Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pertumbuhan perekonomian dan perkembangan zaman yang semakin modern,

berdampak pada pergeseran budaya belanja masyarakat. Fenomena ini dapat

dibuktikan dengan adanya perubahan gaya hidup masyarakat yang dahulu berbelanja

di pasar tradisonal, namun saat ini masyarakat lebih suka berbelanja di pasar modern

seperti swalayan dan department store. Perilaku konsumen tersebut merupakan salah

satu faktor pemicu berkembangnya bisnis ritel. Sopiah dan Syihabuddin (2008:121)

mengungkapkan globalisasi juga merupakan faktor utama terciptanya permintaan atau

meningkatnya permintaan barang dan jasa ritel, hal ini membuat perkembangan

perusahaan ritel nasional semakin meningkat. Berkembangnya perusahaan ritel saat ini

membuat persaingan perusahaan-perusahaan sejenis di dalam negeri menjadi sangat

kompetitif.

Banyak usaha di Bali khususnya kota Denpasar telah berkembang, hal ini

berdampak terhadap perilaku belanja dan nilai belanja konsumen, sehingga

masyarakat mendahulukan efisiensi dan efektifitas terhadap pembelian kebutuhan

atas barang dan jasa. Kondisi seperti ini menjadi pendorong untuk tumbuhnya bisnis

dagang. Ritel merupakan suatu upaya yang dilakukan perusahaan manufaktur dalam

mendistribusikan barang-barangnya dalam jumlah yang besar untuk dikonsumsi oleh

1
konsumen dalam memenuhi kebutuhannya (Utami, 2010:5). Carefour, Robinson,

Matahari, Ramayana, Tiara, Hardy’s adalah beberapa bisnis ritel di Kota Denpasar.

Salah satu ritel lokal yang mampu mempertahankan eksistensinya dalam persaingan

bisnis ritel di kota Denpasar adalah Tiara Dewata. Perusahaan ritel pada umumnya

berlomba-lomba menarik perhatian konsumen dengan mengadakan promosi-promosi

seperti diskon-diskon, sehingga membuat konsumen melakukan pembelian, baik

pembelian terencana maupun tidak terencana. Pembelian terencana adalah perilaku

pembelian dimana keputusan pembelian sudah di pertimbangkan sebelum masuk ke

dalam perusahan ritel tersebut, sedangkan pembelian tak terencana adalah perilaku

pembelian tanpa ada pertimbangan sebelumnya atau disebut dengan pembelian

impulsif. Tiara Dewata sendiri melakukan strategi – strategi yang mendorong

konsumen melakukan pembelian impulsif seperti memajang produk - produk yang

fresh, mengatur produk yang dijual sejajar dengan mata dan diurutkan secara vertikal

dari barang yang jarang di beli oleh konsumen sampai barang yang sering dibeli.

Tabel 1.1 Hasil Pra Survei Pembelian Impulsif di Tiara Dewata Denpasar

2
No Pernyataan Ya Tidak
1 Saya membeli dengan spontan di Tiara Dewata 9 11
2 Saya membeli dengan terburu-buru di Tiara Dewata 15 5
3 Saya membeli dengan dipengaruhi keadaan suasana hati 7 13
di Tiara Dewata
4 Tiara Dewata menggunakan tata cahaya lampu yang 11 9
terang
5 Pengelompokan produk di dalam Tiara Dewata rapi 16 4
6 Saya merasakan kenikmatan saat berbelanja di Tiara 13 7
Dewata
7 Saya merasakan kesenangan saat berbelanja di Tiara 17 3
Dewata
Jumlah (%) 62,85 37,14

Berdasarkan hasil pra survei yang dilaksanakan, peneliti menyimpulkan bahwa

di Tiara dewata terdapat perilaku pembelian impulsif, dimana pembelian impulsif

terjadi akibat adanya nilai hedonik konsumen serta baiknya atmosfir gerai dari Tiara

Dewata tersebut.

Pembelian impulsif merupakan perilaku berbelanja yang terjadi secara tidak

sengaja dimana keputusan pembelian dibuat secara cepat dan tanpa berpikir secara

bijak atas pertimbangan yang ada. Harmancioglu et al. (2009) menyatakan, pembelian

tidak terencana merupakan seluruh pembelian yang dibuat tanpa recana terlebih

dahulu, termasuk didalamnya adalah perilaku pembelian impulsif. Dalam melakukan

kegiatan belanja awalnya konsumen dipengaruhi oleh motif yang bersifat rasional,

yakni berkaitan dengan manfaat yang diberikan oleh produk tersebut. Nilai lain yang

mempengaruhi kegiatan belanja yang dilakukan oleh konsumen adalah nilai yang

bersifat emosional atau yang di kenal dengan nilai hedonik. Konsumen juga

memperhatikan aspek-aspek kenikmatan dan kesenangan (hedonisme) yang dapat

3
diperolehnya selain manfaat produk yang akan dinikmatinya dalam kegiatan belanja

yang dilakukannya. Secara tidak langsung nilai hedonik mempengaruhi keputusan

belanja konsumen. Menurut Silvera et al. (2008) pembelian impulsif adalah

kesenangan yang di dorong oleh pencapaian tujuan yang bersifat hedonik. Jadi apabila

pelanggan merasa senang dan nyaman saat berbelanja disuatu gerai maka akan

meningkatkan pembelian yang bersifat impulsif tersebut.

Sebagian besar keputusan konsumen dibuat saat berada di dalam gerai (Fam et

al., 2011). Keinginan konsumen untuk berbelanja dapat diwujudkan melalui atmosfer

gerai yang disajikan oleh toko tersebut. Salah satu cara untuk menarik minat

konsumen yaitu dengan mempertimbangkan atmosfer gerai sehingga dapat

mempengaruhi keputusan pembelian konsumen seperti cahaya, musik, warna dan bau.

Utami (2010) menyatakan terdapat dua macam motivasi berbelanja yang menjadi

perhatian peritel dalam menyediakan atmosfer dalam gerai yang sesuai. Pertama

adalah kelompok yang berorientasi pada motif utilitarian yang lebih me mentingkan

aspek fungsional. Kelompok kedua adalah kelompok yang berorientasi rekreasi,

factor ambience, visual merchandising, dan fasilitas-fasilitas yang lengkap menjadi

faktor penentu keputusan konsumen. Perencanaan atmosfer gerai yang baik dapat

mempengaruhi konsumen untuk melakukan pembelian tidak terencana. Suasana toko

yang mendukung maka akan meningkatkan kenikmatan dan kesenangan (hedonisme)

konsumen saat berbelanja. Zhang et al. (2011) menyebutkan bahwa konsumen yang

merasakan pengalaman berbelanja hedonik yang lebih besar cenderung meluangkan

waktu lebih lama untuk memeriksa produk, menikmati kegiatan berbelanja.

