yang
meliputi:
EBS-WC (Weber-Cockayne; protein/gen yang
terlibat: K5, K14); OMIM 131800
EBS-K (Köbner; protein/gen yang terlibat: K5,
K14); OMIM 131900
DM (Dowling-Meara; protein/gen yang terlibat:
K5, K14); OMIM 131760
EBS-MD (with muscular dystrophy; protein/gen
DO
yang terlibat: Plectin)
2. Junctional EB (JEB)
JEB-H (Herlitz; protein/gen yang terlibat:
laminin-5)
JEB-nH (non-Herlitz; protein/gen yang terlibat:
Laminin-5; kolagen tipe XVII)
JEB-PA (with pyloric atresia; protein/gen yang
terlibat: integrin 64)
3. Dystrophic EB, DEB”)
DDEB (Dominant dystrophic EB; protein/gen
yang terlibat: kolagen tipe VII); OMIM 131750
RDEB-HS (recessive dysrophic EB; Hallopeau-
R
G e n o d e r m a t o s i s | 106
106 Genodermatosis
Kriteria diagnostik
I
Cara penurunan ADA ADA ADA
Awitan (biasanya) Bayi atau kanak- Sejak lahir Sejak lahir
kanak awal
SK
Distribusi kulit (predominan) Telapak tangan Generalisata Generalisata
dan telapak kaki (jarang pada
telapak tangan dan
telapak kaki)
Kelainan pada kulit (frekuensi)
Bula 75,1%-100% 75,1%-100% 75,1%-100%
Milia 1%-5% 10,1%-25% 10,1%-25%
Skar atrofik 10,1%-25% 50,1%-75% 25,1%-50%
Distrofi kuku atau tak ada 10,1%-25% 50,1%-75% 75,1%-100%
kuku
Jaringan granulasi <1% 1%-5% Tidak ada
Abnormalitas kepala <1% 5,1%-10% 1%-5%
Keratoderma (telapak Kalus fokal Kalus fokal Sering konfluen
DO
tangan dan telapak kaki)
Lain-lain Tidak ada Tidak ada Bula tersusun
herpetiformis
Relative inducibility bulla Bervariasi Sering Sering
(pencetus)
Keterlibatan ekstrakutan
Anemia 1%-5% 10,1%-25% 5,1%-10%
Retardasi pertumbuhan <1% 1%-5% 10,1%-25%
Kavitas oral
Abnormalitas jaringan
lunak
Hipoplasi enamel 10,1%-25% 10,1%-25% 10,1%-25%
Karies Frekuensi normal Frekuensi normal Frekuensi normal
R
G e n o d e r m a t o s i s | 107
Genodermatosis 107
Tabel 2. Perbandingan gambaran klinis subtipe EB junctional
I
Kelainan pada kulit (frekuensi)
Bula 75,1%-100% 75,1%-100%
Milia 5,1%-10% 5,1%-10%
SK
Skar atrofik 50,1%-75% 50,1%-75%
Distrofi kuku atau tak ada kuku 75,1%-100% 75,1%-100%
Jaringan granulasi 50,1%-75% 10,1%-25%
Abnormalitas kepala 10,1%-25% 25,1%-50%
Keratoderma (telapak tangan dan Absen Absen
telapak kaki)
Lain-lain Tidak ada Tidak ada
Relative inducibility bulla Tinggi Tinggi
(munculnya bula setelah trauma)
Keterlibatan ekstrakutan
Anemia 50,1%-75% 5,1%-10%
Retardasi pertumbuhan 25,1%-50% 10,1%-25%
Kavitas oral
DO
Abnormalitas jaringan lunak 50,1%-75% 75,1%-100%
Hipoplasia enamel 75,1%-100% 75,1%-100%
Karies Eksesif Eksesif
Saluran gastrointestinal 25,1%-50% 10,1%-25%
Saluran genitourin 5,1%-10% 5,1%-10%
Okular 25,1%-50% 25,1%-50%
Pseudosindaktili 5,1%-10% Absen
Saluran pernafasan 25,1%-50% 10,1%-25%
Risiko kumulatif pada usia 30 untuk
menderita:
Karsinoma sel skuamosa Tidak ada Jarang
Melanoma maligna Tidak ada Tidak ada
Karsinoma sel basal Tidak ada Tidak ada
R
Ket: RA: resesif autosomal
PE
Tabel 3. Perbandingan gambaran klinis subtipe EB distrofik
I
Distribusi kulit (predominan) Generalisata Generalisata Generalisata
Kelainan pada kulit (frekuensi)
Bula 75,1%-100% 75,1%-100% 75,1%-100%
SK
Milia 75,1%-100% 75,1%-100%
Skar atrofik 75,1%-100% 75,1%-100% 75,1%-100%
Distrofi kuku atau tak ada 75,1%-100% 75,1%-100% 75,1%-100%
kuku
Jaringan granulasi Absen 10,1%-25% 10,1%-25%
Abnormalitas kepala 10,1%-25% 25,1%-50% 10,1%-25%
Keratoderma (telapak Tidak ada Tidak ada Tidak ada
tangan dan telapak kaki)
Lain-lain Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Relative inducibility bulla Bervariasi Tinggi Tinggi
(pencetus)
Keterlibatan ekstrakutan
Anemia 10,1%-25% 75,1%-100% 25,1%-50%
DO
Retardasi pertumbuhan 1%-5% 75,1%-100% 10,1%-25%
Kavitas oral
Abnormalitas jaringan 50,1%-75% 75,1%-100% 75,1%-100%
lunak
Hipoplasia enamel 10,1%-25% 10,1%-25% 25,1%-50%
Karies Frekuensi normal Frekuensi normal Frekuensi
normal
Saluran gastrointestinal 10,1%-25% 75,1%-100% 25,1%-50%
Saluran genitourin 1%-5% 1%-5% 1%-5%
Okular Absen 50,1%-75% 10,1%-25%
Pseudosindaktili Absen 75,1%-100% 25,1%-50%
Saluran pernafasan Absen 1%-5% 1%-5%
Risiko kumulatif pada usia 30
untuk menderita:
R
Nonmedikamentosa :
Cara perawatan kulit berlepuh: hindari tindakan
yang menimbulkan trauma ringan; pakaian
kasar, plester gosokan saat mandi. Sepatu
G e n o d e r m a t o s i s | 109
Genodermatosis 109
sebaiknya lembut dan longgar. Perlu kerjasama
dengan fisioterapis untuk mencegah kontraktur.
Menjaga nutrisi: makanan tinggi kalori dan tinggi
protein. Pada bentuk distrofik makanan harus
lembut atau cair. Pada bayi hindari penggunaan
bottle feeding, makanan/ susu dapat diberikan
I
dengan sendok lembut, serta hindari makanan
panas/ terlalu dingin.
Perawatan intensif di ruang perinatal intensive
SK
care unit, bekerjasama dengan dokter spesialis
anak, mata, THT, gizi, dll. Perawatan di
inkubator, infus cairan dan nutrisi.
Konseling genetik:
- Penjelasan pola penurunan genetik
dan risiko pada setiap kelahiran
- Penjelasan penyakit dan
progresivitas
- Konseling marital
Medikamentosa:
Prinsip:
DO
Melindungi kulit terbuka dan mencegah infeksi/
sepsis, terapi paliatif.
Pada kondisi berat harus dirawat intensif di ruang
perinatal dan ditangani oleh dokter spesialis anak,
kulit, dan fisioterapis.
1.Topikal:
- Antibiotik untuk bagian yang mengalami
erosi atau ekskoriasi, dirawat terbuka
sesuai perawatan luka bakar.
- Kortikosteroid pada kasus yang berat
(misalnya tipe Herlitz)
2.Sistemik:
R
Tindak lanjut:
1. Pantau setiap 1 bulan terhadap kelainan kulit
yang timbul
2. Konsultasikan keadaan umum, pada dokter
spesialis anak/ perinatologi untuk komplikasi
dan nutrisi.
G e n o d e r m a t o s i s | 110
110 Genodermatosis
IV. Kepustakaan : 1. Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith
LA, Kazt SI, editor. Dalam: Fitzpatrick’s Dematology in
general medicine. Edisi ke-8. New York : Mc Graw-Hill,
2012
2. Paller AS, Mancini AJ. Hurwitz Clinical Pediatric
Dermatology. A Textbook of Skin Disorders of Childhood
I
th
and Adolescence. 4 ed. Philadelphia: Elsevier Saunders;
2011. p. 303‐13.
3. Atherton DJ. Mellerio JE, Denver JE. Epidermolysis
SK
bullosa. Dalam: Harper J, Oranje A, Prose N, editor.
Textbook of Pediatric dermatology. Edisi ke-3. Oxford:
Blackwell Science, 2006.
G e n o d e r m a t o s i s | 111
Genodermatosis 111
Bagan Alur: Pendekatan diagnosis pasien epidermolisis bulosa yang diturunkan (genetik)
I
SK
R DO
PE
G e n o d e r m a t o s i s | 112
112 Genodermatosis
C.4. TUBEROUS SCLEROSIS COMPLEX (Q85.1)
I
oleh mutasi pada 2 gen yang berbeda, yaitu TSC1 pada kromosom
9q34 dan TSC2 pada kromosom 16p13.
II. Kriteria diagnostik :
SK
Klinis : Pada bayi dan anak sering didahului oleh kejang mioklonik
generalisata atau fokal. Namun demikian, tidak ada gambaran EEG
yang patognomonik pada penyakit ini.
Kelambatan tumbuh kembang, retardasi mental, autisme, dan
gangguan perilaku merupakan tanda yang paling sering ditemukan.
Terdapat korelasi antara spasme infantil atau kejang generalisata
dengan retardasi mental, maupun antara usia awitan kejang
dengan beratnya retardasi mental.
Makula hipopigmentasi berbentuk bulat atau oval, tetapi lesi yang
paling karakteristik adalah lanceolate (ash leaf-spot). Ukurannya
bervariasi mulai dari 1 cm sampai beberapa cm, dan jumlah lesi
bervariasi dari beberapa sampai lebih dari 75.
DO
Diagnosis spesifik pada usia anak dimungkinkan apabila:
o Pemeriksaan oftalmoskopi indirek dijumpai dilatasi
pembuluh darah (kapiler) penuh atau angiografi fluoresen
ditemukan hamartoma retina, atau
o CT-scan atau MRI dengan kontras gadolinium menunjukkan
gambaran karakteristik berupa tuber, yaitu massa radio-
opak/kalsifikasi di korteks atau subependimal yang
menyebabkan pelebaran atau elevasi girus serebral. Bila
terjadi kalsifikasi, lesi ini tampak pada radiografi kepala
sebagai gambaran batu pada otak (brain stones).
Angiofibroma kutan (dulu disebut adenoma sebaseum) biasanya
timbul antara usia 2 dan 6 tahun, tetapi dapat ditemukan sejak lahir
bahkan sampai usia 20an tahun. Lesi ini patognomonik untuk TS,
R
Genodermatosis 113
muncul setelah pubertas. Secara klinis terdiri atas papul 5-10 mm,
firm, smooth, budlike, tumbuh dari nail bed.
Lesi kulit yang jarang ditemukan dan tidak spesifik: bercak café-au-
lait, polip fibroepitelial, plak merah keunguan, diffuse skin bronzing,
dan neuroma mukosal; juga fibroma gingiva dan pit pada enamel
gigi.
I
Hamartoma retina patognomonik untuk TS dan dilaporkan pada 50-
76% pasien. Dapat dijumpai 2 tipe: (1) lesi datar abu-abu atau
kekuningan, smooth semi-transparan dengan tepi tidak tegas atau
(2) lesi multinodular yang digambarkan seperti mulberry, telur
SK
katak, atau telur salmon.
Hamartoma renal, misalnya angiomiolipoma dan ginjal polikistik,
terjadi pada sekitar 15% pasien dan tidak pernah ditemukan pada
periode prenatal atau neonatal.
Nonmedikamentosa:
Kepada orangtua atau pengasuhnya: penjelasan perkembangan
penyakit (kelainan apa yang harus diperhatikan untuk segera
dilaporkan pada dokter) dan tentang penatalaksanaan penyakit
yang diderita.
Konseling genetik
- Penjelasan pola penurunan genetik dan risiko pada setiap
PE
kelahiran
- Penjelasan penyakit dan progresivitas
- Konseling marital
G e n o d e r m a t o s i s | 114
114 Genodermatosis
Medikamentosa:
Prinsip:
Umumnya tanpa terapi, kecuali bila ada tumor yang mengganggu
fungsi atau estetika.
Pencegahan kejang, terutama pada usia awal, dapat meningkatkan
perkembangan mental. Intervensi neurologis mungkin diperlukan
bila terjadi tanda peningkatan tekanan intrakranial (misalnya nyeri
I
kepala, muntah, gangguan penglihatan, edema papil)
Angifibroma dapat diterapi dengan dermabrasi, elektrokauter, atau
laser.
SK
IV. Prognosis : Prognosis bervariasi, bergantung pada berat penyakit. Beberapa
pasien mempunyai inteligensi normal, tanpa kejang, hidup normal.
Penyebab tersering kematian adalah komplikasi neurologis,
rabdomioma kardial, penyakit ginjal, dan tumor otak.
BAGAN ALUR:
G e n o d e r m a t o s i s | 115
Genodermatosis 115
V. Kepustakaan : 1. Krueger DA, Northrup H; International Tuberous
Sclerosis Complex Consensus Group. Tuberous
Sclerosis Complex surveillance and management:
Recommendation of the 2012 International Tuberous
Sclerosis Complex Consensus Conference. Pediatr
Neurol 2013; 49: 255-65.
I
2. Northrup H, Krueger DA; International Tuberous
Sclerosis Complex Consensus Group. Tuberous
Sclerosis Complex diagnostic criteria update:
SK
Recommendation of the 2012 International Tuberous
Sclerosis Complex Consensus Conference. Pediatr
Neurol 2013; 49: 243-54.
3. Rovira A, Ruiz-Falcó ML, García-Esparza E, et al.
Recommendation for the radiological diagnosis and
follow-up of neuropathological abnormalities associated
with tuberous sclerosis complex. J Neurooncol 2014
Apr 27. (Epub ahead of print)
DO
R
PE
G e n o d e r m a t o s i s | 116
116 Genodermatosis
C.5. DISPLASIA EKTODERMAL (Q82.4)
I
gigi, kuku, glandula sebasea.
SK
Klinis : DISPLASIA EKTODERMAL HIPOHIDROTIK
(displasia ektodermal anhidrotik, sindrom Christ-
Siemens-Touraine; OMIM 305100)
X-LHED
Insidens:1 dalam 100.000 kelahiran
Secara khas kelainan diturunkan secara resesif
terkait-X (X-linked recessive). Pada laki-laki yang
terkena ekspresinya lengkap (full blown).
sedangkan pada wanita pembawa gen (carrier)
dapat tanpa kelainan, atau apabila terdapat
kelainan biasanya terdistribusi patchy.
DO
Kelainan ini dapat diturunkan dari ibu pembawa
gen atau timbul pada seseorang karena mutasi de
novo. Sekitar 70% laki-laki yang terkena
mendapatkan mutasi ini dari ibu pembawa gen.
Antara 60-80% wanita pembawa gen menunjukkan
beberapa tanda klinis kelainan ini, yang paling
sering adalah hipotrikosis patchy dan hipodonsia.
Gambaran klinis
Dermatologis
Pada laki-laki yang terkena, saat lahir dapat
ditandai oleh membran kolodion atau dengan
skuama, menyerupai iktiosis kongenital.
R
Genodermatosis 117
diagnosis yang benar dapat ditegakkan. Anak-anak
yang menderita kelainan ini secara khas
menunjukkan intoleransi panas dengan episode
hiperpireksia, yang dapat menyebabkan kejang dan
kerusakan neurologis.
Kuku biasanya normal.
I
Keriput dan hiperpigmentasi periorbital khas dan
sering dijumpai, walaupun sering tidak diperhatikan
pada saat lahir.
SK
Hiperplasia glandula sebaseus, terutama pada
wajah dapat muncul setiap saat dan tampak
sebagai papul-papul miliar seperti pearl (mutiara),
berwarna kecoklatan sampai putih menyerupai
milia.
Tidak adanya puncta lacrimal merupakan temuan
khas.
Wanita karier dengan displasia ektodermal
hipohidrotik terkait-X, menunjukkan gambaran kulit
normal dan abnormal mengikuti garis Blaschko.
Sistemik
DO
Hipodonsia, oligodonsia, atau anodonsia
merupakan gambaran yang dapat dijumpai pada
X-LHED pada laki-laki yang terkena.
Adanya hypoplastic gum ridges pada bayi yang
terkena dapat merupakan petunjuk awal diagnosis
penyakit.
Gigi primer dan sekunder berbentuk peg shaped
merupakan gambaran khas
Pasien menunjukkan wajah yang khas dengan
frontal bossing, depressed nasal bridge, saddle
nose, dan bibir bawah yang besar.
Manifestasi otolaringologis meliputi sekresi nasal
R
G e n o d e r m a t o s i s | 118
118 Genodermatosis
Diagnosis dan diagnosis banding
Kulit berskuama saat lahir sering salah diagnosis
dengan iktiosis kongenital.
Demam berulang sering diduga infeksi
Diagnosis HED dapat cepat diketahui jika sudah
ada dugaan sebelumnya, misalnya anak laki-laki
I
berisiko dilahirkan dari keluarga dimana penyakit
ini sudah diketahui/ didiagnosis.
Pemeriksaan pori-pori keringat dan foto panorama
SK
rahang dapat menuntun ke arah diagnosis dengan
cepat.
Gambaran klinis
Rambut kepala wry, brittle, berwarna terang, dan
sering didapatkan alopesia setempat.
DO
Sering didapatkan makula hiperpigmentasi
retikular atau difus. Kulit di atas lutut, siku, jari, dan
sendi sering menebal dan hiperpigmentasi. Kuku
tampak menebal dan terjadi perubahan warna;
sering disertai infeksi paronikia persisten.
Abnormalitas pada mata meliputi strabismus,
pterigium, konjungtivitis dan katarak prematur.
Gigi biasanya tak ada kelainan tetapi sering
terdapat karies.
Kelainan ektodermal lain adalah leukoplakia oral, tuli
sensorineural, polidaktili, sindaktili, dan poromatosis
ekrin difus.
R
Diagnosis banding
Kelainan pada kuku sering didiagnosis banding
PE
Genodermatosis 119
Mutasi yang menyebabkan EEC dan AEC terletak
pada kelompok (cluster) yang berbeda pada gen
tsb.
Sindrom AEC merupakan kelainan dominan
autosomal dengan penetransi lengkap dan
ekspresi bervariasi.
I
Gambaran klinis
Dermatologi
Pada 90% bayi yang terkena, saat lahir
SK
didapatkan kulit mengelupas dan erosi superfisial,
menyerupai membran kolodion. Skuama akan
mengelupas dalam beberapa minggu dan kulit
di bawahnya kering dan tipis.
Sistemik
R
G e n o d e r m a t o s i s | 120
120 Genodermatosis
Gambaran klinis
Sindrom EEC ditandai oleh ektrodaktili (split hand
or foot deformity, lobster-claw deformity) yang
merupakan gambaran utama. Selain itu didapatkan
juga celah bibir/palatum, hipotrikosis, hipodonsia,
distrofi kuku, anomali duktus lakrimalis, dan kadang
I
hipohidrosis.
Pada kasus tanpa celah bibir/palatum, morfologi
wajah khas dengan hipoplasia maksilaris, filtrum
SK
pendek, dan broad nasal tip.
Kelainan gigi meliputi mikrodonsia dan oligodonsia
dengan hilangnya gigi sekunder yang
awal/prematur. Sering terjadi karies berat.
Dapat terjadi hipohidrosis, tetapi relatif ringan.
Kuku dapat hipoplastik dan distrofik
Retardasi mental terjadi pada 5-10% kasus.
Kelainan genitourin sering ditemukan, meliputi
hipospadia glandular, uretheric reflux, dan
hidronefrosis.
Diagnosis banding
DO
Odontotrichomelic syndrome (OMIM 273400)
Aplasia kutis kongenital dengan defek ekstremitas
(sindrom Adams-Oliver; OMIM 100300)
Ektrodaktili dengan celah palatum tanpa displasia
ektodermal (OMIM 129830)
Konseling genetik
- Penjelasan pola penurunan genetik dan
risiko pada setiap kelahiran anak
perempuan umumnya, dan bila laki-laki
terkena dapat berakibat berat dan fatal
- Penjelasan penyakit dan progresivitas:
PE
Medikamentosa:
Penatalaksanaan penyakit dikerjakan secara
multidisiplin:
1. Topikal:
Pelembab (misalnya urea 10%) untuk kulit
kering
G e n o d e r m a t o s i s | 121
Genodermatosis 121
Asam salisilat 3-5% dalam salap/emolien untuk
hiperkeratosis palmoplantar
Perbaikan/restorasi gigi, konsultasi dokter gigi
Mata: air mata artifisial
Tenggorokan kering: saliva artifisial
Paru: hindari rokok, lingkungan berdebu.
I
2. Sistemik:
Antibiotik bila terjadi infeksi pada kuku atau infeksi
lainnya. Konsultasi dengan dokter spesialis lain
SK
sesuai dengan organ yang terkena.
Tindak lanjut:
Pantau setiap satu bulan sekali
Konsultasikan ke dokter spesialis sesuai kebutuhan
.
R
PE
G e n o d e r m a t o s i s | 122
122 Genodermatosis
C.6. IKTIOSIS (Q80.9)
I
kesulitan dalam klasifikasinya.
Pada PPM ini klasifikasi didasarkan pada iktiosis
yang tidak disertai sindrom, iktiosis yang disertai
SK
sindrom, kelainan yang berkaitan dengan iktiosis, dan
iktiosis didapat (Tabel.1)
Secara prinsip, iktiosis dapat diturunkan atau didapat,
timbul sejak lahir atau setelahnya, dapat terbatas
hanya pada kulit atau merupakan bagian dari
kelainan multisistem. Keparahan penyakit dapat
bervariasi, mulai dari kekeringan kulit misalnya pada
iktiosis vulgaris sampai yang bersifat fatal misalnya
iktiosis harlequin.
80-90% pasien.
Penatalaksanaan
Iktiosis vulgaris berespons baik terhadap salap
topikal yang mengandung urea atau asam laktat.
Hati-hati penggunaan urea pada daerah tubuh
yang luas sebelum usia 1 tahun (boleh diberikan,
tetapi harus dalam pengawasan dokter bila
daerah luas)
G e n o d e r m a t o s i s | 123
Genodermatosis 123
Iktiosis vulgaris tidak boleh diterapi dengan salap
yang mengandung salisilat karena dapat
menyebabkan keracunan yang membahayakan
jiwa disebabkan oleh absorpsi perkutan.
Diagnosis pasti: riwayat keluarga dan pemeriksaan
tambahan, misalnya pemeriksaan histopatologi atau
I
biokimia untuk menyingkirkan iktiosis resesif terkait-
X (X-linked recessive ichthyosis), misalnya tes
steroid sulfatase atau elektroforesis lipoprotein.
SK
Iktiosis resesif terkait X (X-linked XRI)
XRI merupakan iktiosis tipe ke 2 terbanyak
Diagnosis prenatal defisiensi sulfatase plasenta
memungkinkan diketahuinya diagnosis sejak awal,
tetapi pemeriksaan ini belum pernah dilakukan di
Indonesia.
Saat lahir skuama halus tidak terlihat nyata; mulai
usia 2-6 bulan hiperkeratosis tebal berwarna
coklat gelap sampai kuning kecoklatan menutupi
badan, ekstremitas, dan leher. Skuama tidak
didapatkan pada wajah namun didapatkan pada
DO
preaurikular.
Palmar dan plantar normal yang dapat
membedakan dengan iktiosis vulgaris.
Abnormalitas pada mata jarang didapatkan, tetapi
10-50% laki-laki yang terkena dan pada beberapa
wanita karier ditemukan opasitas kornea
asimtomatik.
Dari beberapa laporan kasus tidak didapatkan
ektropion, eklabium, kelainan kuku maupun
rambut.
Epidermolitik hiperkeratosis
(sin: Bullous congenital ichthyosiform erythro-
R
G e n o d e r m a t o s i s | 124
124 Genodermatosis
Gambaran klinis
Biasanya diketahui sejak lahir dengan adanya
erosi dan daerah luas kulit yang denuded serta
eritroderma, yang disebabkan oleh peningkatan
fragilitas epidermis dan dipicu oleh trauma
friksional selama proses persalinan.
Pada masa selanjutnya komponen bulosa menjadi
I
kurang prominen dan mulai tampak hiperkeratosis
berat
Kulit kepala sering terkena dan parah sehingga
SK
menyebabkan gangguan batang rambut dan
kerontokan rambut.
Bibir, mata, membran mukosa, dan gigi normal.
Pada masa bayi morbiditas perinatal tinggi serta
potensial mortalitas karena sepsis dan ketidak-
seimbangan cairan dan elektrolit.
Diagnosis banding
Staphylococcal scalded skin syndrome dan
nekrolisis epidermal toksik
Penatalaksanaan
Bayi dengan eritema, bula, erosi luas, dan kulit
DO
yang denuded memerlukan perawatan di neonatal
intensive care unit. Harus dihindari trauma
terhadap kulit dan timbulnya bula, monitor
terhadap terjadinya sepsis
Pada beberapa pasien diperlukan terapi dengan
antibiotik spektrum luas
Terapi topikal:
Seperti iktiosis kongenital lain, terapi
hiperkeratosis epidermolitik adalah simtomatik
Hiperkeratosis yang luas, tebal, keras
memerlukan hidrasi, lubrikasi, dan terapi
keratolitik (krim dan lotion yang mengandung
urea, asam salisilat, asam alfa hidroksi, atau
R
Genodermatosis 125
Dianjurkan penggunakan lubrikans dan emolien
setidaknya 2 kali sehari, dilakukan segera setelah
mandi
Infeksi kulit bakterial biasa dijumpai pada hiper-
keratosis epidermolitik dan sering memicu bula
sehingga memerlukan terapi topikal dengan salap
I
antibiotik atau bahkan antibiotik oral.
Terapi sistemik
SK
Retinoid oral sangat efektif untuk mengurangi
hiperkeratosis dan frekuensi infeksi pada pasien
dengan EH generalisata, namun demikian obat ini
dapat meningkatkan fragilitas epidermis dan dapat
menyebabkan eksaserbasi bula. Dianjurkan
memulai terapi dengan dosis yang sangat rendah
dengan tujuan mencapai dosis pemeliharaan
serendah mungkin.
lebar generalisata
Secara khas IL ditandai oleh skuama lebar, coklat
gelap, pipih yang membentuk pola mosaik dengan
eritroderma minimal atau tidak ada. Skuama
melekat di tengah dan meninggi pada tepinya,
sering menimbulkan fisura superfisial. Skuama lebar
ini selain terdapat pada hampir seluruh tubuh juga
terdapat pada wajah, fleksura, telapak tangan dan
telapak kaki.
G e n o d e r m a t o s i s | 126
126 Genodermatosis
Ketegangan kulit wajah sering menyebabkan
ektropion, eklabium, serta hipoplasia kartilago
nasal dan aurikular.
Ektropion yang parah dapat menimbulkan
madarosis, konjungtivitis, dan penutupan kelopak
mata yang tidak sempurna yang dapat
I
menyebabkan keratitis.
Pada kepala terdapat alopesia skar (scarring
alopecia) terutama pada bagian perifer skalp,
SK
yang merupakan gambaran umum pada IL.
Peradangan pada lipatan kuku (nail folds) dapat
menyebabkan distrofi kuku dengan penebalan
lempeng kuku dan rigi kuku.
Diagnosis banding
Eritroderma iktiosiformis kongenital (congenital
ichthyosiform erythroderma), sindrom Netherton,
sindrom Sjögren-Larsson, dan trikotiodistrofi.
Penatalaksanaan
Sama dengan epidermolitik hiperkeratosis
DO
(bullous congenital ichthyosiform erythroderma)
Terapi topikal:
Sama dengan epidermolitik hiperkeratosis
(bullous congenital ichthyosiform erythroderma)
Terapi sistemik
Sama dengan epidermolitik hiperkeratosis
(bullous congenital ichthyosiform erythroderma)
Penurunan genetik
Tempat predileksi: lokal, generalisata atau
universalis
Skuama yang spesifik mirip sisik ikan, variasi
ukuran, warna dan tebal bergantung jenis.
- Gambaran klinis: kelainan pada kulit, kuku,
PE
Genodermatosis 127
Iktiosiform eritroderma nonbulosa: akantosis,
para- keratosis, hipergranulosis.
Epidermolitik hiperkeratosis: hiperkeratosis,
vakuolisasi (mikro-vesikel)
I
disorders of cornification. Dalam: Pediatric
Dermatology. Schachner LA, Hansen RC, editor.
London:Mosby 2003. p. 385-445.
SK
2. Oji V, Traupe H., Ichthyoses: Differential diagnosis and
molecular genetics. Eur J Dermatol 2006; 16: 349-59.
3. Fleckman P, DiGiovanna JJ. The Ichthyosis. Dalam:
Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. Edisi
ke-8. Editor: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, et al.
Editor. 2012, Mc Graw Hill: New York. p. 507-37
4. Richard G, Ringpfeil F. Ichthyoses,
erythrokeratodermas and related disorders. Dalam
Dermatology. Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP,
editor. Mosby, London 2013. P837-862.
5. 5. Judge MR, Mclean WHI, Munro Cs. Disorders of
Keratinization. In: Burns T, Breathnach S, Cox N,
Griffiths C. Rook’s Textbook of Dermatology. 8th ed.
