PENDAHULUAN
disebutkan pada UUD NRI 1945. Penggunaan istilah negara hukum mempunyai
“Indonesia adalah negara yang berdasar atas negara hukum”. Sedangkan setelah
dilakukannya amandemen UUD NRI 1945 yaitu “Negara Indonesia adalah negara
hukum.” istilah negara tersebut dimuat dalam UUD NRI 1945 pasal 1 ayat (3).2
Oleh karena itu, hukum hendaknya dijadikan sebagai kerangka pijakan untuk
1
Ni’matul Huda, 2015, Hukum Tata Negara Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, h. 81.
2
Alfina Fajrin, 2017, “Indonesia Sebagai Negara Hukum”, URL :
https://www.kompasiana.com/alfinafajrin/59b80b71941c202012739722/indonesia-sebagai-
negara-hukum, diakses tanggal 13 Desember 2018.
a. Supremasi hukum (Supremacy of law), maksudnya tidak ada kesewenang-
hukum.
tetapi adanya faktor ketidakpercayaan publik terhadap institusi hukum yang telah
Seperti yang telah diketahui dan telah menjadi headline hangat dibeberapa
media selama berbulan-bulan, dengan pasal 32 ayat (1) butir c inilah yang menjadi
judicial review terhadap Pasal 32 Undang- Undang Nomor 30 tahun 2002 kepada
Mahkamah Konstitusi. Hal ini bermula ketika Bibit dan Chandra selaku Pimpinan
Apalagi jika dikaitkan dengan asas equality before the law adanya pasal 32
sesorang di mata hukum. Konsep pemikiran ini didasarkan kepada dalam sistem
bersalah ataukah tidak. Oleh karena itu, semisal pasal tersebut masih menjadi
tentunya tidak lagi terdapat perlindungan dan kepastian hukum yang adil
sebagaimana diatur didalam Pasal 28 D ayat (1) UUD NRI 1945 dan Pasal 27 ayat
terkait dengan status pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ditinjau dari
PEMBAHASAN
VII/2009 bahwa Pasal 32 ayat (1) huruf c Undang- Undang Komisi Pemberantasan
tindak pidana kejahatan”, tidak hanya bertentangan dengan asas praduga tidak
setiap orang atas “persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan” serta
hak atas ”perlakuan yang sama di depan hukum” dan ”kepastian hukum yang adil”
adanya Putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Pasal 32 ayat (1) huruf
atur dalam Pasal 28J ayat (2) Undang- Undang Dasar 1945. 3 Hal ini berkaitan
3
Asas Proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbanagan antara hak dan
kewajiban penyelenggaraan negara.
dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum itu berlaku secara
formal.4
diberhentikan sementara, diartikan sebagai suatu bentuk dari hukuman atau sanksi
atas suatu kesalahan yang telah dilakukan oleh seseorang. Bahwa dalam
pemberhentian jabatan ada lima faktor penyebab suatu jabatan itu berhenti, yakni:
lain.
diberhentikan,
5. Faktor hukum.
Bahwa dalam faktor hukum, ada tiga faktor yang rasional dalam
b. Hukum harus mempunyai norma yang jelas, pasti, tidak multitafsir dan
4
Sudikno Mertokusumo, 1996, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, h.70.
tidak bertentangan satu dengan yang lain dna konsisten.
atau ada suatu sanksi karena merupakan suatu bentuk sanksi atau hukuman maka
pemberian atau penjatuhannya harus terlebih dahulu melalui sistem peradilan atau
keseluruhan dari tahapan-tahapan sistem peradilan, dalam hal ini adalah peradilan
pidana.
diberikan hukuman atau sanksi padahal terdapat kesalahan yang dilakukan belum
diproses hukum sampai dengan selesai atau didapatkan putusan yang berkekuatan
hukum tetap adalah salah satu bentuk pelanggaran atau pengingkaran prinsip asas
praduga tidak bersalah, ini menyangkut pada Pasal 28D ayat (1) UUD NRI 1945
dan Pasal 18 dari Undang- Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia yang berbunyi, “Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena
dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan
segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan yang ada”, sehingga sudah seharusnya tidak ada atau
tidak diberikan sanksi atau hukuman dalam bentuk diberhentikan sementara atau
5
Edy Maryanto, 2010, “Analisa Putusan Mahkamah Konstitusi Mengenai Pengajuan Judicial
Review UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK Terkait Dengan Status Pimpinan KPK (Putusan No.
133/PUU-VII/2009) Ditinjau Dari Asas Negara Hukum”, Skripsi Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret, h. 53.
yang telah berkekuatan hukum tetap.
tetap, dengan berlakunya Pasal 32 ayat (1) huruf c UU No. 30 Tahun 2002
sehingga dengan demikian bahwa berlakunya Pasal 32 ayat (1) huruf c Undang-
Undang No. 30 Tahun 2002 adalah bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal
berpendapat Pasal 32 ayat (1) huruf c UU No. 30 Tahun 2002 memang berpotensi
tetapi juga bagi siapa pun yang sedang atau menjadi pimpinan KPK. Seumpama
putusan pengadilan tersebut, Pasal 32 ayat (1) huruf c UU No. 30 Tahun 2002
KPK. Dengan demikian, dalil para Pemohon bahwa Pasal a quo dapat dijadikan
alat rekayasa beralasan menurut hukum. Bahwa analisa diatas juga diperkuat
dengan pendapat Mahkamah Konstitusi dalam putusan Nomor 133/PUU-VII/2009
Pasal a quo tidak dapat secara serta-merta dinyatakan bertentangan dengan UUD
1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat karena hal demikian dapat
ayat (1) huruf c UU No. 30 Tahun 2002 yang berbunyi, (Pimpinan Komisi
kecuali dimaknai “pimpinan KPK berhenti atau diberhentikan secara tetap setelah
hukum tetap”. Dalam hal ini juga Putusan MK sejak diucapkan di hadapan sidang
terbuka untuk umum, dapat mempunyai 3 (tiga) kekuatan, yaitu (1) kekuatan
mengikat, (2) kekuatan pembuktian, dan (3) kekuatan eksekutorial. Jenis kekuatan
putusan yang demikian dikenal dalam teori hukum acara perdata pada umumnya
dan hal ini dapat juga diterapkan dalam hukum acara MK.6
BAB III
PENUTUP
6
Maruarar Siahaan, 2012,Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Edisi 2,
Sinar Grafika, Jakarta, h. 214.
3.1 Simpulan
lainnya yang tersangkut perkara tindak pidana apabila telah terbukti kesalahannya
pejabat negara dengan pejabat negara lainnya, sehingga dengan demikian bahwa
bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) Undang Undang
Dasar 1945. Dengan demikian Pasal 32 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi harus dimaknai
tetap tanpa putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap apabila ditinjau dari asas
Huda, Ni’matul, 2015, Hukum Tata Negara Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta.
Yogyakarta.
Artikel :
Judicial Review UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK Terkait Dengan Status
Internet :
https://www.kompasiana.com/alfinafajrin/59b80b71941c202012739722/indo
Peraturan Perundang-Undangan
2009.