4
Nilai hedonik memberikan perasaan senang dan puas kepada konsumen saat

berbelanja, konsumen yang merasa senang ketika berbelanja cenderung akan

mengulangi kegiatan tersebut, karena konsumen merasa nilai hedonik ini dapat

memberikan pengalaman belanja yang bisa menghilangkan penat. Konsumen yang

lebih berorientasi pada motif hedonik menganggap bahwa gerai tidak hanya

dipandang sebagai tempat untuk berbelanja tetapi juga tempat untuk rekreasi dan

hiburan (Zhang et al., 2011), oleh karena itu, konsumen tersebut akan mencari

lingkungan berbelanja yang memberikan tingkat kenyamanan yang tinggi agar

kegiatan belanja yang dilakukan menjadi lebih menyenangkan.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian

ini adalah:

1) Bagaimana pengaruh atmosfir gerai terhadap nilai hedonik pada konsumen

Tiara Dewata Denpasar?

2) Bagaimana pengaruh atmosfir gerai terhadap pembelian impulsif pada

konsumen Tiara Dewata Denpasar?

3) Bagaimana pengaruh nilai hedonik terhadap pembelian impulsif pada

konsumen Tiara Dewata Denpasar?

4) Bagaimana peran nilai hedonik memediasi pengaruh atmosfer gerai terhadap

pembelian impulsif pada konsumen Tiara Dewata Denpasar?

5
1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam

penelitian ini adalah:

1) Untuk menjelaskan pengaruh atmosfir gerai terhadap nilai hedonik pada

konsumen Tiara Dewata Denpasar.

2) Untuk menjelaskan pengaruh atmosfir gerai terhadap pembelian impulsif pada

konsumen Tiara Dewata Denpasar.

3) Untuk menjelaskan pengaruh nilai hedonik terhadap pembelian impulsif pada

konsumen Tiara Dewata Denpasar.

4) Menjelaskan peran nilai hedonik memediasi pengaruh atmosfir gerai terhadap

pembelian impulsif pada konsumen Tiara Dewata Denpasar.

1.4 Manfaat Penelitian

1) Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya bukti empiris dalam bidang

ilmu manajemen pemasaran, khususnya dalam aspek atmosfir gerai terhadap

pembelian impulsif yang dimediasi oleh nilai hedonik.

2) Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan manfaat

kepada pihak pihak sebagai berikut :

(1) Bagi pemasar dan para manager pusat-pusat perbelanjaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu menetapkan strategi–

strategi dalam merancang lingkungan toko, mensegmentasi pasar, dan

6
fokus terhadap perilaku konsumen sehingga dapat menarik konsumen

melakukan perbelanjaan di Supermarket.

(2) Bagi pembaca

Hasil penelitian ini diharapkan membantu pembaca menjadi seseorang

konsumen yang cerdas dan selektif dalam melakukan atau memutuskan

pembelian produk di pusat – pusat perbelanjaan.

1.5 Sistematika Penulisan

Skripsi ini ditulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

Pada bab ini diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah

penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika

penulisan.

BAB II Kajian Pustaka

Pada bab ini dipaparkan konsep atau teori yang relevan mengenai

atmosfer gerai, nilai hedonik, pembelian impulsive, kerangka

konseptual serta perumusan hipotesis penelitian.

BAB III Metode Penelitian

Pada bab ini diuraikan metode penelitian yang meliputi desain

penelitian, lokasi penelitian, obyek penelitian, identifikasi variabel,

definisi operasional variabel, populasi, sampel, metode penentuan

sampel, metode pengumpulan data, jenis dan sumber data, instrumen

penelitian dan teknik analisis data yang digunakan.

7
BAB IV Pembahasan Hasil Penelitian

Pada bab ini diuraikan gambaran umum perusahaan, deskripsi data hasil

penelitian dan pembahasan hasil penelitian.

BAB V Simpulan dan Saran

Pada bab ini diuraikan kesimpulan dari hasil analisis data dan saran

untuk pengembangan bagi peneliti selanjutnya.

8
BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEPTUAL DAN

HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Perilaku konsumen

Utami (2010:45) menyatakan perilaku konsumen merupakan perilaku yang

ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi,

dan mengkonsumsi produk, jasa atau ide yang diharapkan dapat memuaskan kebutuhan

dan keinginan konsumen. Perilaku konsumen menggambarkan suatu studi tentang

berbagai proses yang terlibat ketika individu atau kelompok memilih, membeli,

menggunakan, atau membuang produk, jasa, gagasan atau pengalaman yang memenuhi

kebutuhan dan keinginannya (Suprapti, 2010:2).

Perilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal, yang

artinya bahwa pola perilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor di dalam diri konsumen

seperti persepsi, pembelajaran, kepribadian, sikap, dan sebagainya serta faktor di luar

diri konsumen seperti faktor situasi, kelompok referensi, keluarga dan lingkungan

pemasaran (Suprapti, 2010:5). Gurunaffan & M. Krisnhakumar menyatakan (2013)

perilaku konsumen merupakan sebuah proses konsumsi terus menerus yang

berhubungan dengan kegiatan sebelum pembelian, saat pembelian, dan sesudah

pembelian.

9
Gillani (2012) menyatakan aspek yang terpenting dari perilaku konsumen

adalah niat pembelian mereka yang merupakan situasi dimana pelanggan bersedia

untuk melakukan trasaksi dengan penjual. Pemasar yang mengerti perilaku konsumen

akan mampu memperkirakan bagaimana kecenderungan konsumen untuk bereaksi

terhadap stimuli-stimuli yang diterimanya, sehingga pemasar dapat menyusun strategi

pemasaran yang sesuai.

Dalam studi perilaku konsumen terdapat beberapa perspektif pada pengambilan

keputusan konsumen salah satunya adalah perspektif pengaruh perilaku. Perspektif ini

memfokuskan pada perilaku konsumen dan kemungkinan lingkungan yang

mempengaruhi perilaku – perilaku tersebut.

2.1.2 Atmosfer gerai

Atmosfer toko atau store atmosphere menjadi salah satu cara pemasar untuk

menarik para konsumen untuk datang dan melakukan pembelian di dalam toko.

