Anda di halaman 1dari 11

BAB III

PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 54 UUHC BERKAITAN

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENCIPTA DAN PEMEGANG HAK

CIPTA FILM YANG DISEBARLUASKAN MELALUI SARANA

TEKNOLOGI DI BIOSKOP KOTA DENPASAR

3.1 Pelaksanaan Ketentuan Pasal 54 UUHC di Bioskop Kota Denpasar

Pemberian perlindungan hukum pada Pencipta dan Pemegang Hak Cipta

merupakan salah satu wujud dari pemerintah dalam mensejahterakan warganya

yang telah menuangkan hasil karya dan kreativitas. Hasil karya tersebut berpotensi

untuk menghasilkan pundi-pundi rupiah bahkan bisa mencapai triliunan. Hal ini

dapat menjadi kerugian yang sangat disayangkan bilamana terdapat pihak lain yang

tidak terlibat dalam proses pembuatan karya tersebut melakukan sebuah

penjiplakan ataupun pembajakan sehingga perbuatan tersebut dapat merugikan hak-

hak ekonomi dari pencipta ataupun pemegang hak cipta.

Pelanggaran hak cipta pada film kerap terjadi pada saat film tersebut

ditayangkan. Pelanggaran tersebut dapat dilihat dari kasus film WARKOP DKI

Reborn: Jangkrik Boss Part 1, Beauty and The Beast, dan La La Land. Kasus

pelanggaran perekaman illegal yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung

jawab dapat merugikan pihak Pencipta serta Pemegang Hak Cipta, dikarenakan

untuk perfilman Indonesia sendiri sangat disayangkan terjadinya, sebab Indonesia

50
51

sedang gencar-gencarnya untuk meraih perfilman di ranah Internasional. Untuk

perfilman Hollywood, Amerika Serikat sempat memberikan peringatan kepada

Indonesia dan memasukkan Indonesia sebagai Priority Watch List (PWL)

dikarenakan banyak terjadinya pembajakan di Indonesia yang merugikan Pencipta

dari Amerika Serikat untuk meraih keuntungan.39

Pencegahan perekaman melalui sarana teknologi pada saat penayangan film

berlangsung dapat dilakukan oleh siapapun untuk menghargai karya dari pencipta

film serta pemegang hak cipta. Untuk mengantisipasi terjadinya pelanggaran pada

saat pemutaran film melalui sarana teknologi, pada UUHC diatur pada pasal 54

yang menegaskan bahwa,

“Untuk mencegah pelanggaran Hak Cipta dan Hak Terkait melalui sarana
berbasis teknologi informasi, Pemerintah berwenang melakukan:
a. Pengawasan terhadap pembuatan dan penyebarluasan konten
Pelanggaran Hak Cipta dan Hak Terkait;
b. Kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak, baik dalam
maupun luar negeri dalam pencegahan pembuatan dan
penyebarluasan konten pelanggaran Hak Cipta dan Hak Terkait; dan
c. Pengawasan terhadap perekaman dengan menggunakan media
apapun terhadap Ciptaan dan produk Hak Terkait di tempat
pertunjukan.”

Pemerintah sebagai penegak hukum untuk melindungi pencipta dan pemegang

hak cipta melakukan perlindungan secara Preventif dan Represif. Perlindungan

preventif yaitu perlindungan hukum yang bertujuan untuk mencegah terjadinya

sengketa, rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau

39
. ST. Muthmainnah Gaffar, 2014, “Starategi Amerika Serikat dalam Mengatasi Pembajakan
Film di Indonesia”, Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin, Makassar,
h. 4
52

pendapatnya sebelum keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitive.

Pelindungan preventif ini merupakan suatu pencegahan agar tidak terjadinya suatu

pelanggaran. Perlindungan represif yaitu perlindungan hukum yang bertujuan untuk

menyelesaikan sengketa termasuk didalamnya adalah penanganan perlindungan

hukum bagi rakyat oleh peradilan umum dan peradilan administrasi di Indonesia.

Berkaitan dengan macam perlindungan tersebut maka Pemerintah yaitu

Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual yang berpusat di Jakarta, yang memiliki

Kantor Wilayah di Bali (selanjutnya disingkat Kanwil Kemenkumham Bali).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Putu Witari, Kepala Sub Bidang AHU

dan HKI, untuk melindungi Pencipta dan Pemegang Hak Cipta Film yang sedang

tayang di tempat pertunjukan khususnya Bioskop, Kanwil Kemenkumham Bali

hanya melakukan himbauan berupa pencegahan ke bioskop yaitu dengan

memberikan pengarahan dan sosialisasi UUHC.

