Anda di halaman 1dari 2

a.

Kistik Higroma

 Definisi

Higroma kistik berasal dari sistem limfe sehingga secara patologi anatomi lebih tepat disebut
limfangioma kistik. Higroma kistik dapat terjadi pada anak lelaki maupun anak perempuan
dengan frekuensi yang sama. Kebanyakan (75%) higroma kistik terdapat di leher. Sekitar 75%
kasus terjadi saat lahir mauun masa neonatus (de Jong, 2011).

 Etiologi dan Patogenesis

Anyaman pembuluh limfe yang pertama kali terbentuk di sekitar pembuluh vena mengalami
dilatasi dan bergabung membentuk jala yang di daerah tertentu akan berkembang menjadi
sakus limfatikus(de Jong, 2011).

Pada embrio usia dua bulan, pembentukan sakus primitif telah sempurna. Bila hubungan
saluran ke arah sentral tidak terbentuk, timbullah penimbunan cairan yang akhirnya
membentuk kista berisi cairan. Hal tersebut sering terjadi di daerah leher. Kelainan ini dapat
meluas ke segala arah seperti ke jaringan sublingualis di mulut (de Jong, 2011).

Pada mulanya bagian dalam kista dilapisi oleh selapis sel endotel dan berisi cairan jernih
kekuningan yang sesuai dengan cairan limfe. Pada permukaaan ditemukan kista besar yang
makin ke dalam menjadi makin kecil seperti buih sabun. Higroma kistik dapat mencapai ukuran
yang besar dan menyusup ke otot leher dan daerah sekitarnya seperti faring, laring, mulut dan
lidah. Yang terakhir dapat menyebabkan makroglosia (de Jong, 2011).

 Gejala klinis

Keluhan adalah adanya benjolan di leher yang telah lama atau sejak lahir tanpa nyeri atau
keluhan lain. Benjolan ini berbentuk kistik, berbenjol-benjol dan lunak. Permukaannya halus
dan lepas dari kulit, dan sedikit melekat pada jaringan dasar. Kebanyakan terletak di regio
trigonum posterior colli. Sebagai tanda khas, pada pemeriksaan transluminasi positif tampak
terang sebagai jaringan tembus cahaya (de Jong, 2011).

Benjolan ini jarang menimbulkan gejala akut, tetapi suatu saat dapat cepat membesar karena
radang dan menimbulkan gejala gangguan pernafasan akibat pendesakan saluran nafas seperti
trakea, orofaring, maupun laring. Bila terjadi perluasan ke arah mulut dapat timbul gangguan
menelan. Perluasan ke aksila dapat menyebabkan penekanan pleksus brakialis dengan berbagai
gejala neurologik (de Jong, 2011).

 Penatalaksanaan

Eksisi total merupakan pilihan utama. Pembedahan ini dimaksudkan untuk mengambil
keseluruhan massa kista. Akan tetapi,bila tumor besar dan telah menyusup ke organ penting,
seperti trakea, esofagus, atau pembuluh darah, ekstirpasi total sulit dikerjakan. Oleh karena itu,
penanganannya cukup dengan pengambilan sebanyak-banyaknya kista. Kista yang letaknya
didalam dan sangat melekat dengan struktur vital dipecahkan dengan melakukan eksisi parsial.
Hal ini merupakan cara penaganan yang paling bail dan aman.

Pada akhir pembedahan, pemasangan penyalir isap sangat dianjurkan. Bila residif dapat
dilakukan operasi ulang atau pemberian bleomisin ke dalam kista yang telah diaspirasi isinya
terlebih dahulu. Pembedahan sebaiknya dilakukan setelah periode neonatus karena mortalitas
akibat pembedahan pada periode neonatus cukup tinggi (de Jong, 2011).

Anda mungkin juga menyukai