Atmosfer toko merupakan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi perilaku

pembelian konsumen. Atmosfer toko yang nyaman dapat mempengaruhi keputusan

pembelian konusmen. Pemilihan desain toko yang baik akan menarik konsumen untuk

datang ke toko, meningkatkan waktu yang dihabiskan di dalam toko, juga dapat

meningkatkan jumlah produk yang akan di beli (Levy and Weitz, 2012:467).

Menurut Ma’ruf (2005:201) atmosfer berperan penting dalam memikat

konsumen, membuat konsumen merasa nyaman saat memilih barang belajaan, dan

mengingatkan mereka produk yang perlu dimiliki untuk keperluan pribadi maupun

10
untuk keperluan rumah tangga. Konsumen tidak hanya memberi respon pada barang

dan jasa yang ditawarkan oleh ritailer, tetapi juga memberikan respon terhadap

lingkungan pembelian yang diciptakan oleh pelaku bisnis ritel. Utami (2010:255)

menyatakan atmosfer gerai (store atmosphere) merupakan kombinasi dari kondisi fisik

toko seperti arsitektur, layout, penataan pencahayaan, display, pemaduan warna,

temperature udara, musik, aroma yang akan menciptakan citra di benak konsumen.

Melalui suasana toko yang memang sengaja diciptakan, pelaku bisnis ritel berupaya

untuk mengkomunikasikan informasi yang terkait dengan layanan, harga maupun

ketersediaan barang dagangan.

Setiap toko mempunyai tata letak fisik yang memudahkan atau menyulitkan

pembeli untuk berputar-putar didalamnya. Setiap toko mempunyai penampilan, toko

harus membentuk suasana terencana yang sesuai dengan pasar sasarannya dan yang

dapat menarik konsumen untuk membeli. Penampilan toko memposisikan toko dalam

benak konsumen (Mowen dan Minor,2002). Proses penciptaan atmosfer gerai adalah

kegiatan merancang lingkungan pembelian dalam suatu toko dengan menentukan

karakteristik toko tersebut melalui pengaturan dan pemilihan fasilitas fisik toko dan

aktifitas barang dagangan.

Atmosfer gerai menjadi salah satu cara pemasar untuk menarik para konsumen

untuk datang dan melakukan pembelian di dalam toko. Atmosfer toko merupakan

faktor eksternal yang dapat mempengaruhi perilaku pembelian konsumen. Atmosfer

toko yang nyaman dapat mempengaruhi keputusan pembelian konusmen. Lingkungan

pembelian yang terbentuk, melalui komunikasi visual, pencahayaan, warna, musik dan

11
wangi-wangian, tersebut dirancang untuk menghasilkan pengaruh atau respon

emosional dan persepsi khusus dalam diri konsumen sehingga bersedia melakukan

pembelian serta kemungkinan meningkatkan pembeliannya (Utami, 2010).

Kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa atmosfer gerai merupakan lingkungan

dalam dan luar toko yang beberapa diantaranya adalah pencahayaan, warna, bau dan

musik yang dibuat sedemikian rupa oleh para pengusaha untuk mempengaruhi

konsumen.

Menurut Ma’ruf (2006), Ballantine et al. (2010), dan Yistiani et al. (2012)

menyebutkan variable Atmosfer Gerai dapat diukur dengan indikator sebagai berikut.

1) Tata cahaya

2) Musik

3) Sistem pengaturan udara

4) Tata warna ruangan

5) Layout

6) Aroma

7) Pengelompokan produk

8) Display produk

2.1.3 Nilai hedonik

Solomon et al. (2006:312) menyatakan nilai hedonis merupakan hal

menyenangkan dan tidak berwujud dan hedonik merupakan sebuah kebutuhan

pengalaman, melibatkan respons emosional atau fantasi.

12
Utami (2010:49) menyatakan nilai hedonik lebih bersifat subjektif dan pribadi

dibandingkan utilitarian dan dihasilkan lebih banyak dari kesenangan maupun

kegemaran, daripada menyelesaikan tugas. Nilai hedonik mencerminkan potensi

hiburan belanja dan nilai pengalaman berbelanja. Menurut Utami (2010:49)

karakteristik dari nilai hedonik adalah kesenangan, nilai emosional, dan hiburan

potensi belanja. Bedasarkan beberapa definisi yang telah dijabarkan dapat diartikan

nilai hedonik adalah prilaku konsumen yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan

pribadi dan kesenangan dengan mengabaikan perencanaan pembeilan yang telah

ditentukan sebelumnya.

Nilai hedonik merupakan bagian dari instrument pengalaman belanja, yang

mencerminkan instrumen yang menyajikan secara langsung manfaat dari suatu

pengalaman dalam melakukan pmbelanjaan, seperti : kesenangan dan hal-hal baru

Samuel (2005). Nilai hedonik juga mengacu pada tingkat persepsi dimana menurut

(Irani dan Hanzaee, 2011) bahwa berbelanja itu dianggap berguna secara emosional

sehingga memberikan bermacam perasaan positif dan bermanfaat.

Scarpi (2006) dan Yistiani et al. (2012) menyebutkan variable nilai hedonik

dapat diukur dengan indikator sebagai berikut.

1) Kenikmatan

2) Kesenangan

3) Keingintahuan

4) Hiburan

5) Interaksi sosial

13
2.1.4 Pembelian impulsif

Pembelian impulsif adalah perilaku berbelanja yang terjadi secara tidak

terencana dalam keadaan pembuatan keputusan secara cepat tanpa memikirkan akibat

(Muruganatham and Bhakat, 2013:150). Jondry (2012) menyatakan bahwa retailer

sangat sadar bahwa volume penjualan yang cukup besar dibangkitkan oleh sifat

pembelian impulsif, dimana lebih dari sepertiga di seluruh pembelian pada super

market dilakukan secara impulsif, sehingga hal ini berdampak pada naiknya laba

perusahaan.

Utami (2010:69) menyatakan terdapat dua penyebab terjadinya pembelian

impulsif adalah karena pengaruh stimulus yang berasal dari lingkungan gerai dan

pengaruh situasi gerai. Pembelian impulsif disebabkan oleh stimulus di tempat belanja,

bagaimana peritel menciptakan kebutuhan baru untuk mengingatkan konsumen akan

apa yang harus dibeli, keputusan pembelian juga dapat disebabkan karena pengaruh

display dan promosi. Pemasar biasanya tidak hanya akan menampilkan keperluan

pangan secara khusus, melainkan menampilkan keperluan lain seperti permen, snack,

coklat secara jelas untuk memicu impuls pembeli sehingga membeli apa yg harusnya

tidak dibeli.

