Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH PORTOFOLIO

KASUS MEDIS
Supraventricular Tachycardia

Disusun oleh:
dr. Muhamad Husen Ali

Pendamping :
dr. Lince Holsen
dr. Mey Indra Dewi

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. TC HILLERS MAUMERE


KABUPATEN SIKKA, NUSA TENGGARA TIMUR
PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
PERIODE FEBRUARI 2018-FEBRUARI 2019

Portofolio Medis

Nama Peserta: dr. Muhamad Husen Ali

Nama Wahana: RSUD dr. TC Hillers Maumere

Tanggal (kasus):
Topik: Supraventricular Tachycardia
3 Oktober 2018

Nama Pasien: An. JWB No. RM: 203382


Nama Pembimbing:
-
Tanggal Presentasi: Januari 2019

Tempat Presentasi: RSUD dr. TC Hillers Maumere

Obyektif Presentasi:

 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka

 Diagnostik  Manajemen  Masalah  Istimewa

 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa  Lansia  Bumil

 Deskripsi: An. JWB dibawa ke IGD dengan riwayat pingsan 30 menit SMRS

 Tujuan: Mengenali dan mendiagnosis supraventricular tachycardia dan


penatalaksanaan pada kondisi gawat darurat.

Bahan bahasan:  Tinjauan Pustaka  Riset  Kasus  Audit

Cara membahas:  Diskusi  Presentasi dan diskusi  Email  Pos

Nama klinik: RSUD TC Hillers Maumere Terdaftar sejak: 5 Agustus 2017


Telp: 0380 - 21617

Data utama untuk bahan diskusi

1. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien dibawa ke IGD dengan keluhan dada berdebar sejak 1 jam SMRS. Pasien
mengeluh badan terasa lemah, berkeringat dingin, sesak napas, dan pusing. Riwayat pingsan
30 menit SMRS saat melakukan kegiatan belajar di sekolah. Tidak ada keluhan nyeri dada,
muntah, nyeri perut. Keluhan benjolan di leher dan rasa lebih naman di tempat dingin
disangkal.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya

3. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit serupa dengan pasien.

4. Riwayat Sosial-Ekonomi
Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pasien tinggal bersama kedua orang
tuanya. Pasien saat ini duduk di bangku kelas tiga SMP.

5. Pemeriksaan Fisis

 KU: Tampak sakit sedang,


 Kesadaran: somnolen
 TD 100/70mmHg, Nadi 180x/menit reguler, Laju nafas 22x/menit, Suhu 36.7°c,
SpO2 95%
 Mata Konjungtiva tenang, tidak anemis. Sklera tidak ikterik. Tidak cekung
 Mulut: Mukosa basah
 Thorax: Cor S1 S2 Reguler, Murmur (-). Pulmo VBS +/+, ronki -/-, wheezing -/-
 Abdomen: datar, nyeri tekan (-), bising usus meningkat (+)
 Ekstremitas: dingin, edema -/-
6. Pemeriksaan Penunjang:
 EKG
Supraventricular tachycardia, HR 224 bpm

7. Diagnosis:
Syok Kardiogenik ec Supraventricular tachycardia
8. Tatalaksana:
• O2 2lpm nasal canule
• IVFD RL 1500cc/24jam
• Kardioversi synchronize 20J, sedasi dengan IV diazepam 10mg
• Observasi monitor bedside
• Po propanolol 3x10mg
• KIE tindakan kardioversi dan kemungkinan perburukan
• Konsul SpA dan SpPD
• Rawat ICU
Daftar Pustaka:
1. Deal BJ. Supraventricular tachycardia mechanism and natural histori. Dalam: Deal
BJ, Wolff GS, Gelband H, penyunting. Current concepts in diagnosis and
management of arrhythmias in infants and children. New York: Futura Publishing
Company; 1998. h. 117-43.
2. Ming-Long Y, Deal BJ, Wolff GS. Supraventricular tachycardia-electrophysiologic
evaluation and treatment. Dalam: Deal BJ, Wolff GS, Gelband H, penyunting.
Current concepts in diagnosis and management of arrhythmias in infants and
children. New York: Futura Publishing Company; 1998. h. 145-79.
3. Madiyono B. Penanalaksanaan takikardia supraventrikular. Dalam: Sastroasmoro S,
Madiyono B, penyunting. Penatalaksanaan kedaruratan kardiovaskular pada anak.
Naskah lengkap PKB IKA XX FKUI/RSCM. Jakarta: Bagian IKA FKUI/RSCM;
1989. h. 124-35.
4. Van Hare GF. Supraventricular tachycardia. Dalam: Garson A, Gillet PC, penyunting.
Clinical pediatric arrhythmias. Edisi ke-2. Philadelphia: WB Saunders Company;
1999. h. 97-120.
5. Park MK, Troxler RG. Pediatric cardiology for practitionerrs. Edisi ke-4. St. Louis:
Mosby; 2002. h. 333-48.
6. Delacretaz E. Supraventricular tachycardia. N Engl J Med 2006;354:1039-51.
7. Van Hare GF, Chiesa AC, Campbell RM, Kanter RJ, Cecchin F. Atrioventricular
nodal reentrant tachycardia in children. J Cardiovasc Electrophysiol 2002;13:203-9.
8. Calkins H. Radiofrequency catheter ablation of supraventricular arrhythmias. Heart
2001;85:594-600.
9. Antzelevitch C. Basic mechanism of reentrant arrhythmias. Curr Opin Cardiol
2001;16:1-7.
10. Fitzsimmons PJ, McWhirter PD, Peterson DW, Kruyer WB. The natural history of
Wolff-Parkinson-White syndrome in 228 military aviators: A long-term follow-up of
22 years. Am Heart J 2001;142:530-6