DO
United Kingdom: Willey Blackwell;2010. 19.4-19.64
R
PE
G e n o d e r m a t o s i s | 128
128 Genodermatosis
Tabel 1. Klasifikasi iktiosis
Tipe Diagnosis OMIM
Iktiosis non- Iktiosis vulgaris 146700
sindromik
Iktiosis terkait-X 308100
Epidermolitik hiperkeratosis Brocq (EHK) 113800
146600
I
Iktiosis bullosa Siemens 146800
Iktiosis histriks Curth-Macklin 146590
Nonbullous congenital ichtyosiform erythroderma (NBCIE) 242100
604780
SK
Iktiosis lamellar 242300
601277
604777
CIE/ iktiosis lamellar tipe intermediate 604781
Iktiosis lamellar autosomal dominan kongenital iktiosiformis eritroderma 146750
Iktiosis in confetti
Harlequin fetus 242500
Sindrom peeling skin tipe A
defect)
Mutilating keratoderma dengan iktiosis
Sindrom KLICK (keratosis linearis with ichthyosis congenita and sclerosing
keratoderma)
Keratosis spinulosa decalvans.
Sindrom IFAP (Ichthyosis follicularis, atrichia, and photophobia)
Ichthyosis, follicular atrophoderma, hypotrichosis, and hypohidrosis
PE
Iktiosis didapat
G e n o d e r m a t o s i s | 129
Genodermatosis 129
C.7. NEUROFIBROMATOSIS TIPE 1 (Q85.01)
I
Klinis : 1. Enam atau lebih makula cafe-au-lait lebih
besar dari 5 mm pada individu prepubertal,
dan lebih dari 15 mm pada individu
SK
postpubertal
2. Dua atau lebih neurofibroma tipe apapun atau
satu neurofibroma pleksiform
3. Freckling pada regio aksila atau inguinal
4. Glioma optikum
5. Dua atau lebih nodul Lisch iris
6. Lesi tulang yang dapat dibedakan seperti
sphenoid displasia atau penipisan korteks
tulang panjang dengan atau tanpa
pseudarthrosis
7. Saudara tingkat pertama (orang tua, saudara)
dengan NF-1 dengan kriteria di atas
DO
Diagnosis banding : Neurofibromatosis tipe 1
Neurofibromatosis tipe 2
Familial cafe-au-lait spots
Sindrom LEOPARD
G e n o d e r m a t o s i s | 130
130 Genodermatosis
I
SK
D
DO
DERMATOLOGI
ALERGO-IMUNOLOGI
R
PE
I
Penyakit ini dapat berkembang lebih lanjut,
menyerang multiorgan, menjadi lupus eritematosus
sistemik (SLE).
SK
Klasifikasi:
LE spesifik: yang terdiri dari
a. LE kutan akut (ACLE)
localized ACLE, generalized ACLE
b. LE kutan subakut (SCLE)
annular SCLE, papulosquamous SCLE
c. LE kutan kronik (CCLE)
Classic discoid LE/DLE (Localized DLE, generalized
DLE), Hypertropic/verrucous DLE, Lupus profundus/
lupus panikulitis, Mucosal DLE (oral DLE,
conjunctival DLE), Lupus tumidus, Childblain LE,
Lichenoid DLE/ Lichen planus overlap/lupus planus
DO
II Kriteria diagnostik :
Klinis : LE-spesifik:
1) ACLE
Lokalisata maupun generalisata, ter-
gantung dari distribusi lesi.
Area kulit yang terpapar sinar UV
Hiperpigmentasi paska inflamasi sangat
sering terjadi pada pasien berkulit gelap
Tidak terjadi jaringan parut kecuali
terjadi infeksi bakteri sekunder
Lokalisata: classic buterfly rash/malar
rash of SLE; bisa meliputi daerah dahi,
R
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 132
I
tanpa jaringan parut yang bertahan
lama bahkan permanen
Umumnya terdapat pada area leher,
SK
bahu, ekstremitas superior dan batang
tubuh
3) CCLE
Riwayat perjalanan penyakit: kronik
gejala prodromal, gejala subjektif,
gejala sistemik: demam, nyeri sendi,
fotosensitivitas, rambut rontok
Tempat predileksi: wajah, skalp, area V
pada leher, bagian ekstensor lengan.
Morfologi: plak eritematosa, berbatas
tegas, ukuran bervariasi lentikular-
DO
numular-sampai plak, skuama melekat
(adheren) bila diangkat tampak sum-
batan keratin folikular, dapat disertai
atrofi dengan tepi yang lebih kemerahan
atau dengan zona hiperpigmentasi
I
atrofik. Perubahan degenerasi jaringan ikat terdiri
atas hialinisasi, edema, perubahan fibrinoid,
terutama di bawah epidermis, degenerasi elastotik
SK
prematur pada kulit yang terpajan matahari.
Pemeriksaan direct immunoflourescence (DIF)/
lupus band test: ditemukan endapan IgG, IgA,
IgM dan komponen komplemen (C3,C4, Ciq,
properdin, faktor B dan Membrane attact complex
C5b0C9) terdeposit pada taut dermo-epidermal
berupa pita yang tersusun lurus atau granular
kontinyu.
Pemeriksaan laboratorium: urin rutin, darah dan
sel LE serta pungsi sumsum tulang.
Pemeriksaan serologi: kadar ANA dalam serum,
anti DsDNA, anti Sm, C3, TSS (tes serologi untuk
DO
sifilis)
I
kostreroid topikal dan sisitemik jangka panjang.
Pemantauan pemakaian obat golongan antimalaria
(klorokuin) jangka panjang, (dapat terjadi efek
SK
samping pada mata).
Konsultasi ke dokter spesialis mata: pemantauan
fotofobia dan gangguan penglihatan, terutama buta
warna.
Konsultasi ke dokter spesialis penyakit dalam
konsultan hematologi dan alergi-imunologi
Pemantauan pasien menerapkan upaya pen-
cegahan pajanan sinar matahari
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 135
Papula/plak hiperkeratotik
I
SK
-Malar rash/ -Plak hiperkeratotik -Batas jelas
classic butterfly atau anular -Berbentuk koin
rash -Sembuh berupa -Tertutup oleh skuama
-Sembuh berupa lekoderma yang yang lekat
Makula menyerupai vitiligo -Eritema dan
hiperpigmentasi dan teleangiektasia hiperpigmentasi pada
bagian tepi dan jaringan
parut atrofi pada bagian
sentral, teleangiektasia
dan hipopigmentasi
DO
-Kenaikan titer ANA -Anti Ro/SS-A (70-
yang bermakna -ANA test positif pada
90%)
-Anti dsDNA positif 30-40% pasien
-Anti La/SS-B (30-50%)
-AntiSm -Faktor rematoid
-ANA test (60-80%)
-Hipokomplementemia positif
-Faktor rematoid
Positif
1. Topikal:
Kortikosteroid topikal potensi sedang misalnya triamsinolon asetonid 0,1%, untuk area
wajah topikal steroid potensi superkuat misalnya clobetasol propionat 0,05% atau
bethamethasone propionat 0,05%
PE
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 136
I
basalis. Kelainan ini didapatkan pada anak usia 3-9
tahun. Tempat predileksi di wajah, genitalia, meluas ke
perineal dan bokong, tangan dan kaki. Mukosa dapat
SK
terkena (70% kasus).
Erupsi ini dapat disebabkan oleh obat misalnya
vancomycin.
II Kriteria diagnostik :
Klinis : Riwayat perjalanan penyakit: kronik residif.
Tempat predileksi: wajah, tangan, kaki, genitalia,
perianal, pantat. Keterlibatan mukosa terjadi pada 50%
kasus.
Gejala subjektif gatal, kadang disertai gejala prodromal
Klinis ditandai vesikel dan bula tegang di atas dasar
eritematosa, berukuran miliar sampai lentikular,
berkelompok tersusun mirip rosette (cluster of jewel)
DO
Diagnosis banding : 1. Eritema multiforme bulosum
2. Dermatitis herpetiformis Duhring
3. Pemfigoid bulosa
4. Epidermolisis bulosa
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 137
I
1. Topikal:
Diberikan apabila penyakit terlokalisata, yaitu:
- Bila erosi dan ekskoriasi: antibiotik topikal Mupirosin
SK
2% atau Asam fusidat 2-5%
- Dapat diberikan kortikosteroid topikal potensi
tinggi (Klobetasol Propionate 0,05%).
- Dapat juga diberikan tacrolimus sebagai terapi
topikal tambahan
- Kompres dengan Nacl 0,9%
2. Sistemik:
- Antihistamin golongan sedatif bila ada keluhan
gatal
CTM 0,09 mg/kg/ dosis 3x sehari
- Steroid sistemik (prednison 60-80 mg/hari) disertai
DO
dengan steroid sparing agent (azathioprine atau
MTX). Dosis mingguan MTX mungkin efektif dan lebih
nyaman untuk pasien. Dosis steroid diturunkan
secara perlahan untuk mencegah relaps.
- Dapson 0,5-1mg/kg BB/hari atau 25-50 mg/hari
setelah ada perbaikan dosis dapat diturunkan hingga
12,5-25 mg/hari atau kurang. Dosis diturunkan
perlahan-lahan sampai dosis pemeliharaan dicapai.
- Bila tidak toleran dengan dapsone dapat diganti
dengan sulfapiridin
- Bila tidak responsif dapat dikombinasi dengan
Prednison 0,5-1 mg/kg BB/hari
- Bila kasus sulit diatasi, dapat dipertimbangan
R
3. Obat alternatif:
- Sulfonamid
- Siklosporin A
PE
- Eritromisin
Tindak lanjut:
Kontrol teratur setiap 1 bulan untuk penurunan dosis
obat dan mencapai dosis pemeliharaan.
Pemantauan efek simpang sulfone antara lain terhadap
kemungkinan terjadi methemoglobinemia (pemeriksaan
kadar G6PD)
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 138
I
V Kepustakaan : 1. Rao CL, Hall III RP. Linear Immunoglobulin A dermatosis
and chronic bullous disease of childhood. In: Wolf K,
Goldsmith LA, Kazt SI, Gilchrest BA. Paller AS Leffel DJ,
editors. Fitzpatrick’s Dematology in general medicine. 8th
SK
ed. New York : Mc Graw-Hill; 2012. p. 623-9.
2. Patsatsi A. Chronic bullous disease or linear IgA
dermatosis of childhood- revisited. J Genet Syndr Gene
Ther 2013; 4: 6.
3. Fernandez SR, Alonso AE, Gonzalez JEH, Galy JMM.
Practical management of thr most common bullous
disease. Actas Dermosifiliogr 2008; 99:441-55.
4. Han A, Zeichner JA. A practical approach to treating
autoimmune bullous disorders with systemic
medications. J Clin Aestetic Dermatol 2009; 2: 19-28.
5. Culton DA, Diaz LA. Treatment of subepidermal
immunobullous disease. Clin Dermatol 2012; 30: 95-102.
6. Schmidt E, Zillikens D. The diagnosis and treatment of
DO
autoimmune blistering skin diseases. Dtsch Arztebl Int
2011; 108: 399-405.
R
PE
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 139
Dermatologi Alergo-Imunologi 139
VI Bagan Alur
I
Klinis ditandai vesikel dan bula tegang di atas dasar eritematosa,
berukuran miliar sampai lentikular, berkelompok tersusun mirip rosette
(cluster of jewel)
SK
Histopatologi: celah subepidermal dengan neutrofil pada
basal membran
Direct immuno fluorescence (DIF): endapan IgA dan C3
berbentuk pita di sepanjang taut dermo-epidermal.
DO
Dermatosis Ig A linear
(CBDC)
- Sulfapiridin
PE
Perbaikan + Perbaikan -
I
rasa sangat gatal. Kelainan ini berkaitan dengan
deposit IgA pada kulit dan enteropati sensitif-gluten.
Banyak terjadi pada usia antara 30-40 tahun, mes-
SK
kipun dapat terjadi pada usia anak. Perbandingan
laki-laki:perempuan = 2:1.
II Kriteria diagnostik :
Klinis : Riwayat perjalanan penyakit: kronik, hilang
timbul.
Tempat predileksi biasanya pada area ekstensor
ekstremitas dan badan dengan distribusi simetris,
dapat timbul pada skalp dan/atau nuchal
posterior.
Lesi dapat diawali dengan suatu papul eritematus,
plak menyerupai urtikaria selanjutnya juga timbul
DO
vesikel dan bula tegang berkelompok di atas dasar
eritematosa. Garukan menyebabkan erosi,
ekskoriasi, krusta. Dispigmentasi postinflamasi
terjadi setelah sembuh.
Keluhan dapat bervariasi dari rasa panas yang
hebat serta gatal hingga tanpa gejala.
Berkaitan dengan sensitivitas pasien terhadap
gluten dan iodida
R
PE
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 141
Dermatologi Alergo-Imunologi 141
Diagnosis banding : 1. Eritema multiforme bulosum
2. Dermatosis IgA linear
3. Pemfigoid bulosa
I
neutrofil pada papila dermis dan terdapat celah
subepidermal
Direct immuno fluorescence (DIF): ditemukan
SK
deposit IgA granular pada papila dermis atau
dermal epidermal junction.
Medikamentosa:
Prinsip: mengurangi pruritus, menekan inflamasi
1. Topikal:
- Bila erosi dan ekskoriasi: antibiotik
DO
- Kortikosteroid topikal yang sangat poten
2. Sistemik:
- Dapson: dosis awal dewasa 100-150 mg/hari
hingga 300-400 mg/hari atau pada anak dapat 1-
2 mg/kgBB/hari.
- Sulfapiridin: dosis dewasa 1-1,5 g/hari dapat
digunakan pada pasien dengan intoleransi
terhadap dapson, pasien lanjut usia, serta pada
pasien dengan masalah kardiopulmoner
- Antihistamin golongan sedatif
R
Tindak lanjut:
Pemantauan efek simpang pemakaian dapson
dan sulfapiridin, keduanya menyebabkan methemo-
globinemia terutama pada pasien dengan defi-
siensi G6PD, kontrol setiap 1 bulan.
Kontrol teratur setiap bulan untuk mencapai dosis
PE
pemeliharaan.
Konsultasi ke Bagian Gastroenterologi bila ada
dugaan coeliac diseases
Konsultasi ke ahli gizi untuk diet bebas atau
rendah gluten.
I
3. Culton DA, Diaz LA. Treatment of subepidermal
immunobullous disease. Clin Dermatol 2012; 30: 95-102
4. Schmidt E, Zillikens D. The diagnosis and treatment of
SK
autoimmune blistering skin diseases. Dtsch Arztebl Int
2011; 108: 399-405.
5. Herrero-Gonzalez JE. Clinical Guidelines for th
Diagnosis and Treatment of Dermatitis Herpetiformis.
Actas Dermosifiliogr 2010;101(10):820-6.
R DO
PE
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 143
Dermatologi Alergo-Imunologi 143
V Bagan Alur
I
Vesikel dan bula tegang berkelompok di atas dasar eritematosa,
meninggalkan erosi, ekskoriasi, krusta
SK
Berkaitan dengan sensitivitas terhadap gluten dan iodida
Penyakit terkontrol:
Dapson 25 mg/minggu
Atau sulfapirindin: 1-1,5 gr per hari
I
DKA sistemik
II Kriteria diagnostik :
Klinis : Riwayat terpajan dengan bahan allergen
SK
Terjadi reaksi berupa dermatitis, setelah pajanan
ulang dengan alergen tersangka yang sama
Bila pajanan dihentikan, lesi membaik, sedangkan bila
pajanan berulang lesi memberat
Gejala subyektif berupa rasa gatal
Terdapat tanda dermatitis (akut, subakut, kronik)
Lesi bersifat lokalisata, berbatas tegas, bentuk sesuai
dengan bahan penyebab
Pada DKA sistemik, lesi dapat tersebar luas/generalisata
Efloresensi polimorf
klinis
Gatal: beri antihistamin generasi kedua
DKA akut derajat sedang – berat, refrakter: dapat
ditambah kortikosteroid oral setara dengan prednison
20 mg/hari dalam jangka pendek (3 hari)
Siklosporin oral
Topikal: sesuai dengan sajian klinis
o Basah (madidans): beri kompres terbuka (2-3
lapis kain kasa) dengan larutan NaCl 0,9%
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 145
I
cetus: fototerapi shortwave UVB
Tindak lanjut:
Pada DKA yang mengenai telapak tangan (hand
SK
dermatitis) dapat sangat menyulitkan untuk melak-
sanakan tugas sehari-hari sehingga dianjurkan
pemakaian APD sesuai dan pemberian emolien
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 146
I
Tanda dermatitis
o Akut, subakut, kronik
o Gejala subjektif: gatal
SK
Lesi bersifat lokalisata, berbatas tegas, bentuk sesuai bahan
penyebab
Tes tempel
– +
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 147
I
● DKI Akut
● DKI kronik kumulatif
II Kriteria diagnostic :
SK
Klinis : Riwayat terpajan dengan bahan iritan
Terjadi reaksi berupa dermatitis, pada iritan kuat
akan terjadi dermatitis akut pada pajanan pertama
(satu kali), sedangkan pada iritan lemah akan
terjadi dermatitis kronis setelah pajanan berulang
Bila pajanan dihentikan, lesi membaik, bila pajanan
berulang lesi bertambah berat
Gejala subyektif berupa rasa gatal, terbakar / nyeri
Terdapat tanda dermatitis (akut, subakut, kronik)
Lesi lokalisata, berbatas tegas, bentuk sesuai
dengan luas kontak bahan penyebab
Efloresensi monomorf
DO
Diagnosis banding : 1. Dermatitis kontak alergi
2. Dermatitis numularis (bila berbentuk bulat)
3. Dermatitis seboroik (bila di kepala)
Harus disingkirkan:
Lokalisata: 1. DKA
2. Penyakit Bowen
Diseminata: 1. DKA
2. Sifilis sekunder
3. Cutaneus T Cell Lymphoma
Pemeriksaan : Tes kulit (tes tempel) hanya diperlukan apabila tidak
penunjang dapat dibedakan dengan dermatitis kontak alergi
R
kerja.
Anjuran penggunaan alat pelindung diri (APD) :
sarung tangan, krim barier
Medikamentosa:
1.Sistemik: simtomatis sesuai gejala dan sajian klinis
Gatal: beri antihistamin generasi kedua
Derajat sakit berat: dapat ditambah kortikosteroid
oral setara dengan prednison 20 mg/hari dalam
jangka pendek (3 hari)
2.Topikal: sesuai dengan sajian klinis
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 148
I
topikal potensi lemah
Pada kasus yang berat dan kronis, bisa digunakan
Psoralen + UVA/UVB atau obat sistemik misalnya
SK
azathioprine dan siklosporin
Bila ada superinfeksi oleh bakteri: antibiotika topikal /
sistemik
Tindak lanjut:
Pada DKI kumulatif yang mengenai telapak tangan
(hand dermatitis) dapat sangat menyulitkan untuk
melaksanakan tugas sehari-hari, sehingga dianjurkan
pemakaian APD sesuai dan pemberian emolien
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 149
I
Sabun, deterjen, surfaktan, pelarut Bahan kimia kaustik (asam dan basa)
organic, minyak
SK
Berhari-hari, berbulan-
bulan, bertahun-tahun Segera setelah
setelah kontak kontak
– +
Tes tempel
Topikal: Topikal:
based)
Inhibitor kalsineurin Sistemik :
Fototerapi (psoralen+UVA Identifikasi &
/UVB) eliminasi Kortikosteroid setara prednison 20
bahan-bahan mg/hari 3 hari
iritan Antihistamin
Sistemik : Proteksi
Antihistamin
Azathioprine
Antibiotika sistemik/topikal
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 150
I
peroral, pervaginam, per-rektal, atau parenteral.
Yang dimaksud dengan obat ialah zat yang dipakai
untuk menegakkan diagnosis, pengobatan, profilaksis.
SK
Termasuk dalam pengertian obat ialah jamu. Perlu
diingat bahwa obat topikal dapat pula menyebabkan
gejala sistemik akibat penyerapan obat oleh kulit.
Klasifikasi*:
a. Bentuk ringan
1. Urtikaria dengan atau tanpa angioedema
2. Erupsi eksantematosa
3. Dermatitis medikamentosa
4. Purpura
5. Eksantema fikstum (fixed drug eruption/FDE)
6. Eritema nodosum
DO
7. Eritema multiforme
8. Lupus eritematosus
b. Bentuk berat
1. Pustular eksantema generalisata akut (PEGA)
2. Eritroderma
3. Sindrom Stevens-Johnson (SSJ)
4. Nekrolisis epidermal toksik (NET) atau sindrom
Lyell
5.Drug Rash with Eosinophilia and Systemic
Symptoms (DRESS)
* Lihat bab terkait
II Kriteria diagnostik :
R
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 151
I
2. Eritema nodosum (EN): EN akibat kusta, demam
rheuma dan keganasan.
3. Eritema: morbili.
SK
4. Purpura: Idiopatik trombositopenik purpura, dengue
hemoragic fever.
5. FDE: eritema multiforme bulosum
6. PEGA: pustular psoriasis
7. SSJ: pemfigus vulgaris
8. NET: kombustio
Medikamentosa:
Prinsip:
1. Hentikan obat
2. Atasi keadaan umum, terutama pada yang
berat untuk life saving.
3. Berikan obat antialergi yang paling aman dan
PE
sesuai.
1. Topikal:
- Sesuai dengan kelainan kulit yang terjadi (ikuti
prinsip dermatoterapi)
- Pada purpura dan eritema nodosum tidak perlu
- Eritroderma, SSJ, NET (lihat bab masing-
masing)
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 152
I
- Pada eritroderma dan PEGA: prednison 40-60
mg/hari, Bila berat: rawat inap (lihat PPM SSJ
dan TEN).
SK
Komplikasi
Infeksi sekunder
Eritrodermi
Sepsis
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 153
Dermatologi Alergo-Imunologi 153
V Bagan Alur
I
Riwayat timbulnya kelainan kulit dengan jarak waktu
pemberian obat, apakah timbul segera, beberapa saat atau
jam atau hari.
Kelainan kulit: eritema, papul, skuama, urtikaria, vesikel/ bula,
SK
erosi, ekskoriasi sampai ulkus dan nodus.
Pruritus
Ringan: Berat:
2. Sistemik:
- Atasi keadaan umum terutama
kondisi vital.
- Ringan: prednison 30 mg/ hari.
- Anthistamin: merupakan lini pertama
pada urtikaria dan pruritus, atau EOA
R
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 154
I
dekade ke-4 atau ke-6, tetapi dapat mengenai semua
usia.
SK
II Kriteria diagnostik :
Klinis : Keadaan umum buruk
Lesi kulit umumnya gatal, diawali oleh lesi oral
yang nyeri sebelum berlanjut menjadi erupsi kulit
generalisata berupa bula kendor pada kulit normal,
meluas hingga ke seluruh tubuh. Karena bula ini
mudah pecah, kadang hanya dapat dilihat erosi
yang sangat nyeri pada beberapa pasien.
Lesi mukosa: tampak erosi mukosa mulut yang
nyeri
Di tempat predileksi terdapat bula kendur, lentikular
sampai numular, di atas dasar kulit normal atau
DO
eritematosa. Isi mula-mula jernih kemudian menjadi
keruh.
Tanda Nikolsky positif
Perjalanan klinis kambuhan, sering diperlukan
terapi seumur hidup.
antibodi)
Pemeriksaan darah, urin, feses rutin dilakukan;
Pada pemberian krotikosteroid jangka panjang
perlu diperiksa fungsi ginjal dan fungsi hati, kadar
gula darah puasa dan 2 jam setelah makan serta
reduksi urin; Pada pemberian terapi ajuvan
Azathioprine perlu diperiksa kadar TPMT (Thiopurine
methyl-transferase)
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 155
Dermatologi Alergo-Imunologi 155
III Penatalaksanaan : Nonmedikamentosa :
Penjelasan kepada pasien dan/atau keluarga mengenai
penyakit, terapi, serta prognosis. Memberi edukasi cara
merawat lepuh, menghindari penggunaan obat-obat
tanpa sepengetahuan dokter
Medikamentosa:
Prinsip:
I
Mengatasi keadaan umum yang buruk
Mengendalikan reaksi autoimun
Penatalaksanaan multidisiplin, terutama bila
SK
menggunakan kortikosteroid jangka panjang dan
sitostatika yaitu antara lain bersama dengan Bagian
Penyakit Dalam, Hematologi, Alergi-imunologik
1. Topikal:
- Bila banyak lesi erosif atau ekskoriasi dapat
diberikan krim mupirosin 2% atau asam fusidat
2-5%.
- Untuk membersihkan krusta dapat dilakukan
kompres terbuka dengan NaCl 0,9%.
2. Sistemik:
- Terapi lini pertama: glukokortikoid sistemik,
dimulai dengan dosis 1 mg/kgBB/hari. Respon
DO
klinis yang bagus biasanya tampak setelah 2-3
bulan, kemudian dosis dapat diturunkan menjadi
40mg/hari dan di tapering of selama 6-9 bulan
sampai dosis pemeliharaan 5 mg selang sehari).
Tapering dapat dilakukan baik dengan menu-
runkan dosis 10 mg/bulan dan kemudian 5
mg/bulan atau dengan selang sehari: 40/20,
40/0, 30/0, 20/0, 15/0, 10/0, dan 5/0 dilanjutkan
dengan 5/0 untuk pemeliharaan.
- Pada klinis yang berat dapat diberikan kortikos-
teroid terapi denyut. Cara pemberian kortikosteroid
secara terapi denyut (pulsed therapy): metal-
R
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 156
I
dan diberikan bila tidak ada kontraindikasi.
Tindak lanjut:
SK
1. Pemantauan keadaan umum: bila dirawat
dilakukan setiap hari, bila berobat jalan 1 x
seminggu, atau bergantung kondisi pasien.
2. Pemantauan IgG dalam serum.
3. Pemantauan efek samping terapi kortikosteroid
atau sitostatik jangka panjang
4. Kerjasama dengan Bagian Penyakit Dalam,
Alergi-imunologi, dan departemen lain yang
terkait.
IV Komplikasi - Malnutrisi
- Dehidrasi
DO
- Sepsis
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 157
I
Tanda Nikolsky positif
SK
Histopatologi: bula intraepidermal suprabasal, akantolisis
Imunofloresen: deposit IgG & C3 interseluler
Pemfigus
Ringan Sedang-berat
Rawat luka dgn Na Cl 0,9%, Antibiotik Rawat luka dgn Na Cl 0,9%, Antibiotik topikal
topikal (Mupirosin 2% atau Na Fusidat 2-5% (Mupirosin 2% atau Na Fusidat 2-5%
Kortikosteroid topikal Kortikosteroid sistemik: Prednison 1 mg/kg/hari bila
tidak didapatkan respon dalam 7-10 hari dtingkatkan
atau
DO
1,5 mg/kgBB /hari. Pada klinis yang berat diberikan
Prednison dosis rendah 1mg/kgBB/hari suntikan deksametason atau metil prednisolon i.v 1
Pada Pemfigus foliaceus, lesi lokalisata g/hari selama 4-5 hari.
cukup dengan terapi topikal kortikosteroid,
namun bila lesi maka terapi ~ pemfigus
vulgaris
Perbaikan + Perbaikan -
Perbaikan + Perbaikan -
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 158
I
Urtikaria diklasifikasikan menjadi 3 grup (Tabel 1).
Angioedema merupakan pembengkakan mendadak yang
non-pitting pada kulit, membran mukosa atau keduanya,
SK
termasuk traktus respiratorius atas dan gastrointestinalis,
yang biasanya bertahan selama beberapa jam sampai 3 hari.
Tabel 1. Klasifikasi Urtikaria
temperatur tubuh
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 159
I
kadang-kadang sensasi seperti terbakar, dan (iii)
berakhir cepat, kulit kembali ke kondisi normal
biasanya dalam waktu 1-24 jam.
SK
Pedoman untuk diagnosis diawali dengan evaluasi
rutin pasien, yang meliputi anamnesis lengkap dan
pemeriksaan fisik, dan menyingkirkan penyakit sistemik
berat dengan pemeriksaan laboratorium dasar. Tes
provokasi dan laboratorium spesifik sebaiknya dilakukan
secara individual dengan didasarkan penyebab yang
dicurigai. Anamnesis sebaiknya meliputi:
1) Waktu mulai munculnya urtikaria (onset),
2) Frekuensi dan durasi wheals,
3) Variasi diurnal,
4) Bentuk, ukuran, dan distribusi wheals,
5) Apakah disertai angioedema,
6) Gejala subjektif yang dirasakan pada lesi, misal
DO
gatal, nyeri,
7) Riwayat keluarga terkait urtikaria, atopi,
8) Alergi yang dulu atau saat ini, infeksi, penyakit
internal, atau penyebab lain yang mungkin,
9) Induksi oleh bahan fisik atau latihan fisik (exercise),
10) Penggunaan obat (NSAID, injeksi, imunisasi,
hormon, obat pencahar (laxatives), suppositoria,
tetes mata atau telinga, dan obat-obat alternatif),
11) Makanan,
12) Kebiasaan merokok
13) Jenis pekerjaan
14) Hobi
15) Kejadian berkaitan dengan akhir pekan, liburan,
R
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 160
I
Mastositosis (anak-anak)
Penyakit bulosa autoimun
Subepidermal: pemfigoid bulosa,
SK
pemfigoid gestasional, dermatosis
IgA linear, EB akuisita, Dermatitis
herpetiformis Duhring
Intraepidermal: Pemfigus
herpetiformis
PUPPP (pruritic urticarial papules and
plaques of pregnancy)
Small-vessel vasculitis (vaskulitis
urtikarial)
Jarang Dermatitis progesteron/estrogen
Autoimun
Dermatitis granulomatosa interstisial
DO
Selulitis eosinofilik (sindrom Wells)
Hidradenitis ekrin neutofilik
Musinosis folikular urticarial-like
R
PE
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 161
I
Grup Sub grup Tes diagnostik Program diagnostik lanjutan (bergantung
rutin pada penyebab yang dicurigai)
Urtikaria Urtikaria akut Tidak ada (kecuali Tidak ada (kecuali sangat dicurigai pada
spontan sangat dicurigai riwayat pasien, misal alergi)
SK
pada riwayat pasien,
misal alergi)
Urtikaria kronik DL, erythrocyte Tes untuk (i) penyakit infeksi (misal
sedimentation rate Helicobacter pylori), (ii) alergi tipe I, (iii)
(ESR) /C-reactive autoantibodi, (iv) hormon tiroid, (iv) tes fisik,
protein (CRP), (v) diet bebas-pseudoalergen untuk 3 minggu
menyingkirkan obat dan triptase, biopsi
yang dicurigai (misal
NSAID)
Urtikaria Urtikaria Tes provokasi (dan DL dan ESR/CRP, cryoproteins
fisik kontak dingin threshold test) menyingkirkan penyakit lain, terutama infeksi
(cold contact dingin (balok es, air
urticaria) dingin, angin dingin)
Delayed Tes tekan (0,2- Tidak ada
DO
pressure 1,5kg/cm2 selama
urticaria 10 dan 20 menit)
Urtikaria Tes provokasi panas Tidak ada
kontak panas dan threshold test
(hot contact (air hangat)
urticaria)
Urtikaria UV dan sinar Singkirkan dermatoses lain yang diinduksi
solaris tampak pada cahaya
berbagai panjang
gelombang
Urtikaria Elisitasi DL, ESR/CRP
factitia/ dermografisme
Urtikaria
dermografik
Kelainan Urtikaria Pakaian basah pada Tidak ada
R
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 162
I
atau dikonsulkan ke Spesialis THT
1. Topikal:
Bedak kocok dibubuhi antipruritus mentol dan kamfer
SK
2. Sistemik:
Urtikaria akut:
- Antihistamin (AH) nonsedatif
- Bila dengan AH nonsedatif tidak berhasil, dapat
digunakan hydroxyzine atau diphenhydramine 25 –
50 mg qid.