Berdasarkan Muruganantham et al. (2013), menyimpulkan pembelian impulsif

telah menjadi tantangan bagi para peneliti pasar karena sifatnya yang kompleks.

Disebutkan bahwa membeli impulsif merupakan fenomena rumit dan beragam yang

menyumbangkan sebagaian besar volume produk yang dijual setiap tahun. Penelitian

14
pada konsumen telah difokuskan pada identifikasi faktor yang mendorong membeli

impulsif di berbagai negara maju. Dalam negara berkembang, ada kebutuhan untuk

mempelajari pembelian impulsif karena perkembangan terbaru di ritel dan besar

perbedaan budaya bila dibandingkan dengan negara maju. Berdasarkan perubahan tren

pasar di negara berkembang dapat disimpulkan bahwa pembelian impulsif dapat

berubah menjadi penelitian yang berkembang dan bisa dilihat di berbagai bentuk ritel.

Perilaku pembelian impulsif memiliki empat tipe, yaitu pembelian impulsif

yang murni (Pure Impulse), pembelian impulsif yang dampak tersugesti (Suggestion

Impulse), pembelian impulsif yang telah direncanakan tetapi tidak secara mendetail

produknya (Planned Impulse) dan pembelian impulsif yang berdasarkan ingatan akan

persediaan yang dimiliki (Reminder Impulse) Purwa (2014). Kesimpulan yang dapat

ditarik bahwa pembelian impulsif adalah pembelian yang tidak direncanakan atau

pembelian yang dilakukan di luar daftar belanja yang sudah ada, terjadi di dalam toko

dan dialami konsumen secara spontan dan tanpa memikirkan resiko.

Menurut Bayley dan Nancarrow (1998), Yistiani et al. (2012), dan Purwa

(2014) menyebutkan variable pembelian impulsif dapat diukur dengan indikator

sebagai berikut.

1) Pembelian dengan spontan

2) Pembelian tanpa berpikir akibat

3) Pembelian terburu – buru

4) Pembelian dipengaruhi keadaan emosional

15
2.2 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara

konsep satu terhadap konsep yang lainya dari masalah yang ingin diteliti. Kerangka

konsep ini gunanya untuk menghubungkan atau menjelaskan secara panjang lebar

tentang suatu topik yang akan dibahas. Kerangka ini didapatkan dari konsep ilmu / teori

yang dipakai sebagai landasan penelitian yang didapatkan pada tinjauan pustaka atau

merupakan ringkasan dari tinjauan pustaka yang dihubungkan dengan garis sesuai

variabel yang diteliti. Kerangka konseptual diharapkan akan memberikan gambaran

dan mengarahkan asumsi mengenai variabel-variabel yang akan diteliti. Kerangka

konseptual memberikan petunjuk kepada peneliti di dalam merumuskan masalah

penelitian. Kerangka konseptual diperoleh dari hasil sintesis dari proses berpikir

deduktif (aplikasi teori) dan induktif ( fakta yang ada, empiris), kemudian dengan

kemampuan kreatif-inovatif, diakhiri dengan konsep atau ide baru yang disebut

kerangka konseptual. Kerangka dalam penelitian ini bisa digambarkan dengan

Gambar 2.1

16
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Nilai Hedonik
H1 H3
(Y1)

Atmosfer Gerai H4 Pembelian Impulsif

(X) (Y2)

H2

2.3 Hipotesis Penelitian

2.3.1 Pengaruh atmosfer gerai terhadap nilai hedonik

Ballantine et al. (2010) mengemukakan bahwa elemen-elemen Atmosfer Gerai

dapat menjadikan pengalaman berbelanja konsumen menjadi menyenangkan sehingga

membangkitkan emosi konsumen dan menciptakan nilai hedonik. Penelitian dari

Yistiani et al. (2012) juga menemukan bahwa Atmosfer Gerai memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap nilai hedonik yang berarti semakin baik atmosfer yang diciptakan

dalam gerai maka dapat meningkatkan timbulnya nilai hedonik pelanggan pada gerai

yang bersangkutan. Serta penelitian dari Prasetyo (2016) yang menyatakan bahwa

Store Atmosphere berpengaruh signifikan terhadap Hedonic shopping value.

Berdasarkan penelitian sebelumnya, dapat dibangun hipotesis sebagai berikut.

H1 : Atmosfer gerai berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai hedonik

17
2.3.2 Pengaruh atmosfer gerai terhadap pembelian impulsif

Menurut penelitian Yudhistira (2018) mengatakan bahwa atmosfer toko

berpengaruh secara signifikan terhadap pembelian tidak Terencana. Prasetyo (2016)

juga telah membuktikan adanya pengaruh yang signifikan antara store atmosphere

terhadap impulse buying, Pemayun (2016) menemukan bahwa meningkatnya Atmosfer

Gerai maka akan meningkatkan pula pembelian impulsif, serta penelitian dari Youn

dan Faber (2000) yang menyebutkan bahwa ketersediaan fasilitas pelayanan dalam

suatu gerai akan mendorong terjadinya pembelian impulsif. Berdasarkan penelitian

sebelumnya dapat dibangun hipotesis sebagai berikut.

H2 : Atmosfer gerai berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembelian

impulsif

2.3.3 Pengaruh nilai hedonik terhadap pembelian impulsif

Bedasarkan penelitian ini Prasetyo (2016) variabel hedonic shopping value

berpengaruh signifikan terhadap Impulse Buying, begitu juga dengan penelitan

Ratnasari (2015) yang menyatakan bahwa variabel hedonic shopping value

berpengaruh signifikan terhadap variabel impulse buying, serta penelitian dari Yistiani

et al. (2012) menemukan bahwa nilai hedonik memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap pembelian impulsif, yang berarti semakin besar nilai hedonik yang dirasakan

pelanggan maka akan dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya pembelian impulsif

pada gerai yang bersangkutan. Berdasarkan penelitian sebelumnya dapat dibangun

hipotesis sebagai berikut.