Kemudian Kanwil Kemenkumham Bali juga bekerja sama dengan Kementrian

Komunikasi dan Informasi Pemerintah Kota Denpasar (yang selanjutnya di singkat

Kominfo) terkait apabila adanya penyebarluasan konten hak cipta dan hak terkait

melalui internet, maka pihak Kominfo akan menutup konten tersebut. (Wawancara

pada tanggal 9 Januari 2019). Kanwil Kemenkumham Bali juga bekerja sama

dengan pihak bioskop untuk memberikan himbauan kepada penonton saat

mengunjungi bioskop agar tidak melakukan perekaman ataupun mengambil foto

saat penayangan film.

Namun untuk pengawasan di tempat pertunjukan dari pemerintah yang

tertuang pada pasal 54 huruf c UUHC, Kanwil Kemenkumham Bali dan Kominfo
53

dalam hal ini tidak melakukan pengawasan mengenai perekaman dengan media

apapun di tempat pertunjukan. Pihak Kanwil Kemenkumham Bali hanya

memberikan himbauan dan sosialisasi mengneai UUHC kepada bioskop.

Sedangkan untuk pihak Kominfo hanya mengadakan pengawasan apabila terdapat

pengaduan dengan cara penutupan konten-konten yang melanggar hak cipta dan

hak terkait. Tetapi apabila terdapat pengaduan dari masyarakat terkait konten yang

melanggar hak cipta dan hak terkait, Ibu I Dewa Ayu Sri Ratnaningsih, Kepala

Seksi Kemitraan dan Media Komunikasi Informasi Publik Kota Denpasar

mengatakan bahwa, apabila terdapat pengaduan dari masyarakat ke Kominfo maka

Kominfo akan membantu masyarakat tersebut dengan menutup konten dan

melaporkannya pada pihak polisi untuk ditindak lanjuti.

Pencegahan perekaman melalui sarana teknologi, oleh masing-masing Bioskop

di Kota Denpasar memiliki cara yang hampir sama dalam memberikan himbauan

kepada penonton. Pengawasan dari Pihak Bioskop dapat dilihat melalui table

sebagai berikut:

No. Bioskop Cinema 21 Bioksop Cinemaxx Bioskop Denpasar

Cineplex

1. Terdapat Banner yang Terdapat Banner yang Terdapat Banner yang

Jenis menerangkan dilarang menerangkan dilarang menerangkan dilarang

Penerapan melakukan perekaman melakukan perekaman melakukan perekaman

Perlindungan saat pertunjukan saat pertunjukan saat pertunjukan

yang berlangsung pada berlangsung pada berlangsung pada Lobby

dilaksanakan Lobby Cinema 21 Lobby Cinemaxx Denpasar Cineplex


54

2. Penayangan House Penayangan House Rule Penayangan House Rule

Rule pada saat pada saat sebelum film pada saat sebelum film

sebelum film ditayangkan mengenai ditayangkan mengenai

ditayangkan mengenai pelarangan perekaman pelarangan perekaman

pelarangan perekaman

3. Pengawasan berjalan Pengawasan berjalan Pengawasan berjalan oleh

oleh pihak bioskop oleh pihak bioskop pihak bioskop untuk

untuk memantau untuk memantau memantau penonton agar

penonton agar tidak penonton agar tidak tidak melakukan

melakukan perekaman melakukan perekaman perekaman saat tayangan

saat tayangan film di saat tayangan film di film di mulai

mulai mulai

4. Pengecekan barang Pengecekan barang Pengecekan barang

sebelum memasuki sebelum memasuki sebelum memasuki ruang

ruang bioskop untuk ruang bioskop untuk bioskop untuk

memastikan penonton memastikan penonton memastikan penonton

tidak membawa alat tidak membawa alat tidak membawa alat

perekam dan makanan perekam perekam dan makanan

yang bukan dijual oleh yang bukan dijual oleh

pihak Cinema 21 pihak Cineplexx


55

5. Penayangan House Penayangan House Rule Penayangan House Rule

Rule peringatan peringatan pelarangan peringatan pelarangan

pelarangan perekaman perekaman melalui perekaman melalui media

melalui media sosial media sosial sosial

6. Penayangan mengenai Penayangan mengenai Penayangan mengenai

peraturan yang peraturan yang peraturan yang mengatur

mengatur dan sanksi mengatur dan sanksi dan sanksi yang diberikan

yang diberikan yang diberikan mengenai perekaman

mengenai perekaman mengenai perekaman illegal (Penayangan

illegal (Penayangan illegal (Penayangan UUHC dan UU ITE)

UUHC dan UU ITE) UUHC dan UU ITE)