- Angioedema disertai obstruksi saluran napas:
a. Epinefrin dapat mengatasi urtikaria berat atau
angioedema atau jika terdapat edema laring.
b. Kortikosteroid setara Prednison 60-80 mg/hari
selama 3 hari, dosis diturunkan 5 – 10 mg/hari.
c. Konsul THT
Urtikaria kronik:
DO
Terapi lini pertama:
Antihistamin H1 generasi kedua non sedasi (non-
sedating second generation H1-AH/ nsAH)
Terapi lini kedua:
Jika gejala menetap setelah 2 minggu, antihistamin
H1 generasi kedua non sedasi dapat dinaikkan
dosisnya sampai 4x.
Terapi lini ketiga:
Bila gejala masih menetap sampai 1-4 minggu, dosis
regimen terapi nsAH dapat diganti generasi pertama
antihistamin sedasi atau antihistamin non sedasi
generasi kedua dengan pilihan menambahkan
R
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 163
I
4) Peroni A, Colato C, Schena D, Girolomoni G. Urticarial
lesions: If not urticaria, what else? The differential diagnosis
of urticaria. Part I. Cutaneous diseases. J Am Acad
Dermatol 2010;62:541-55.
SK
5) Chow S. Management of chronic urticaria in Asia: 2010
AADV consensus guidelines. Asia Pac Allergy 2012;2:149-
160
6) Kaplan AP. Urticaria and angioedema. Dalam: Wolff K,
Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A, Leffel D, editors.
Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke 8.
New York: McGraw-Hill 2012; 414-430
R DO
PE
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 164
Antihistamin nonsedatif:
Satu obat atau kombinasi 2-4 kali dosis yang Berespon
dianjurkan untuk rhinitis
I
Berespon
--> Pertahankan pada dosis Antihistamin lain hingga dosis maksimal, mis.
SK
dimana urtika ringan, tidak Hydroksizin atau difenhidramin (25-50 mg qid)
perlu sampai hilang Tambahan antagonis H2, antagonis leukotrien
Riwayat menggunakan kortikosteroid atau dengan Dosis rendah perhari (10 mg prednison atau setara)
hipertensi, diabetes, osteoporosis, striae berat, steroid atau steroid selang sehari (20-25 mg qod)
obesitas morbid dengan menurunkan dosis perlahan menggunakan
tablet prednison 5mg dan 1 mg
DO
Siklosporin bersama steroid hingga dosis maksimum 15
mg/ hari – diturunkan bertahap dengan tujuan tidak
menggunakannya
Siklosporin tidak efektif atau ada efek samping Respon baik terhadap
Dosis rendah steroid seperti di atas steroid Respon kurang terhadap
Metotreksat mingguan Menurunkan dosis setiap steroid
γ globulin intravena 2-3 minggu bila dapat --> siklosporin, ketika
Plasmaferesis bagi subgrup autooimun ditoleransi respon dicapai, eliminasi
R
D e r m a t o l o g i A l e r g o - I m u n o l o g i | 165
I
pada usia kurang dari 10 tahun, sering muncul antara usia
15 dan 30 tahun.1
SK
II Kriteria diagnostik :
• Klinis :
Psoriasis tipe plak
Tanda dan gejala
• Bentuk psoriasis yang paling banyak
• Plak eritematosa berbatas tegas dengan skuama
berwarna keperakan adalah karakteristik tetapi tidak
harus ada
• Daerah yang terkena biasanya:
Siku, lutut, kepala, celah intergluteal, palmar dan plantar
Kadang-kadang genitalia juga terkena
Psoriasis guttata
DO
• Onset mendadak dan biasanya terjadi setelah infeksi
streptokokal pada saluran pernafasan atas
• Bentuk seperti tetesan air, plak merah muda dengan
skuama
• Biasanya ditemukan pada badan dan ekstremitas
Lokalisata
• Pustul terlokalisasi pada palmar dan plantar
• Pustul dapat terletak di atas plak
• Sangat mengganggu karena kesulitan menggunakan
tangan atau kaki
Psoriasis eritroderma
• Generalisata, berat, eritema yang luas dengan skuama
yang dapat mengenai sampai 100% luas permukaan
tubuh
29
166 Dermatologi Alergo-Imunologi
• Fungsi perlindungan kulit hilang dan pasien rentan
terhadap infeksi, temperatur tubuh yang tak dapat
terkontrol, hilangnya cairan dan nutrien
• Sering disertai dengan gejala sistemik yaitu demam dan
Diagnosis malaise
• Dapat membahayakan kehidupan
I
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
SK
Riwayat
• Usia awitan bimodal: 16-22 tahun dan 57-60 tahun
• Infeksi, terutama streptokokus dapat memicu atau
mengeksaserbasi penyakit
• Obat (misal litium, antimalaria, alkohol, β-bloker) dapat
memicu penyakit
• Riwayat pengobatan dan pembedahan
• Review riwayat keluarga, sosial, dan gejala
Pemeriksaan fisik
DO
• Diagnosis biasanya dapat dibuat dari penampilan klinis
plak
• Inspeksi semua area tubuh terutama permukaan
ekstensor, badan, perineum, kepala, kuku, sendi, serta
daerah prominen lain.
Tes diagnosis
• Mungkin diperlukan untuk penyakit yang sulit atau atipik
• Tidak ada petanda serologis atau tes laboratorium
yang patognomonik untuk psoriasis
• Biopsi kulit, studi serologis sifilis, kultur bakteri, HLA
R
30
III Penatalaksanaan : A
EDUKASI PASIEN
I
• Yakinkan pasien bahwa psoriasis banyak dijumpai dan
tidak menular
• Diskusikan berbagai pilihan terapi, efek samping dan
SK
hasil yang diharapkan
• Diskusikan kemungkinan faktor penyebab eksaserbasi
PRINSIP TERAPI
Pilihan terapi sangat individual
Sebagian besar pasien akan mendapatkan terapi multipel
simultan
Dokter harus memahami semua pilihan terapi sehingga
terapi yang tepat dapat dipilih untuk masing-masing pasien
B FOTOTERAPI/ FOTOKEMOTERAPI
• Fototerapi biasanya digunakan pada pasien dengan
psoriasis generalisata sedang sampai berat dengan
luas permukaan tubuh yang terkena > 3% (termasuk
psoriasis gutata) atau terdapat gejala mitigating lain
• Kontraindikasi: pengobatan radiasi sinar pengion penyakit
PE
31
168 Dermatologi Alergo-Imunologi
• Toksisitas: akut: eritema, pruritus, terbakar kulit; kronis:
photoaging, lentigen, telangiektasia, secara teoritis
mempunyai risiko tinggi terhadap keganasan. Toksisitas
tambahan PUVA: akut:mual dan muntah, pusing dan
sakit kepala, bula, onikolisis akibat sinar, melanokia;
kronis: fotokarsinogenesis untuk kaukasia tipe kulit I-III
setelah 200 penyinaran
I
• Lubrikan dan emolien diperlukan untuk meningkatkan
dayaguna fototerapi
• Jika memungkinkan, kulit yang tidak disinar harus
SK
dilindungi dengan tabir surya
• Lindungi daerah payudara, okular, dan genital selama
sesi fototerapi
• Monitoring: sebelum terapi: penapisan kanker kulit,
katarak, dan pada masa terapi evaluasi kulit
keseluruhan, awasi efek samping
Ultraviolet B (UVB) broadband (BB)
• Efek: penyembuhan awal terlihat setelah 4 minggu
terapi, kulit bersih (clearance) dapat tercapai setelah
20-30 terapi, terapi pemeliharaan (maintenance) dapat
memperpanjang masa remisi. Laju remisi 5% setahun
DO
• Dosis awal: menurut tipe kulit 20-60mJ/cm2 atau 50%
minimal erythemal dose (MED), dosis dinaikan 5-
30mJ/cm2 atau ≤25% MED awal, penyinaran 3-5
kali/minggu
32
Dermatologi Alergo-Imunologi 169
luar rumah 12 jam setelah minum psoralen. Dosis UVA
menurut tipe kulit 0.5-3.0J/cm2, dosis dinaikan 0.5-1.5
J/cm,2penyinaran 2-3 kali/minggu.
• PUVA dapat dikombinasikan dengan:
o Retinoid oral (mempunyai efek sinergis, dapat
digunakan dosis rendah)
o Metotreksat (hanya dapat digunakan untuk psoriasis
I
berat)
o Analog Vit D
o Steroid topikal
SK
o UVB
C TERAPI TOPIKAL
Emolien:
• Bagian penting dari terapi psoriasis, terutama pada
fase non-akut
• Efek: Melembutkan dan menghaluskan stratum korneum
R
Kortikosteroid
• Pilihan terapi untuk psoriasis pada wajah, hairline,
daerah postaurikular dan lipatan
• Efek: anti inflamasi, vasokonstriksi dan menurunkan
turnover sel (sitostatik), sehingga kortikosteroid potensi
33
170 Dermatologi Alergo-Imunologi
sedang dan kuat lebih sesuai untuk psoriasis oleh
karena efek sitostatiknya.
• Dosis: dapat dipakai 1-2 kali sehari, dapat dikombinasi
dengan obat topikal lain, fototerapi, obat sistemik
• Takifilaksis (toleransi yang cepat) dan efek samping pada
terapi jangka lama membatasi pemakaian kortikosteroid.
Gunakan secara bijaksana untuk mencapai keun-
I
tungan maksimal dengan efek samping minimal
• Pilihan sediaan bergantung pada lokasi lesi yang akan
diterapi, usia pasien, keparahan lesi, potensi (Stoughton-
SK
Cornell)
Skalp: lotion, spray, solusio dan gel lebih dipilih karena
dapat digosokkan pada skalp
Wajah: potensi rendah, hindari poten-superpoten
Lipatan tubuh: potensi rendah bentuk krim atau gel.
Palmar dan plantar: steroid potensi sangat poten,
hanya sedikit efektif
• Flare-up psoriasis dapat terjadi setelah steroid dihentikan;
terapi kortikosteroid harus diturunkan perlahan
• Digunakan sebagai kombinasi dengan bahan yang
ditoleransi lebih baik; tingkatkan potensi kortikosteroid
saat flare-up dan tapering jika dalam remisi
DO
Biasanya digunakan kombinasi dengan: analog Vit D
dan retinoid topikal
Ditranol (Antralin)
• Terapi efektif untuk psoriasis plak, memperlambat
kecepatan proliferasi populasi sel stem sehingga jadi
keratinisasi normal
• Efek: efikasi rendah bila merupakan monoterapi diban-
dingkan dengan kortikosteroid atau kalsipotriol
• Dosing; kontak cepat diawali dengan konsentrasi 1%
• Pewarnaan dan iritasi
• Tidak sesuai untuk daerah yang luas dari lesi kecil, daerah
R
34
Retinoid (topikal)
• Tazaroten merupakan retinoid topikal yang efektif
untuk psoriasis
I
• Dapat digunakan untuk terapi psoriasis tipe ringan-
sedang yang melibatkan < 20% luas permukaan tubuh
• Efek dan dosis: memperantarai diferensiasi dan
SK
proliferasi sel. Lebih dari 50% perbaikan terlihat pada
63% dan 50% pasien yang diobati Tazarotene masing-
masing 0.1% gel dan 0.05% gel, sekali sehari selama
12 minggu, dibandingkan dengan 315 pasien yang
diobati vehikulum. Dalam 12 minggu lesi menghilang
pada 50-51% pasien yang diterapi Tazaroten dengan
konsentrasi masing-masing 0.1% dan 0.05%.
• Paling baik dikombinasi dengan topikal kortikosteroid.
• Efek samping dan Kontraindikasi iritasi pada lesi atau
sekitarnya, bersifat fotosensitizer.
• Kehamilan dan menyusui: kategori X, anak-anak tidak
DO
ada data <18 tahun
• Awitan lambat dan jika digunakan sebagai terapi
tunggal dapat menimbulkan iritasi kulit (dermatitis
retinoid), sehingga biasanya digunakan dalam kombinasi
dengan kortikosteroid topikal
• Dapat dikombinasikan dengan: steroid topikal
Analog Vit D
• Preparat yang tersedia adalah kalsipotriol dan kalsitriol
• Dapat digunakan untuk jangka lama
• Efektif untuk psoriasis plak kronik ringan-sedang;
mungkin tidak sesuai untuk psoriasis inflamasi
• Efek: 70-74% pasien diobati dengan salep kalsipotriol
R
35
172 Dermatologi Alergo-Imunologi
• Reaksi simpang/kontraindikasi: iritasi, peningkatan
kadar kalsium serum terutama bila diberikan 100
gram/hari, fotosensitif tetapi bisa dikombinasi dengan
fototerapi UVB, efek samping kortikosteroid topikal bila
dikombinasi dengan betametason.
• Kehamilan; kategori C; anak-anak : aman
• Dapat dikombinasikan dengan terapi lain:
I
o Kortikosteroid topikal
o UVB
o PUVA (Kalsipotriol harus diaplikasikan setelah
SK
paparan UVA karena UVA menginaktifasi kalsipotriol)
o Siklosporin-A
o Metotreksat
o Retinoid oral
Tar
• Efektif digunakan untuk plak kronik pada psoriasis
ringan-sedang
• Efek: Menekan sintesis DNA pada epidermis, dapat
menyebabkan folikulitis steril. Pengobatan dengan 1%
losio coal tar lebih baik dibandingkan dengan ekstrak
5% coal tar.
DO
• Kurang disenangi pasien karena berbau/masalah pruritus
• Dapat digunakan tunggal atau sebagai tar bath, atau
diaplikasikan langsung pada plak psoriasis (hindari
wajah dan fleksural/lipatan)
• Lebih sering digunakan sebagai terapi untuk kulit
kepala dengan kortikosteroid atau kombinasi dengan
UVB (terapi Goeckerman)
D TERAPI SISTEMIK
Metotreksat
• Antimetabolit yang dapat digunakan pada pasien yang
gagal dengan terapi topikal dan fotokemoterapi
R
36
I
• Toksisitas: peningkatan nilai fungsi hati (bila 2 kali lipat
pantau lebih sering; 3 kali lipat turunkan dosis dan bila
lebih dari 5 kali lipat hentikan pemberian). Anemia
SK
aplastik, leukopenia, trombositopenia, pneumonitis inter-
sisial, stomatitis ulserativa, mual, muntah, diare, lemah,
cepat lelah, menggigil, demam, pusing, menurunnya
ketahanan terhadap infeksi, ulserasi dan perdarahan
lambung, fotosensitif dan alopesia.
• Interaksi obat: obat hepatotoksik misalnya barbiturat,
sulfametoksazol, NSAID, penisilin, trimetoprim.
• Biopsi hati dilakukan setelah pemberian metotreksat 3.5-
4 gram diikuti setiap 1.5 gram. Pasien dengan ririsko
kerusakan hati, biopsi hati dipertimbangkan setelah
pemberian metotreksat 1-1.5 gram.
DO
• Kontraindikasi absolut: hamil, menyusui, alkoholisme,
penyakit hati kronis, sindroma imunodefisiensi, hipoplasia
sumsum tulang belakang, lekopenia, trombositopenia,
anemia yang bermakna, hipersensitivitas terhadap
metotreksat. Kontraindikasi relatif: abnormalitas fungsi
renal, hepar, infeksi aktif, obesitas, diabetes melitus.
• Pemantauan: Riwayat penyakit, pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan laboratorium; darah lengkap,fungsi hati dan
renal, biopsi sesuia anjuran, pemeriksaan kehamilan, uji
HIV, PPD, foto toraks.
• Dapat dikombinasikan dengan:
o UVB
o PUVA
R
o Retinoid
o Siklosporin
Siklosporin
• Efektif untuk psoriasis rekalsitran tipe plak sedang
sampai berat, psoriasis pustulosa generalisata, dewasa,
PE
37
174 Dermatologi Alergo-Imunologi
setelah masa istirahat tertentu, dan dapat berjalan
selama 1-2 tahun, selama tidak ada efek samping.
• Pemakaian jangka lama (> 2 tahun) tidak dianjurkan
karena dapat menyebabkan nefrotoksisitas dan
kemungkinan keganasan
• Kontraindikasi: bersamaan dengan pemberian imuno-
supresan lain (metotreksat, PUVA, UVB, tar batubara,
I
radioterapi), fungsi renal terganggu, keganasan, hiper-
sensitif terhadap siklosporin, hindari vaksin, perhatian
seksama bila diberikan pada pasien dengan infeksi berat
SK
juga diabetes melitus tidak terkontrol.
• Toksisitas: gangguan fungsi ginjal, hipertensi, kega-
nasan, hyeri kepala, hipertrikosis, hiperplasia ginggiva,
akne memburuk, mual, muntah, diare, mialgia, flulike
syndrome, letargia, hipertrigliserida, hipomagnesium,
hiperkalemia, hiperbilirubinemia, meningkatnya risiko
infeksi dan keganasan.
• Jika memungkinkan rotasi penggunaannya dengan
terapi lain atau gunakan pada periode kambuh yang
berat
• Interaksi obat: menginduksi/menghambat sitokrom P450
DO
3A4. Menurunkan pembuangan (clearence) digoksin,
prednisolon, statin, diuretik (potasium sparing), tiazid,
vaksin hidup, NSAID. Grapefruit
• Monitoring: pemeriksaan fisik, tensi, ureum, kretinin,
urinalisis PPD, fungsi hati, pola lipid, magnesium, asam
urat, dan potasium, uji kehamilan.
• Kehamilan kategori C, menyusui: kontraindikasi, anak-
anak hanya bila psoriasis berat
• Pernah digunakan dengan kombinasi:
Analog Vit D topikal
Metotreksat (menurunkan dosis efektif lebih rendah
pada ke 2 obat)
R
Retinoid
• Asitretin oral pilihan pada psoriasis dapat digunakan
sebagai monoterapi untuk psoriasis pustular dan psoriasis
eritroderma. Efek menguntungkan terjadi jauh lebih
lambat jika digunakan untuk psoriasis tipe plak dan
guttatae tetapi sangat baik jika dikombinasikan dengan
PE
38
Dermatologi Alergo-Imunologi 175
• Interaksi obat: meningkatkan efek hipoglikemik gibenkla-
mid, mengganggu pil kontrasepsi: microdosed progestin,
hepatotoksik, reduksi ikatan protein dari fenitoin, dengan
tetrasiklin meningkatkan tekanan intrakranial.
• Monitoring: riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, kom-
binasi dengan turunan vitamin A lainnya.
• Retinoid sangat teratogenik dan cenderung untuk
I
menetap pada jaringan tubuh
• Dapat dikombinasikan dengan UVB, PUVA, metotreksat,
SK
siklosporin
Hidroksiurea
• Antimetabolit yang dapat efektif sebagai monoterapi,
meskipun kurang efektif daripada obat sistemik lain
• Diindikasikan untuk pasien yang gagal terhadap terapi
topikal, UVB, tidak dapat mentoleransi PUVA, meto-
treksat, atau terapi sistemik lain
• Hampir separuh dari pasien yang mempunyai perbaikan
penyakit dengan terapi hidroksiurea menunjukkan
toksisitas sumsum tulang dengan leukopenia atau
DO
trombositopenia
Mikofenolat mofetil
• Banyak pasien mencapai remisi jangka lama tetapi
mungkin perlu 12 minggu untuk melihat efek maksimal
• Karena obat ini adalah imunosupresan, terdapat risiko
kecil untuk terjadinya penyakit limfoproliferatif dan
keganasan nonkutaneus
• Dapat digunakan dalam kombinasi dengan Siklosporin
sehingga dosis Siklosporin dapat di taper off selama
remisi penyakit
Sulfasalazin
R
Agen biologik
Penggunaan agen biologik disusun dalam buku tersendiri
39
176 Dermatologi Alergo-Imunologi
IV Kepustakaan : 1. GudjonssonJE,
1. Gudjonsson JE, Elder
Elder JT. JT. Psoriasis.
Psoriasis. Dalam:
Dalam: Fitzpatrick's
Fitzpatrick's
Dermatology
Dermatology in General
in General Medicine. Wolff K,
Medicine. GoldsmithLA,
Goldsmith LA, Katz
Katz SI,
SI,
etGilchrest
al. editor. BA,
Mc Grew
et al.Hill: NewMc
editor. York, 2008Hill:
Graw p. 169-193.
New York, 2012 p.
2. Lebwohl M, Menter A, Koo J, Feldman SR. Combination therapy to
197-242.
treat moderate to severe psoriasis. J Am Acad Dermatol 2004; 50:
2. 416-430.
Lebwohl M, Menter A, Koo J, Feldman SR. Combination
therapyM.toAdvances
3. Lebwohl treat moderate to severe
in psoriasis therapy. psoriasis. J Am
Dermatol Clin Acad
2000; 18:
13-19.
Dermatol 2004; 50: 416-430.
I
4. Lebwohl M, Ali S. Treatment of psoriasis. Part 2. Systemic
3. Lebwohl M. Advances in psoriasis therapy. Dermatol Clin
therapies. J Am Acad Dermatol 2001; 45: 649-661.
2000; 18:
5. Lebwohl M, 13-19.
Ali S. Treatment of psoriasis. Part 1. Topical therapy
4. and
Lebwohl M, Ali S. Treatment of psoriasis.
2001; 45:Part 2. Systemic
SK
phototherapy. J Am Acad Dermatol 487-498.
therapies.
6. Feldman SR,JKooAmJYM,
AcadMenter
Dermatol 2001;
A, Bagel J. 45: 649-661.
Decision points for the
5. initiation
Lebwohl of M,
systemic
Ali S.treatment
Treatment for psoriasis. J AmPart
of psoriasis. Acad1.Dermatol
Topical
2005; 53: 101-107.
therapy and phototherapy. J Am Acad Dermatol 2001; 45:
7. Lebwohl M. A clinicians paradigm in the treatment of psoriasis. J
487-498.
Am Acad Dermatol 2005; 53 (Suppl 1): S59-69.
6. Feldman
8. Menter SR, Koo
A, Chair, JYM,NJ,
Korman Menter
ElmetsA, CA,
Bagel J. Decision
Feldman points
SR, Gelfand
for Gordon
JM, the initiation
KB et ofall.systemic
Guidelines treatment for manangement
of care for psoriasis. J Am of
psoriasis and psoriatic
Acad Dermatol 2005;arthritis. Section 4. Guidelines of care for
53: 101-107.
7. the management and treatment of psoriasis with traditional
Lebwohl M. A clinicians paradigm in the treatment of pso-
systemic agents. J Am Acad Dermatol 2009; 61: 451-85
riasis. A,
9. Menter J Am Acad NJ,
Korman Dermatol
Elmets2005; 53 (Suppl
CA, Feldman 1):Gelfand
SR, S59-69.JM,
8. Gordon
MenterKB A,etChair, Korman NJ,
all. Guidelines Elmets
of care CA, Feldman
for manangement of SR, Gel-
psoriasis
fandpsoriatic
and JM, Gordon KB etSection
arthritis. al. Guidelines of care for
5. Guidelines of management
care for the
treatment of psoriasis with phototherapy and photochmeotherapy.
DO
of psoriasis and psoriatic arthritis. Section 4. Guidelines of
J Am Acad Dermatol 2010; 62: 114-35
care for the management and treatment of psoriasis with
traditional systemic agents. J Am Acad Dermatol 2009; 61:
451-85
9. Menter A, Korman NJ, Elmets CA, Feldman SR, Gelfand
JM, Gordon KB et al. Guidelines of care for management
of psoriasis and psoriatic arthritis. Section 5. Guidelines of
care for the treatment of psoriasis with phototherapy and
photochemotherapy. J Am Acad Dermatol 2010; 62: 114-35
R
PE
I
Bukan Biopsi
• Tanda Auspitz
psoriasis
• Lesi berbatas tegas
• Skuama keperakan
SK
Pikirkan
diagnosis Psoriasis
banding
o sulfasalazin
41
I
remaja. Terkadang akne dapat sembuh sendiri,
meninggalkan sekuele berupa bintik atau skar
hipertropik
SK
II. Kriteria diagnostik :
Klinis : Terutama menyerang usia remaja
- Predileksi pada wajah, punggung, dada atas,
bahu dan lengan atas
- Efloresensi : komedo hitam dan putih, papul, pustul
nodus, kista, jaringan parut, hiperpigmentasi pasca
inflamasi
- Kriteria diagnosis : gradasi ringan, sedang dan
berat sesuai klasifikasi Lehman et al, 2002
Akne gradasi ringan : komedo < 20 atau lesi
inflamasi < 15, total lesi < 30.
DO
Akne gradasi sedang : komedo 20-100, atau
lesi inflamasi 15-50 atau total lesi 30-125
Akne gradasi berat : kista > 5 atau komedo >
100 atau lesi inflamasi > 50 atau total lesi >
125.
2. Medikamentosa
a. Derajat ringan
Topikal retinoid atau agen keratolitik +/- Benzoil
peroksida (BPO) atau antibiotik topikal (klindamisin
gel 1,2 dan sol 1,2% atau eritromisin sol 1%).
b. Derajat sedang
Retinoid topikal dan BPO atau antibiotik topikal,
+/- D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 167
antibiotik oral, pilihan :
- Tetrasiklin 500 mg 2x/hari
- Doksisiklin 50-100 mg 2 x/hari
180 Dermatologi Kosmetik & - Minosiklin 50-100 mg 2 x/hari
Laser
- Klindamisin 150-300 mg 2-3 x/hari
Catatan: Antibiotika oral selama minimal 6-8 pekan,
maksimal 12-18 pekan.
c. Derajat berat
BPO + retinoid topikal + antibiotik oral, bila tidak
+/-
antibiotik oral, pilihan :
- Tetrasiklin 500 mg 2x/hari
- Doksisiklin 50-100 mg 2 x/hari
- Minosiklin 50-100 mg 2 x/hari
- Klindamisin 150-300 mg 2-3 x/hari
Catatan: Antibiotika oral selama minimal 6-8 pekan,
maksimal 12-18 pekan.
I
c. Derajat berat
BPO + retinoid topikal + antibiotik oral, bila tidak
berhasil: isotretinoin oral: 0,1-2,0 mg/kgBB/hari s/d
SK
dosis kumulatif 120-150 mg/kgBB
Catatan:
- Antibiotik oral selama minimal 6-8 pekan,
maksimal 12-18 pekan
- Pemberian isotretinoin oral dengan persyaratan
ketat
- Untuk wanita dengan akne derajat sedang dan
berat dan ada indikasi faktor hormonal sebagai
penyebab dapat diberikan antiandrogen oral.
DO
Terapi pemeliharaan
- Retinoid topikal: tretinoin krim (0,025%; 0,05%
dan 0,1%), gel (0,025%) atau keratolitik +/- BPO
Tindakan khusus:
Ekstraksi komedo
Injeksi kortikosteroid intralesi
Peeling kimiawi (as. glikolat, as. trikloroasetat)
Dermabrasi
Punch graft
Colagen implant
R
Laser
PE
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 168
I
McGraw-Hill Companies; 2012. p. 897-917
2. Layton AM. Acne Vulgaris: Disorders of Sebaceous
Glands. In: Burn T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C,
SK
editors. Rook’s Textbook of Dermatology Volume 2. 8th
ed. Massachusetts: Blackwell Publishing; 2010. p.
42.17-27.
3. Zaenglein AL, Thiboutot DM. Acne Vulgaris: Adnexal
Diseases. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rappini RP,
editors. Dermatology. 2nd ed. United Kingdom: Mosby
Elsevier; 2008. p. 495-508
4. Gollnick, Cunliffe W, Berson D, Dreno B, Finlay A,
Leyden JJ, dkk. Management of acne. J Am Acad
Dermatol. 2003; 49: S2-4.
5. Hasil Asean Meeting Saigon 2003.
R DO
PE
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 169
Akne Vulgaris
I
Pasien dengan Keluhan Apakah gambaran
klinis
Akne Vulgaris sesuai akne?
SK
DIAGNOSIS
ALTERNATIF
Terapi pasien sesuai
Diagnosis
EVALUASI
Kategori Akne
Berdasarkan tipe
& keparahan
DO
DERAJAT RINGAN DERAJAT SEDANG DERAJAT BERAT
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 170
I
II. Kriteria diagnostik :
Klinis : Bercak kecoklatan, hiperpigmentasi, simetris,
ireguler, batas tegas
SK
Terdapat 3 pola utama distribusi lesi:
1. Pola sentrofasial : hipermelanosis meliputi pipi,
dahi, bibir atas, hidung dan dagu (63%)
2. Pola malar : meliputi pipi dan hidung (21%)
3. Pola mandibular : meliputi ramus mandibula (16%)
Genetik
Faktor pencetus Pajanan sinar ultraviolet
:
Hormon seks perempuan (estrogen dan progesteron)
Kontrasepsi (dietil stilbestrol),
Terapi sulih hormon pada perempuan
DO
postmenopouse,
Kehamilan dan
Kosmetik.