18
H3 : Nilai hedonik berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembelian

impulsif

2.3.4 Pengaruh nilai hedonik memediasi atmosfer gerai terhadap pembelian

impulsif

Berdasarkan penelitian dari Yistiani et al. (2012) menunjukan nilai hedonik

sebagai variabel mediasi antara Atmosfer Gerai dan pembelian impulsif tampak tidak

memberikan pengaruh yang terlalu signifikan. Kemudian, Setiawati (2017)

menunjukan Atmosfer Gerai memiliki pengaruh positif dan signifikan secara tidak

langsung terhadap pembelian impulsif dengan nilai hedonik sebagai variabel

intervening. Serta, penelitian dari Prasetyo (2016) menunjukan bahwa Hedonic

Shopping Value terbukti sebagai variabel intervening dalam hubungan antara Store

Atmosphere dengan Impulse Buying. Berdasarkan penelelitian sebelumnya dapat

dibangun hipotesis sebagai berikut.

H4 : Nilai hedonik memediasi pengaruh atmosfer gerai terhadap pembelian

impulsif

19
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang di teliti, penelitian ini digolongkan pada

penelitian asosiatif kausalitas, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui

pengaruh sebab akibat dari variabel yang di teliti (Sugiyono, 2017:20). Penelitian ini

bertujuan untuk meneliti dan menjelaskan pengaruh nilai hedonik memediasi Atmosfer

Gerai terhadap pembelian impulsif.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Tiara Dewata Denpasar yang beralamat di

jalan Mayjen Sutoyo No.55 Denpasar-Bali. Alasan dilakukan penelitian di Tiara

Dewata karena berdasarkan hasil pra survey ditemukan banyak konsumen melakukan

pembelian impulsif dan Tiara Dewata merupakan salah satu perusahaan ritel yang

terkenal.

3.3 Obyek Penelitian

Objek yang di teliti dalam penelitian ini adalah pengaruh atmosfer gerai

terhadap nilai hedonik, pengaruh atmosfer gerai terhadap pembelian impulsif dan

pengaruh nilai hedonik terhadap pembelian impulsif.

20
3.4 Identifikasi Variabel

Variabel – variabel yang dianalisis dalam penelitian ini adalah :

1) Variabel Eksogen dalam penelitian ini adalah Atmosfer Gerai (X)

2) Variabel Mediasi pada penelitian ini adalah Nilai Hedonik (Y1)

3) Variabel Endogen pada penelitian ini adalah Pembelian Impulsif (Y2)

3.5 Definisi Operasional Variabel

Berdasarkan penelitian ini, maka definisi operasional variabel dapat

dijabarkan sebagai berikut.

3.5.1 Atmosfer gerai (X)

Merupakan suasana toko yang sangat berpengaruh bagi sebuah toko yang dapat

mempengaruhi betah dan nyamannya para konsumen di toko tersebut, disini yang

dimaksud adalah Atmosfir Gerai yang dimiliki oleh Tiara Dewata tersebut. Mengacu

pada penelitian Ma’ruf (2006), Ballantine et al. (2010) dan Yistianiet al. (2012)

terdapat beberapa indikator Atmosfer Gerai. Agar sesuai dengan subjek penelitian ini,

indikator-indikator tersebut telah dimodifikasi sebagai berikut.

(1) Saat melakukan pembelanjaan, konsumen merasakan tata cahaya lampu

yang di gunakan Tiara Dewata terang.

(2) Saat melakukan pembelanjaan, konsumen merasakan pengelompokan

produk yang di tampilkan Tiara Dewata rapi.

(3) Saat melakukan pembelanjaan, Konsumen merasakan suhu udara di dalam

Tiara Dewata sejuk.

21
(4) Saat melakukan pembelanjaan, konsumen merasakan display produk yang

di tampilkan Tiara Dewata menarik perhatian.

3.5.2 Nilai hedonik (Y1)

Nilai hedonik merupakan suatu emosi yang dimiliki seseorang sehingga dapat

mempengaruhi perilaku dari orang tersebut, mengacu penelitian dari Scarpi (2006) dan

Yistiani et al. (2012) indikator nilai hedonik yang dipakai dalam penelitian ini terdiri

dari:

(1) Kenikmatan, dimana saat melakukan pembelanjaa di Tiara Dewata,

konsumen merasakan Kenikmatan.

(2) Kesenangan, dimana saat melakukan pembelanjaan di Tiara Dewata,

konsumen merasakan kesenangan.

(3) Keingintahuan, dimana saat melakukan pembelanjaan di Tiara Dewata,

konsumen merasakan keingintahuan.

(4) Hiburan, dimana saat melakukan pembelanjaan di Tiara Dewata,

konsumen merasa terhibur.

(5) Kenikmatan interaksi sosial, dimana saat melakukan pembelanjaa di Tiara

Dewata, konsumen merasakan interaksi sosial.

3.5.3 Pembelian impulsif (Y2)

Pembelian impulsif adalah keputusan yang tidak direncanakan untuk membeli

produk atau jasa, yang dibuat sebelum pembelian. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Bayley dan Nancarrow (1998), Yistiani et al. (2012), dan Purwa (2014),

indikator impulsif buying yang dipakai dalam penelitian ini yaitu :

22
(1) Pembelian dengan spontan, dimana saat melakukan pembelanjaan di Tiara

Dewata, konsumen melakukan pembelian dengan spontan.

(2) Pembelian tanpar berpikir akibat yang ditimbulkan, dimana saat melakukan

pembelanjaan di Tiara Dewata, konsumen melakukan pembelian tanpa

berpikir akibat yang ditimbulkan.

(3) Pembelian terburu-buru, dimana saat melakukan pembelanjaan di Tiara

Dewata, konsumen melakukan pembelian dengan terburu-buru.

(4) Pembelian dipengaruhi keadaan emosional, dimana saat melakukan

pembelanjaan di Tiara Dewata, konsumen melakukan pembelian

dipengaruhi keadaan emosional.

Tabel 3.1 Variabel Penelitian


Variabel Indikator Sumber
Atmosfer a) Tata Cahaya (X.1) Ma'ruf (2006),
Gerai b) Pengelompokan Produk (X.2) Ballantine et al (2010) dan Yistiani et al.
(X) c) Sistem Pengaturan Udara (X.3) (2012)
d) Display Produk (X1.4)
Nilai a) Kenikmatan (Y1.1) Scarpi (2016) dan Yistiani et al. (2012)
Hedonik b) Kesenangan (Y1.2)
(Y1) c) Keingintahuan (Y1.3)
d) Hiburan (Y1.4)
e) Interaksi Sosial (Y1.5)

Pembelian a) Pembelian dengan spontan Bayley dan Nancarrow (1998), Yistiani


Impulsif (Y2.1) et al, (2012), dan Purwa (2014)
(Y2) b) Pembelian tanpa berpikir akibat
(Y2.2)
c) Pembelian terburu - buru
(Y2.3)
d) Pembelian dipengaruhi keadaan
emosional (Y2.4)

23
3.6 Populasi, Sampel dan Metode Penentuan Sampel

3.6.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang telah diterapkan oleh peneliti untuk

dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2017:136). Dalam penelitian

ini, populasi yang dimaksudkan adalah seluruh konsumen yang telah melakukan

pembelian impulsif di Tiara Dewata Denpasar.

