SEROTINUS
Disusun oleh:
Ahmad Hilmi Fahmi
30101206596
Pembimbing:
dr. Inu Mulyantoro, Sp.OG(K)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2018
STATUS ILMU KANDUNGAN DAN KEBIDANAN
SMF KANDUNGAN DAN KEBIDANAN
RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG
1
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2018
A. IDENTITAS
1. Nama penderita : Ny. W
2. Umur : 22 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : SMA
6. Pekerjaan : Swasta
7. Status : Menikah
8. Alamat : Purwosari 01/03, Sayung Demak
9. Tanggal Masuk : 29 Desember 2017
10. Masuk Jam : 15.45
11. Ruang : VK
12. Kelas : JKN Non PBI
B. ANAMNESA
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 29 Desember 2017
pukul 15.45 WIB.
1. Keluhan Utama :
Kenceng – kenceng
2
3. Riwayat Haid
Menarche : 12 tahun
Siklus haid : 28 hari
Lama haid : 7 hari
Dismenore : (-)
HPHT : 8 Maret 2017
HPL : 13 Desember 2017
± 1 bulan setelah terlambat haid pasien melakukan tes kehamilan di bidan dengan
test pack kehamilan dan hasilnya positif.
4. Riwayat ANC
ANC dilakukan rutin di bidan setelah pasien dinyatakan hamil.
5. Riwayat Obstetri
G1P0A0
G1: hamil sekarang
3
10. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang karyawan swasta, suami pasien bekerja sebagai
buruh. Kesan ekonomi cukup, biaya pengobatan ditanggung BPJS.
C. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Present
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign :
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit TB : 155 cm
RR : 20 x/menit BB : 68 Kg
Suhu : 36,7 0C
b. Status Internus
- Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
- Mulut : Bibir sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-)
- Tenggorokan : Faring hiperemesis (-), pembesaran tonsil (-)
- Leher : Simetris, pembesaran kelenjar limfe (-)
- Kulit : Turgor baik, ptekiae (-)
- Mamae : Simetris, benjolan abnormal (-), hiperpigmentasi areola (-),
puting menonjol (+), besar cukup
- Paru :
Inspeksi : Hemithorax dextra dan sinistra simetris
Palpasi : Stem fremitus dextra dan sinistra sama, nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, suara tambahan (-)
- Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Redup
4
Auskultasi: Suara jantung I dan II murni, reguler, suara tambahan (-)
- Abdomen :
Inspeksi : Cembung, striae gravidarum (+), bundle ring (-)
Palpasi : teraba bagian-bagian janin
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : denyut jantung janin (+)
- Extremitas :
Superior Inferior
Oedem -/- -/-
Varises -/- -/-
Reflek fisiologis +/+ +/+
Reflek patologis -/- -/-
c. Status Obstetri
- Abdomen
Inspeksi : Perut tampak membesar, striae gravidarum (+), linea nigra
(+), bekas operasi (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), teraba bagian janin:
Leopold 1 : bulat besar lunak, bokong
Leopold 2: tahanan memanjang di kiri (puki)
Leopold 3 : bulat besar keras, kepala
Leopold 4 : belum masuk PAP
TFU : 31 cm.
His : jarang.
Auskultasi : DJJ 12-11-12.
Punctum maximum: Puki
- PF Anogenitalia
Inspeksi : lendir (-) darah (-)
air ketuban (-) luka parut (-)
varices (-) oedem vagina (-)
5
Anus: hemoroid (-)
Interna/ Vagina toucher :
Vulva : tenang
Portio : tebal, kaku
Penipisan : tebal
Pembukaan : -
Kulit ketuban : (+)
Sarung tangan : lendir (+), darah (-)
Penurunan kepala di Bidang Hodge : -3
0
Pembukaan serviks 0
6
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium Darah
Pemeriksaan Hematologi
a. Hb : 12 gr/dl
b. Hematokrit : 37,7 %
c. Leukosit : 11.670 /uL
d. Trombosit : 403.000 /uL
e. APTT : 23.3 detik
f. PPT : 8,8 detik
g. Gol. Darah :B
h. HbsAg : negatif
i. GDS : 120
E. RESUME
Pasien G1P1A0 hamil 42 minggu, datang dengan keluhan perut terasa kenceng-
kenceng dan dirasa sejak 1 minggu yll, lalu dirasa hilang timbul belum keluar air
ketuban dan lendir darah.