Disfungsi sedang tiroid dan ovarium,
Nutrisi,
Obat epilepsi
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 171
I
Menghilangkan
16.00 WIB. faktor etiologi atau predisposisi, antara
lain menghentikan
Menghilangkan faktorpemakaian obat
etiologi atau kontrasepsiantara
predisposisi, oral,
menghindari obat atau
lain menghentikan bahan yang
pemakaian menimbulkan
obat kontrasepsiiritasi,
oral,
SK
menyarankan
menghindari obatpenghentian
atau bahan yang pemakaian
menimbulkankosmetika
iritasi,
sedang dipakai, penghentian
menyarankan mencegah pemberian obat yang
pemakaian dapat
kosmetika
merangsang
sedang dipakai,hiperpigmentasi,
mencegah pemberianmemeriksa kemungkinan
obat yang dapat
adanya
merangsangpenyakit kulit lain atau
hiperpigmentasi, penyakit sistemik,
memeriksa kemungkinan dan
memberikan
adanya penyakit pertimbangan alternatif
kulit lain atau kegiatan
penyakit sehari-
sistemik, dan
hari/olahraga kepada pasien,
memberikan pertimbangan baik mengenai
alternatif waktu
kegiatan sehari-
maupun kondisi
hari/olahraga lingkungan.
kepada pasien, baik mengenai waktu
maupun kondisi lingkungan.
Medikamentosa:
Karena waktu pengobatan panjang maka diperlukan
Medikamentosa:
pertimbangan
Karena waktu seriuspengobatan terhadap
panjangefektifitas dan efek
maka diperlukan
DO
samping setiap serius
pertimbangan pengobatan terhadap
terhadap melasma.
efektifitas dan efek
samping setiap pengobatan terhadap melasma.
Pengobatan topikal:
A. Hidroquinon
Pengobatan 2-5% (krim, gel, losio)
topikal:
B.
A. Asam retinoat
Hidroquinon 0,05%
2-5% - 0,1%
(krim, gel, (krim
losio)dan gel)
C. azeleat 20%
B. Asam retinoat 0,05% (krim)
- 0,1% (krim dan gel)
D.
C. Asam glikolat
azeleat 8-15%
20% (krim)(krim, gel, losio)
E.
D. Asam kojik 4%8-15% (krim, gel, losio)
glikolat
E. Asam kojik 4%
Pengobatan oral:
Dianjurkan
Pengobatan bilaoral:pigmentasi meliputi daerah yang lebih
luas dan sampai
Dianjurkan bila ke dermis: meliputi daerah yang lebih
pigmentasi
R
1.
luasAsam askorbat
dan sampai ke dermis:
2.
1. Glutation
Asam askorbat
3.
2. Pycnogenol
Glutation
4.
3. Proanthocyanidin-rich
Pycnogenol
4. Proanthocyanidin-rich
Bedah kimia
PE
Asam
-Bedah glikolat 20-70%
kimia
- Asam trikloroasetat
glikolat 20-70% 10-30%
- Jessner
Asam trikloroasetat 10-30%
- Jessner
Dermabrasi
Dermabrasi
Kamuflase kosmetik
Kamuflase kosmetik
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 172
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 172
I
Pengobatan dilakukan secara kombinasi dan simultan.
SK
IV. Kepustakaan : 1. Hilde Lapeere, Barbara Boone, Sofie De Schepper,
Evelien Verhaeghe et al. Hypomelanoses and
Hypermelanoses. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, et al, editors.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th ed.
New York: Mc Graw-Hill; 2012.p. 1492-
2. Mary Wu Chang. Disorders of Hyperpigmentation. In:
Bolognia JL.MD, Lorzzo JL, Raini RP, Shaffer JV, editors.
Dermatology. 3nd ed. Edinburg: Mosby; 2012.p1049-74
3. Aditya K. Gupta, Melissa D. Gover, et.al. The treatment
of melasma: A review. J Am Acad Dermatol 2006;
55:1048-65
DO
4. Micheal et.al. Open Label Treatment of Moderate or
Marked Melasma with a 4% Hydroquinone Skin Care
System Plus 0.05% Tretinoin Cream. J Clin Aesthet
Dermatol. 2013;6(11):32–38.
R
PE
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 173
I
Diagnosis Tidak
Apakah gambaran klinis Diagnosis Alternatif
sesuai melasma ?
SK
Ya
Evaluasi
kategori tipe
melasma
Medikamentosa
- Hidrokinon
- Asam retinoat
- Asam azeleat
- Asam glikolat
- Asam kojik
R
Teruskan Ya Follow up
Terapi dengan
masa istirahat Adakah perbaikan
setiap 3 bulan setelah 3/6 bulan
PE
Tindakan lain :
peeling, laser, LED,
mesoterapi, dll
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 174
I
II. Kriteria diagnostik :
Klinis : Bercak kecoklatan miliar sampai lentikular batas tegas,
SK
ireguler, tersebar, predileksi di wajah.
Medikamentosa:
Topikal:
- Hidroquinon 2-5 %
- Tretinoin 0,025 – 0,1%
- Asam azeleat 20%
- Asam kojik 4%
- Tabir surya : SPF minimal 15
R
Tindakan :
- Bedah listrik
- Bedah kimia : Peeling: AHA, Jessner, TCA
- Bedah Laser : Q switched Nd:Yag dengan panjang
gelombang 532 nm.
PE
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 175
I
DIAGNOSIS
Apakah anamnesis & Tidak
SK
Diagnosis alternatif
gambaran klinis
sesuai freckles
Ya
- Edukasi pasien
- Farmakoterapi:
DO
• Sunscreen
• Asam
retinoat
• Asam alfa
hidroksi
• Hidroquinon
• Asam
azeleat
• Asam kojik
- Tindakan lain:
Bedah kimia
Laser
Bedah listrik,
R
dll
PE
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 176
Dermatologi Kosmetik & Laser 189
E.4. VITILIGO (L.80)
I. Definisi : Penyakit kulit dan membran mukosa kronis progresif
terjadi akibat destruksi melanosit, dengan karakteristik
hipo/amelanosis didapat, dengan makula-patch depig-
mentasi berbatas tegas diakibatkan oleh kehilangan
fungsi melanosit progresif. Faktor predisposisi/pemicu:
I
genetik, trauma fisik (burn, zat kimia), penyakit internal
(diabetes melitus, tiroid) serta penyakit autoimun,stres.
SK
II. Kriteria diagnostik :
Klinis : Makula depigmentasi atau hipo/amelanosis, batas
tegas
Predileksi: orifisium, wajah, genital, membran
mukosa, daerah ekstensor, tangan, dan kaki.
Etiolgi: trauma fisik, genetik, penyakit internal dan
auto imun, virus.
Klasifikasi :
1. Lokalisata : Fokal ( 1-2 regio )
Segmental
Mukosal
2. Generalisata : Akrofasial
DO
Vulgaris
Campuran
3. Universal ( lebih dari 80 % LPB)
9. Sarkoidosis
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 177
I
Klasifikasi Pengobatan I Alternatif
1. Lokalisata Kortikosteroi delsoralen 0,01%
a. Fokal d potensi I, II, + sunlight
SK
III salap
(Evaluasi 1
bulan, jika
tidak
responsif,
ganti)
b. Segment Transplantasi PUVA
al autolog
Transplantasi PUVA +
c. Mukosal autolog Kalsipotriol
2. Generalisata
DO
a. Akrofasi PUVA PUVA +
al UVB NB kalsipotriol
b. Vulgaris UVB Kombinasi UVB
c. Campur NB/PUVA NB +
an Kortikosteroid
salap
3. Universal Depigmentas
i kulit normal
(Benzoquino
n 20%)
R
Protokol
1. Lama pengobatan NB UVB/PUVA maksimal 3
tahun, tetapi jika dalam waktu 6 bulan tidak ada
respons, pengobatan dihentikan.
2. Pada pengobatan depigmentasi, dilakukan
bertahap
PE
Topikal:
- Kortikosteroid topikal
- Takrolimus topikal
- Kalsipotriol Topikal
Oral
Detrovalen oral 10-60 mg/hari selama 2 jam
sebelum penyinaran diberikan dalam waktu 6
bulan -1 tahun.
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 178
I
siklofosfamid.
Fotokemoterapi
SK
- Psoralen dan Terapi Ultraviolet A
- Radiasi narrowband Ultraviolet B (NBUVB)
-
Fototerapi khellin dan sinar UVA (KUVA).
Khellin: bahan organik dengan efek dan dapat
diberikan secara topikal atau oral.
- L-Fenilalanin
Terapi Laser
- Laser Excimer
- Bioskin
- Laser Helium Neon
DO
Terapi Bedah
- Autologous Thin Thiersch Grafting
- Suction Blister Grafts
- Autologous Mini-Punch Graft
- Transplantasi Kultur Melanosit Autologous
Kriteria penyembuhan
Repigmentasi berupa pulau pigmentasi folikular atau
pigmentasi marginal.
Pada vitiligo universal berupa depigmentasi bertahap.
R
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 179
I
DIAGNOSIS
Diagnosis Alternatif
Apakah gambaran
klinis sesuai vitiligo
SK
Ya
Transplantasi NBUVB
Autolog Alternatif :
Segmental Vulgaris
Alternatif : Kombinasi
PUVA NBUVB + KS
salap
R
Transplantasi
Autolog NBUVB /
PUVA
Mukosal Alternatif : Campuran
PUVA + Alternatif :
PE
Kalsipotriol Kombinasi
NBUVB + KS
salap
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 180
I. Definisi : Alopesia terpola akibat faktor hormon androgen dan genetik. Sifat fisik
yang diwariskan secara herediter, tergantung androgen, menyebabkan
konversi rambut terminal menjadi rambut velus dalam pola karakteristik
I
II. Kriteria :
diagnostik
Klinis : Kebotakan rambut kepala terpola:
SK
Pada pria penipisan rambut di temporal, frontal/parietal, verteks,
oksipital
Pada wanita penipisan rambut difus terutama di daerah frontal/
parietal
Pemeriksaan : Feritin
penunjang Thyrotrophin-stimulating hormone (TSH)
Biopsi skalp
DO
III. Penatalaksanaan : Medikamentosa:
1. Finasteride 1 mg/hari .
2. Dutasteride 0,5 mg/hari
3. Cyproteron acetat (CPA) 100 mg/hari (hari 5-15 siklus menstruasi),
ethinyl estradiol 50 µg/hari (hari 25) atau 50 mg (hari 1-10 siklus
menstruasi) dan ethinyl estradiol 35 µg/hari (hari 1-21)
4. Spironolakton 200 mg/hari
Pengobatan Topikal:
1. Minoksidil 2-5%, 2x sehari (1 ml atau 25 tetes)
2. 17α-dan 17β-estradiol
R
Non Medikamentosa:
1. Rambut palsu
2. Pembedahan
3. Laser
IV. Kepustakaan : 1. Otberg N, Shapiro J. Hair Growth Disorders. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz
PE
SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine. 8th ed. New York: McGraw Hill; 2012: p.1818-77
2. Sperling LC, Sinclair RD, El Shabrawi-Cablen L. Alopecias. In: Bolognia JL,
Jorizzo JL, Rappini RP, Schaver JV. Dermatology. 3rd ed. Madrid: Mosby;
2012. p. 1136-56
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 181
I
Norwood-Hamilton Norwood-Hamilton stadium Va, VI,
SK
stadium III-IV VII
Ya Tidak
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 182
I
Larutan minoksidil topikal Endokrin
selama 1 tahun
SK
Rambut palsu dan/atau
Perbaikan atau stabilisasi Androgen/finestride
Sinar laser fluence rendah
Ya Tidak
rendah
PE
I
II. Kriteria diagnostik :
Klinis : Kekeringan kulit, kerut, kelonggaran kulit, berbagai
neoplasma jinak, elastis kulit hilang.
SK
Diagnosis :
banding
Pemeriksaan :
penunjang
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 185
198 Dermatologi Kosmetik & Laser
E.7.DEPOSIT LEMAK DAN SELULIT (L.99)
I
Selulit: nodul dan lekuk pada kulit, terlihat dan teraba
ireguler, nampak seperti kulit jeruk.
SK
II. Klinis : - Stadium 0, permukaan kulit tidak rata
- Stadium I, kulit lunak saat berdiri atau berbaring,
namun beberapa selulit timbul apabila kulit dicubit
- Stadium II, kulit tampak berlekuk tanpa manipulasi
atau cubitan
- Stadium III, kulit tampak berlekuk dan meninggi pada
daerah yang sama
Pemeriksaan : Trigliserida
DO
penunjang
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 186
I
Definisi
DefinisiHiperhidrosis
Hiperhidrosis Kelainan
Kelainan produksi
produksi keringat
keringat disebabkan
disebabkan penyakit
penyakit
sekunder
sekunder sistemik
sistemikdapat
dapatbersifat
bersifatdapat
dapatlokal
lokalatau
atauumum.
umum.
SK
II.II. Kriteria
Kriteriadiagnostik
diagnostik
Klinis
Klinis : : Kriteria
Kriteriadiagnosis
diagnosishiperhidrosis
hiperhidrosisprimer:
primer:
1.1.Fokal,
Fokal,tampak
tampakkeringat
keringatberlebih
berlebih
2.2.Keringat
Keringatberlebihan
berlebihanselama
selamaselama
selama6 6bulan
bulan
3.3.Tidak
Tidakada
adapenyebab
penyebabsekunder
sekunderjelas jelas
4.4.Setidaknya
Setidaknyadua duadari
darihal
halberikut:
berikut:
• Bilateral
• Bilateraldan
dansimetris
simetris
• Berkeringat
• Berkeringatmengganggu
mengganggukegiatan kegiatansehari-hari
sehari-hari
• Paling
• Palingsedikit
sedikitsatu
satuepisode
episodeper perpekan
pekan
DO
• Onset
• Onsetusia
usia< <2525tahun
tahun
• Terdapat
• Terdapatriwayat
riwayatkeluarga
keluarga
• Berhenti
• Berhentiberkeringat
berkeringatselamaselamatidur
tidur
Predileksi
Predileksi: :telapak
telapaktangan,
tangan,telapak
telapakkaki,
kaki,tumit,
tumit,
aksila,
aksila,sedikit
sedikitpada
padaarea areakraniofasial
kraniofasialdan danpaha,
paha,
sering
seringterjadi
terjadiakibat
akibatsuhu,
suhu,stres,
stres,atau
ataugembira.
gembira.
Klasifikasi
Klasifikasi: :
1.1. Hiperhidrosis
Hiperhidrosisprimerprimer
2.2. Hiperhidrosis
Hiperhidrosissekunder
sekunder
Diagnosis
Diagnosisbanding
banding : : 1.1. Burning
Burningfeet
feetsyndrome
syndrome
2.2. Blue
BlueRubber
RubberBleb
BlebNevusNevusSyndrome
Syndrome
3.3. Demam
Demam(febrile
(febrileillnesses)
illnesses)
R
4.4. Diabetes
Diabetesmellitus
mellitus
5.5. Eccrine
Eccrineangiomatous
angiomatoushamartoma
hamartoma
6.6. Eccrine
Eccrinenevus
nevus
7.7. Gout
Gout
8.8. Hipoglikemia
Hipoglikemia
9.9. Hodgkin
Hodgkindisease
disease
PE
10.
10.Menopause
Menopause
Pemeriksaan
Pemeriksaan : : Kolorimetri
Kolorimetridandangravimetri
gravimetri
penunjang
penunjang Termografi
Termografi
Pemeriksaan
Pemeriksaanlaboratorium:
laboratorium:darahdarahrutin,
rutin,ureum
ureum
kreatinin,
kreatinin,fungsi
fungsitiroid
tiroiddll.
dll.
Pemeriksaan
Pemeriksaanradiologi
radiologi
Biopsi/histopatologi
Biopsi/histopatologi
D De er m
r ma ta ot ol ol og ig iK Ko os m
s me et itki k& &L aL sa es er r| 187
| 187
I
- Aldehid
→Obat topikal ini digunakan setiap malam
selama 3-5 malam, kemudian setiap beberapa
SK
hari sesuai kebutuhan.
Lini Kedua
Injeksi:
- Iontophoresis 2-3 kali sepekan
- Botulinum toxin A setiap 4-6 bulan
Terapi oral:
Oxybutynin 1,25-5 mg
Glycopyrrolate 1-2 mg
Clonidine 0,1-0,3 mg
Propranolol 10-40 mg
Clonazepam 0.25-0.5 mg
DO
Lini Ketiga
- Eksisi lokal
- Simpatektomi
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 188
I
II. Klinis : Bau badan yang tidak enak.
Predileksi: aksila merupakan tempat yang paling
SK
sering terkena, tetapi dapat juga terjadi pada genital
atau plantar pedis.
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 189
I
RP, Shaffer JV, editors. Dermatology. 3nd ed. Edinburg:
Mosby; 2012.p.587-602
3. D.L. Bovell, A.D. Corbett, S. Holmes, A. Mac Donald
SK
and M. Harker. The absence of apoeccrine glands in the
human axilla has disease pathogenetic implications,
including axillary hyperhidrosis. British J Dermatol 2007;
156: p1278– 86
4. Alexander K.C. Leung, MBBS, FRCP, Paul Y.H. Chan,
MD, and Matthew C.K. Choi, MD. Hyperhydrosis with
symptoms of blue pigmented chromhidrosis
and bromhidrosis. British J Dermatol 2010; 62: p37
R DO
PE
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 190
I
laser CO2
II Indikasi tindak : Tumor jinak kulit : seboroik keratosis, veruka vulgaris, skin
SK
medik tags, hiperplasia sebaseus, kutil (warts), xanthelasma,
syringoma, dll
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 191
I
menggunakan laser dan IPL
II Indikasi tindak : 1. Malformasi kapiler (Port wine stain)
SK
medik 2. Hemangioma
3. Spider angioma
4. Telangiectasis
5. Venous laike
6. Anomali vaskuler lain
7. Granuloma Piogenic
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 192
I
penyembuhan luka berupa skar atropik, hipertropik skar
dan keloid dengan menggunakan laser CO2 Fractional,
Pulsed Dye Laser (PDL), laser Mid Infrared 1320 nm, 1450
SK
nm, 1540 nm.
II Indikasi tindak : Pengunaaan laser untuk mengobati skar atropik,
medik hipertropik dan keloid yang menyebabkan gangguan
fungsional, kosmetis, pruritus dan disestesia
3. 1320 nm Nd:YAG
4. 1450 nm diode
5. 1540 nm erbium-doped-phosphate glass
laser
6. 585 nm flash lamp-pumped pulsed dye
laser atau 595 nm long pulsed dye laser
3. Laser Fractional Resurfacing : non ablatif (Nd:YAG
1320/140 nm, Er: Glass 1540 nm dan ablatif (2940 nm
Erbium YAG dan 10.600 CO2)
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 193
I
SK
R DO
PE
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 194
I
kulit dengan menggunakan laser yang bersifat selektif
dan non selektif terhadap pigmen
SK
II Indikasi tindak : 1. Kelainan pigmentasi epidermal : lentigenes, Café Au
medik Lait, makula, freckles, keratosis seboroik, nevus spilus,
nevus Becker dan post-inflammatory hyperpigmentation.
2. Kelainan pigmentasi dermal : nevi melanositik, nevus
Ota, melasma , post inflammatory hyperpigmentation
dan gangguan pigmentasi karena obat.
V Kepustakaan : 1. Graber EM, Dover JS. Lasers and light for treating
pigmented lesions. In: Lasers in Dermatology and Medicine,
Nouri K (eds) , 2011, Springer, London, New York, 63 -81.
2. Goldberg DJ.Current Trends in Intense Pulsed Light, Clinical
Aesthetic, vol 6, No 6, June 2012 , 45 – 53.
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 195
I
profesional, kosmetik, traumatik, medisinalis dan
iatrogenic)
SK
II Indikasi tindak : Tato dengan warna satu ataupun lebih pada berbagai
medik bagian tubuh
III Penatalaksanaan : 1. Anamnesis yang meliputi umur, lama tato dibuat dan
terapi sebelumnya yang didapat.
2. Pemberian keterangan tentang tindakan laser yang
diberikan (penting diinformasikan bahwa
penghilangan tato tidak bisa dilakukan dalam satu
kali tindakan, diperlukan beberapa kali) dalam
formulir yang khusus dan ditandatangani oleh
pemberi informasi dan penerima informasi
3. Menandatangani formulir persetujuan tindakan
DO
medik
4. Dokumentasi tato dari depan
5. Persiapan berupa cuci tangan dan perlindungan
mata pada pasien, dan dokter dan petugas medis
pendamping
6. Anastesi topikal dan atau infiltrative atau sedasi
general anesthesia
7. Tindakan laser dengan menggunakan parameter
yang ada pada alat disesuaikan dengan kondisi
kelainan pada pasien
8. Cuci tangan dan perawatan paska tindakan
IV Alat A. Nanosecond :
R
B. Picosecond :
- Alexandrite 755 nm
I
rambut yang diakibatkan oleh suatu penyakit atau
rambut yang tidak dikehendaki
SK
II Indikasi tindak : Hirsutisme, hipertrichosis, atau estetika (unwanted hair)
medik
III Kontraindikasi : Pada area yang akan dihilangkan rambutnya terdapat
infeksi yang aktif, riwayat keloid, riwayat infeksi
berulang, vitiligo yang aktif dan psoriasis
IV Penatalaksanaan : 1. Anamnesis yang meliputi umur, lama rambut tumbuh
dan terapi sebelumnya yang didapat.
2. Pemberian keterangan tentang tindakan laser yang
diberikan dalam formulir yang khusus dan
ditandatangani oleh pemberi informasi dan penerima
DO
informasi
3. Menandatangani formulir persetujuan tindakan medik
4. Dokumentasi area yang akan dihilangkan rambutnya.
5. Persiapan berupa cuci tangan dan perlindungan mata
pada pasien, dan dokter dan petugas medis
pendamping
6. Anastesi topikal dan atau infiltratif
7. Tindakan laser dengan menggunakan parameter
yang ada pada alat disesuaikan dengan kondisi
kelainan pada pasien
8. Cuci tangan dan perawatan paska tindakan
removal)
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 197
I
fungsi kulit yang terganggu yang merupakan bagian dari
proses pencegahan penuaan kulit dengan cara merang-
sang perbaikan fungsi jaringan ikat kolagen
SK
II Indikasi tindak : 1. Kerutan yang ringan atau sedang, terutama pada area
medik tubuh yang non movement.
2. Kerusakan kulit akibat paparan ultraviolet (dispigmentasi
dan keratosis)
3. Skar atropik yang dangkal, hipertrofik, dan keloid
4. Lesi kulit superfisial.
Nd:YAG QS 1064 nm
Nd:YAG LP 1064 nm
Diode LP 1450 nm
Er:glass LP 1540 nm
IPL 515 – 1200nm
3. Fraksional :
a. Ablative :
CO 2 (10.600 nm)
Er:YAG (2940 nm)
Combine CO2 + Erbium
b. Non ablative :
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 198
I
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 198
VI Kepustakaan : 1. Wanitphakdeedecha R, Alster TS. Laserfor resurfacing. In:
Lasers in Dermatology and Medicine, Nouri K (eds) ,
SK
2011, Springer, London, New york, 103 – 122.
2. Manstein D, Laubach J. Fractional Photothermolysis.
Lasers in Dermatology and Medicine, Nouri K (eds) ,
2011, Springer, London, New york, 123 – 148.
3. Neal PM, Dobrescu A,Chapman J, Haseltine M. Devices
for rejuvenation of the Aging Face. Cos Derm. September
2012. 25.9 . 412 - 418
R DO
PE
212 Dermatologi
Dermatologi Kosmetik & Laser K o s m e t i k & L a s e r | 199
E.17. Laser dan Sinar untuk Akne Vulgaris
Kualifikasi : Spesialis kulit dan kelamin yang mengerjakan laser jenis ini harus telah
mengikuti pelatihan dan workshop hands-on secara terstruktur dan terus menerus yang
diselenggarakan oleh Kelompok Studi Dermatology Laser Indonesia
I Definisi : Penatalaksaaan penderita akne vulgaris dengan menggu-
I
nakan laser dan sinar
II Indikasi tindak : Akne vulgaris
SK
medik
IV Alat 1. Laser :
a. Pulsed Dye laser (585 -595 nm)
b. Potassium Titanyl Phosphate (KTP,532 nm)
c. Diode (1450 nm)
d. Nd:YAG ( 320 nm)
e. ER: Glass (1540 nm)
D e r m a t o l o g i K o s m e t i k & L a s e r | 200
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 202
I
II Kriteria diagnostik :
SK
Lebih banyak pada wanita, mulai muncul saat
pubertas. Predileksi ; dibawah mata, dapat
ditemukan pula di kelopak mata, wajah, aksila,
periumbilikalis, dada atas dan vulva.
Diagnosis banding :
Silindroma
Histopatologi :
Pada dermis ditemukan gambaran duktus ekrin
multipel menyerupai tanda koma (comma-like) atau
‘tadpoles’
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 203
216 Tumor dan Bedah Kulit
F.2. TRIKOEPITELIOMA (D23.9)
I
II Kriteria diagnostic :
SK
wajah, namun dapat pula ditemukan pada kulit
kepala, leher, dan batang tubuh bagian atas. Lesi
: sering kali berupa papul milier, multipel, merah
muda atau sewarna dengan kulit, yang bertambah
besar dan banyak. Dapat pula ditemukan lesi
soliter berbentuk nodular atau berupa plak difus.
Diagnosis banding : Silindroma
Karsinoma sel basal
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 204
I
II Kriteria diagnostik
Klinis : Kelainan bersifat herediter. Muncul diatas usia 30
tahun. Lesi bervariasi dari papul kecil hingga plak,
SK
hiperpigmentasi, dengan permukaan verukosus.
Lesi dapat bertambah banyak seiring dengan
bertambahnya usia. Lesi dapat muncul pada wajah,
batang tubuh, dan ekstremitas. Pada wanita sering
kali ditemukan pada lipatan payudara.
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 205
I
hyperplasia.in ; Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ. Dalam: Fitzpatrick’s
Dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New
SK
York: Mc Graw-Hill, 2012. h. 1319-1336.
3. Menzies SW, Crotty KA, Ingvar C, Mc Carthy WH.
Dermoscopy an atlas. Edisi ke-3. Mc Graw-Hill
Australia, 2009. 189-191.
R DO
PE
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 206
Tumor dan Bedah Kulit 219
F.4. KISTA EPIDERMAL (L72)
I
II Kriteria diagnostik
SK
Klinis : Tumbuh pada usia remaja hingga dewasa muda.
Lesi ditemukan pada wajah, leher, batang tubuh
bagian atas, dan skrotum. Lesi berupa nodul
dermal/subkutan 0.5-5 cm dengan punctum di
tengahnya. Biasanya soliter, namun dapat pula
ditemukan multipel.
Diagnosis banding : Lipoma, kista trikilemal, milia
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 207
II Kriteria diagnostik
I
Klinis : Dapat ditemukan saat lahir atau usia anak-anak,
jarang ditemukan pada usia remaja. Lesi berupa
papul verukosus, warna bervariasi: sewarna kulit,
SK
cokelat, keabuan. Berbatas tegas, dapat tersusun
linier atau mengikuti Blaschko line.
Diagnosis banding : Nevus sebaseus
Liken striatus
Liken planus
Parakeratosis
Psoriasis
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 208
Tumor dan Bedah Kulit 221
JARINGAN IKAT
I
II Kriteria diagnostik
SK
ekstremitas. Nodul berdiameter 3-10 mm,
berbentuk kubah ataupun dapat berupa cekungan
dari kulit normal sekitarnya, licin mengkilat atau
berskuama, perabaan kenyal, Biasanya tidak
nyeri, warna bervariasi: sewarna kulit, merah
muda, cokelat. Batas tidak jelas, dimple sign
positif. Nodul dapat membesar dengan lambat,
dan menetap atau regresi spontan dalam
beberapa tahun.
Diagnosis banding :
Keloid
Hitopatologi :
DO
Sebukan sel spindle yang padat, dapat pula
ditemukan fibrosit dan makrofag pada dermis.
Pada lesi awal dapat ditemukan sel raksasa
benda asing. Lesi yang lanjut ditandai dengan
adanya serabut kolagen yang tersusun acak.
Pemeriksaan
dermatoskopis: Pigmentasi cokelat atau merah kebiruan, central
white-scar like patch, dengan white network pada
tengah lesi, pada tepi lesi dapat ditemukan
pigment network tersebar diskret.
h. 791-850.
2. Ko CJ. Dermal hypertrophies and benign fibroblastic
myofibroblastic tumors. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA,
Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ.Fitzpatrick’s
Dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New
York: Mc Graw-Hill, 2008. h. 707-717.
3. Menzies SW, Crotty KA, Ingvar C, Mc Carthy WH.
Dermoscopy an atlas. Edisi ke-3. Mc Graw-Hill
Australia, 2009. 189-191.
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 209
222 Tumor dan Bedah Kulit
F.7. FIBROMA MOLE
I
II Kriteria diagnostik :
SK
berupa papul bertangkai dengan diameter 1-10
mm, lunak, sewarna kulit hingga
hiperpigmentasi. Lesi tidak nyeri. Predileksi lesi
pada leher, kelopak mata, aksila, inframammae,
dan inguinal.
Diagnosis banding : Neurofibroma, Keratosis seboroik, nevus
melanositik, moluscum contagiosum
Histopatologi : Ditemukan gambaran papilomatosis,
hiperkeratosis, dan akantosis reguler. Dapat
ditemukan kista tanduk (horn cysts). Tumpukan
jaringan ikat mengandung serabut kolagen yang
DO
longgar dan terkadang ditemukan dilatasi kapiler
yang berisi eritrosit.
2009. h. 791-850.