Hasil Pembelajaran:
1. Subyektif:
Pasien laki-laki berusia 13 tahun dibawa ke IGD dengan keluhan dada berdebar sejak
1 jam SMRS. Pasien mengeluh badan terasa lemah, berkeringat dingin, sesak napas, dan
pusing. Riwayat pingsan 30 menit SMRS saat melakukan kegiatan belajar di sekolah. Tidak
ada keluhan nyeri dada, muntah, nyeri perut. Keluhan benjolan di leher dan rasa lebih naman
di tempat dingin disangkal. Pasien pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.
Gejala sinkop jarang ditemukan pada pasien TSV, namun keluhan kliyengan sering
terjadi. Pasien tua dengan TaRNAV lebih sering datang dengan keluhan sinkop atau hampir
sinkop. Penurunan tekanan darah pada saat TSV sering terjadi pada awal terjadinya TSV (10–
30 detik), yang kemudian akan menjadi normal kembali setelah 30–60 detik.13,14 Berkaitan
dengan mengemudi, 57% pasien TSV mengalami keluhan saat mengemudi dan 24%
menyatakan bahwa keluhan tersebut sangat mengganggu.15
Pada laju nadi yang sama, TSV tidak selalu meng- gambarkan respons hemodinamik
yang sama. Hal ini membuktikan bahwa laju nadi bukan satu-satunya faktor yang
memengaruhi perubahan hemodinamik. Kontraksi atrium pada saat katup AV tertutup dapat
menyebabkan gangguan drainase vena pulmonalis yang berhubungan dengan respons neural.
Temuan ini dapat diobservasi pada saat studi elektrofisiologi yaitu ketika dilakukan
pemacuan yang menstimulasi TSV, maka penurunan tekanan darah paling nyata pada saat
pemacuan atrium dan ventrikel terjadi secara simultan. Interval ventrikulo-atrial berbanding
terbalik dengan derajat penurunan tekanan darah. Peningkatan tekanan vena sentral juga
berbanding terbalik dengan interval ventrikulo-atrial.

2. Obyektif:
 KU: Tampak sakit sedang,
 Kesadaran: somnolen
 TD 100/70mmHg, Nadi 180x/menit reguler, Laju nafas 22x/menit, Suhu 36.7°c,
SpO2 95%
 Mata Konjungtiva tenang, tidak anemis. Sklera tidak ikterik. Tidak cekung
 Mulut: Mukosa basah
 Thorax: Cor S1 S2 Reguler, Murmur (-). Pulmo VBS +/+, ronki -/-, wheezing -/-
 Abdomen: datar, nyeri tekan (-), bising usus meningkat (+)
 Ekstremitas: dingin, edema -/-