Riwayat Haid
Menarche : 12 tahun
Siklus haid : 28 hari
Lama haid : 7 hari
Dismenore : (-)
HPHT : 8 Maret 2017
HPL : 13 Desember 2017
± 1 bulan setelah terlambat haid pasien melakukan tes kehamilan di bidan dengan
test pack kehamilan dan hasilnya positif.
Vital Sign :
TD : 120/80 mmHg
7
Nadi : 80 x/menit TB : 155 cm
RR : 20 x/menit BB : 68 Kg
Suhu : 36,7 0C
Status Obstetri
- Abdomen
Inspeksi : Perut tampak membesar, striae gravidarum (+), linea nigra
(+), bekas operasi (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), teraba bagian janin:
Leopold 1 : bulat besar lunak, bokong
Leopold 2: tahanan memanjang di kiri (puki)
Leopold 3 : bulat besar keras, kepala
Leopold 4 : belum masuk PAP
TFU : 31 cm.
His : jarang.
Auskultasi : DJJ 12-11-12.
Punctum maximum: Puki
- PF Anogenitalia
Inspeksi : lendir (-) darah (-)
air ketuban (-) luka parut (-)
varices (-) oedem vagina (-)
Anus: hemoroid (-)
Interna/ Vagina toucher :
Vulva : tenang
Portio : tebal, kaku
Penipisan : tebal
Pembukaan : -
Kulit ketuban : (+)
Sarung tangan : lendir (+), darah (-)
Penurunan kepala di Bidang Hodge : -3
8
Pemeriksaan Penunjang
Dalam batas normal
F. DIAGNOSA AWAL
Pasien G1P0A0, gravida 42 minggu janin tunggal hidup intra uterin letak kepala, belum
inpartu dengan serotinus
G. SIKAP
1. Pasien rawat inap
2. Pengawasan: KU, Vital Sign, Hb, PPV
3. Bishop’s score 0 atau <5 maka perlu dilakukan pematangan serviks terlebih
dahulu menggunakan oksitosin drip Oksitosin drip 5 U oksitosin dalam 500cc
RL di mulai 12 tpm dinaikkan 4 tetes tiap 15 menit sampai maksimal 40tpm,
dengan memperhatikan evaluas ibu dan janin.
4. Apabila pematangan serviks gagal ada indikasi akhiri keamilan maka
dilakukan akhiri kehamilan dengan tindakan sectio cesaria (SC)
5. Tindakan SCTP
H. PROGNOSA
Kehamilan : dubia ad bonam
Persalinan : dubia ad bonam
I. EDUKASI
1. Memberitahu kepada pasien dan keluarga resiko kehamilan lewat bulan.
2. Memberitahu akan dilakukan pematangan serviks untuk melunakkan serviks
agar mempermudah penuruna kepala janin
3. Memberitahu akan dilakukannya terminasi kehamilan secara sectio cesaria (SC)
bila pematangan serviks gagal.
9
FOLLOW UP
10
Sarung tangan lendir (+),
darah (+)
Kulit ketuban (+)
31-12-2017 S : nyeri post SC Inf.RL + oksitosin 20
12.15 O : TD : 120/80 tpm
N : 89x/menit ceftriaxone 2x1 gram
RR : 24x/menit Inj Ketorolac 1 Ampul
S : 36,70C
1-1-2018 S :- Pulang
O : TD : 120/70 Kontrol rutin
N : 76x/menit
RR : 20x/menit
S : 360C
J. DIAGNOSA AKHIR
P1A0 Post sectio cecarea transperitoneal profunda (SCTP) atas indikasi
serotinus gagal induksi.