2. Thomas VD, Snavelly NR, Lee KK, Swanson NA.
Benign epithelial tumors, hamartomas and
hyperplasia. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz
SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ. Fitzpatrick’s
Dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New
York: Mc Graw-Hill, 2012. h. 1319-1336.
PE
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 210
Tumor dan Bedah Kulit 223
F.8. KELOID
II Kriteria diagnostik
I
Klinis : Tumbuh paling sering saat usia 30 tahun. Pada
kulit berwarna. Lesi berupa papul atau nodul,
Warna bervariasi: sewarna kulit, eritema,
SK
hiperpigmentasi. Lesi dapat berbentuk linier, oval,
bulat atau clawlike. Permukaan licin, pada
perabaan kenyal hingga keras dan kadang disertai
nyeri. Predileksi lesi di daun telinga, bahu,
punggung, dan dada.
Diagnosis banding : Dermatofibroma
Skar hipertrofi
FIbromatosis
Tindakan:
- Injeksi intralesi: kortikosteroid, 5FU
- Bedah beku
- Bedah pisau
- Bedah laser
R
- Radiasi
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 211
224 Tumor dan Bedah Kulit
KARENA VIRUS,NEOPLASMA,HIPERPLASIA,DAN
MALFORMASI VASKULAR
I
II Kriteria diagnostik :
SK
Klinis : Lesi berupa papul atau plak,hiperkeratotik,
berwarna ungu tua hingga kehitaman, perabaan
keras. Terdapat 4 variasi klinis angiokeratoma:
Solitary Angiokeratoma
Angiokeratoma of Fordyce
Lesi ditemukan di skrotum atau vulva.
Angiokeratoma of Mibelli
Lesi ditemukan di siku, lutut, dan dorsum
manus.
Angiokeratoma corporis diffusum (Fabry
Disease)
DO
Lesi ditemukan di batang tubuh bagian
bawah.
Diagnosis banding : Limfangioma
Melanoma maligna
Hemangioma
Fibrosarkoma
Fibro / rhabdomyoma
Histopatologi : Ditemukan pelebaran kapiler dan venule pada
dermis dan subkutis. Pada lesi lanjut dapat
ditemukan akantosis, hiperkeratosis dan
papilomatosis.
R
T u mTumor
o r d a dan
n B eBedah
d a h KKulit 225
u l i t | 212
F.10. GRANULOMA PIOGENIKUM (L98.0)
II Kriteria diagnostik :
I
Klinis : Lesi berupa nodul eritematosa, warna dapat
bervariasi mulai dari merah terang, merah gelap,
SK
keunguan, hingga cokelat kehitaman. Lesi soliter,
permukaan licin dengan atau tanpa erosi dan krusta.
Lesi mudah berdarah. Muncul pada jari, bibir, mulut,
Diagnosis banding : batang tubuh, dan jari kaki.
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 213
226 Tumor dan Bedah Kulit
F.11. LIMFANGIOMA (D18.1)
II Kriteria diagnostik :
I
Klinis : Lesi berupa vesikel multipel berkelompok, berisi
cairan jernih atau serosanguinosa, menyerupai
gambaran telur kodok (frog-spawn).
SK
Diagnosis banding : Angiokeratoma
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 214
Tumor dan Bedah Kulit 227
F.12. NEVUS FLAMEUS (Q82.5)
II Kriteria diagnostik :
I
Klinis : Lesi berupa makula eritematosa atau kebiruan,
SK
tepi ireguler, muncul sejak lahir dan tidak pernah
hilang spontan. Umumnya ditemukan pada wajah
pada area persyarafan nervus trigeminus. Seiring
bertambahnya usia, warna lesi akan bertambah
gelap dan dapat disertai munculnya papul dan
nodus vaskular di atasnya.
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 215
228 Tumor dan Bedah Kulit
SEL MELANOSIT DAN SEL NEVUS
I
II Kriteria diagnostik :
SK
pada saat dewasa. Selanjutnya lesi akan
berinvolusi secara bertahap dan sebagian besar
lesi hilang setelah mencapai usia 60 tahun. Lesi
berupa makula, papul, atau nodul
hiperpigmentasi, berbatas jelas, berukuran kecil
(<1 cm).
Diagnosis banding : Keratosis seboroik
Melanoma maligna
Bedah listrik
Bedah laser
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 216
I
SK
Anamnesis
Keluhan tumor jinak
Pemeriksaan klinis
Lesi sesuai tumor jinak
DO
Dermoskopi Histopatologis
Sesuai tumor jinak Sesuai tumor jinak
Tumor jinak
- Bedah beku
- Laser CO2
- Topikal keratolitik, misal: as.salisilat
untuk rekurensi
dan bekas operasi
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 217
230 Tumor dan Bedah Kulit
I
SK
PRA KANKER
DO
R
PE
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 218
I
Klinis : Lesi berupa papul kuning kecoklatan, disertai
sqkuama kasar. Muncul pada area tubuh yang
SK
terpajan matahari, seperti: kepala, leher, lengan, dan
punggung tangan.
Diagnosis banding : Keratosis seboroik
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 219
232 Tumor dan Bedah Kulit
F.15. LEUKOPLAKIA (K13.2)
I
Klinis : Lesi berupa plak putih lekat pada mukosa oral.
SK
Histopatologi : Penebalan hiperkeratotik atau parakeratotik dari
lapisan tanduk. Ditemukan juga akantosis dan
sebukan infiltrat inflamasi kronik.
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 220
Tumor dan Bedah Kulit 233
F.16. PENYAKIT BOWEN (D00-D09)
II Kriteria diagnostik :
I
Klinis : Lesi berupa plak tipis eritematosa, tepi ireguler,
berbatas tegas, disertai skuama atau krusta,
menyerupai lesi psoriasis. Lesi membesar secara
SK
Diagnosis banding : lambat.
Psoriasis
Dermatitis
Dermatomikosis
Histopatologi :
Karsinoma in situ dengan hilangnya bentuk
epidermal dan diferensiasi reguler yang disebut
sebagai windblown appearance. Dinding
epidermis menebal dengan membran basal yang
tetap intak. Selain itu, ditemukan juga keratinosit
yang polimorfik, diskeratosis sel, peningkatan laju
Pemeriksaan Dermoskopis: mitosis, dan ditemukannya sel-sel multinuklear.
DO
Ditemukan glomerular vessels disertai dengan
skuama.
Tindakan:
Bedah pisau, eksisi, Mohs
Bedah beku
Curetage
R
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 221
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 222
I
Umumnya timbul di bagian tubuh yang terpajan
sinar matahari. Berukuran beberapa milimeter
sampai beberapa sentimeter. Jika tidak diobati,
SK
dapat menginvasi jaringan di sekitarnya, sehingga
menimbulkan gangguan fungsi dan kosmetik.
KSB sangat jarang bermetastasis.
II Kriteria diagnostik
Paget’s disease
- Superficial spreading melanoma
- Plak psoriasis soliter
- Plak dermatitis soliter
4. KSB morfeaformis
- Skar
PE
- Morfea
- Trikoepitelioma
5. Fibroepitelioma Pinkus
- Skin tag
- Fibroma
- Nevus dermapapilomatosa
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 223
I
Multiple blue gray globules
Leaf like areas
Spoke wheel areas
SK
Arborizing (tree like) telangiektasia
Histopatologi
Pembagian menurut Lever
Tidak berdiferensiasi, tipe solid, dibagi
atas circumscribe dan infiltratif
Berdiferensiasi : keratotik, sebasea dan
adenoid.
Radiodiagnostik
Karena KSB jarang bermetastasis, pemeriksaan
ini bukan merupakan suatu keharusan.
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 224
I
4. Bedah beku
5. Elektrodesikasi dan kuret
6. Bedah laser CO2
SK
7. Terapi fotodinamik (PDT)
8. Terapi target (misalnya inhibitor gli1 dan gli2)*
Topikal*
1. 5-Fluorourasil (5-Fu)
2. Imiquimod
Sistemik*
Tindak lanjut
Setiap 6 bulan dalam 5 tahun pertama. Kemu-
dian setiap tahun seumur hidup.
DO
IV Kepustakaan : 1. Carucci JA, Leffell DJ, Pettersen JS. Basal cell
carcinoma. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K editor.
Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine.
Edisi ke-8. New York: McGraw-Hill; 2012.h.1294-
303.
2. Cockerell CJ, Tran TK, Carucci J, Tierney E,
Lang PL, Maize JC Sr, dkk.. Basal cell
carcinoma. Dalam: Rigel DS, Robinson JK, Ross
M, Friedman RJ, Cockerell CJ, Lim HW dkk.
Cancer of the skin. Edisi ke-2. New York:
Elsevier-Saunders;2011.h.99-123.
3. Menzies SW, Crotty KA, Ingvar C, Mc Carthy WH.
Dermoscopy an atlas. Edisi ke-3. Mc Graw-Hill
Australia, 2009.
R
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 225
I
Primer Rekuren
SK
Tumor non Tumor agresif Tumor yang Ukuran berapa
agresif pada pada badan berlokasi di saja atau lokasi
badan atau atau kantus, nasolabial, dimana saja
ekstremitas ekstremitas periorbital atau
retroaurikuler
Keterangan:
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 226
I
Sebagian besar muncul dari lesi prekursor. Jika
ditemukan dan diterapi sedini mungkin cure rate
dapat mencapai 95%, tapi KSS dapat tumbuh
SK
agresif dengan destruksi lokal dan bermetastasis.
II Kriteria diagnostik
Gambaran klinis
Plak atau papul keratotik sewarna kulit atau
eritematosa, kenyal keras tetapi kadang-
kadang berpigmen
Nodus yang berulserasi
R
8. Penyakit Bowen
9. Karsinoma sel basal
10. Keratoakantoma
11. Tumor ganas kulit lainnya
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 227
I
- Derajat diferensiasi menurut Broder
Radiodiagnostik
SK
- Foto thorax
- USG/CT Scan Abdomen
- Bone scan
- CT scan lesi
apendikular) atau invasi perineural ke dasar N2c Metastasis pada KGB kontralateral atau
tengkorak bilateral, < 6 cm
N3 Metastasis KGB > 6 cm
M1 Metastasis jauh
Tahap 0 Tis N0 M0
I T1 N0 M0
II T2 N0 M0
III T3 N0 M0
T1 N1 M0
T2 N1 M0
T3 N1 M0
IV T1 N2 M0
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 228
I
- Mohs micrographic surgery
- Eksisi dengan evaluasi tepi. Dapat dikerjakan
dengan potong beku atau langsung.
SK
Non eksisi ablatif (KSS insitu atau
keadaan khusus)
- Elektrodesikasi dan kuret
- Bedah beku
- Bedah laser CO2
Radioterapi
Sistemik**
Tindak lanjut
DO
Setiap 3-6 bulan dalam 2 tahun pertama.
Selanjutnya setiap 6-12 bulan seumur hidup.
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 229
I
Anamnesis
SK
- Keluhan sesuai KSS
- Faktor predisposisi
Pemeriksaan klinis
Lesi sesuai gambaran KSS
Histopatologi
DO
Tidak sesuai KSS Sesuai KSS
Tatalaksana sesuai
diagnosis KSS insitu/ non high risk High risk / metastasis
R
1. Eksisi 1. Eksisi
2. Terapi ablatif (non 2. Sistemik**
bedah) 3. Radiasi
3. Topikal*, misal: 4. Bedah Mohs
5FU, imiquimod
*)
*) Peringatan:
Peringatan:Menungggu persetujuan BPOM
Menunggupersetujuan BPOM
PE
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 230
I
crest. Walaupun sebagian besar MM muncul pada kulit tapi
dapat juga timbul di permukaan mukosa, misalnya uvea.
Apabila ditemukan dan diterapi sedini mungkin, ketahanan
SK
hidup 5 tahun masih di atas 90%, tapi berpotensi letal
dengan risiko yang meningkat bila terlambat didiagnosis
dan diterapi.
II Kriteria diagnostik
Gambaran klinis
Superficial spreading melanoma (SSM)
Nodular melanoma (NM)
Lentigo malignant melanoma (LLM)
PE
Gambaran MM dini/ABCD
A= asimetris
B= border/tepi yang tidak teratur
C= color/warna yang bermacam-macam
D= diameter sama atau lebih dari 6 mm, atau terdapat
perbedaan penampilan, misal “ugly duckling”
E= elevasi
Tidak berlaku untuk NM
I
II. NM
Berpigmen
1. Nevus melanositik
SK
2. Nevus biru
3. Nevus Spitz berpigmen
4. KSB berpigmen
Amelanotik
1. KSB
2. Hemangioma
3. Granuloma piogenik
4. Karsinoma sel Merkel
III. LLM
1. Lentigo solaris
DO
2. Keratosis aktinik berpigmen
3. Keratosis seboroik datar
4. KSB superfisialis berpigmen
Pemeriksaan : Dermoskopi
R
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 232
Tumor dan Bedah Kulit 245
Histopatologi
Radial (horizontal) growth phase
Vertical growth phase
I
T Ketebalan Ulserasi
(mm)
T1 < 1,O a. tanpa ulserasi &
SK
mitosis < 1/ mm2
b. dengan ulserasi atau
mitosis > 1/mm2
T2 1,01 – 2,0 a. tanpa ulserasi
b. dengan ulserasi
T3 2,01 – 4,0 a. tanpa ulserasi
b. dengan ulserasi
T4 > 4,0 a. tanpa ulserasi
b. dengan ulserasi
N Jumlah KGB
metástasis
DO
N1 1 a. mikrometastasis
b. makrometastasis
N2 2-3 a. mikrometastasis
b. makrometastasis
N3 4 atau lebih c. in-transite metástasis
KGB, atau atau satelit tanpa KGB
KGB kusut metastasis
(matted nodes)
atau in-
transite/ KGB
satelit
M Lokasi Serum lactate
dehydrogenase (LDH)
R
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 233
246 Tumor dan Bedah Kulit
Pulasan (pewarnaan) khusus untuk prognostik apabila
fasilitas tersedia
- BRAF
- P16
Pemeriksaan radiodiagnostik
- Foto thorax
I
- USG/CT scan abdomen
- Bone scan
- CT scan kepala (bila ada indikasi)
SK
- CT scan lesi (bila ada indikasi)
I
IA T1a NO - 97
IB T1b N0 - 94
IB T2a N0 - 91
SK
IIA T2b N0 - 82
IIA T3a N0 - 79
IIB T3b N0 - 68
IIB T4a N0 - 71
IIC T4b N0 - 53
IIIA T1- N1a/N2a mikroskopik 78
T4a
IIIB T1- N1a/N2a mikroskopik 55
T4b
IIIB T1- N1b/N2b makroskopik 48
T4a
IIIC T1- N1b/N2b/N3 Makroskopik 38
DO
T4b atau 4+
KGB apa
saja
IIIC T1- N3 4+ KGB apa 47
T4a saja
Tindakan bedah:
- Eksisi dengan evaluasi tepi lesi
R
Ajuvan
- interferon-α 2b
- BCG
Sistemik :**
1. Kemoterapi
PE
2. Imunoterapi
3. Terapi target
Radioterapi
Tindak lanjut
IA-IIA : Setiap 6-12 bulan selama 5 tahun. Kemudian setiap
tahun bila ada indikasi klinis
IIB-IV: Setiap 3-6 bulan selama 2 tahun. Sesudah itu setiap
tahun bila ada indikasi klinis
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 235
248 Tumor dan Bedah Kulit
IV Kepustakaan : 1. Bailey EC, Sober AJ, Tsao H, Mihm MC, Jr., Johnson TM.
Cutaneous melanoma. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editor.
Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine. Edisi ke-8
New York: McGraw-Hill; 2012.h.1417-44.
2. Paek SC, Tsao H, Johnson TM. Melanocytic Tumor:
Cutaneous melanoma. Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ,
I
Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, editor.
Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-7.
New York:McGraw-Hill; 2008.h.1134-57
SK
3. Goulard JM, Halpern AC. Management of the patient with
melanoma. Dalam: Rigel DS. Robinson JK, Ross M,
Friedman RJ, Cockerell CJ, Lim HW dkk. Cancer of the skin.
Edisi ke-2. New York: Elsevier-Saunders; 2011.h.318-26.
4. Menzies SW, Crotty KA, Ingvar C, Mc Carthy WH.
Dermoscopy an atlas. Edisi ke-3. Mc Graw-Hill Australia,
2009.
5. Elder DE, Eletritsas R, Murphy GF, Xu X. Benign
pigmented lesion and malignant melanoma. Dalam: Elder
D, Eletritsas R, Jaworsky C, john B Jr, editor. Lever’s
Histopathology of The Skin. Edisi ke-10. Philadelphia:
Lippincott-Williams and Wilkins, 2009. h. 699-789.
6. Balch CM, dkk. Melanoma of the skin. Dalam: Edge SE,
DO
Byrd DR, Carducci MA, Compton CC. AJCC cancer
staging manual. Edisi ke-7. New York: Springer, 2010.
7. NCCN.org. Melanoma. NCCN clinical practice guidelines
in oncology (NCCN Guidelines®). Version 4.2014.
8. National Cancer Institute (US). Cancer.gov. Melanoma
Treatment (PDQ®): Health professional version. Tersedia
di:http://www.Cancer.gov/templates/page_print.aspx.
Modifikasi terakhir 11 Juli 2014. Diunduh tgl 27-07-2014.
R
PE
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 236
I
Ketebalan < 1 mm (0,75 mm
MM insitu 1,01 – 2 mm > 2 mm
SK
< 1 mm dgn SLNB (+))
Batas bebas Batas bebas Batas bebas Batas bebas Batas bebas
0,5-1,0 cm 1,0 cm 1,0 cm 1,0-2,0 cm 2,0 cm
Curiga penyakit
telah menyebar
Soliter atau
Tersebar
terbatas
R
Metastasis
Observasi Tidak Metastasis
Pertimbang- SSP tidak
ulang ada per- SSP
kan reseksi ada
scan ubahan
Radiasi,
PE
Pengobatan reseksi
Progresif sistemik dacarbasin SSP beberapa
atau IL-2 atau stabil lesi (1-3),
uji klinis
uji klinis
SLNB : surgical lymph node biopsy
CLND : completion lymph node dissection
CXR : chest X-ray
CT : computed tomography ** = Sesuai dengan obat-obat yang disetujui BPOM
FNA : fine needle aspiration
LDH : lactate dehidrogenase
PET : positron emission tomography
SSP : susunan saraf pusat
I
II Indikasi tindak : 1. Diagnosis untuk proses keganasan kulit
medik 2. Evaluasi berbagai diagnosis tumor jinak kulit
3. Evaluasi berbagai penyakit kulit yang diagnosisnya
ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologi
SK
III Penatalaksanaan : 1) Persetujuan tindak medik
2) Persiapan pasien, alat, petugas
3) Pencegahan infeksi sebelum tindakan
4) Tindakan biopsi:
a) Shave biopsy menggunakan skalpel untuk lesi
eksofitik atau tumor epidermal
b) saucerization untuk lesi yang mencapai dermis
bagian atas atau tengah
c) Biopsi plong (punch biopsy): menggunakan biopsi
plong ukuran 1-10 mm. Indikasi: kelainan rambut,
lesi kulit yang uniformis, atau lesi yang mencapai
dermis bagian tengah dan subkutis, misalnya tumor
DO
epidermal, peradangan kulit, pemeriksaan
imunofluoresensi, mikroskop elektron, dan kultur
bakteri
d) Biopsy insisi untuk mendapatkan specimen yang
besar, atau kelainan matriks kuku
e) Wedge biopsy untuk memeriksa ulkus dan
mencakup kulit normal di sekitarnya
f) Biopsi eksisi dilakukan untuk pengangkatan total
seluruh lesi kulit dengan atau tanpa mengikut
sertakan kulit normal. Misalnya nevus yang diduga
melanoma.
Wiley-Blackwell, 2013:35-37
2. Garg A, Levin NA, Benhard JD. Structure of skin lesion and
fundamentals of clinical diagnosis. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA,
Katz AI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ [Ed]. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine, edisi ke-8. New York: McGraw-
Hill, 2012:26-42
3. Perez M, Lodha R, Nouri K. Skin biopsy techniques. Dalam: Nouri
K, Leal-Khouri S. Techniques in Dermatology Surgery. Edinburgh:
PE
Mosby, 2003:75-9
4. Bisarccia E, Scarborough DA. The Columbia Manual of
Dermatologic Cosmetic Surgery. New York:McGraw-Hill, 2002
5. Schultz BC. Skin biopsy. Dalam: Roenigk RK, Roenigk HH.
Roenigk’s Dermatologic Surgery. Principle and Practice, edisi ke-2.
New York: Marcell Dekker,1996:177-90
6. Llamas Velasco.M, Paredes B.E. Basic concept in skin biopsy part
1. Acta Derm-Syph.2012, 103(1):12-20.
7. Llamas Velasco.M, Paredes BE. Basic concept in skin biopsy part
2.ActaDerm-Syph.2012,103(1):100-101
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 238
Biopsi Kulit
I
Kelainan peradangan dan tumor kulit
SK
Diagnosis
Radang dan tumor kulit (klinis dan PA)
Ya
Biopsi plong
Shaved biopsy
DO
Tumor superfisial, radang,
Eksofitik superfisial: seboroik,
imunofluoresensi,
aktinik keratosis jinak, papul
imunofenotiping,
angioma
mikroskop elektron, kultur
Biopsi oral
Sama dengan biopsi kulit (liken planus,
leukoplakia, KSS)
I
II Indikasi tindakan : Adanya defek kulit yang perlu ditutup akibat pembedahan
medik tumor jinak: lipoma, kista, nevus, tumor ganas: karsinoma
SK
sel basal, karsinoma sel skuamosa, melanoma maligna dan
kelainan kulit lain: revisi skar, dll
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 240
Tumor dan Bedah Kulit 253
F.22. BEDAH LISTRIK
I Definisi :
Penggunaan arus listrik frekuensi tinggi pada jaringan
biologis dengan tujuan memotong, melakukan koagulasi,
desikasi, dan fulgurasi jaringan.
Sebutan tindakan bedah listrik mencakup elektrofulgurasi,
I
elektrodesikasi, elektrokoagulasi, elektroseksi,
elektrokauter, dan, elektrolisis.
II Indikasi tindak : 1. Elektrofulgurasi: penggunaan elektroda tunggal yang
SK
medik mampu menghasilkan bunga api tanpa menyentuh
jaringan. Indikasi: veruka, skin tag, keratosis seboroik
2. Elektrodesikasi: pada prinsipnya sama dengan
elektrofulgurasi kecuali elektrodanya kontak dengan
jaringan dan tidak menghasilkan bunga api. Indikasi:
keratosis, veruka
3. Elektrokagulasi: tehnik yang digunakan untuk mencapai
hemostatis dan modalitas terapi beberapa lesi kulit.
Indikasi: hemostasis
4. Elektroseksi: untuk memotong jaringan dengan
perdarahan yang minimal
5. Elektrokauterisasi: menggunakan energi panas dengan
DO
voltase yang rendah
6. Elektrolisis: hanya digunakan untuk sistem biterminal
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 241
I
SK
V Bagan Alur
Bedah Listrik
Ya
Elektrodesikasi Elektrokauter
Indikasi: lesi epidermal, Indikasi: tumor jinak yang
telangiektasis kecil dan superfisial
R
Elektrokoagulasi Elektrolisis
Indikasi: hemostasis Indikasi: biterminal
PE
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 242
Tumor dan Bedah Kulit 255
F.23. BEDAH BEKU (CRYOSURGERY)
I
II Indikasi tindak : Lesi jinak : keratosis seboroik, veruka, lentigo solaris,
medik keloid dan skar hipertrofi, dermatofibroma, hiperplasia
sebaseus, skin tag, molluskum kontangiosum, milia.
SK
Lesi preganas/premalignant : keratosis aktinik, penyakit
Bowen (karsinoma intra-epitelial).
Lesi ganas/malignant : karsinoma sel basal, karsinoma sel
skuamosa, lentigo maligna.
I
kusam, kerutan, keratosis), gangguan pigmentasi
(melasma, PIH, solar lentigen), akne yang menetap (+/-
), ekstraksi komedo.
SK
Medium : photoaging (kerutan/keriput), gangguan
pigmentasi, skar atrofi superfisial
Dalam : photoaging berat, gangguan pigmentasi dan
skar/parut
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 244
Tumor dan Bedah Kulit 257
F.25. SUBSISI
II Indikasi tindak :
medic Skar hipotrofik yang tertarik ke dermis
I
III Penatalaksanaan : 1. Persetujuan tindak medik
2. Persiapan pasien, alat, petugas
SK
3. Pencegahan infeksi sebelum tindakan
4. Anastesi lokal dengan suntikan
5. Tindakan: aseptik kulit, jarum (18 G 1,5 inch Nokor
Admix ) ditusukkan 900 atau secara horizontal sejajar
permukaan kulit. Kemudian dilakukan gerakan
memotong seperti kipas atau maju-mundur guna
membebaskan permukaan kulit dari subkutis.
6. Dekontaminasi, cuci tangan, dan perawatan
pascatindakan
DO
IV Kepustakaan :
I
medik 2. Wrinkle
3. Stretchmarks
4. Skin laxity
SK
III Penatalaksanaan : 1. Persetujuan tindak medik
2. Persiapan pasien, alat, petugas
3. Pencegahan infeksi sebelum tindakan
4. Tindakan skin healing pada daerah yang akan diterapi.
5. Dekontaminasi, cuci tangan, dan perawatan
pascatindakan
T u mTumor
o r d a dan
n B eBedah
d a h KKulit 259
u l i t | 246
F.27. DERMABRASI dan MIKRODERMABRASI
I
tumor jinak kulit
III Penatalaksanaan : 1. Persetujuan tindak medik
2. Persiapan pasien, alat, petugas
SK
3. Pencegahan infeksi sebelum tindakan
4. Anastesi lokal/umum
5. Tindakan: aseptik kulit, pada dermabrasi dilakukan
dengan diamond fraise putaran tinggi. Bila perlu kulit
“dikeraskan” dahulu dengan kriogen supaya lebih
mudah dikikis.
6. Pada mikrodermabrasi menggunakan kristal
7. Dekontaminasi, cuci tangan dan perawatan pasca
tindakan
I
Kelamin
I Definisi :
Tindakan pengambilan kumpulan jaringan lemak subkutis
SK
untuk keperluan tandur dan donor mesenchymal stem cells
dan untuk menghilangkan lemak yang tidak dikehendaki
II Indikasi tindak : Tandur lemak untuk rekonstruksi maupun mendapatkan dan
medik perbaikan contour tubuh, lipoma, lipodistrofi, hiperhidrosis
aksilaris, rekonstruksi
III Penatalaksanaan : 1. Persetujuan tindak medik
2. Persiapan pasien, alat, petugas
3. Pencegahan infeksi sebelum tindakan
4. Anastesi lokal pada lemak subkutis dengan tumesen (1000
cc NaCl 0.9%, 1 cc adrenalin/epinefrin 1:1000, 10 cc
natrium bikarbonat 8,4%, 50 cc lidokain 1%) Tunggu 15-
20 menit
DO
5. Tindakan: lemak disedot dengan kanula diameter 2-5
mm, tumpul (atraumatik) dengan menggunakan spuit
untuk harvest lemak atau alat suction untuk keperluan
baody contouring
6. Dekontaminasi, cuci tangan, dan perawatan pasca
tindakan
7. Pasca tindakan: daerah yang disedot harus diberikan
pembalut elastis/korset selama 7-10 hari untuk mencegah
hematoma
I
(A) Edukasi
1. Merubah pola makan dan olahraga
SK
2. Farmakoterapi
(2) Evaluasi
Timbunan lemak tidak berkurang,
penderita menghendaki BSL
(3)
Dilakukan BSL
DO
(3A) (3B)
Body contouring: leher, Pengambilan lemak untuk
wajah, badan, perut, dan donor atau pengobatan:
ekstremitas lipoma, ginekomastia,
pseudoginekomastia,
broohidrosis, lipodistrofi
(3C)
Rekonstruksi kulit serta
penunjang flap (cutaneous
debulking
R
PE
II Indikasi tindak : Kelainan kulit akibat penuaan dini dan revisi skar
medik
I
III Penatalaksanaan : 1. Persetujuan tindak medik
2. Persiapan pasien, alat, petugas
3. Pencegahan infeksi sebelum tindakan
SK
4. Injeksi bahan pengisi sesuai teknik masing-masing bahan
(linear threading, fanning, cross-hatching, serial puncture
dan volumizing)
5. Dekontaminasi, cuci tangan, dan perawatan pasca
tindakan
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 250
Tumor dan Bedah Kulit 263
F.30. INJEKSI TOKSIN BOTULINUM
I
medik
III Penatalaksanaan : 1. Persetujuan tindak medik
2. Persiapan pasien, alat, petugas
SK
3. Pencegahan infeksi sebelum tindakan
4. Injeksi toksin pada otot yang akan didenervasi
5. Dekontaminasi, cuci tangan, dan perawatan pasca
tindakan
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 251
264 Tumor dan Bedah Kulit
F.31. BLEFAROPLASTI
I
I Definisi : Tindakan pembedahan kulit kelopak mata
SK
medik oriental-lids, xanthelasma , ptosis, floppy eyelid syndrome,
laxity of eyelids
I
III Penatalaksanaan : 1. Persetujuan tindak medik
2. Persiapan pasien, alat, petugas
3. Pencegahan infeksi sebelum tindakan
SK
4. Anastesi lokal tumesen
5. Tindakan: pengambilan donor dengan eksisi atau pisau
plong (punch). Graft dipotong kecil-kecil diameter 2-3
mm. Penanaman tandur pada daerah resipien dengan
terlebih dahulu membuat lubang dengan plong/laser
CO2/skalpel. Selama tindakan, graft yang terdiri dari
rambut + akarnya (folikel) harus di tangani dengan hati-
hati, tetap dibasahi NaCl supaya tetap hidup.
6. Dekontaminasi, cuci tangan dan perawatan pasca
tindakan
T u m o r d a n B e d a h K u l i t | 253
266 Tumor dan Bedah Kulit
F.33. BEDAH KUKU
I
didapat.