3.6.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut (Sugiyono, 2017:137). Cooper dan Schnider dalam Kuncoro

(2003:109) mengemukakan penentuan sampel dengan mempertimbangkan (1) harus

besar agar dapat mewakili populasi; (2) harus mengandung hubungan proporsional

terhadap ukuran populasi. Bila populasi besar dan tidak mungkin mempelajari semua

yang ada dalam populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu maka

dapat digunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut.

Berikutnya adalah pemilihan teknik sampling, yaitu merupakan upaya

penelitian untuk mendapatkan sampel yang representatif yang dapat menggambarkan

populasi. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling yang

bertujuan untuk memilih responden yang terseleksi oleh peneliti sesuai dengan kriteria

yang sudah ditetapkan. Kriteria sampel pada penelitian ini adalah responden yang

sudah pernah berbelanja di Tiara Dewata.

24
3.6.3 Metode penentuan sampel

Penentuan sampel penelitian ini menggunakan metode non – probability

sampling yakni teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang / kesempatan

yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel

(Sugiyono, 2017: 142). Teknik non probability sampling yang dipilih adalah purposive

sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan kriteria tertentu.

Adapun kriteria responden yang diambil sebagai sampel adalah

1) Berdomisili di Kota Denpasar karena peneliti menganggap bahwa responden

tahu dan sering berbelanja di Tiara Dewata

2) Pendidikan minimal SMA/Sederajat karena dianggap mampu memahami dan

menjawab kuisioner secara objektif

3) Responden pernah melakukan pembelian impulsif di Tiara Dewata

Sekaran (2014) mengemukakan ukuran sampel yang baik adalah 5 – 10 kali

jumlah variabel atau indikator dalam penelitian. Penelitian ini menggunakan 13

indikator sehingga jumlah sampel yang akan diuji dalam penelitian ini didapat dari

hasil perhitungan sebagai berikut: jumlah sampel = jumlah indikator x 8 = 13 indikator

x 8 = 104 responden

25
3.7 Jenis Data dan Sumber Data

3.7.1 Jenis data

Berdasarkan sifatnya, jenis data yang digunakan dalam penelitian ini

dikategorikan ke dalam data kualitatif dan data kuantitatif yang dapat dijelaskan

sebagai berikut:

1) Data Kualitatif , adalah data yang dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat, dan

skema (Sugiyono 2017:10) seperti penilaian responden terhadap pernyataan-

pernyataan yang diajukan dalam kuesioner.

2) Data Kuantitatif , adalah data dalam bentuk angka yang dapat dinyatakan dan

diukur dengan satuan hitung atau kualitatif yang di angkakan (Sugiyono

2017:10)

3.7.2 Sumber data

Berdasarkan sumbernya, data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1) Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya dimana

dicatat untuk pertama kalinya dan masih perlu diolah lebih lanjut agar bisa

memberi hasil bagi penelitian. Data primer dalam penelitian ini diperoleh

melalui penyebaran kuesioner kepada responden yang telah sesuai dengan

kriteria yang ditetapkan.

2) Data sekunder dalam penelitian ini adalah institusi atau pihak lain yang

mempublikasikan data yang dikutip terkait dengan topik penelitian ini, seperti

website, journal, dan lain sebagainya.

26
3.8 Metode Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini dikumpulkan dari jawaban atas kuesioner yang

dibagikan kepada responden dengan kriterianya telah ditetapkan sebelumnya.

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi

seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya

(Sugiyono, 2017:225). Untuk mendapatkan responden sesuai dengan kriteria yang

telah ditetapkan maka terlebih dahulu diberikan screening quetions. Pertama, jika calon

responden sudah pernah berbelanja di Tiara Dewata maka wawancara dilanjutkan,

namun jika calon responden tidak pernah berbelanja di Tiara Dewata, maka wawancara

selesai. Kedua, jika calon responden pernah melakukan pembelian tidak terencana

maka wawancara dilanjutkan, dan membagikan kuesioner selanjutnya.

Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini diukur dengan

menggunakan skala Likert dengan lima tingkatan, dalam hal ini menggunakan asumsi

bahwa skala Likert menghasilkan pengukuran variabel dalam skala interval. Skala

Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau

sekelompok orang tentang skala sosial di mana jawaban setiap pertanyaan memiliki

sejumlah kategori yang berturut-turut dari yang paling positif sampai yang paling

negatif. Pada skala Likert kemungkinan jawaban tidak hanya sekedar setuju dan tidak

setuju atau jenis jawaban lain yang hanya memiliki dua alternatif melainkan dibuat

dengan lebih banyak jawaban.

Alasan lain pemilihan skala Likert dengan lima tingkatan ini antara lain:

kesesuaian dengan berbagai penelitian sebelumnya, memperbesar variasi jawaban bila

27
dibandingkan empat skala, dan agar terlihat kecenderungan pemilihan responden

terhadap variabel. Masing-masing alternatif jawaban pada variabel diberi skor

numerik:

1) Sangat tidak setuju diberi skor (1)

2) Tidak setuju diberi skor (2)

3) Cukup setuju diberi skor (3)

4) Setuju diberi skor (4)

5) Sangat setuju diberi skor (5)

3.9 Instrumen Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti menggunakan kuisioner sebagai

alat pengumpul data. Untuk mengetahui layak atau tidaknya data digunakan maka perlu

melakukan uji validitas dan uji reliabilitas dalam penelitian ini.

3.9.1 Uji validitas

Instrumen yang valid menurut (Sugiyono, 2017:172) adalah instrumen yang

dapat digunakan untuk mengukur apa yang harusnya diukur. Dengan menggunakan

instrumen yang valid dalam pengumpulan data, maka diharapkan hasil penelitian akan

menjadi valid. Sugiyono (2017 : 178) menyatakan bahwa validitas dapat dilakukan

dengan mengkorelasikan antara skor faktor dengan skor total dan bila korelasi tiap

faktor tersebut bernilai positif (r > 0,3), maka instrumen penelitian tersebut dapat

dikatakan valid.