11
KEHAMILAN POST TERM (SEROTINUS)
4. Treori syaraf uterus. Berdasarkan teori ini, diduga kehamilan postterm terjadi pada
keadaan tidak terdapatnya tekanan pada ganglion servikalis, seperti pada kelainan
letak, tali pusat pendek, dan masih tingginya bagian terbawah janin. (Mochtar, et al., 2004)
5. Teori heriditer. Pengaruh herediter terhadap insidensi kehamilan postterm telah
dibuktikan pada beberapa penelitian sebelumnya. Kitska et al (2007) menyatakan
12
dalam hasil penelitiannya bahwa seorang ibu yang pernah mengami kehamilan
postterm akan memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami kehamilan postterm
pada kehamilan berikutnya. Hasil penelitian ini memunculkan kemungkinan bahwa
kehamilan postterm juga dipengaruhi oleh faktor genetik. (Kistka, et al., 2007)
Adanya pengaruh genetik terhadap kehamilan postterm tersebut telah dibuktikan
pada penelitian Biggar et al (2010). Biggar et al (2010) melakukan penelitian tentang
penyebab terjadinya kehamilan postterm dan telah membuktikan adanya pengaruh
sistem imunitas terhadap inisiasi persalinan secara spontan. Biggar et al (2010)
menemukan bahwa antigen HLA A dan B pada janin postterm lebih memiliki persamaan
dengan antigen maternal-nya dibanding janin aterm. Kemungkinan pada kehamilan
postterm terjadi “keterlambatan” sistem imunitas maternal dalam mengenali antigen
paternal yang terdapat pada sel janin yang masuk ke dalam sirkulasi maternal melalui
mikrosirkulasi transplasental, khususnya antigen HLA tipe A dan B. Keterlambatan ini
menyebabkan tertundanya proses cascade yang dibutuhkan untuk mengawali terjadinya
tahapan persalinan secara spontan. (Biggar, et al., 2010)
13
American College of Obstetricians and Gynecologists (2004), yaitu kehamilan yang
berlangsung lebih dari 42 minggu (294 hari) yang terhitung sejak hari pertama
siklus haid terakhir (HPHT). (Cunningham, et al., 2010)
Permasalahan sering timbul apabila ternyata HPHT ibu tidak akurat atau tidak
bisa dipercaya. Menurut Mochtar et al (2004), jika berdasarkan riwayat haid,
diagnosis kehamilan postterm memiliki tingkat keakuratan hanya ±30 persen.
Riwayat haid dapat dipercaya jika telah memenuhi beberapa kriteria, yaitu: (a) ibu
harus yakin betul dengan HPHT-nya; (b) siklus 28 hari dan teratur, (c) tidak minum
pil anti hamil setidaknya 3 bulan terakhir. (Mochtar, et al., 2004)
Hasil penelitian Savitz, et al (2002) menunjukkan bahwa usia kehamilan yang
ditentukan berdasarkan HPHT cenderung lebih sering salah didiagnosa sebagai
kehamilan postterm dibanding dengan pemeriksaan USG, terutama akibat ovulasi
yang terlambat. Penentuan usia kehamilan dengan HPHT didasarkan kepada asumsi
bahwa kehamilan akan berlangsung selama 280 hari (40 minggu) dari hari pertama
(Cunningham, et al., 2010)
siklus haid yang terakhir. Pendekatan ini berpotensi
menyebabkan kesalahan karena sangat bergantung kepada keakuratan tanggal
HPHT dan asumsi bahwa ovulasi terjadi pada hari ke-14 siklus menstruasi. Padahal,
ovulasi tidak selalu terjadi pada hari ke-14 siklus karena adanya variasi durasi fase
folikular, yang bisa berlangsung selama 7-21 hari. Oleh sebab itu, pada ibu yang
memiliki siklus 28 hari, masih ada kemungkinan ovulasi terjadi setelah hari ke-14
siklus. Akibatnya, terjadi kesalahan dalam penentuan usia kehamilan yang
seharusnya dihitung mulai dari terjadinya fertilisasi sampai lahirnya bayi. (Bennett, et al.,
2004)
Tingkat kesalahan estimasi tanggal perkiraan persalinan jika berdasarkan
HPHT adalah ± 1,37 minggu. (Cohn, et al., 2010)