II Kriteria Diagnostik : 1. Kelainan kongenital
SK
2. Infeksi
3. Proses peradangan
4. Tumor
5. Trauma kuku
6. Medikasi.
5) Wrist block*
6. Pemasangan Tourniquet
7. Tindakan bedah kuku
6) Nail avulsion*
7) Biopsi matriks kuku*
8) Matricectomy*
PE
IV Kepustakaan : 1. Baran R. Nail surgery. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz AI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ [Ed]. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine, edisi ke-8. New York,
McGraw-Hill; 2012:2956-67
2. MacRarlane DF, Scher RK. Nail surgery. Dalam: Nouri K, Leal-
Khouri S. Techniques in Dermatology Surgery. Edinburgh,
Mosby; 2003:195-201
T u mTumor
o r d a dan
n B eBedah
d a h KKulit 267
u l i t | 254
V Bagan Alur
1
Pasien dengan kelainan kuku
I
SK
A.
Pencegahan:
Edukasi penderita
Preparat topikal
2.
Evaluasi:
haruskah penderita
diberikan terapi
DO
nonfarmakologik
YA
Avulsi
Biopsi
Matricectomy
R
PE
I
inferior, termasuk penyuntikan sejumlah bahan iritan
tertentu pada dilatasi vena kulit yang tidak normal
dilanjutkan dengan pembebatan
SK
II Kriteria Diagnostik : 1. Telangiektasis
2. Vena retikular
3. Varises
IV Kepustakaan : 1. Weiss RA, Weiss MA. Treatment for varicose and telangiectatic
leg veins. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller
AS, Leffel DJ, Wolff K [Ed}. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine, edisi ke-8. New York: McGraw-Hill;2012:2997-3008
2. Perez MI. Sclerotherapy. Dalam: Nouri K, Leal-Khouri S.
Techniques in Dermatology Surgery. Edinburgh:Mosby;
2003:259-80
3. Bisaccia E, Scarborough DA. The Columbian Manual of
Dermatologic Cosmetic Surgery. New York: McGraw-Hill, 2002
4. Goldman MP. Sclerotherapy. Dalam: Roenigk RK, Roenigk HH.
R
I
I Definisi : Tindakan bedah kulit berupa eksisi in toto tumor disertai
pemeriksaan jaringan tumor dengan mikroskop secara
SK
horizontal frozen section
I
I Definisi : TIndakan bedah kulit untuk penanganan pengenduran
jaringan lunak kulit atau ptosis wajah akibat gravitasi
SK
menggunakan benang Aptos.
II Indikasi tindak : Ptosis lemak malar, ptosis kulit mandibula, ptosis alis
medik
III Penatalaksanaan : 1. Persetujuan tindak medik
2. Persiapan pasien, alat, petugas
3. Pencegahan infeksi sebelum tindakan
4. Tindakah bedah
a. Marking
DO
b. Anesthesia tumesen
c. Insersi benang
d. Tarik kulit kearah kaudal
e. Pemotongan kelebihan benang
5. Dekontaminasi, cuci tangan, dan perawatan paska
tindakan
IV Kepustakaan : 1. Langdon RC, Sattler G, Hanke CW. Minimum incision face lift.
Dalam: Robinson JK, Hanke CW, Sengelmann RD, Siegel
R
I
dengan pembedahan kulit
II Indikasi tindak : Ptosis kulit akibat faktor gravitasi berupa kulit yang kendur
medik pada sisi mandibula dan bawah dagu
SK
III Penatalaksanaan : 1. Persetujuan tindak medik
2. Persiapan pasien, alat, petugas
3. Pencegahan infeksi sebelum tindakan
4. Tindakah bedah
a. Marking
b. Anestesia tumesen
c. Insisi
d. Undermining
e. Plikasi SMAS
f. Pemotongan kelebihan kulit
g. Penjahitan luka
DO
5. Dekontaminasi, cuci tangan, dan perawatan
pascatindakan
IV Kepustakaan : 1) Langdon RC, Sattler G, Hanke CW. Minimum incision face lift.
Dalam: Robinson JK, Hanke CW, Sengelmann RD, Siegel
DM. Surgery of the skin. Philadelphia: Elsevier Mosby, 2005;
657-672
2) Chipps LK, Moy RM. Facelifts. Dalam: Nouri K (ed):
Dermatologic surgery step by step. West Sussex: Wiley-
Blackwell: 2013:233-239.
R
PE
I
mandibula dan bawah dagu
SK
2. Persiapan pasien, alat, petugas
3. Pencegahan infeksi sebelum tindakan
4. Tindakan non surgical face lift
Laser untuk pengencangan kulit
Radiofrekuensi
High Intensity Focused Ultrasound
5. Dekontaminasi, cuci tangan, dan perawatan
pascatindakan
I
(A) Edukasi
Berbagai alternatif untuk
mengatasi aging baik operatif
SK
maupun nonoperatif, serta
pencegahan aging yang berlanjut
(2)
Penderita minta untuk facelift
tanpa operasi
DO
1) Radiofrekuensi
2) Laser
3) Ultrasound
4) Benang anti ptosis
R
PE
I Definisi : Tindakan bedah untuk vitiligo yang telah stabil lebih dari 1
tahun dan usia di atas 12 tahun, Lesi < 3% luas tubuh
I
medik
SK
2. Persiapan penderita, alat, petugas
3. Pencegahan infeksi sebelum tindakan
4. Anastesi lokal
5. Tindakan: autologous skin graft dengan menggunakan
biopsi plong, split thickness graft, epidermal blister
graft, cultured melanocyte graft, single hair graft
6. Dekontaminasi, cuci tangan, dan perawatan
pascatindakan
6. Birlea SA, Spritz RA, Norris DA. Vitiligo. Goldsmith LA, Katz
SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, et al. Dalam
Fitzpattrick’s dermatology in general medicine. 8th ed. New
York: Mc Grawhill; 2012:792-803
PE
(1)
Penderita mengeluh vitiligo
I
A. Edukasi
1. Penjelasan tentang berbagai
SK
hipotesis yang mendukung diagnosis
vitiligo
2. Menjelaskan berbagai metoda
pengobatan
3. Prognosis vitiligo serta pencegahan
(2)
Evaluasi
Haruskah penderita diberikan terapi
nonfarmakologi ?
DO
1. Ya, apabila vitiligo dalam keadaan stabil
minimal 6 bulan pada orang dewasa
2. Dengan topikal kurang berhasil
3. Penderita menghendaki pengobatan
nonfarmakologis
(3A) (3B)
Tandur kulit dengan tehnik Tandur kulit dengan tehnik
punch grafting suction blistering for epidermal
grafting
R
(3C)
Transfer melanosit autologus
melalui epidermal graft
PE
I
II Kriteria diagnostik Klinis : Anamnesis adanya coitus suspectus
SK
Anamnesis Gonoroe pada pria:
1. Gatal pada ujung kemaluan
2. Nyeri saat kencing
3. Keluar duh tubuh purulen dari uretra
Anamnesis Gonoroe pada wanita:
1. Keputihan
2. Kadang asimptomatik
Pada keduanya didapatkan adanya riwayat kontak
seksual sebelumnya, dan atau gejala komplikasi
lainnya.
Pemeriksaan klinis:
DO
Gonore pada pria:
1. Edema dan eritematus pada orificium
uretradisertai disuria
2. Duh tubuh uretra mukopurulen dengan atau
tanpa massase
3. Infeksi rektum pada pria homoseksual dapat
menimbulkan duh tubuh anal atau nyeri / rasa
tidak enak di anus / perianal
4. Infeksi pada farings biasanya asimtomatik
Wanita:
1. Bacterial Vaginosis
2. Kandidiasis Vulvovaginal
3. Trikomoniasis
V e n e r e o l o g i | 265
278 Venereologi (Infeksi Menular Seksual)
Pemeriksaan penunjang : 1. Pemeriksaan gram dari sekret uretra atau serviks
ditemukan diplokokus Gram negatif di dalam leukosit
polimorfonuclear (DGNI)
2. Kultur menggunakan media selektif Thayer-Martin
dan agar coklat McLeod (jika tersedia)
3. Tes Thomson( Percobaan dua gelas) (jika tersedia)
4. Tes Definitif ( dari hasil kultur yang positif) (jika
I
tersedia)
- Tes Oksidasi
- Tes Fermentasi
SK
- Tes Beta-Laktamase
5. Tes resistensi/sensitivitas: kerjasama dengan
bagian Mikrobiologi.
Untuk kecurigaan infeksi pada faring dan anal dapat
dilakukan pemeriksaan dari bahan duh dengan kultur
Thayer Martin atau PCR terhadap N.gonorrhoeae dan
C.Trachomatis
• Obat alternatif :
Levofloksasin# 500 mg per oral dosis tunggal atau
Tiamfenikol 3,5 gram per oral dosis tunggal atau
Kanamisin 2 gram injeksi IM, dosis tunggal atau
Seftriakson 250 mg injeksi intramuskular dosis
tunggal
PE
#
tidak boleh diberikan pada ibu hamil,
menyusui, atau anak di bawah 12 tahun
V e n e r e o l o g i | 266
Venereologi (Infeksi Menular Seksual) 279
Kanamisin 2 gram injeksi intramuskular 3 hari atau
Seftriakson 250 mg injeksi intramuskular 3 hari
I
IV Kepustakaan 1. Holmes King k, Mardh PA, Sparling FP, Lemon SM,
Stam WE, Piot Peter, Wasserheit JW, editor. Dalam:
SK
Sexually Transmitted Diseases. Edisi ke-4. New York:
Mc Graw-Hill. 2008
2. Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith
LA, Kazt SI, editor. Dalam: Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine. Edisi ke-6. New York: Mc Graw-Hill,
2012
3. Handsfield HH. Color atlas and synopsis of sexually
transmitted diseases. Edisi ke-2. New York, Mc Graw-
Hill, 2001
4. Clinical Effectiveness Group. 2001 UK National
Guidelines on sexually transmitted diseases and related
conditions.
5. Centers for Diseases Control and Prevention. 2011
DO
Guidelines for treatment of sexually transmitted diseases.
MMWR 2011
6. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi
Menular Seksual 2011
R
PE
V e n e r e o l o g i | 267
280 Venereologi (Infeksi Menular Seksual)
V Bagan alur
Penderita dengan
keluhan duh tubuh uretra
Pasien dengan keluhan duh tubuh uretra
Pasien dengan keluhan duh tubuh uretra
atau vagina atau vagina
atau vagina
I
Dilakukan
Dilakukan anamnesis dan pemeriksaan klinis anamnesis dan pemerik
Dilakukan anamnesis dan pemeriksaan klinis
SK
Duh tubuh uretra atau vagina diperiksa gram dan basah
Duh tubuh uretra atau vagina diperiksa
Duh tubuh uretra atau vagina diperiksa gram dan basah
Leukosit penuh,ditemukan diplokokus gram negatif
intra sel, diobati sebagai Gonore
Leuco penuh,ditemukan diplokokus g
intra sel, diobati sebagai Go
Leukosit penuh,ditemukan diplokokus gram negatif
Kontrol 7 hari
intra sel, diobati sebagai Gonore
Kontrol 7 hari
Adakah keluhan
DO
/ gejala? Kontrol 7 hari
Adakah
keluhan /
Gejala?
Tidak ada Ada
Adakah keluhan
/ gejala?
Kultur & tes resistensi
idak ada
Obati sesuai hasil resistensi Ada
R
Tidak ada Adakah keluhan
Ada Kultur & Tes r
/ gejala?
Ada Tidak ada
Adakah
Obati sesuai hasil resistensi
Rujuk keluhan
Gejala?
Adakah keluhan
/ gejala?
Ada
Rujuk
Venereologi (Infeksi Menular Seksual) 281
Ada Tidak
Rujuk
G.2. HERPES SIMPLEKS GENITAL (HG) (A60)
I
- HG episode pertama lesi primer
- HG episode pertama lesi non-primer
- HG rekuren
SK
- HG asimtomatik
- HG atipikal
II Kriteria diagnostic
Klinis Diagnosis umumnya cukup secara klinis
HG episode pertama lesi primer
• Vesikel/erosi/ulkus dangkal berkelompok, dengan dasar
eritematosa, disertai rasa nyeri.
• Pasien lebih sering datang dalam keadaan lesi berupa ulkus
atau berkrusta
• Dapat disertai disuria
DO
• Dapat disertai duh tubuh vagina atau utera
• Dapat disertai keluhan sistemik, demam, sakit kepala, nyeri
otot, nyeri dan pembengkakan inguinal
• Keluhan neuropati (retensi urin, konstipati, parestia)
• Pembentukan lesi baru masih berlangsung selama 10 hari
• Berakhir dalam waktu 12-21 hari
HG rekuren
• Lesi lebih sedikit dan lebih ringan
• Bersifat lokal, unilateral
• Berlangsung lebih singkat, dapat menghilang dalam waktu 5
PE
hari
• Dapat didahului oleh keluhan parestesia 1-2 hari sebelum
timbul lesi
• Umumnya mengenai daerah yang sama di penis, vulva, anus,
atau bokong.
• Riwayat pernah berulang
V e n e r e o l o g i | 269
282 Venereologi (Infeksi Menular Seksual)
• Terdapat faktor pencetus :
- Stres fisik / psikis
- Senggama berlebihan
- Minuman beralkohol
- Menstruasi
- Kadang – kadang sukar ditentukan
I
HG atipikal menyerang kulit seperti H. Whitlow daerah jari,
putting susu bokong dlsbnya.
HG subklinik hanya berupa lesi kemerahan atau erosi yan
SK
ringan kadang2 ada vesikel. Keluhan nyeri radikulopathi.
HG asimtomatik. Tidak ada gejala klinis, reaksi serologis
antibodi herpes positif
HG superklinik dengan gejala ulkus yang luas dan berlangsung
lama banyak pada penderita imunokompromis.
• Diagnosis
banding 1. Infeksi Streptococcus
2. Sifilis
3. Chancroid
4. Lymfogranuloma Venereum
5. Granuloma Inguinale
DO
• Pemeriksaan • Tzanck test ditemukan multinucleated giant cells
penunjang
Jika tersedia sarana:
• Pemeriksaan mikroskop elektron
• Kultur jaringan
• ELISA
• IgM HSV1 & HSV2
• IgG HSV1 & HSV2
- Kecenderungan berulang
- Seringnya pelepasan virus subklinis (terutama 6-12 bulan
pertama setelah infeksi primer), serta potensi
menularkan kepada pasangan seksualnya
- Kemungkinan risiko tertular HIV
• Pemeriksaan terhadap pasangan seksual tetapnya, bila
PE
memungkinkan
Medikamentosa :
1. Simtomatik
- Analgesik
- Kompres
2. Antivirus :
- Asiklovir : 5x200 mg/hari selama 7-10 hari atau
- Asiklovir : 3x400 mg/hari selama 7-10 hari atau
- Valasiklovir : 2x500-1000 mg/hari selama 7-10 hari, atau
V e n e r e o l o g i | 270
Venereologi (Infeksi Menular Seksual) 283
- Famsiklovir 3x250 mg/hari selama 7-10 hari
3. Kasus berat perlu Rawat Inap di RS :
- Asiklovir intravena 5 mg/kgBB tiap 8 jam selama 7-10 hari
HG rekuren
Medikamentosa :
I
1. Lesi ringan : terapi simtomatik
2. Lesi berat :
Asiklovir 5 x 200 mg/hari, per oral selama 5 hari atau
Valasiklovir 2 x 500 mg/hari per oral, selama 5 hari
SK
o Asiklovir: 5 x 200 mg, selama 5 hari atau
o Asiklovir: 3 x 400 mg, selama 5 hari atau
o Valasiklovir 2 x 500 mg, selama 5 hari atau
o Famsiklovir 3 x 250 mg/hari selama 5 hari
3. Rekurensi 6 kali/tahun atau lebih: diberi terapi supresif
- Asiklovir 2 x 400mg/hari atau
- Valasiklovir 1 x 500 mg/hari atau
- Famsiklovir 2 x 250 mg/hari
4. Abstinensia
5. Konseling :
- Kecenderungan berulang
- Seringnya pelepasan virus subklinis (terutama 6-12 bulan
DO
pertama setelah infeksi inisial), serta potensi menularkan
kepada pasangan seksualnya
- Kemungkinan risiko tertular HIV
6. Pemeriksaan terhadap pasangan seksual tetapnya, bila
memungkinkan
IV Kepustakaan 1. Holmes King k, Mardh PA, Sparling FP, Lemon SM, Stam WE, Piot
Peter, Wasserheit JW, editor. Dalam: Sexually Transmitted Diseases.
Edisi ke-3. New York: Mc Graw-Hill. 2008
2. Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Kazt SI,
editor. Dalam: Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi ke-
6. New York: Mc Graw-Hill, 2012
3. Handsfield HH. Color atlas and synopsis of sexually transmitted
R
V e n e r e o l o g i | 271
284 Venereologi (Infeksi Menular Seksual)
IV Bagan Alur
Pasien dengan
keluhan luka kecil-kecil,
sebelumnya berupa lenting
berisi cairan
I
Dilakukan anamnesis yang cermat, kambuhan,
SK
dan pemeriksaan klinis terdapat pembesaran kelenjar
Kontrol 7 hari
R DO
PE
I
II Kriteria diagnostik :
• Klinis : Pria :
SK
• Duh tubuh uretra spontan, atau diperoleh dengan
pengurutan / massage uretra
• Disuria
• Bisa Asimtomatik
Wanita :
• Duh tubuh vagina
• Duh tubuh endoserviks mukopurulen
• Ektopia serviks disertai edema, serviks rapuh,
mudah berdarah
• Perdarahan antara dua siklus menstruasi
DO
• Perdarahan pascakoitus
• Disuria, bila mengenai uretra
• sebagian besar asimtomatik
• Diagnosis banding : Uretritis/servisitis Gonore, Trikomoniasis, Kandidosis
Vulvo- Vaginalis, Vaginosis bakterrial
Sediaan basah:
• Tidak ditemukan Trichomonas vaginalis
Untuk menentukan infeksi Chlamydia trachomatis:
PE
V e n e r e o l o g i | 273
286 Venereologi (Infeksi Menular Seksual)
panjang, cara penularan, pentingnya mematuhi
pengobatan, serta pentingnya penanganan
pasangan seksual tetapnya.
• Konseling mengenai kemungkinan risiko tertular
HIV
• Bila memungkinkan, periksa dan obati
I
pasangannya
Medikamentosa:
Obat pilihan :
SK
Azitromisin 1 gram per oral dosis tunggal
Obat alternatif :
Doksisiklin# 2 X 100 mg/hari,peroral selama 7 hari,
atau Eritromisin 4 x 500 mg/hari per oral selama 7 hari
#
tidak boleh diberikan pada ibu hamil, menyusui,
atau anak dibawah 12 tahun
V e n e r e o l o g i | 274
Venereologi (Infeksi Menular Seksual) 287
V Bagan alur
Pasien
dengan keluhan
duh tubuh uretra
atau vagina
I
SK
Dilakukan anamnesis dan pemeriksaan klinis
Duh tubuh uretra atau vagina diperiksa pewarnaan Gram dan sediaan basah
Adakah
keluhan/
gejala?
Tidak Ada
R
Ket.:
MO : mikroorganisme
I Definisi
I Definisi Infeksi
Infeksi pada pada
vulva vulva dan vagina
dan vagina yang yang disebabkan
disebabkan oleh Candida
oleh Candida
albicans,
albicans, atau kadang
atau kadang oleh Candida
oleh Candida sp, Torulopsis
sp, Torulopsis atau ragi
sp,ragi
sp, atau
lainnya
lainnya
I
II Kriteria diagnostik
II Kriteria Keluhan
diagnostik :
Keluhan :
• Klinis
• Klinis • Gatal pada pada
• Gatal vulva vulva
• Vulva lecet,lecet,
• Vulva dapatdapat
timbultimbul
fisura fisura
SK
• Dapat terjaditerjadi
• Dapat dispareunia
dispareunia
PadaPada
vulvavulva
dan vagina tampak
dan vagina :
tampak :
• Eritema
• Eritema
• Dapat
• Dapattimbultimbul
fisurafisura
• Edema
• Edema jika berat
jika berat
• Duh tubuhtubuh
• Duh vagina, putih putih
vagina, sepertiseperti
susu, susu,
mungkin bergumpal,
mungkin bergumpal,
tidak tidak
berbau berbau
• Jika
• mengenai
Jika mengenai genitalia luar dapat
genitalia dijumpai
luar dapat patch patch
dijumpai eritem eritem
dg dg
lesi satelit
lesi satelit
• Diagnosis banding Gonore, Infeksi genital nonspesifik, Trikomoniasis, Vaginosis
• Diagnosis banding Gonore, Infeksi genital nonspesifik, Trikomoniasis, Vaginosis
bakterial
DO
bakterial
• Pemeriksaan Bahan duh tubuh vagina yang berasal dari dinding lateral vagina
• Pemeriksaan Bahan duh tubuh vagina yang berasal dari dinding lateral vagina
penunjang dilakukan pemeriksaan:
penunjang dilakukan pemeriksaan:
• Sediaan apus dengan pewarnaan Gram: ditemukan
• Sediaan
blastospora dan apus
pseudohifa dengan pewarnaan Gram: ditemukan
blastospora dan pseudohifa
• Sediaan basah dengan larutan KOH 10%: ditemukan
• Sediaan
pseudohifa dan basah dengan larutan KOH 10%: ditemukan
atau blastospora
• Kulturpseudohifa
jamur dan atau blastospora
• Kultur jamur
III Penatalaksanaan Nonmedikamentosa :
III Penatalaksanaan• Hindari
Nonmedikamentosa
bahan iritan lokal,: misalnya produk berparfum
• Hindari
• Hindari bahan
pakaian ketatiritan
ataulokal, misalnya
dari bahan produk berparfum
sintesis
• Hindari pakaian
faktor ketat atau dari bahan sintesispemakaian
R
Klotrimazol kapsulkapsul
Klotrimazol vaginavagina
100 mg selama
200 6 hari atau
mg selama 3 hari atau
Flukonazol kapsulkapsul
Klotrimazol 150 mg per oral
vagina 100dosis tunggal 6atau
mg selama hari atau
Itrakonazol kapsul
Flukonazol 2 x 200
kapsul 150mgmgper oral
per selama
oral dosis 1tunggal
hari atau
atau
Itrakonazol kapsulkapsul
Itrakonazol 1 x 200 2 xmg/hari
200 mgper peroral selama
oral selama 3 hari atau
1 hari atau
Ketokonazol kapsul
Itrakonazol 2 x 200
kapsul mg/hari
1 x 200 per oral
mg/hari per selama 7 hari3 hari atau
oral selama
Catatan:Ketokonazol
Wanita hamil sebaiknya
kapsul 2 x 200tidak diberikan
mg/hari per obat sistemik.7 hari
oral selama
PadaCatatan:
penderitaWanita
denganhamilimunokompeten
sebaiknya tidakjarang terjadi komplikasi,
diberikan obat sistemik.
sedangkan penderitadengan
Pada penderita denganimunokompeten
status imun rendah jaranginfeksi
terjadijamur
komplikasi,
dapatsedangkan
bersifat sistemik.
penderita dengan status imun rendah infeksi jamur
dapat bersifat sistemik.
V e n e r e o l o g i | 278
V e n e Seksual)
Venereologi (Infeksi Menular reologi | 278
291
IV Kepustakaan 1. Holmes King k, Mardh PA, Sparling FP, Lemon SM, Stam WE, Piot
Peter, Wasserheit JW, editor. Dalam: Sexually Transmitted Diseases.
Edisi ke-4. New York: Mc Graw-Hill. 2008
2. Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Kazt SI,
editor. Dalam: Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi
ke-6. New York: Mc Graw-Hill, 2012
I
3. Handsfield HH. Color atlas and synopsis of sexually transmitted
diseases. Edisi ke-w. New York, Mc Graw-Hill, 2001
4. Clinical Effectiveness Group. 2001 UK National Guidelines on
sexually transmitted diseases and related conditions.
SK
5. Centers for Diseases Control and Prevention. 2011 Guidelines for
treatment of sexually transmitted diseases. MMWR 2011
6. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman
Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual 2011
R DO
PE
Pasien dengan
keluhan duh tubuh
vagina
I
Anamnesis dan pemeriksaan klinis
SK
Duh tubuh vagina diperiksa pewarnaan Gram dan
sediaan basah
Adakah
keluhan /
gejala?
I
II Kriteria diagnostik
• Klinis Umumnya cukup secara klinis : terdapat vegetasi atau papul
soliter dapat juga multipel. (bentuk ; akuminata, papul, datar, dan
SK
Giant condyloma Buschke-Lowenstein)
• Pemeriksaan Pada lesi yang meragukan dapat dilakukan tes asam asetat ,
penunjang kolposkopi serta pemeriksaan histopatologi.
Medikamentosa :
Obat pilihan :
1. Tinktura podofilin 10-25%, lindungi kulit sekitar lesi dengan
vaselin agar tidak terjadi iritasi, biarkan selama 1-4 jam,
kemudian cuci. Pemberian obat dilakukan seminggu dua
kali, sampai lesi hilang.
2. Asam Trikloroasetat 50-90%, aplikasikan seminggu sekali.
Respon baik terutama pada wanita hamil.
3. Tindakan bedah: bedah skalpel, listrik,beku dan laser.
R
1. Holmes King k, Mardh PA, Sparling FP, Lemon SM, Stam WE, Piot
IV Kepustakaan
Peter, Wasserheit JW, editor. Dalam: Sexually Transmitted
Diseases. Edisi ke-3. New York: Mc Graw-Hill. 2008
2. Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Kazt SI,
editor. Dalam: Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi
ke-6. New York: Mc Graw-Hill, 2012
3. Handsfield HH. Color atlas and synopsis of sexually transmitted
PE
V e n e r e o l o g i | 281
294 Venereologi (Infeksi Menular Seksual)
V Bagan Alur
I
Anamnesis yang cermat, dan pemeriksaan klinis
SK
Didiagnosis KA
Diobati sebagai KA
Adakah
keluhan /
Gejala?
DO
Tidak ada Ada
I
II Kriteria diagnostik
• Klinis STADIUM I :
SK
Klinis : ulkus tunggal, tepi teratur, dasar bersih, terdapat
indurasi, tidak nyeri; terdapat pembesaran kelenjar getah
bening regional
STADIUM II :
Klinis : terdapat lesi kulit yang polimorfi, tidak gatal dan lesi di
mukosa, disertai pembesaran kelenjar getah bening
generalisata
STADIUM II laten :
Klinis : tidak didapatkan lesi di genital atau kulit, hanya
ditemukan
tes serologi sifilis (TSS) yang reaktif
DO
STADIUM III
Klinis : didapatkan gumma, yaitu infiltrat sirkumskrip kronis yang
cenderung mengalami perlunakan dan bersifat destruktif. Dapat
mengenai kulit, mukosa dan tulang.
• Diagnosis banding 1. S I : herpes simpleks, ulkus piogenik, skabies, balanitis, LGV,
karsinoma sel skuamosa, penyakit Behcet, ulkus mole
2. S II : erupsi obat alergik, morbili, pitiriasis rosea, psoriasis,
dermatitis seboroik, kondilomata akuminata, alopesia areata
3. S III : sporotrikosis, aktinomikosis, tuberkulosis kutis gumosa,
keganasan
• Pemeriksaan STADIUM I :
penunjang Laboratorium
• tes serologi sifilis : dapat (+) atau (-)
R
STADIUM II :
Laboratorium :
• pemeriksaan dengan mikroskop lapangan gelap dan Burry
(+) / (-)
PE
• tes serologi sifilis : RPR (++); VDRL (+); TPHA (+) titer tinggi
STADIUM II LATEN :
Laboratorium : TSS (+), tetapi tidak ada gejala klinis
III Penatalaksanaan Nonmedikamentosa :
• Penanganan pasangan seksual sedapat mungkin dilakukan
• Konseling :
- Tentang penyakit sifilis dan penularannya, cara
pencegahan, pengobatan
- Kemungkinan risiko tertular HIV
V e n e r e o l o g i | 283
296 Venereologi (Infeksi Menular Seksual)
Medikamentosa :
1. Obat pilihan
Benzatin penisilin G dengan dosis bergantung pada
stadium,
Stadium dini: stadium I, II & laten < 2 tahun : 2,4 juta
unit
I
Stadium lanjut: stadium laten > 2 tahun & III : 7,2 juta
unit (injeksi intramuskuler, 2,4 juta unit/kali dengan interval
1 minggu)
SK
2. Obat alternatif :
Tetrasiklin 4 x 500 mg/hari atau
Eritromisin 4 x 500 mg/hari atau
Doksisiklin 2 x 100 mg/hari
Lama pengobatan 30 hari (stadium dini) atau >30 hari
(stadium lanjut)
Pemantauan TSS : pada bulan ke I, II, III, VI dan XII dan setiap
6 bulan pada tahun ke-2
IV Kepustakaan 1. Holmes King k, Mardh PA, Sparling FP, Lemon SM, Stam WE,
Piot Peter, Wasserheit JW, editor. Dalam: Sexually Transmitted
Diseases. Edisi ke-4. New York: Mc Graw-Hill. 2008
2. Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Kazt
R
V e n e r e o l o g i | 284
Venereologi (Infeksi Menular Seksual) 297
V Bagan Alur
Pasien dengan
keluhan ulkus di genital,
soliter, tidak nyeri
I
pemeriksaan klinis terdapat pembesaran kelenjar getah bening
SK
Pemeriksaan mikroskop lapangan gelap
(pergerakan Treponema pallidum positif)
pemeriksaan laboratorium TSS :TPHA&VDRL
Kontrol 1 bulan
Terapi ulang
R
PE
V e n e r e o l o g i | 285
I
• Klinis : Keluhan:
Wanita :
SK
• 10 – 50% asimtomatik
• Duh tubuh vagina berbau busuk, jumlahnya sedikit
sampai banyak, encer, berwarna kuning kehijauan,
berbusa, dapat terjadi pada 10-30% wanita, dapat
disertai gatal pada vulva
• Kadang terdapat rasa tidak enak di perut bagian bawah
• Vulvitis dan vaginitis
• Gambaran serviks strawberry dapat ditemukan pada
2% pasien
Pria:
• 15 – 50% asimtomatik, biasanya sebagai pasangan
DO
seksual wanita yang terinfeksi
• Duh tubuh uretra sedikit atau sedang, dan/atau
disuria, dapat juga iritasi uretra dan sering miksi
• jarang: duh tubuh uretra purulen
V e n e r e o l o g i | 286
Venereologi (Infeksi Menular Seksual) 299
Medikamentosa:
- Obat pilihan
1. Metronidazol 2 gram per oral dosis tunggal
atau
2. Tinidazol 2 gram per oral dosis tunggal
- Obat alternatif
I
Metronidazol 2x400 atau 500 mg/hari per oral
selama 7 hari atau Tinidazol 2x500 mg/hari per
oral selama 7 hari
SK
- Bila mungkin periksa dan obati pasangannya
Catatan:
Pasien dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi alkohol
selama pengobatan berlangsung sampai 48 jam
sesudahnya untuk menghindari disulfiram-like reaction
V e n e r e o l o g i | 287
300 Venereologi (Infeksi Menular Seksual)
V Bagan Alur
Pasien dengan
keluhan duh
I
tubuh uretra
atau vagina
SK
Dilakukan anamnesis dan pemeriksaan klinis
II Kriteria diagnostik
I
• Klinis Umumnya cukup secara klinis : terdapat ulkus multipel, tepi tidak
teratur, dinding bergaung, dasar kotor, sangat nyeri
SK
• Diagnosis Herpes genitalis, Sifilis stadium I, LGV, Granuloma inguinale
banding
• Pemeriksaan Sediaan apus dari dasar ulkus dan diwarnai dengan pewarnaan
penunjang Gram atau Unna Pappenheim, ditemukan basil negatif – Gram
yang berderet seperti rantai
Catatan :
Pemeriksaan laboratorium ini dapat mendukung diagnosis, tetapi
bila klinis jelas, dan laboratorium (-), tetap dianggap sebagai ulkus
mole
Medikamentosa :
Obat pilihan :
Siprofloksasin 2 x 500 mg per oral selama 3 hari atau
Azitromisin 1 gram per oral dosis tunggal atau
Eritromisin 4 x 500 mg per oral selama 7 hari atau
Seftriakson 250 mg injeksi intramuskular dosis tunggal
1. Holmes King k, Mardh PA, Sparling FP, Lemon SM, Stam WE, Piot
R
V e n e r e o l o g i | 289
302 Venereologi (Infeksi Menular Seksual)
V Bagan Alur
Pasien dengan
Ulkus genital, multiple,
sangat nyeri, terdapat
tanda-tanda radang akut
I
Dilakukan anamnesis yang cermat, dan pemeriksaan klinis
SK
Pemeriksaan Gram : Haemophyllus ducreyi positif
Pemeriksaan mikroskop lapangan gelap Treponema pallidum negatif
pemeriksaan laboratorium TSS :TPHA&VDRL non reaktif
Kontrol 7 hari
R DO
PE
V e n e r e o l o g i | 290
I
vaginalis dan Mycoplasma horminis
II Kriteria diagnostik :
SK
• Klinis : • Duh tubuh vagina warna putih homogen, melekat
pada dinding vagina dan vestibulum, kadang-kadang
disertai rasa gatal.