3. Assessment:
Analisis EKG 12 sadapan sangat penting untuk menegakkan diagnosis TaSuV.
Elektrokardiogram (EKG) 12 sadapan saat istirahat harus diambil. Pada pasien dengan
paroksismal TaSuV, ditemukannya preeksitasi pada EKG 12 sadapan saat istirahat
memberikan petunjuk yang penting untuk diagnosis suatu TaRAV. Pada kondisi seperti ini
pasien dapat dirujuk ke spesialis aritmia tanpa harus mendapatkan EKG takiaritmianya.
Riwayat palpitasi yang paroksis- mal dan ireguler pada pasien dengan preeksitasi sangat
mendukung adanya suatu episode fibrilasi atrium. Pasien seperti ini harus segera dirujuk ke
spesialis aritmia karena memiliki risiko morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Pasien
dengan riwayat takiaritmia yang berkelanjutan (sustained) sangat disarankan untuk
mendapatkan perekaman EKG 12 sadapan walaupun hanya sekali.
Pemeriksaan ekokardiografi sebaiknya dikerjakan pada pasien TaSuV untuk
menyingkirkan adanya pe- nyakit jantung struktural.
Perekaman Holter EKG 24-jam dapat dipertim- bangkan pada pasien TaSuV yang
frekuen tetapi sesaat. Pada pasien dengan frekuensi yang lebih jarang, event atau loop
recorder lebih disarankan. Implantable loop recorder (ILR) mungkin bermanfaat pada kasus
yang jarang (kurang dari dua episode sebulan) dan disertai simtom yang berat serta
hemodinamik yang tidak stabil. Uji latih jantung kurang bermanfaat untuk diagnosis kecuali
pada TaSuV yang jelas dipicu oleh aktivitas, atau untuk menilai periode refrakter dari
preeksitasi.

4. Plan
Penatalaksanaan segera pasien dengan SVT terdiri dari perasat vagus, terapi
medikamentosa dan electrical conversion. Perasat vagus dan obat-obatan (adenosine) akan
menyebabkan blok atrioventrikular sementara sehingga terjadi terminasi segera dari SVT,
kedua cara di atas efektif pada jenis takikardia yang melibatkan nodus AV tapi responnya
kurang baik pada sebagian besar bentuk takikardia atrial pimer.
Perasat vagus lebih sering digunakan pada bayi dengan cara meletakkan kantong
palstik berisis es pada daerah muka dan mata bayi, diletakkan selama sekitar 20 detik, dan
cara ini dilaporkan efektif pada 25% kasus. Penekanan bola mata tidak dianjurkan pada
anak, sedangkan pada anak yang lebih besar lebih baik dipakai metode valsava.
Adenosin, suatu nukleotida endogen, bersifat kronotropik negatif dan efeknya sangat
cepat dan berlangsung sangat singkat dengan konsekuensi pada hemodinamik yang sangat
minimal. Obat ini akan menyebabkan blok segera pada nodus AV sehingga akan
memutuskan sirkuit pada mekanisme reentry. Adenosin merupakan obat pilihan pertama
untuk menghentikan SVT dan efektifitasnya dilaporkan pada sekitar 90% kasus. Adenosin
diberikan dengan suntikan bolus cepat yang diikuti dengan flush salin. Dosis awal adalah 50
µg/kg, dan dosis ditingkatkan 50 µg/kg setiap 1-2 menit (maksimum 250 µg/kg). Dosis
biasa yang digunakan pada anak berkisar antara 100-150 µg/kg.
Verapamil juga tersedia untuk penanganan segera SVT pada anak berusia di atas 12
bulan, akan tetapi saat ini sudah mulai jarang digunakan karena efek sampingnya. Obat ini
mulai bekerja 2 sampai 3 menit. Terdapat banyak laporan terjadinya hipotensi berat dan
henti jantung pada bayi berusia di bawah 6 bulan dan sebaiknya verapamil tidak dipakai
pada usia ini. Jika diberikan verapamil, persiapan untuk mengantisipasi hipotensi harus
disiapkan seperti calsium klorida (10 mg/kg), cairan infus, dan obat vasopressor seperti
dopamin. Tidak ada bukti bahwa verapamil efektif VT pada kasus-kasus yang tidak
memberikan respon dengan adenosine.
Pada pasien dengan AVRT atau AVNRT, prokainamid mungkin juga efektif. Obat ini
bekerja memblok kunduksi pada jaras tambahan atau pada konduksi retrograde pada jalur
cepat pada sirkuit reentry di nodus AV. Hipotensi juga sering dilaporkan pada saat loading
dose diberikan.
Digoksin dilaporkan juga cukup efektif untuk mengobati kebanyakan SVT pada
anak. Digoksin tidak digunakan lagi untuk penghentian segera SVT dan sebaiknya dihindari
pada anak yang lebih besar dengan WPW sindrom karena adanya risiko percepatan
konduksi pada jaras tambahan.
Electrical cardioversion dengan 0,25-1 joule/kg merupakan pilihan terapi pada SVT
dengan hipotensi kritis atau jika hemodinamik tidak stabil.

Pendamping, Pendamping,

dr. Lince Holsen dr. Clara Yosephine

Anda mungkin juga menyukai