14
2. Riwayat pemeriksaan antenatal
Pernoll, et al (2007) menyatakan bahwa kehamilan dapat dinyatakan sebagai
kehamilan postterm bila didapat 3 atau lebih dari 4 kriteria hasil pemeriksaan
sebagai berikut: (Pernoll, et al., 2007)
a. Telah lewat 36 minggu sejak test kehamilan positif
b. Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali
c. Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan Doppler
d. Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan stetoskop
Laennec
15
kehamilan pada trimester III saat ini sebenarnya dapat ditingkatkan dengan
melakukan pemeriksaan MRI terhadap profil air ketuban. (Cohn, et al., 2010)
16
1. Disfungsi plasenta
Disfungsi plasenta merupakan faktor penyebab terjadinya komplikasi pada
kehamilan postterm dan meningkatnya risiko pada janin. Fungsi plasenta mencapai
puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai menurun terutama
setelah 42 minggu. Rendahnya fungsi plasenta ini berkaitan dengan peningkatan
kejadian gawat janin dengan risiko 3 kali lebih tinggi. Pemasokan makanan dan
oksigen akan menurun akibat proses penuaan plasenta disamping adanya spasme
arteri spiralis. Janin akan mengalami hambatan pertumbuhan dan penurunan berat
hingga disebut sebagai dismatur. (Cunningham, et al., 2010)
2. Oligohidramnion
Pada kehamilan postterm terjadi perubahan kualitas dan kuantitas cairan
amnion. Jumlah cairan amnion mencapai puncak pada usia kehamilan 38 minggu,
yaitu sekitar 1000 ml dan menurun menjadi sekitar 800 ml pada usia kehamilan 40
minggu. Penurunan jumlah cairan amnion berlangsung terus menjadi sekitar 480 ml,
(Cunningham, et al.,
250 ml, hingga 160 ml pada usia kehamilan 42, 43, dan 44 minggu.
2010)
17
atau lebih besar. Selain itu, adanya pengeluaran mekonium akan mengakibatkan
cairan amnion menjadi hijau atau kuning dan meningkatkan risiko terjadinya
aspirasi mekonium. (Cunningham, et al., 2010)
Estimasi jumlah cairan amnion dapat diukur dengan pemeriksan USG. Salah
satu metode yang cukup populer adalah pengukuran diameter vertikal dari kantung
amnion terbesar pada setiap kuadran dari 4 kuadran uterus. Hasil penjumlahan
keempat kuadran tersebut dikenal dengan sebutan indeks cairan anmion (Amnionic
Fluid Index/AFI). Bila nilai AFI telah turun hingga 5 cm atau kurang, maka
merupakan indikasi adanya oligohidramnion. (Cunningham, et al., 2010)
3. Perubahan pada janin
Selain risiko pertambahan berat badan yang berlebihan, janin pada kehamilan
postterm juga mengalami berbagai perubahan fisik khas disertai dengan gangguan
pertumbuhan dan dehidrasi yang disebut dengan sindrom postmaturitas. Perubahan-
perubahan tersebut antara lain; penurunan jumlah lemak subkutaneus, kulit menjadi
keriput, dan hilangnya vernik kaseosa. Keadaan ini menyebabkan kulit janin
berhubungan langsung dengan cairan amnion. Perubahan lainnya yaitu; rambut
panjang, kuku panjang, serta warna kulit kehijauan atau kekuningan karena terpapar
mekonium. Namun demikian, Tidak seluruh neonatus kehamilan postterm
menunjukkan tanda postmaturitas tergantung fungsi plasenta. Umumnya didapat
sekitar 12-20 % neonatus dengan tanda postmaturitas pada kehamilan postterm.
Tanda postterm dibagi dalam 3 stadium: (Mochtar, et al., 2004)
a. Stadium 1 : Kulit kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit
kering, rapuh, dan mudah mengelupas.
b. Stadium 2 : Gejala di atas disertai pewarnaan mekonium pada kulit.
c. Stadium 3 : Pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit, dan tali pusat.