• Vagina tidak inflamatif
• Cerviks tidak inflamatif
• Terciumnya bau amis seperti ikan pada duh tubuh
vagina yang ditetesi dengan larutan KOH 10% (tes
amin/ Whiff test)
• pH cairan vagina >4,5
• 50% wanita asimtomatik
Medikamentosa :
1. Obat pilihan :
Metronidazol 2 x 500 mg/hari selama 7 hari atau
Metronidazol 2 gram per oral dosis tunggal
2. Obat alternatif :
Klindamisin 2 x 300 mg/hari per oral selama 7
PE
hari
IV Kepustakaan 1. Holmes King K, Mardh PA, Sparling FP, Lemon SM. Stam
WE, Piot Peter, Wasserheit JW, editor. Dalam : Sexually
Transmitted Diseases. Edisi ke-4. New York : MC Graw –
Hill. 2008.
2. Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith
LA, Kazt SI, editor. Dalam: Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine. Edisi ke-6. New York: Mc Graw-Hill,
2012
V e n e r e o l o g i | 291
I
MMWR 2011
6. Daili SF, Makes WIB, Zubier F, Judanarso J. Penyakit
menular seksual. Edisi ke-3. Jakarta, Balai Penerbit FKUI.
2005.
SK
Pasien dengan
keluhan duh tubuh
V Bagan Alur vagina
DO
Anamnesis dan pemeriksaan klinis
PMN >30
Ditemukan Clue cells
tidak ditemukan diplococcus gram negatif, blastospora,
pseudohifa dan Trichomonas vaginalis.
R
Kontrol 7 hari
PE
V e n e r e o l o g i | 292
I
terlibat.
Lokasi yang sering terkena adalah kelopak mata,
SK
bibir, lidah, laring, faring, traktus gastrointestinal, dan
genitalia
Patofisiologi
Angioedema yang diperantarai histamin
Histamin yang berlebihan menyebabkan
peningkatan aliran darah, permeabilitas endotelial
dan edema yang bermanifes sebagai
angioedema, urtikaria, dan pada kasus berat:
anafilaksis. Pada reaksi yang diperantarai IgE,
R
K e g a w a t d a r u r a t a n D e r m a t o l o g i | 294
I
II Kriteria diagnostik :
• Klinis : Edema non-pitting, eritematosa atau sewarna kulit
dengan batas tidak tegas.
SK
Anamnesis detil untuk menemukan kausa yang
mendasari/dicurigai
Gejala yang dirasakan: kesulitan menelan atau
bernafas, gejala sistemik, dan kemungkinan faktor
yang memicu dan memperparah.
Kecepatan onset
Kaitan dengan ada/tidaknya urtikaria
Tempat angioedema: fasial/perifer/nyeri abdominal
Faktor pencetus
o Obat (misal ACE inhibitor, aspirin, NSAID lain)
o Paparan pekerjaan (sensitifitas lateks)
DO
o Reaksi sengatan serangga
o Penyakit hipersensitifitas fisik (urtikaria dingin
yang dapat bermanifes sebagai angioedema
regional atau generalisata setelah paparan
dingin)
o Angioedema yang diinduksi oleh exercise,
dengan atau tanpa anafilaksis
o Sensitifitas yang diperantarai tekanan
(pressure-mediated sensitifity) yang dapat
menyebabkan angioedema pada telapak kaki
setelah berjalan atau berlari,
o Hipersensitifitas terhadap makanan.
Riwayat serangan
R
K e g a w a t d a r u r a t a n D e r m a t o l o g i | 295
I
infiltratif seperti sarkoidosis, amiloidosis, dan
angioedema granulomatosa pada bibir dan area
perioral (misal sindrom Melkersson-Rosenthal)
SK
• Pemeriksaan : Tes laboratorium yang relevan bergantung pada
penunjang penyebab yang mendasari/dicurigai berdasar
anamnesis dan pemeriksaan fisik.
• Tes skrining yang terdiri dari hitung darah lengkap,
analisis KED, urinalisis, uji fungsi hati.
• Bila dicurigai anafilaksis, harus dilakukan pengu-
kuran serial serum triptase sel mast (Triptase
mempunyai waktu paruh 4 jam, peningkatan kadar
pada 1 dan 4 jam setelah reaksi, dan kembali ke
nilai normal setelah 24 jam, akan mendukung
DO
diagnosis anafilaksis).
• Tes tusuk atau IgE spesifik antibodi apabila
diindikasikan
Gawat Darurat
• Epinefrin atau adrenalin dosis 0,01 ml/ kgBB/ kali
subkutan ( maksimal 0,3 ml )
• Angioedema pada wajah atau lidah dapat diterapi
dengan 60 mg prednison, dan 40 mg diberikan
pada hari berikutnya; terapi kemudian dapat
dihentikan atau skedul dosis selang sehari.
• Untuk pasien dengan angioedema berat (melibatkan
edema wajah, lidah, dan faring), diphenhydramine
efektif diberikan
K e g a w a t d a r u r a t a n D e r m a t o l o g i | 296
Kegawatdaruratan Dermatologi 309
• Pada pasien dengan angioedema berulang yang
bermanifes sebagai anafilaksis sebaiknya selalu
membawa kit epinefrin emergensi.
I
Immunol 2007: 26438. doi: 10.1155/2007/26438
2. Kaplan A. Angioedema. WAO Journal 2008;103:103-
13.
SK
3. Kaplan A. Chronic urticaria and angioedema. N Engl J
Med. 2002; 346: 175–9.
Zuberbier T, Asero R, Bindslev-Jensen C, Canonica
GW, Church MK, et al; Dermatology Section of the
European Academy of Allergology and Clinical
Immunology; Global Allergy and Asthma European
Net- work; European Dermatology Forum; World
Allergy Organization. EAACI/GA(2)LEN/EDF/WAO
guideline: definition, classification and diagnosis of
urticaria. Allergy. 2009;64:1417–1426
DO
R
PE
K e g a w a t d a r u r a t a n D e r m a t o l o g i | 297
310 Kegawatdaruratan Dermatologi
Bagan Alur Bagan alur
Pasien dengan lesi dan/atau riwayat konsisten
dengan urtikaria kronik dan/atau angioedema
Ya
I
Tidak Apakah pasien Evaluasi untuk
hanya menderita angioedema
angioedema?
SK
Apakah lesi urtikaria secara
morfologi sesuai dengan
vaskulitis urtikaria dan Apakah evaluasi
apakah menetap > 24 jam? menemukan kausa
yang mendasari?
Tidak
Ya
Evaluasi untuk vaskulitis:
Tidak
Pertimbangkan Ya Tatalaksana
spesifik
KED o Riwayat lengkap
Complement assays termasuk review sistem
biopsi Okupasional
Sengatan, gigitan
serangga
Pengobatan
Makanan
Infeksi
DO
Sensitifitas fisik
o Pemeriksaan fisik
Tidak o Pertimbangkan tes
Apakah pasien laboratorium dasar: CBC,
mempunyai UA, ESR, LFT
vaskulitis o Pertimbangkan tes yang
urtikaria? sesuai berdasar riwayat,
PE, ROS
Ya
Apakah riwayat, pemeriksaan
Tatalaksana
fisik, dan/atau laboratoris
vaskulitis
mengindikasikan penyebab
yang mendasari?
Ya Tidak
Apakah evaluasi
tambahan akan
menentukan penyebab?
Ya
Tidak
Tatalaksana spesifik
Hilangkan faktor yang Tatalaksana pasien
mungkin memperparah dengan urtikaria idiopatik
atau menginduksi dan/atau angioedem
urtikaria/angioedem
Tatalaksana farmakologik
spesifik
Cari kemungkinan faktor penyebab
(pertimbangkan anafilaksis atipikal dan
I
obat misal inhibitor ACE)
SK
Ya Tidak
Singkirkan faktor penyebab Skrining untuk hereiditary AE (HAE) atau
AE didapat (AAE)
Tidak
Angioedema
R
idiopatik
Terapi dengan
antihistamin
PE
Angioedem
histaminergik
idiopatik Respon Tanpa
baik respon
Angioedem non‐
histaminergik Respon Terapi dengan
idiopatik baik asam traneksamik
K e g a w a t d a r u r a t a n D e r m a t o l o g i | 300
I
ekstensif. SSJ dan NET ditandai dengan keterlibatan
kulit dan membran mukosa, dan karena kesamaan
temuan klinis dan histopatologis, kedua kondisi ini
SK
digolongkan sebagai varian keparahan dari proses yang
serupa, yang hanya berbeda pada keparahan area
permukaan kulit yang terkena.
II Kriteria diagnostik :
• Klinis : • Faktor etiologi terpenting adalah penggunaan obat.
Anamnesa riwayat menggunakan obat secara
sistemik (jumlah dan jenis obat, dosis, cara
pemberian, lama pemberian, runtutan pemberian
obat, pengaruh pajanan matahari) atau kontak obat
pada kulit yang terbuka (erosi, ekskoriasi, ulkus).
• Riwayat timbulnya kelainan kulit dengan jarak waktu
pemberian obat, apakah timbul segera, beberapa
DO
saat atau jam atau hari.
• Beberapa faktor pencetus lain adalah infeksi
(Mycoplasma pneumoniae, virus, imunisasi), dan
telah dilaporkan kejadian nekrolisis epidermal setelah
transplantasi sumsum tulang belakang.
• Kelainan kulit antara lain: eritema, vesikel, papul,
erosi, ekskoriasi, krusta kehitaman, kadang
purpura. Menurut total area lepasnya epidermis,
dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: SSJ (<10%),
tumpang tindih SSJ/ NET (10-30%), dan NET
(>30% area tubuh).
• Kelainan mukosa (hampir selalu, setidaknya pada
dua situs): dimulai dengan eritema, erosi dan nyeri
R
I
sekitar pembuluh darah.
2. Periksa keseimbangan cairan dan elektrolit (K+, Na+,
CL-)
SK
Diagnosis kausatif dilakukan setelah sembuh minimal 6
pekan setelah lesi kulit hilang dengan:
A Uji kulit:
Uji tempel tertutup,
Uji tusuk bila uji tempel negatif
B Uji provokasi peroral bila uji tusuk negatif
1. Topikal:
- Sesuai dengan kelainan kulit yang terjadi (ikuti
prinsip dermatoterapi)
- Pada mata sesuai anjuran konsultan Dokter Spesialis
Mata.
- Lesi di mulut dan bibir: steroid dalam vaselin atau
boraks-gliserin.
R
2. Sistemik:
- Hentikan obat yang dicurigai.
- Atasi keadaan umum terutama kondisi vital: berikan
infus sesuai kondisi
- Deksametason intravena 0,15-0,2 mg/kgBB/hari
dapat sampai 4-6 x 5 mg/hari, setelah masa kritis
diatasi (2-3 hari) dosis segera diturunan cepat (5
PE
I
menghentikan obat tersangka penyebab.
• Bila pasien sembuh: berikan kartu alergi, yang
berisi daftar obat yang diduga menyebabkan alergi,
SK
kartu tersebut selalu diperlihatkan kepada petugas
kesehatan setiapkali berobat.
• Pasien diberi daftar jenis obat yang harus dihindari
(obat dengan rumus kimia yang sama).
Tindak lanjut:
: Pasien rawat inap: kontrol setiap hari, pantau
keadaan umum, kelainan kulit, orifisium, dan mata.
Setelah rawat inap, kontrol setiap pekan: perhatikan
kemajuan penyakit dan penurunan dosis obat, sampai
obat dihentikan.
Kartu alergi selalu dibawa.
DO
Sepsis
Komplikasi Kegagalan organ dalam
Kematian
K e g a w a t d a r u r a t a n D e r m a t o l o g i | 303
I
Gejala prodromal nonspesifik: Kelainan kulit: Kelainan mukosa: Pemeriksaan
1-14 hari (demam, malaise, Eritema, vesikel, papul, Mata, orifisium laboratorium: darah,
sakit kepala, rhinitis, batuk, erosi, ekskoriasi, krusta mulut, anogenital elektrolit, albumin, fungsi
nyeri menelan, nyeri dada, kehitaman, purpura. liver
SK
munth, diare, mialgia, dan Epidermolisis: Tzanck test
atralgia (+) (terutama TEN)
< 10 % 10 – 30 % > 30 %
SCORTEN SCORE
DO
0 atau 1 >1
K e g a w a t d a r u r a t a n D e r m a t o l o g i | 304
I
3) Abnormalitas hematologi (eosinofilia > 1500/µL, atau
kelainan hematologi lain misal lekositosis, limfositosis,
atau limfosit atipik
SK
4) Keterlibatan sistemik (limfadenopati > 2cm, hepatitis
sitolitik dengan AST > 2x normal, nefritis intersitial,
pneumonia interstitial, atau miokarditis)
K e g a w a t d a r u r a t a n D e r m a t o l o g i | 305
I
dikonfirmasi pemeriksaan USG abdomen untuk
menyingkirkan hepatitis akibat keganasan primer
atau metastatik.
SK
• Tes tempel untuk penegakan diagnosis kausatif
obat penyebab, sebaiknya dilakukan dalam waktu
6 pekan - 6 bulan sesudah pasien sembuh, atau
satu bulan bebas glukokortikoid sistemik kerja
lama atau obat imunosupresif lain, atau satu pekan
bebas glukokortikoid kerja singkat, atau dua pekan
bebas steroid topikal pada tempat yang akan
diperiksa.
Medikamentosa:
Prinsip:
• Mengatasi keadaan umum yang buruk
• Penatalaksanaan multidisiplin
• Balans cairan dan elektrolit
Terapi sistemik:
Prednison 0,5 – 2 mg/kgBB selama 1-8 pekan dan
R
K e g a w a t d a r u r a t a n D e r m a t o l o g i | 306
318 Kegawatdaruratan Dermatologi
IV Kepustakaan : 1. Nam YH, Park MR, Nam HJ, et al. Drug reaction
with eosinophilia and systemic symptoms syndrome
is not uncommon and shows better clinical outcome
than generally recognised. Allergol Immunopathol
(Madr). 2014 doi: 10.1016/j.aller.2013.08.003. [Epub
ahead of print]
2. Criado PR, Avancini J, Santi CG, et al. Drug
I
reaction with eosinophilia and systemic symptoms
(DRESS): A complex interaction of drugs, viruses
and the immune system. Isr Med Assoc J. 2012; 14:
SK
577-82.
3. Sullivan JR, Shear NH. The drug hypersensitivity
syndrome: What is the pathogenesis? Arch
Dermatol 2001; 137: 357-64.
4. Brockow K, Romano A, Bianca M, et al. General
considerations for skin test procedures in the
diagnosis of druh hypersensitivity. Allergy 2002; 57:
45-51.
R DO
PE
K e g a w a t d a r u r a t a n D e r m a t o l o g i | 307
Kegawatdaruratan Dermatologi 319
I
SK
DO
TINDAKAN BEDAH
LAMPIRAN
R
PE
320 Lampiran
Lampiran 1
UJI TEMPEL
Batasan
Uji tempel adalah suatu uji kulit yang dilakukan secara in vivo guna memastikan
I
penyebab/ alergen yang diduga menjadi penyebab dermatitis kontak alergika (DKA).
Mekanisme terjadinya DKA diperantarai oleh hipersensitivitas tipe lambat (delayed
hypersensitivity) terhadap bahan kimia atau bahan lain yang berkontak langsung dengan
SK
kulit, misalnya yang dioleskan ke kulit, atau yang terpapar pada kulit pasien, di rumah atau
di tempat kerja. Uji tempel dengan Finn chamber merupakan uji tempel yang paling sering
digunakan. Selama dilakukan uji tempel, penderita ditempeli alergen yang diduga sebagai
penyebab dalam konsentrasi tertentu, dan dilakukan sesuai prosedur baku. Pengambilan
keputusan alergen penyebab didasarkan atas analisis hasil pembacaan dan interpretasi
hasil
Fase Sensitisasi
DO
Alergen pada umumnya merupakan bahan dengan berat molekul rendah, larut
lemak dan memiliki reaktivitas tinggi. Pada saat kontak pertama alergen dengan kulit akan
dikenal dan direspons oleh limfosit yang disebut sebagai fase sensitisasi dimana pada
fase ini hapten yang merupakan alergen yang belum diproses, bila dipaparkan pada
stratum korneum, berpenetrasi ke lapisan bawah epidermis dan akhirnya ditangkap oleh
sel Langerhans melalui proses pinositosis. Di dalam sel setelah hapten dicerna oleh enzim
sitosolik menjadi antigen lengkap dan diekspresikan pada permukaan sel Langerhans.
Sel Langerhans berada dalam bentuk imatur dan dapat berfungsi sebagai
makrofag yang memiliki kemampuan terbatas untuk menstimulasi limfosit T. Pada saat
kulit terpapar alergen, keratinosit mensekresi sitokin yang menyebabkan sel Langerhans
matur dan menjadi aktif dan dapat menstimulasi limfosit T.
Tahap berikutnya adalah presentasi HLA-DR pada limfosit T helper yang
mengekspresikan molekul CD4. Pengenalan antigen yang telah diproses dalam sel
R
Langerhans oleh limfosit T terjadi melalui kompleks reseptor limfosit T – CD3. Selain itu
antigen tersebut dapat pula dipresentasikan oleh MHC klas 1 yang akan dikenali oleh
CD8.
Limfosit T yang telah tersensitisasi bermigrasi ke daerah parakortikal kelenjar
getah bening regional untuk berdiferensiasi dan berploriferasi membentuk sel T efektor
yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. Kemudian sel-sel tersebut masuk
PE
kedalam sirkulasi. Sebagian kembali ke kulit dan sistem limfoid, tersebar di seluruh tubuh
dan menyebabkan keadaan sensitivitas yang sama di seluruh kulit tubuh.
Fase elisitasi
Pada fase elisitasi terjadi kontak ulang dengan hapten yang sama atau serupa.
Hapten ditangkap dan dipresentasikan pada permukaan sel Langerhans yang
mengeluarkan IL-1 yang menstimulasi limfosit T untuk menghasilkan IL-2 dan
mengekspresikan IL-2 reseptor (IL-2 R). Hal ini menyebabkan proliferasi dan ekspansi
populasi limfosit T pada kulit. Limfosit T teraktivasi mensekresi IFNγ yang mengaktifkan
keratinosit yang mengekspresikan ICAM 1 dan HLA-DR.
Lampiran 321
271
HLA-DR pada keratinosit berinteraksi dengan limfosit T CD4, melalui molekul
ICAM 1. Selain itu, ekspresi HLA-DR dapat menyebabkan keratinosit menjadi target
limfosit Tc. Keratinosit aktif juga memproduksi beberapa sitokin seperti IL-1, IL-6 dan
GMSCF yang selanjutnya akan mengaktifkan limfosit T.
IL-1 dapat menstimulasi keratinosit untuk memproduksi eicosanoid, dimana
kombinasi eicosanoid dan sitokin akan mengaktifkan sel mast dan makrofag. Histamin
yang berasal dari sel mast dan histamine dan eicosanoid yang berasal dari sel mast dan
I
keratinosit serta infiltrasi lekosit menimbulkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas
terhadap berbagai sel dan faktor inflamasi yang terlarut. Kaskade ini merupakan respon
kulit pada DKA yang meliputi inflamasi, destruksi seluler dan proses perbaikan.
SK
Ekstrak alergen
Ekstrak alergen yang digunakan dalam uji tempel standar terdiri dari 24 jenis. yaitu :
1. Nickel
2. Wool alcohols
3. Neomycin sulfate
4. Potassium dichromate
5. Cain mix
6. Fragrance mix
7. Colophony
8. Epoxy resin
9. Quinoline mix
DO
10. Balsam of Peru
11. Ethylenediamine dihydrochloride
12. Cobalt chloride
13. p-tert-Butylphenolformaldehyde
14. Paraben mix
15. Carba mix
16. Black rubber mix
17. Kathon CG
18. Quaternium-³
19. Mercaptobenzothiazole
20. p-Phenylenediamine
21. Formaldehyde
22. Mercapto mix
R
23. Thiomersal
24. Thiuram mix
Ekstrak alergen dari bahan yang dicurigai harus memenuhi persyaratan tertentu:
1. kapasitas penetrasi intrinsik, termasuk tidak toksik
2. konsentrasi
3. vehikulum
PE
Ekstrak alergen yang digunakan dalam uji tempel pelengkap, bergantung pada hasil uji
tempel standar dan uji tempel dengan ekstrak alergen dari bahan yang dicurigai. Contoh
ekstrak alergen yang digunakan dalam uji tempel pelengkap bila hasil uji tempel standar
Fragrance mix hasilnya positif, antara lain:
1. amylcinnamaldehyde
2. cinnamaldehyde
3. cinnamil alcohol
272
322 Lampiran
4. eugenol
5. geraniol
6. hydroxycitronellal
7. isoeugenol
8. oak moss absolute
I
1. DKA yang sudah tenang.
2. Dermatitis kontak iritan (DKI) dengan diagnosis banding DKA
3. Dermatitis kronis dengan penyebab belum diketahui
SK
Indikasi Kontra Uji Tempel
1. Dermatitis yang diderita masih dalam fase akut
2. Menggunakan obat-obatan yang dapat mempengaruhi reaksi kulit,
misalnya steroid, anti histamin dan imunomodulator.
Persiapan:
1. Lesi kulit dalam keadaan tenang
2. Tidak mengkonsumsi imunosupresan atau kortikosteroid sistemik (prednison > 10
mg/hari), minimal 3 hari sebelum tes atau sesuai dengan waktu paruh obat.l
3. Untuk alergen nonstandar perlu pengenceran 1/1.000, 1/100, 1/10
R
273
Lampiran 323
Pasien diijinkan pulang dengan pesan agar lokasi uji tidak basah kena air. Selama
dilakukan uji kulit pasien diberitahu untuk tidak mandi, tidak melakukan aktivitas yang
menimbulkan keringat berlebihan.
Pada deretan bahan yang dibawa pasien (di luar standar), apabila terasa sangat
perih/nyeri (reaksi iritan) dapat dibuka sendiri
Pembacaan dilakukan pada jam ke 48, 72 dan 96 ( atau dilepas lebih awal jika timbul
keluhan sangat gatal atau rasa terbakar pada lokasi uji tempel ).
I
Hasil tes tempel yang positif bermakna dinilai relevansinya dengan anamnesis dan
gambaran klinis. Hasil relevansi positif dianggap sebagai penyebab. (pembacaan
dilakukan 15 menit setelah plester di lepaskan)
SK
Pasien diberi catatan tentang hasil uji tempel yang positif bermakna
274
324 Lampiran
2. Obat-obatan
Beberapa obat-obatan akan menurunkan reaksi dari uji tempel seperti antihistamin,
kortikosteroid, antidepresan trisiklik, dopamine dan clonidin.
3. Usia
Reaktivitas menurun saat bayi tapi kemudian meningkat pada usia anak-anak dan
semakin meningkat pada usia yang lebih tua.
I
4. Ritme harian dan variasi musim
Pada orang yang sensitif terhadap serbuk sari bunga, reaktifitas meningkat pada
musim bunga dan setelahnya tetapi reaktifitas menurun diluar musim bunga.
5. Kondisi patologi kulit
SK
Beberapa kelainan kulit seperti contohnya eksim dapat merubah reaksi dari uji tempel
sehingga dibutuhkan untuk menginterprestasi hasil dengan seksama.
6. Imunoterapi
Imunoterapi dapat menghambat reaksi kulit terhadap alergen yang spesifik.
Algoritme
Status Dermatologikus:
Lokalisasi: Menyingkirkan DD
Morfologi kulit:
Evaluasi dan pembacaan hasil uji tempel, serta menganalisis dan menginterpretasikan hasil uji
tempel
275
Lampiran 325
Kepustakaan
1. Arshad SH. 2002. Skin Test. In: Allergy an Illustrated Colour Text. Southampton; Churchill
livingstone. p. 28-9.
2. Belsito DV. Allergic Contact Dermatitis. In Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF,
Goldsmith LA, Katz SI, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine, 6th ed. New
I
York: Mc Graw Hill, 2003.p.1164-77.
3. Devos SA, Pieter VDV. Epicutaneous Patch Testing. In: Devos SA, eds. The Importance
and Relevance of Epicutaneous Patch Testing. Eur J Dermatol. 2002; 12 (5): 506-13.
4. Fowler JF. How to Patch Test. 1992. In: Larsen WG, Adams RM, Maibach HI, eds. Color
SK
Text of Contact Dermatitis. Philadelphia: W.B Saunders Company..p. 8-18.
5. Lachapelle JM, Maibach HI. 2003. Patch Testing. In: Patch Testing and Prick Testing, A
Practical Guide. Berlin: Springer.p.7-69.
6. Lachapelle JM, Maibach HI. 2003. The standart and additional series of the patch test. In:
Patch Testing and Prick Testing, A Practical Guide. Berlin: Springer..p. 70-94.
R DO
PE
326 Lampiran
276
Lampiran 2
UJI INTRADERMAL
I Definisi : Salah satu dari uji kulit yang dilakukan untuk mengkonfirmasi
reaksi alergi yang dimediasi oleh IgE. 1,2 Uji intradermal
I
memiliki sensitivitas yang lebih baik dari pada tes perkutan
lainnya1,2 namun spesifisitasnya rendah.1
SK
Indikasi : Uji intradermal hanya dilakukan bila hasil prick test dengan
obat yang dicurigai memiliki hasil negatif dalam 20 menit.3
277
Lampiran 327
untuk melihat apakah hasil tetap negatif atau menjadi
positif. Bila diperlukan bisa dilakukan evaluasi ulang setelah
hari ke 7 uji intradermal.
III Intepretasi Hasil : Uji intradermal disebut positif bila dalam 30 menit setelah
penyuntikan bahan obat terjadi urtikaria dengan diameter lebih
dari 10mm.
I
IV Kepustakaan : 1. Li,JT. Allergy testing. 2002. [cited 2014 May,21]. Available from
SK
URL: www.aafp.org/afp
2. Schwindt C, Hutcheson PS, Leu SY, Dykewicz MS. Role of
intradermal skin test in the evaluation of clinically relevant
respiratory allergy assesed using patient history and nasal
challenges. Ann Allergy Asthma Immunol 2005; 94: 627-33.
3. Barbaud A, Goncalo M, Bruynzeel D, Bircher A. Guidelines for
performing skin test with drugs in the investigation of cutaneous
DO adverse drug reactions. Cont Derm. 2001; 45:321-328.
R
PE
328 Lampiran
278
Lampiran 3
PENDAHULUAN
I
1) Uji Provokasi Obat ( UPO ) / Oral Challenge adalah metode pemberian obat terkontrol
untuk menegakkan diagnosis reaksi hipersensitivitas terhadap obat pada pasien
dengan riwayat dugaan alergi obat.1
SK
2) Prosedur diagnostik untuk penegakan diagnosis alergi dikelompokkan berdasar
riwayat pasien, uji kulit in vivo, tes laboratorium in vitro dan uji provokasi.5
3) Uji kulit akan memberikan bukti adanya sensitisasi terhadap obat spesifik tetapi harus
selalu diinterpretasikan dalam konteks klinis yang sesuai.6
4) Hasil uji kulit negatif tidak dapat menyingkirkan kemungkinan obat sebagai penyebab
dalam ADR7,8,9 .