7. Terdapat CCTV di

bioskop yang terhubung

pada Kantor

Pengawasan Cinemaxx

untuk memantau

Penonton yang berusaha

melakukan pelanggaran

perekaman dan aktivitas

yang mengganggu

penonton lainnya

*Keterangan: berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Nia (Manager Cinema XXI Level 21), Bapak
Bambang S. (Manager Denpasar Cineplex), Bapak Agus (Staff Cinemaxx Plaza Renon).
56

Pelaksanaan perlindungan yang diberikan pihak bioskop untuk melindungi

karya dari Pencipta dan Pemegang Hak Cipta terkait banyaknya terdapat

pelanggaran yang dilakukan oleh penonton sudah diterapkan oleh pihak bioskop di

Kota Denpasar. Pihak Bioskop dalam hal ini sebagai tempat bagi Pencipta dan

Pemegang Hak Cipta untuk mendapatkan hak ekonomi atas karyanya sangat

menyayangkan terdapat oknum-oknum penonton yang menyebarluaskan potongan

film ke Sosial Medianya. Namun, Kanwil Kemenkumham Bali dan Kominfo tidak

melakukan pengawasan di tempat pertunjukan mengakibatkan hanya pihak bioskop

saja yang melakukan pengawasan tersebut tanpa kerja sama dengan pihak

pemerintah. Perlindungan preventif yang diberikan Kanwil Kemenkumham Bali

hanya berupa himbauan dan sosialiasi kepada pemilik bioskop, sedangkan

perlindungan represif hanya berupa penutupan konten oleh pihak Kominfo.

Sehingga hal ini mengakibatkan kurang maksimal pengawasan terkait pencegahan

pelanggaran melalui sarana teknologi di tempat pertunjukan.

3.2 Faktor-Faktor Penghambat Pelaksanaan Ketentuan Pasal 54 UUHC


di Bioskop Kota Denpasar

Penegakan hukum dalam hak cipta masih mengalami kendala. Penyebab

penghambat perlindungan suatu karya cipta tentang karya cipta sinematografi ialah

kurangnya budaya atau etika Bangsa Indonesia untuk menghargai ciptaan seseorang
57

dan kurang pemahaman masyarakat dan penegakan hukum tentang arti dan fungsi

hak cipta serta kurangnya fungsi pencegahan dari UUHC.40

Ada lima faktor yang mempengaruhi pelaksanaan hukum itu sendiri, yaitu

faktor kaidah hukum, faktor penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas, faktor

masyarakat dan faktor budaya hukum. Kelima faktor tersebut saling berkaitan, oleh

karena merupakan esensi dari penegakan hukum, yang sangat relevan dengan

perlindungan hukum itu sendiri. Juga merupakan tolak ukur daripada pelaksanaan

penegakan hukum.41 Dari kelima faktor tersebut, faktor-faktor yang penghambat

pelaksanaan pasal 54 UUHC di Bioskop Kota Denpasar yaitu:

1. Faktor Kaidah Hukum

Sesuai dengan hasil penelitian di kota denpasar berkaitan dengan

pemahaman hukum tentang hak cipta, khususnya yang berhubungan dengan

perekaman film dengan sarana teknologi, pemahaman hukum yaitu mengenai

pentingnya hak ekonomi dan hak moral dari Pencipta dan Pemegang Hak Cipta

Film. Pihak Kanwil Kemenkumham Bali dan Kominfo dalam hal ini belum bisa

mengawasi langsung ditempat pertunjukan dikarenakan dalam pasal 54 UUHC,

kewenangan pemerintah tidak dijabarkan atau tidak ditunjuk langsung siapa yang

lebih berwenang dalam melakukan pengawasan pelanggaran dengan sarana

teknologi, yaitu apakah Kemenkumham atau Kominfo.

40
. Adami Chazawi, 2007, Tindak Pidana Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI), Bayumedia
Publishing, Malang, h.17
41
. H.Zainuddin Ali, 2010, Sosiologi Hukum, Cetakan Ke-6, Sinar Grafika, Jakarta, h. 62
58

2. Faktor Penegak Hukum

Pemerintah dalam melaksakan kewajibannya dalam hal pengawasan untuk

mencegah pelanggaran Hak Cipta dan Hak Terkait melalui sarana berbasis

teknologi informasi belum dilaksanakan karena Kanwil Kemenkumham Bali dan

Kominfo masih bingung terkait siapa yang lebih berwenang melakukan

pengawasan di tempat pertunjukan. Pihak Kanwil Kemenkumham dan Kominfo

merasa tidak ada aturan khusus yang menunjuk mereka sebagai pihak yang

berwenang melakukan pengawasan. Apalagi tempat pertunjukan tersebut

merupakan milik perusahaan swasta, bukan pemerintah, serta penyaluran film dari

pihak Pencipta dan Pemegang Hak Cipta langsung kepada pihak bioskop. Sehingga

pemerintah dalam hal ini hanya mengurus perihal perizinan Bangunan, dan

perizinan sensor film.