18
ditentukan dengan tepat sehingga janin bisa saja belum matur sebagaimana yang
diperkirakan. Selain itu, saat usia kehamilan mencapai 42 minggu, pada ±70% penderita
didapatkan serviks belum matang/unfavourable dengan skor Bishop rendah sehingga
tingkat keberhasilan induksi menjadi rendah. Oleh karena itu, setelah diagnosis
kehamilan postterm ditegakkan, permasalahan yang harus dipecahkan selanjutnya adalah
apakah dilakukan pengelolaan secara aktif dengan induksi ataukah sebaliknya dilakukan
pengelolaan secara ekspektatif dengan pemantauan terhadap kesejahteraan janin, baik
secara biofisik maupun biokimia sampai persalinan berlangsung dengan spontan atau
timbul indikasi untuk mengakhiri kehamilan. (Mochtar, et al., 2004)
1. Pemantanauan kesejahteraan janin
Manning dkk (1980) telah mengajukan pemakaian kombinasi dari 5 variabel
biofisik untuk menilai kesejahteraan janin dan menyatakan bahwa kombinasi ini
memberikan hasil yang lebih akurat dibandingkan pemakaian salah satu variabel
saja. Secara umum, tes ini membutuhkan waktu sekitar 30-60 menit. Variabel yang
digunakan dalam penilaian profil biofisik adalah; (a) tes tanpa beban (non-stress
test/NST), (b) gerak nafas janin, (c) gerakan janin, (d) tonus janin, dan (e) volume
cairan amnion. Setiap variabel diberikan skor 2 bila normal dan skor 0 bila
abnormal. Oleh sebab itu, seorang janin sehat akan memiliki skor 10 pada
pemeriksaan profil biofisiknya. (Cunningham, et al., 2010)
19
Penggunaan NST memiliki tujuan yang berbeda dengan tes beban
kontraksi (contraction stress test/oxytocin stress test/OST). Secara sederhana,
NST adalah tes untuk mengetahui kondisi janin sedangkan OST digunakan
untuk menilai fungsi uteroplasenta. Sampai saat ini, NST adalah tes utama yang
paling sering digunakan untuk menilai kesejahteraan janin. (Cunningham, et al., 2010)
20
c. Pemeriksaan gerakan janin (fetal movements)
Aktivitas pasif janin tanpa rangsangan sebenarnya sudah mulai ada sejak
minggu ke-7 dan akan menjadi lebih kompleks serta terkoordinasi pada akhir
kehamilan. Bahkan setelah minggu ke-8 usia kehamilan, gerakan janin tidak
pernah berhenti dengan waktu lebih dari 13 menit. Namun demikian, ibu hamil
baru bisa merasakan pergerakan janin pertama kali sekitar usia kehamilan 18-20
minggu. Mula-mula gerakannya jarang, lemah, dan terkadang tidak dapat
dibedakan dengan sensasi abdomen lainnya seperti gerakan usus. (Cunningham, et al.,
2010)
Antara minggu ke-20 sampai ke-30, gerakan tubuh umum menjadi lebih
teratur dan janin mulai memperlihatkan siklus istirahat-aktivitas. Pada trimester
ketiga, pematangan gerakan janin terus berlanjut sampai sekitar 36 minggu, saat
sikap tubuh normal telah terbentuk pada 80% janin. (Cunningham, et al., 2010)
Pergerakan rata-rata harian janin selama kehamilan bervariasi. Pada umur
kehamilan 20 minggu, pergerakan janin rata-rata adalah sekitar 200 gerakan per
12 jam. Pergerakan janin mencapai nilai maksimal sekitar minggu ke-32
kehamilan, yaitu ± 500 gerakan per 12 jam. Setelah itu, pergerakan menjadi
kurang dirasakan setelah minggu ke-36 karena janin tumbuh dan volume cairan
amnion berkurang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berkurangnya aktivitas
pada kehamilan aterm mungkin juga disebabkan oleh pertambahan waktu tidur
janin seiring dengan makin maturnya janin. Keadaan ini merupakan hal yang
terjadi secara fisiologis pada trimester ke- tiga. (Cunningham, et al., 2010)
21
Estimasi volume cairan amnion dapat dilakukan dengan pemeriksaan USG
dengan cara menilai indeks cairan amnion (amniotic fluid index/AFI). Penilaian
dengan indeks ini dilakukan dengan cara menambahkan ukuran kedalaman dari
setiap kantung vertikal terbesar pada tiap kuadran uterus. Bila nilai AFI telah
turun hingga 5 cm atau kurang, maka merupakan indikasi adanya
oligohidramnion. (Cunningham, et al., 2010)
Metode lain adalah dengan cara mengukur salah satu kantung cairan
amnion vertikal yang terbesar (single deepest pocket). Menurut pemeriksaan
ini, volume cairan amnion dikatakan berkurang bila didapatkan ukuran kantong
≤ 2 cm. (Cunningham, et al., 2010)
22
Penatalaksanaan kehamilan berdasarkan skor profil biofisik dapat berupa
penanganan ekspektatif tanpa melakukan intervensi apapun sambil melakukan
pemeriksaan ulangan. Namun jika didapatkan gambaran keadaan asfiksia, maka
penanganan diberikan secara aktif dengan terminasi kehamilan.