3.9.2 Uji reliabilitas

28
Setelah dilakukan uji validitas, maka dilakukan uji reliabilitas. Uji reliabilitas

bertujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana konsistensi alat ukur yang digunakan,

sehingga bila alat ukur tersebut digunakan kembali untuk meneliti objek yang sama

dengan teknik yang sama walaupun waktunya berbeda, maka hasil yang akan diperoleh

akan sama (Sugiyono 2017:203). Dengan menggunakan instrumen reliabel dalam

pengumpulan data, maka diharapkan hasil penelitian ini akan menjadi reliabel. Uji

reliabilitas digunakan untuk mengetahui adanya konsistensi alat ukur dalam

penggunaannya. Instrumen dikatakan reliabel untuk mengukur variabel bila memiliki

nilai cronbach alpha > 0,60.

3.10 Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan statistik deskriptif dan

statistik inferensial.

3.10.1 Uji asumsi klasik

Model regresi dikatakan model yang baik apabila model tersebut bebas dari

asumsi klasik statistik. Suatu model secara teoritis akan menghasilkan nilai parameter

penduga yang tepat bila memenuhi persyaratan asumsi klasik regresi, yaitu meliputi uji

normalitas, multikolineritas, dan heteroskedastisitas.

1). Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terdapat

variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2013:160).

Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti

29
distribusi normal. Apabila asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid

untuk jumlah sampel kecil. Hal ini berarti bahwa perbedaan antara nilai prediksi

dengan nilai sebenarnya (error) akan terdistribusi secara simestris di sekitar nilai rata

– rata sama dengan nol. Salah satu cara mendeteksi normalitas adalah dengan

mengamati nilai residual. Uji normalitas dalam penelitian ini dilakukan dengan

menguji normalitas residul. Dengan menggunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov.

Data dikatakan berdistribusi dengan normal apabila koefisien Asymp. Sig lebih besar

dari α = 0,05.

2). Uji Multikoliniearitas

Uji Multikoliniearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen) (Ghozali, 2013:105).

Untuk dapat mendeteksi ada atau tidaknya multikoliniearitas dapat dilihat dari nilai

tolerance dan nilai variance inflation factor (VIF). Jika nilai tolerance lebih dari 10

persen atau VIF kurang dari 10 maka dikatakan tidak ada multikoliniearitas. Gejala

multikoliniearitas ditandai oleh R2 yang sangat besar tapi tidak satupun variabel bebas

yang signifikan jika diuji parsial (t).

3). Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan yang lain (Ghozali,

2013:139). Apabila varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain

tetap, maka disebut Heteroskedastisitas Model regresi yang baik adalah model regresi

yang mempunyai varian yang homogen. Untuk dapat mendeteksi ada atau tidaknya

30
heteroskedastisitas dapat dilihat dari nilai signifikansinya di atas 0,05. Jika suatu

model regresi mengandung gejala heteroskedastisitas maka akan memberikan hasil

yang menyimpang.

3.10.2 Statistik deskriptif

Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data

dengan cara mendeskripsikan data yang telah terkumpul untuk membuat kesimpulan

yang belaku secara umum (Sugiyono, 2017 : 232). Statistik deskriptif berupa rata – rata

usia responden, dan rata – rata skor jawaban dari kuesioner.

Rata – rata skor jawaban responden pada kuesioner dikelompokkan kedalam 5

kelas interval dengan formula sebagai berikut (Wirawan, 2002 : 35).

Nilai tertingi − nilai terendah


Interval =
Jumlah kelas

5−1
Interval = = 0,8
5

Berdasarkan nilai interval tersebut, maka distribusi jawaban responden memiliki

rentang penilaian seperti pada Tabel 3.3 sebagai berikut.

Tabel 3.2 Rentang Penlilaian Jawaban Responden


No. Rentang Kriteria
1. 1,00 – 1,79 Sangat Tidak Baik
2. 1,80 – 2,59 Tidak Baik
3. 2,60 – 3,39 Cukup Baik
4. 3,40 – 4,19 Baik
5. 4,20 – 5,00 Sangat Baik
Sumber : Wirawan (2002)

3.10.3 Statistik inferensial

31
Statistik inferensial adalah teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis

data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk populasi (Sugiyono, 2017 : 233). Statistik

inferensial digunakan untuk menjawab hipotesis. Dalam penelitian ini, statistik

inferensial yang digunakan adalah analisis jalur (path analysis) dan uji Sobel.

1) Analisis Jalur (Path Analysis)

Menurut Ghozali (2013: 249) analisis jalur merupakan perluasan dari analisis

regresi linear berganda, atau analisis jalur adalah penggunaan analisis regresi untuk

menaksir hubungan kausalitas antar variabel (model casual) yang telah ditetapkan

sebelumnya berdasarkan teori.Analisis jalur digunakan untuk menentukan pola

hubungan antara tiga atau lebih dan tidak dapat digunakan untuk mengkonfirmasi atau

menolak hipotesis.Dasar perhitungan koefisien jalur adalah analisis korelasi dan

regresi dan dalam perhitungan menggunakan software dengan program SPSS

forwindows. Langkah-langkah dalam menganalisis data dengan menggunakan path

analysis menurut Riduwan dan Kuncoro (2011:152) adalah sebagai berikut.

(1) Merumuskan hipotesis dan menetapkan persamaan struktural

Hipotesis 1: Atmosfer Gerai (X) berpengaruh positif dan siginfikan terhadap

Pembelian Impulsif (Y2).

Hipotesis 2: Atmosfer Gerai (X) berpengaruh positif dan signifikan terhadap

Nilai Hedonik (Y1).

Hipotesis 3: Nilai Hedonik (Y1) berpengaruh positif dan signifikan terhadap

Pembelian Impulsif (Y2).