5) Riwayat penyakit tidak selalu dapat diandalkan, terutama bila didapatkan riwayat
penggunaan obat multipel.5
6) Uji Provokasi Oral (UPO) sangat direkomendasikan untuk dilakukan terutama pada
kasus dengan hasil uji kulit negatif atau meragukan untuk mengkonfirmasi korelasi
antara obat dan reaksi.6,7,8,9
DO
PRINSIP-PRINSIP UPO
1. UPO, meskipun memiliki beberapa keterbatasan, secara luas dipertimbangkan
sebagai baku emas untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis hipersensitivitas
dan membuktikan ada tidaknya relevansi klinis.6
2. UPO dilakukan dalam pengawasan medis baik terhadap obat alternatif, obat-obat yang
memiliki hubungan struktur farmakologis, maupun terhadap obat yang dicurigai
sebagai penyebab reaksi hipersensitifitas.1,6,10
3. Dari sejumlah penelitian disimpulkan UPO berperan penting dalam penegakan
diagnosis etiologis pada reaksi hipersensitivitas obat tipe I dan tipe IV, terutama
terhadap golongan betalaktam.1,10,11,13
4. Jenis reaksi pada reaksi hipersensitivitas terhadap obat, diantaranya adalah reaksi
non-immunologi, reaksi immediate, dan reaksi nonimmediate.9
5. Manifestasi klinis reaksi immediate yang diperantarai IgE terdiri dari generalized
R
Lampiran 329
279
2) Untuk menyingkirkan kemungkinan hipersensitivitas pada reaksi hipersensitivitas
dengan riwayat yang kurang mendukung atau dengan gejala tidak khas, misalnya
gejala vagal pada pemberian anestesi lokal;
3) Untuk menyingkirkan kemungkinan reaksi silang terhadap obat yang memiliki
hubungan dengan obat yang terbukti menyebabkan reaksi;
4) Untuk menilai toleransi obat-obat yang secara farmakologis aman atau obat-obat yang
I
secara struktural tidak berkaitan dengan reaksi hipersitifitas yang telah
ditegakkan.1,7,9
UPO juga dapat dilakukan untuk membantu individu yang sangat cemas, yang menolak
SK
semua obat tanpa bukti toleransi obat.
UPO terutama dilakukan pada obat yang sangat vital bagi pasien dan tidak dapat
digantikan dengan obat yang lain.1
Kontraindikasi UPO :
1. Wanita hamil merupakan kotraindikasi relatif UPO, dengan pengecualian pada obat
yang sangat dibutuhkan selama kehamilan atau pada saat persalinan.6,1
2. UPO juga tidak disarankan dilakukan pada pasien dengan faktor komorbiditas seperti
alergi dan infeksi akut, asma yang tidak terkontrol, gangguan ginjal, hepar, dan ginjal.
3. Reaksi obat jenis yang berat dan mengancam kehidupan merupakan kontraindikasi
mutlak untuk UPO, termasuk diantaranya adalah Generalized Bullous Fixed Drug
Eruption; Acute Generalized Exanthematous Pustulosis; Toxic Epidermal Necrolysis;
Steven Johnson Syndrom; DRESS; Systemic Vasculitis; Systemic Organ
DO
Manifestations ( blood citopenia,hepatitis, nephritis, pneumonitis ); Severed
Anaphylaxis; Drug Induced Autoimmune Disease.4,9
PERSIAPAN UPO :
1. Tes dilakukan minimal 4 – 6 minggu setelah lesi kulit menyembuh.10
2. Pertimbangan etika mensyaratkan bahwa obat harus penting bagi pasien dan tidak
ada metode lain yang lebih aman atau hasil dari prosedur lainnya tidak dapat
disimpulkan. Obat-obat yang kegunaannya dimasa datang bagi pasien sangat terbatas
semestinya tidak memerlukan UPO.
3. Informed consent harus disampaikan pada pasien sebelum prosedur tes dilakukan.1
4. Protokol untuk masing-masing individu harus disiapkan dan prosedur tes harus
diawasi ahli dibidangnya.9
R
7. Pencatatan secara detail dilakukan pada setiap tahap UPO: 1) tahap awal termasuk
data pasien secara lengkap, riwayat medis, dan riwayat terapi obat sebelum UPO; 2)
tahap paparan dosis obat, hasil pemeriksaan fisik awal dan selama prosedur terutama
yang relevan dengan riwayat reaksi sebelumnya hingga deskripsi efek samping.1
PROSEDUR PELAKSANAAN UPO :
Salah satu guideline UPO yang sering dijadikan acuan adalah protokol dari European
Network for Drug Allergy ( ENDA) 2003.9 Protokol UPO yang lain berasal dari berbagai
penelitian kohort dalam skala kecil terhadap beberapa jenis obat, diantaranya aspirin,
cyclooxigenase-2 inhibitor, beta-laktams.10,12-19
A. Protokol European Network for Drug Allergy ( ENDA):
330 Lampiran
280
1) Pasien dengan riwayat reaksi obat berat dirawatinapkan, sedangkan prosedur
pada pasien dengan riwayat delayed type reaction atau pada pasien dengan
reaksi yang tidak membahayakan dapat dilakukan dengan rawat jalan.1
2) Pemeriksaan fungsi paru harus dilakukan pada pasien dengan riwayat
bronkhospasme.
3) Pemasangan kateter intravena selama prosedur UPO harus dilakukan pada pasien
dengan riwayat syok anafilaksis sebelumnya.
I
4) Pemantauan tekanan
5) Obat-obat kegawatan seperti kortikosteroid, antihistamin, adrenalin, teofilin, dan
inhalan beta-mimetik harus sudah disiapkan pada saat prosedur UPO .
SK
6) Ketersediaan fasilitas resusitasi untuk kegawatan, termasuk diantaranya prosedur
intubasi, disarankan tergantung pada berat ringannya reaksi obat sebelumnya, dan
jenis obat yang diujikan. 1,10
B. Protokol Lammintausta et al, (2005), sebagai modifikasi protokol UPO dari ENDA:
1) UPO terbukti aman dilakukan dengan rawat jalan setelah pasien dengan riwayat
reaksi yang berat disingkirkan terlebih dahulu.12
2) Pengawasan ketat di rumah sakit hanya pada hari pertama UPO dengan
pemantauan pada reaksi kulit, tekanan darah, denyut jantung, dan suhu tubuh.
3) Pasien diijinkan untuk pulang ke rumah 3 hingga 4 jam setelah dosis terapi obat
tercapai dan bisa dilanjutkan dengan dosis harian regular selama 3-7 hari di
rumah. Jika reaksi tidak muncul pasien diminta menghubungi dan reaksi jika
DO
dirasakan muncul diminta segera menghubungi, menghentikan obat, dan segera
memeriksakan diri kembali.12,14
C. Blanca-Lopez et al, dalam uji provokasi obat terhadap golongan aminopenicilin dengan
riwayat reaksi nonimmediate, menetapkan setelah dosis terapi harian tercapai
dilakukan pengawasan selama 6 jam di rumahsakit. Pasien selanjutnya dapat
melakukan UPO di rumah dengan dosis harian selama 5 hari dengan pemantauan
dokter. Penderita diminta segera menghubungi dan mendatangi rumah sakit bila reaksi
muncul.10,15
reactions jalur pemberian obat uji peroral lebih banyak dipilih dibandingkan parenteral
karena absorbsinya lebih lambat sehingga bila muncul reaksi dapat segera diterapi.1
1. Jenis obat yang diberikan biasanya merupakan preparat komersil. Khusus untuk obat
kombinasi, preparat penyusun obat juga harus diujikan dalam UPO yang terpisah.
Dalam hal ini uji terhadap kandungan dan bahan aditif dari obat dapat
dipertimbangkan karena komponen tersebut dapat pula memicu reaksi.1
PE
2. Dosis obat untuk UPO tergantung jenis obat, dan derajad keparahan reaksi
sebelumnya, rute pemberian, hingga waktu laten setelah aplikasi hingga reaksi, dan
status kesehatan pasien. Secara umum dosis dimulai dari dosis rendah, kemudian
dinaikkan secara hati-hati, dan dihentikan segera setelah reaksi muncul. Jika tidak ada
gejala yang muncul, dapat diberikan dosis maksimal tunggal atau diberikan dosis
harian tertentu (lampiran 2).1
3. ENDA menetapkan dosis awal UPO dengan reaksi tipe immediate (riwayat reaksi obat
kurang dari 1 jam setelah pemberian obat) dapat dimulai antara 1/10.000 hingga 1/10
dosis terapi tergantung berat ringannya riwayat reaksi. Dosis obat dinaikkan setiap
minimal 30 menit hingga dosis terapi tercapai atau hingga gejala reaksi obat
281
Lampiran 331
muncul.9,10 Pada reaksi non immediate (riwayat reaksi obat lebih dari 1 jam setelah
pemberian obat) ENDA menetapkan dosis awal obat tidak boleh lebih dari 1/100 dari
dosis terapi, dengan pengecualian pada fixed drug eruption.9
4. UPO harus dilakukan dengan kontrol plasebo (pil laktosa atau salin 0,9% untuk
prosedur parenteral), buta tunggal atau bila diperlukan buta ganda. Pemberian plasebo
paling sering dilakukan pada hari pertama provokasi tes dengan satu, dua, atau 3
I
dosis plasebo dalam interval waktu bervariasi disesuikan dengan interval obat yang
diujikan, rata-rata 1 hingga 4 jam. Plasebo dapat pula diberikan setelah UPO terhadap
obat uji selesai dilakukan untuk kofirmasi hasil yang meragukan dalam periode waktu
SK
yang berbeda.1,3
5. Pada Adverse Drug Reaction dengan kemungkinan obat penyebab yang multipel,
UPO pertama dilakukan terhadap obat yang memiliki kemungkinan paling kecil untuk
menimbulkan reaksi alergi dan obat yang paling dicurigai sebagai penyebab reaksi
hipersensitifitas diberikan paling akhir. Provokasi selanjutnya dapat dilakukan dalam
beberapa hari hingga beberapa bulan ke depan tergantung pada jenis obat dan reaksi
UPO sebelumnya.1,3,10,12
6. Lama pengawasan UPO, tergantung pada riwayat reaksi obat sebelumnya dan obat
yang diujikan, dapat dilakukan hingga 5 kali waktu paruh obat uji untuk menjamin
eliminasi seluruhnya.9 ENDA menetapkan waktu untuk pengawasan ketat minimal 2
jam setelah stabilisasi, tetapi untuk pertimbangan keamanan menyarankan
pengawasan hingga 24 jam.1 Pada UPO dengan reaksi yang berat seperti syok
DO
anafilaksis pasien dapat diminta untuk rawat inap, karena adanya kemungkinan
episode bifasik yang dapat mengancam jiwa jika tidak dikenali dan diterapi lebih awal. 9
Pasien dapat dibekali dengan obat-obat pertolongan pertama, termasuk antihistamin,
betamimetik, kortikosteroid, untuk gejala lanjutan yang mungkin masih bisa terjadi. 1
reaksi obat dengan gejala subjektif, dengan hasil UPO yang serupa dan tidak khas,
setelah dikonfirmasi dengan placebo challenge hasilnya negatif.1
4. Spesifitas dan sensitivitas UPO memiliki keterbatasan karena uji ini tidak dapat
dilakukan pada pasien dengan hasil uji kulit positif atas pertimbangan etik.16 Nilai
prediksi UPO sangat tergantung pada mekanisme reaksi dan obat yang terlibat.
Keterbatasan lain dari tes ini yang harus dipertimbangkan pemeriksa adalah
PE
kemungkinan positif palsu dan negatif palsu, sehingga UPO dengan hasil negatif
bukan merupakan jaminan toleransi terhadap obat dimasa yang akan datang.1
332
282 Lampiran
4. Prosedur penatalaksanaan reaksi harus disesuaikan dengan kondisi pasien dan
secara umum mengikuti kaidah umum terapi kegawatdaruratan.1
5. Pada tipe immediate dapat dipersiapkan prednisolon 40-60 mg dan antihistamin
selama 2 hari .
6. Pada kasus berat seperti reaksi anafilaksis terapi dapat ditambah dengan injeksi
intramuskular epinefrin 0,25μg.10
I
Prosedur UPO dengan segala keterbatasannya terbukti cukup aman dan efektif
bila dilakukan secara hati-hati dan dilakukan dalam pengawasan ahli dan terbukti aman
dilakukan dengan rawat jalan pada pasien dengan riwayat reaksi yang tidak berat.
SK
DAFTAR PUSTAKA
1. Aberer W, Bircher A, Romano A, et al. Drug provocation testing in the diagnosis of drug
hypersensitivity reactions: General considerations. Allergy 2003; 58: 854-63.
2. Lazarou J, Pomeranz BH, Corey PN. Incidence of adverse drug reaction in hospitalized patient:
A meta-analysis of prospective studies. J Am Med Assoc 1998; 279: 1200-5.
3. Hunziker et al cyt Wohrl S, Vigl K, Stingl G. Patients with drug reactions-is it worth testing?
Allergy 2006; 61: 928-34.
4. Wohrl S, Vigl K, Stingl G. Patients with drug reactions-is it worth testing? Allergy 2006; 61: 928-
34.
5. Brockow K, Romano A, Blanca M, et al. Rostrum: General considerations for skin test
procedures in the diagnosis of drug hypersensitivity. Allergy 2002; 57: 43-51
DO
6. Mirakian R, Ewan PW, Durham SR, et al. BSACI guideline for the management of drug allergy.
Clin Exp Allergy 2008; 39: 43-61.
7. Waton J, Trechot P, Loss-Avay C, et al. Negative predictive value of drug skin tests in
investigating cutaneus adverse drug reactions. Br J Dermatol 2008; 160: 789-94.
8. Lammintausta K, Kortekangas-Savolainen O. The usefulness of skin test to prove drug
hypersensitivity. Br J Dermatol 2005; 152: 968-74.
9. Blanca M, Romano A, Torres MJ, et al. Update on the evaluation of hypersensitivity reaction to
betalactams. Allergy 2009; 64: 183-93.
10. Messad D, Sahla H. Benahmed S, et al. Drug provocation test in patiens with history
suggesting an immediate drug hypersensitivity reaction. Annals Internal Med 2004; 140:1001-6.
11. Aberer W, Kranke B. Clinical manifestations and mechanisms of skin reactions after systemic
drug administration. Drug Discovery Today: Disease Mechanisms 2008; 5: 237-47.
12. Lammintausta K, Kortekangas-Savalainen O. Oral challenge in patien with suspected cutaneus
adverse drug reactions: Finding in 784 patients during a 25-year-period. Acta Derm Venereol
R
283
Lampiran 333
20. Lee AY. Topical provocation in 31 cases of fixed drug eruption: Change of causative drug in 10
years. Contact Dermatitis 1998; 58: 258-60.
21. Ozkaya E. Fixed drug eruption: State of the art. JDGG 2007; 5: 1-6
Tabel.1 Daftar obat yang dapat mempengaruhi atau menggangu hasil tes1
Jenis Obat Rute obat IR NIR Wash out
I
Antihistamin Oral, iv + - 5 hari
Antidepresan Oral, iv + - 5 hari
SK
Glukokortikoid Topikal - ? ?
Jangka lama Oral, iv 3 minggu
Jangka pendek, dosis tinggi ( > 50 mg ) Oral, iv 1 minggu
Jangka pendek, dosis rendah (< 50 mg Oral, iv 3 hari
)
Beta bloker Oral + + 1 hari
Topikal _ -
ACE-inhibitor* Oral + + 1 hari
IR= immediate reaction; NIR= non immediate reaction ? = tidak relevan;
*= masih kontroversial
DO
Tabel 2 Peningkatan dosis bertahap pada UPO10
______________________________________________________________________________________________________________________
334
284 Lampiran
Lampiran 4
Batasan
I
Uji tusuk merupakan salah satu jenis tes kulit yang merupakan pemeriksaan in vivo yang
telah digunakan secara luas untuk menegakkan diagnosis alergi dan memastikan
penyebabnya. Dengan cara melakukan tusukan pada tetesan ekstrak alergen kemudian
SK
ujung jarum dinaikkan secara hati-hati untuk mengangkat lapisan epidermal, tanpa
menyebabkan perdarahan.
Uji ini paling banyak digunakan untuk menegakkan diagnosis penyakit kulit yang
disebabkan oleh reaksi alergi makanan maupun hirupan, karena sederhana, relatif mudah
dan murah, cepat, aman, cukup sensitif dan spesifik. Walaupun teknik pelaksanaan uji
tusuk relatif mudah namun penentuan indikasi yang tepat dan interpretasi hasil uji tusuk
memerlukan keahlian khusus. Dalam satu kali pemeriksaan dapat diperiksa lebih dari 20
jenis alergen, akan tetapi lebih bijaksana untuk membatasi jumlah alergen yang paling
sering menjadi penyebab saja yang diperiksa.
Ekstrak alergen
Sebaiknya alergen yang digunakan dalam uji tusuk dipilih yang sudah terstandarisasi dan
R
harus mencakup alergen utama seperti tungau debu rumah. Sebelum digunakan potensi
alergen diuji dengan metode in vivo dan in vitro. Secara in vitro, alergen diuji dengan
menggunakan teknik Radioallergosorbent test (RAST) inhibition. Alergen diuji terhadap
serum yang berasal dari individu yang telah tersensitisasi oleh alergen tersebut, untuk
mengkonfirmasi adanya alergen utama dan untuk mengetahui reaktivitas dari ektrak
alergen. Potensi alergen sebaiknya juga diuji secara biologis dengan uji kulit secara serial
PE
Lampiran 335
285
Indikasi Uji Tusuk
1. Untuk mengetahui alergen penyebab/ pencetus berbagai penyakit yang didasari reaksi
hipersensitivitas tipe I/ diperantarai IgE, misalnya urtikaria dan asma. Tidak terdapat
batasan umur untuk uji tusuk, bahkan uji tusuk ini dapat dilakukan pada bayi.
2. Sebelum memulai imunoterapi dan selama monitoring perkembangan imunoterapi.
I
Indikasi kontra uji tusuk
1. Uji tusuk tidak dapat dilakukan bila sedang terjadi kekambuhan penyakit kulit pada
penderita misalnya sedang terdapat lesi urtikaria.
SK
2. Penderita sedang dalam terapi antihistamin, terapi kortikosteroid dosis tinggi (lebih dari
10 mg/hari), kortikosteroid topikal, obat antidepresan (imipramin, fenotiazin), dopamin,
clonidin. Antihistamin sebaiknya dihentikan minimal 3 hari sebelum tindakan atau
disesuaikan dengan waktu paruh dari masing-masing obat. Untuk golongan
antihistamin generasi I/antihistamin klasik yaitu selama 24-48 jam. Antihistamin
generasi II seperti setirisin, loratadin, feksofenadin, desloratadin harus bebas selama
3-10 hari, sedangkan khusus untuk astemizole harus bebas selama 4-8 minggu.
3. Penderita menggunakan krim atau pelembab pada bagian volar lengan bawah tempat
yang akan digunakan untuk lokasi uji tusuk pada saat akan dilakukannya uji tusuk,
sebab dapat menyebabkan ekstrak alergen meleleh dan bercampur dengan ekstrak
alergen di dekatnya sehingga mengganggu interpretasi hasil.
4. Terdapat lesi kulit pada lokasi tindakan yang akan mengganggu pelaksanaan atau
DO
pembacaan hasil.
5. Uji tusuk sebaiknya tidak dilakukan pada wanita hamil kecuali keuntungan yang
didapat dari uji tusuk ini melebihi resiko yang mungkin terjadi, sebab pada wanita hamil
yang mengalami reaksi alergi yang berat dapat menimbulkan kontraksi uterus.
interpretasi hasil
2. Jarum ukuran 26 ½ G atau 27 G atau blood lancet
3. Penggaris dan spidol/pulpen
4. Alkohol 70%, kapas, tisu
Terdapat dua metode uji tusuk yang umumnya digunakan. Prick-puncture test yaitu
menggunakan lancet dengan ujung sepanjang 1 mm dan terdapat ”bahu” yang
berperanan untuk mencegah penetrasi yang berlebihan. Metode yang kedua adalah
modified prick test yaitu melakukan tusukan pada tetesan ekstrak alergen kemudian ujung
jarum dinaikkan secara hati-hati untuk mengangkat lapisan epidermal, tanpa
menyebabkan perdarahan.
286
336 Lampiran
Terjadi beberapa detik atau menit (dapat pula beberapa jam) setelah paparan.
Gejala pada kulit: eritema, gatal pada ekstremitas berlanjut urtikaria dan
angioedema
Obstruksi jalan nafas sampai asfiksia karena edema laring
Obstruksi saluran nafas bawah: wheezing
Gangguan gastro intestinal: mual, muntah, nyeri perut dan diare
Hipotensi dan vaskular kolaps.
I
SK
• Ukur tekanan darah dan nadi
• Beri oksigen
• Ulang epinephrine tiap 15 menit
• Untuk bronkospasme yang hebat: Aminophylline IV, Hydrocortison sodium
succinate 200 mg IV
• Untuk sistole < 90 mm Hg: IV line, Dopamine 400 mg (2 ampul) dalam 500 ml D5W
melalui infus sampai tekanan darah mencapai 90 mm Hg lalu titrasi.
2. Lokasi: Uji tusuk dapat dilakukan pada bagian atas punggung atau bagian volar lengan
bawah, namun umumnya uji tusuk dilakukan pada bagian volar lengan bawah.
3. Sebelum uji tusuk dilakukan, posisi penderita sebaiknya diatur terlebih dulu agar
penderita merasa nyaman.
4. Kulit tempat dilakukannya uji tusuk dibersihkan dengan alkohol 70% dan biarkan
DO
kering sendiri/jangan di keringkan dengan tisu.
5. Tandai kulit dengan penggaris dan spidol/pulpen untuk masing-masing alergen dengan
jarak yang cukup (jarak minimal 1,5 - 2 cm, bila memungkinkan jarak ideal 3.5 cm)
agar alergen saling terpisah dan hasil tidak tumpang tindih.
6. Teteskan satu tetes larutan histamin sebagai kontrol positif, satu tetes larutan normal
salin sebagai kontrol negatif dan masing-masing satu tetes ekstrak alergen sesuai
jenis alergen yang dicurigai.
7. Lakukan tusukan melalui larutan yang sudah diteteskan tersebut dengan jarum ukuran
26 ½ G atau 27 G atau blood lancet menggunakan metode prick-puncture test atau
modified prick test harus diingat tidak boleh timbul perdarahan (perdarahan 1 titik
masih ditolerir). Ditunggu 15-20 menit untuk pembacaan hasil.
Pembacaan dilakukan setelah 15-20 menit. Alergen dibersihkan dengan tisu yang
menyerap alergen dan tidak boleh digosok. Reaksi yang timbul berupa eritema /
kemerahan dan juga edema / bentol. Apabila dalam waktu kurang dari 15 menit timbul
wheal yang sangat lebar, maka kulit sebaiknya di bersihkan dari larutan alergen untuk
menghindari terjadinya reaksi sistemik / reaksi anafilaksis.
PE
Pada pembacaan, kontrol negatif harus tidak ada reaksi, dan kontrol positif harus timbul
urtika / bentol. Reaksi ini kemudian dibaca dan dicatat, metode yang lebih akurat dalam
menentukan luas area reaksi adalah menggunakan planimetry. Untuk mendapatkan data
yang permanen dapat dilakukan cara sebagai berikut : batas dari bentol di tandai
menggunakan pulpen / pen fine tip, kemudian gambaran tersebut dipindahkan ke kertas
menggunakan plester tembus pandang / translucent tape. Hasil tes dibaca setelah 15
menit dengan melihat bentol yang timbul.
287
Lampiran 337
akibat histamin dengan bentol negatif larutan kontrol. Adapun penilaiannya sebagai berikut
:
- bentol histamin dinilai sebagai +++ (+3)
- bentol larutan kontrol dinilai negatif (-)
- derajat bentol + (+1) dan ++ (+2) digunakan bila bentol yang timbul besarnya
antara bentol histamin dan larutan kontrol
- untuk bentol yang ukurannya 2 kali lebih besar dari diameter bentol histamin
I
dinilai ++++ (+4)
Penilaian ini tidak diukur dengan ukuran mm oleh karena adanya perbedaan reaksi kulit
SK
yang bersifat individual dan tidak tetap / berubah dari waktu ke waktu. Pada penderita
dengan hasil uji tusuk yang positif tetapi tanpa adanya gejala klinis, kemungkinan besar
terdapat pada fase laten atau alergi sub klinis.
Di Amerika cara penilaian ukuran bentol menurut Bousquet (2001) adalah sebagai berikut
:
0 : reaksi (-)
1+ : diameter bentol 1 mm > dari kontrol (-)
2+ : diameter bentol 1 – 3 mm > dari kontrol (-)
3+ : diameter bentol 3 – 5 mm > dari kontrol (-)
4+ : diameter bentol 5 mm > dari kontrol (-) disertai eritema
DO
Secara umum reaksi minimal 3 mm atau setidaknya setengah dari reaksi yang timbul
akibat histamin, dinyatakan positif.
Dalam interpretasi hasil uji tusuk harus dipertimbangkan adanya positif palsu maupun
negatif palsu. Hasil dinyatakan positif palsu bila kontrol negatif memberikan hasil positif,
semua alergen positif dengan hasil serupa. Hasil positif palsu biasanya disebabkan oleh
karena dermografisme, reaksi iritasi, reaksi non spesifik yang berlebihan karena reaksi
kuat oleh alergen yang berdekatan, atau akibat perdarahan karena tusukan yang terlalu
dalam. Sedangkan hasil tes dinyatakan negatif palsu bila kontrol positif memberikan hasil
positif lemah atau negatif. Negatif palsu dapat disebabkan oleh kualitas dan potensi
alergen yang buruk, pengaruh obat yang dapat mempengaruhi reaksi alergi (antihistamin,
steroid), penyakit yang dapat meningkatkan respon kulit, penurunan reaktivtas kulit yang
biasanya dijumpai pada bayi dan orang tua, teknik tusukan yang salah (tusukan terlalu
R
288
338 Lampiran
kulit. Obat antidepresan seperti imipramin, fenotiazin dan juga obat penenang lainnya
harus dihindari selama 10 hari. Selain itu harus diwaspadai penggunaan dopamin atau
klonidin karena berperanan pula dalam menghambat reaktivitas kulit.
9. Usia
Pada bayi dan orang tua reaktivitas kulit cenderung menurun, dan meningkat sejak
masa anak-anak sampai dewasa. Tes kulit memberikan reaksi paling baik pada usia
I
dekade ketiga dan menurun secara signifikan setelah usia 50 tahun. Pada bayi, tes
kulit cenderung kurang reaktif sehingga bila hasil edema 2 mm atau lebih sudah
dikatakan positif.
SK
10. Ritme harian dan variasi musim
Faktor musim mempengaruhi hasil tes kulit karena berhubungan dengan sintesa Ig E
spesifik yang meningkat pada musim pollen sehingga sensitivitas kulit meningkat
setelah musim pollen dan menurun sampai musim pollen berikutnya. Terjadinya bentol
terhadap histamin atau alergen mencapai puncak pada sore hari dibandingkan pada
pagi hari, tetapi perbedaan ini sangat minimal dan seringkali tidak berpengaruh.
11. Kualitas ekstrak alergen
Kualitas ekstrak alergen ini sangat penting dan mempengaruhi hasil tes kulit, oleh
karena itu bila memungkinkan sebaiknya dipakai alergen yang sudah terstandarisasi.
12. Kondisi patologi kulit
Jangan melakukan tes kulit pada penderita dengan penyakit kulit misalnya urtikaria
DO
maupun dermatitis sebab akan mempengaruhi reaksi kulit terhadap alergen. Pada
penderita dengan keganasan. Limfoma, sarcoidosis, diabetik neuropati juga dijumpai
adanya penurunan reaktivitas terhadap tes kulit.
13. Imunoterapi
Imunoterapi yang sebelumnya didapat oleh seseorang akan menghambat reaksi kulit
terhadap alergen.
R
PE
Lampiran 339
289
Algoritme
I
Mengenali patofisiologi DKA
dan mencatat gejala dan tanda
klinis DKA.
SK
Melakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik Singkirkan
DD Papulo-eritroskuamosa
Status generalis
Status Dermatologikus:
Lokalisasi:
Morfologi kulit: Menyingkirkan DD
DO
Menetapkan diagnosis DKA dan
dugaan alergen penyebab
290
340 Lampiran
Kepustakaan
1. Arshad SH. Skin Test. In: Allergy an Illustrated Colour Text. Southampton: Churchill
Livingstone, 2002.p. 24-7.
2. Lachapelle JM, Maibach HI. The methodology of prick testing and its variants. In: Patch
testing and prick testing, a practical guide. Berlin: Springer, 2003. p 149-62.
3. McGrath. Anaphylaxis. In: Patterson R, Grammer LC, Greenberger PA, editors. Allergic
th
Diseases, Diagnosis and Management, 5 ed. Philadelphia: Lippincott-Raven, 1997.p.439-
I
58.
4. Soter NA, Kaplan AP. Urticaria and Angioedema. In: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K,
Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine,
SK
6th ed. New York: Mc Graw Hill, 2003.p. 1129-39.
R DO
PE
Lampiran 341
291
Lampiran 5
HIMBAUAN
I
Kepada Yth.
Sejawat anggota PERDOSKI
SK
Di
Tempat
Buku Panduan Layanan Klinis Dokter Dermatologi dan Venereologi ini masih belum
sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik, saran dan usulan Sejawat untuk
perbaikan /penyempurnaan buku ini.
Hormat kami,
Penyusun
R
PE
292 Lampiran
342
I
SK
R DO
PE