2. Induksi persalinan
Kehamilan postterm merupakan keadaan klinis yang sering menjadi indikasi
untuk pelaksanaan induksi persalinan. Induksi persalinan menjadi salah satu
prosedur medis yang paling sering dilakukan di Amerika Serikat dengan proporsi
yang meningkat dari 9% pada tahun 1989 menjadi 19% di tahun 1998. (Heimstad, 2007)
Induksi persalinan adalah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum
inpartu, baik secara tindakan atau medisinal, untuk merangsang timbulnya kontraksi
uterus sehingga diharapkan terjadi persalinan atau penipisan dan dilatasi serviks
yang progresif disertai penurunan bagian presentasi janin. Tindakan induksi
persalinan ini adalah untuk keselamatan ibu dan anak, tetapi walaupun dilakukan
dengan terencana dan hati-hati, kemungkinan untuk menimbulkan risiko terhadap
ibu dan janin tetap ada. (Heimstad, 2007)
Kemungkinan keberhasilan induksi persalinan ditentukan oleh beberapa
keadaan sebelum dilakukan induksi, salah satunya dari kematangan serviks
(favorable). Penilainan kematangan serviks ini dapat dilakukan dengan
23
menggunakan skor Bishop. Skor ini dinilai berdasarkan lima faktor yang didapatkan
dari pemeriksaan dalam dan akan digunakan untuk memperkirakan keberhasilan
induksi persalainan. Lima faktor yang diperiksa adalah (1) dilatasi serviks, (2)
penipisan serviks/effacement, (3) konsistensi serviks, (4) posisi serviks, dan (5)
station dari bagian terbawah janin.
24
Tabel 4. Rejimen drip induksi dengan oksitosin. (Cunningham, et al., 2010)
25
dikutip dari Cunningham et al, (2010) juga menyatakan bahwa hanya ibu paturien
postterm yang memiliki nilai AFI ≤5 cm yang mengalami deselerasi denyut jantung
janin dan aspirasi mekonium. (Cunningham, et al., 2010)
Sebaliknya, Zhang dkk (2004) yang dikutip dari Cunningham et al., (2010)
melaporkan bahwa kondisi oligohidramnion dengan nilai AFI ≤ 5 cm tidak
berhubungan dengan kondisi perinatal yang buruk. Begitu juga dengan Magann dkk
(1999) yang tidak menemukan peningkatan risiko komplikasi intrapartum pada
kondisi oligohidramnion. (Cunningham, et al., 2010)
Perlu kita sadari bahwa persalinan adalah saat paling berbahaya bagi janin
postterm sehingga setiap persalinan postterm harus dilakukan pengawasan ketat dan
sebaiknya dilaksanakan di Rumah Sakit dengan pelayanan operatif dan neonatal
yang memadai.
Menurut Mochtar, et al (2004) pengelolaan persalinan pada kehamilan postterm
mencakup:
a. Pemantauan yang baik terhadap kontraksi uterus dan kesejahteraan janin.
Pemakaian alat monitor janin secara kontinu sangat bermanfaat.
b. Hindari penggunaan obat penenang atau analgetika selama persalinan.
c. Persiapan oksigen dan tindakan seksio sesarea bila sewaktu-waktu terjadi
kegawatan janin
d. Cegah terjadinya aspirasi mekonium dengan segera mengusap wajah neonatus
dan penghisapan pada tenggorokan saat kepala lahir dilanjutkan resusitasi
sesuai prosedur pada janin dengan cairan ketuban bercampur mekonium.
e. Pengawasan ketat terhadap neonatus dengan tanda-tanda postmaturitas
26
Gambar 2. Skema penatalaksanaan kehamilan postterm. (Cunningham, et al., 2010)
27