Pemerintah sebagai penghubung antara Pencipta dengan Masyarakat

seharusnya lebih gencar dalam melakukan pengawasan di tempat pertunjukan,

dikarenakan apabila pelanggaran melalui sarana teknologi informasi dapat

diminimalisir maka Indonesia tidak akan masuk PWL, yang mengakibatkan

berkurangnya kepercayaan Pencipta film Hollywood untuk menayangkan filmnya

di bioskop karena di Indonesia banyak terjadi pembajakan. Pengawasan yang lebih

ketat dari pemerintah akan membuat masyarakat lebih takut untuk melakukan

pelanggaran, dan Pencipta lebih bisa mengembangkan ide dan kreativitasnya

karena merasa lebih dilindungi.


59

3. Faktor Masyarakat

Faktor masyarakat adalah faktor dimana aturan itu dapat diterima atau tidak

diterima oleh masyarakat yang bersangkutan. Berkaitan dengan faktor lingkungan

masyarakat belum memahami keberadaan UUHC atas karya sinematografi terkait

pelanggaran perekaman dengan sarana teknologi informasi, sehingga dalam

perkembangannya banyak terjadi pelanggaran yang hanya didiamkan saja, tanpa

laporan ke pihak pemerintah dikarenakan masyarakat yang tidak peduli dan tidak

mengetahui harus melaporkan pada pihak mana yang berwenang. Padahal dalam

pasal 55 UUHC menyatakan bahwa, ‘Setiap Orang yang mengetahui pelanggaran

Hak Cipta dan/atau Hak Terkait melalui sistem elektronik untuk Penggunaan

Secara Komersial dapat melaporkan kepada Menteri’. Namun kenyataannya adanya

pelanggaran melalui sarana teknologi informasi, masyarakat tidak melaporkan hal

tersebut.

4. Faktor sarana dan fasilitas

Faktor sarana dan fasilitas, sangat tergantung dengan sumber daya manusia

sebagai penikmat karya sinematografi. Sarana dan fasilitas yang berkembang

dengan pesat sehingga sarana teknologi yang menyajikan berbagai fitur sosial

media membuat masyarakat mudah menyebarluaskan konten-konten pelanggaran

hak cipta dan hak terkait. Masyarakat juga kurang pemahaman mengenai dampak

dari penyebarluasan melalui sarana teknologi, dikarenakan masyarakat dimanjakan

dengan sarana dan fasilitas yang serba modern.

Sarana dan fasilitas yang semakin berkembang pesat yang memudahkan

pengguna untuk melakukan aktivitas, disalah gunakan oleh oknum-oknum yang


60

kurang menghargai hasil karya Pencipta dan Pemegang Hak Cipta. Perkembangan

sarana dan fasilitas yang semakin pesat tersebut, membuat pemerintah juga harus

mencari cara untuk mengawasi masyarakat pada sosial media, dikarenakan sosial

media yang digunakan oleh masyarakat untuk melakukan pelanggaran bukan milik

pemerintah melainkan milik perusahaan swasta dan memiliki cakupan yang luas.

Sehingga pengawasan pada sosial media tidak bisa dilaksanakan.

5. Faktor Budaya Hukum

Perkembangan teknologi yang pesat membuat nilai serta pandangan

masayarakat berubah menjadi modern. Dikarenakan perkembangan teknologi

tersebut, masyarakat lebih memilih untuk tetap bertingkah laku sesuai dengan apa

yang telah menjadi nilai-nilai dan pandangan dalam kehidupan mereka. Teknologi

yang semakin canggih membentuk masyarakat menjadi ingin lebih menampilkan

aktivitasnya di sosial media, seperti menonton film kemudian merekam film

tersebut dan menyebarluaskannya ke sosial media. Alasan oknum-oknum tersebut

melakukan hal tersebut dikarenakan keinginan eksistensi diri untuk

memperlihatkan di sosial media. Kebiasaan tersebut sangat meresahkan dan

merugikan Pencipta dan Pemegang Hak Cipta. Kurangnya kesadaran hukum oleh

masyarakat pada saat di Bioskop, mengakibatkan masih sering terjadinya

pelanggaran yang merugikan Pencipta dan Pemegang Hak Cipta.

Anda mungkin juga menyukai