32
Hipotesis 4: Atmosfir Gerai (X) berpengaruh terhadap Pembelian Impulsif (Y2)

melalui Nilai Hedonik (Y1)

a) Persamaan sub-struktural 1

Y1 = β1X + ε 1 …………………………………..………….....…(1)

b) Persamaan sub-struktural 2

Y2 = β2X + β3Y1………………...……………...…………...(2)

Keterangan:

X = Atmosfer Gerai

Y1 = Nilai Hedonik

Y2 = Pembelian Impulsif

β1,β2,β3 = koefisien regresi variabel

e1, e2 = error

(2) Menghitung koefisien jalur, nilai error dan determinasi total

a) Pengaruh langsung (direct effect)

(a) Pengaruh variabel Atmosfer Gerai (X) terhadap Nilai Hedonik (Y1)

Y1 = β1X + ԑ1 ………………………………………………………………………(3)

(b) Pengaruh variabel Atmosfer Gerai (X) terhadap variabel Pembelian

Impulsif (Y2)

Y2= β2X + ԑ2 …………………………………………………………………………(4)

(c) Pengaruh variabel Nilai Hedonik (Y1) terhadap Pembelian Impulsif (Y2)

Y2= β3Y1 + ԑ2 ……………………………...………………………………………. (5)

33
b) Pengaruh tidak langsung (indirect effect)

(a) Pengaruh variabel Atmosfer Gerai (X) terhadap variabel Pembelian

Impulsif (Y2) dengan variabel Nilai Hedonik (Y1) sebagai perantara:

Y2 = (β2X) x (β3Y1) + ԑ1 …………………………………….……………….. (6)

c) Pengaruh total (total effect)

(a) Total pengaruh variabel X terhadap Y2 melalui Y1 dirumuskan sebagai

berikut:

Y2= (β2X) + (β1X) x (β3Y2) + ԑ1 ……..…………………………………...… (7)

Keterangan:

Y2 = Pembelian Impulsif

X = Atmosfer Gerai

Y1 = Nilai Hedonik

β1,β2,β3 = koefisien regresi

ε 1 (error1) = anak panah ԑ1 yang menunjukkan jumlah varian Nilai

Hedonik yang tidak dijelaskan oleh Atmosfer Gerai

(ε 1 = √1 – R2)…………………………..……...…………………………(8)

ε 2 (error2) = menunjukkan jumlah varian Pembelian Impulsif yang

tidak dijelaskan oleh Atmosfer Gerai

(ε 2 = √1 – R2)…………………………………………………………..(9)

Berdasarkan pemaparan diatas mengenai persamaan struktural, maka diagram

koefisien jalur dari penelitian ini sebagai berikut:

34
Gambar 3.1 Diagram Koefisien Jalur

Nilai Hedonik
(Y1)

β1 β3

Atmosfer Gerai
(X) Pembelian
Impulsif (Y2)

β2

3). Menghitung koefisien jalur secara simultan (keseluruhan).

Uji secara keseluruhan hipotesis statistik dirumuskan sebagai berikut:

Ho : ρy2x = ρy2y1 = 0 ……………………………………… (10)

H1 : ρy2x = ρy2y1 ≠ 0 ……………………………………… (11)

(1). Kaidah pengujian signifikansi progam SPSS

a) Apabila nilai probabilitas 0,05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas

Sig atau (0,05 ≤ Sig), maka Ho diterima dan H1 ditolak yang berarti tidak

signifikan.

b) Apabila nilai probabilitas 0,05 lebih besar atau sama dengan nilai probabilitas

Sig atau (0,05 ≥ Sig), maka Ho ditolak dan H1 diterima yang berarti signifikan.

4) Menghitung koefisien jalur secara individual (Parsial)

35
Uji secara individual ditujukan oleh Tabel (Coefficients). Hipotesis penelitian yang

akan diuji dirumuskan menjadi hipotesis statistik sebagai berikut:

Ho : ρy1x, ρy2x, ρy1y1 = 0 .............................………………..…………. (12)

H1 : ρy1x, ρy2x, ρy1y1 ˃ 0 ............................…………………………… (13)

Untuk mengetahui signifikansi analisis jalur, bandingkan antara nilai probabilitas

0,05 dengan nilai sig dengan dasar pengambilan keputusan sebagai berikut:

(1) Apabila nilai probabilitas 0,05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas

Sig atau (0,05 ≤ Sig), maka Ho diterima dan H1 ditolak yang berarti tidak

signifikan

(2) Apabila nilai probabilitas 0,05 lebih besar atau sama dengan nilai probabilitas

Sig atau (0,05 ≥ Sig), maka Ho ditolak dan H1 diterima yang berarti signifikan.

5). Meringkas dan menyimpulkan

Langkah terakhir adalah meringkas hasil koefisien jalur dan memberikan

interprestasi atau kesimpulan dari hasil analisis. Koefisien yang signifikan akan

memperlihatkan besaran pengaruh langsung maupun tidak langsung atau

menunjukkan variabel dominan maupun tidak.

2) Uji Sobel

Pengujian hipotesis mediasi dapat dilakukan dengan prosedur yang

dikembangkan oleh Sobel (1982) dan dikenal dengan Uji Sobel (Sobel Test). Uji Sobel

digunakan dengan menguji kekuatan pengaruh tidak langsung variable atmosfer gerai

(X) terhadap variabel pembelian impulsif (Y2) melalui variabel nilai hedonik (Y1)

36
dihitung dengan cara mengalikan koefisien jalur X terhadap Y2 (a) dengan koefisien

jalur Y2 terhadap Y2(b) atau ab. Standar error koefisien a dan b ditulis dengan Sa dan

Sb, besarnya standar error tidak langsung (indirect effect) Sab1. Standar error tidak

langsung (indirect effect) Sab dihitung dengan rumus berikut ini:

𝑎𝑏
𝑍= …………………………………
√𝑏 2 𝑠𝑎2 +𝑎2 𝑠𝑏2 +𝑠𝑎2 𝑠𝑏2

Keterangan:

Sab = besarnya standar error tidak langsung

Sa = standar error koefisien a

Sb = standar error koefisien b

a = koefisien jalur X1 terhadap Y1

b = koefisien jalur X1 terhadap Y2

ab = hasil kali koefisien jalur X terhadap koefisien jalur Y1 (a) dengan

jalur Y1 terhadap Y2 (b)

Untuk menguji signifikansi pengaruh tidak langsung, maka dapat dilakukan dengan

menghitung t dari koefisien ab dengan rumus sebagai berikut:

Z=

Untuk mengetahui pengambilan keputusan uji hipotesa, maka dilakukan dengan

cara membandingkan p- value dan alpha (0,05) atau membandingkan hitung dengan z

tabel, yang menggunakan taraf nyata 5 persen dengan daerah kritis 1,96 dengan

ketenuan sebagai berikut:

37
z hitung ≤ z table, maka H0 diterima, berarti nilai hedonik (Y1) bukan variabel mediasi

z hitung ≥ z tabel, maka H0 ditolak, berarti nilai hedonik (Y1) merupakan variabel

mediasi (Utama, 2014:167).

38

Anda mungkin juga menyukai