PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mewujudkan masyarakat yang berbudaya sehat tentu merupakan salah satu cita-cita
pembangunan nasional yang telah terpatri sejak bangsa ini mendeklarasikan kemerdekaannya.
Negara sudah sepatutnya menjamin setiap sendi-sendi kehidupan masyarakat tak terkecuali
kesehatan setiap orang. Menciptakan masyarakat yang sehat artinya pemerintah juga
mempersiapkan sumber daya manusia yang berkompeten dan mampu bersaing dari segi
intelektualitas.
Salah satu langkah nyata yang telah dilakukan oleh pemerintah adalah dengan
menyediakan pusat pelayanan kesehatan masyarakat (puskesmas) sebagai wadah untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Puskesmas memiliki banyak peranan vital, mulai
dari peran preventif, promotif, kuratif, hingga rehabilitatif, sehingga dianggap sebagai unit
pelayanan kesehatan tingkat pertama yang paling banyak digunakan oleh masyarakat. Maka
perlu kiranya bagi pemerintah untuk melestarikan keberadaan puskesmas dan terus melakukan
perbaikan bukan hanya pada sumber daya yang ada di puskesmas itu sendiri melainkan pula
sumber daya manusia yang ada di puskesmas secara berkesinambungan.
Puskesmas secara detail juga memiliki fungsi untuk mencatat bagaimana penyebaran
penyakit yang terjadi di suatu wilayah. Itulah kenapa kemudian peranan tenaga epidemiologi di
puskesmas menjadi sangat penting. Secara menyeluruh, tenaga epidemiologi bertanggung jawab
dalam mengelola prevalensi dan insidensi penyakit dan memperhatikan betul bagaimana bentuk
evaluasi dari temuan penyakit tersebut. Belum lagi kegiatan surveilans epidemiologi di
puskesmas yang secara umum bertugas untuk mengumpulkan, mengelola, interpretasi, hingga
evaluasi nyata dengan memperhatikan beberapa faktor risiko seperti lingkungan, perilaku, dan
hal lainnya.
Pola pencatatan penyakit terbanyak di puskesmas setiap tahunnya perlu menjadi perhatian
setiap petugas puskesmas. Dengan adanya tampilan data terkait jumlah kejadian penyakit, maka
pemerintah dapat lebih efektif dalam menentukan prioritas permasalahan apa yang harus segera
ditanggulangi. Pengamatan yang detail disertai data-data yang real mendorong semua oknum
kesehatan untuk melakukan evaluasi terkait kinerja dan kebutuhan apa yang harus segera
dipenuhi. Jadi penting adanya untuk terus melakukan interpretasi data terhadap penyakit
terbanyak yang terjadi di wilayah tertentu mulai dari catatan harian, mingguan, bulanan, hingga
tahunan, agar kontrol lebih mudah dilakukan.
B. Tujuan
1. Mengetahui data satu penyakit yang menular dan tidak menular selama setahun terakhir
2. Menganalisis deskriptif tentang penyakit nasofaringitis akut yang terjadi di puskesmas kassi-
kassi tahun 2014.
3. Mengetahui bentuk evaluasi dari tenaga surveilans terhadap terjadinya penyakit
nasofaringitis akut di puskesmas kassi-kassi.
C. Manfaat
1. Bagi Dinas Kesehatan
Sebagai masukan dalam perencanaan program kesehatan masyarakat agar dapat melakukan
pemberantasan penyakit secara terarah.
2. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi tentang penyakit yang paling riskan terjadi dan dampaknya terhadap
kesehatan.
3. Bagi Peneliti
Memberikan pengalaman nyata yang sangat berharga tentang mekanisme pengambilan data
surveilans di puskesmas dan dapat memperkaya pengetahuan kita akan penyebaran penyakit di
daerah tersebut.
4. Bagi Ilmu Pengetahuan
Memberikan tambahan referensi bagi pembaca.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
C. Data 10 Penyakit Terbanyak yang Terjadi di Puskesmas Kassi-Kassi Selama Tahun 2014
Penyebaran penyakit di puskesmas kassi-kassi begitu kompleks. Terdapat temuan beberapa
penyakit yang menjangkit masyarakat selama kurung waktu 2014. Hal ini tentu saja mendorong
perlunya ada penggolongan data penyakit terbanyak yang diderita oleh masyarakat sebagai
nantinya bahan acuan atau landasan dalam melakukan upaya penanggulangan dan
pemberantasan penyakit.
Keadaan demografi dan pola hidup masyarakat sekitar sering kali menjadi faktor penentu
terjadinya suatu penyakit. Dari pemaparan data yang disajikan dalam bentuk online, terdapat ada
10 penyakit terbanyak yang terjadi di tahun 2014 sebagai berikut :
Dari data di atas, maka diperoleh bahwa nasofaringitis akut merupakan penyakit yang
paling banyak terjadi dengan persentase 22,9 % atau berjumlah 1607 penderita dari total 7011
masyarakat yang menderita penyakit. Sedangkan penyakit terbanyak kedua adalah hipertensi
dengan persentase 18,5 % atau berjumlah 1299 penderita, dan Infeksi Saluran Pernapasan Atas
(ISPA) menduduki peringkat ketiga dengan jumlah kejadian 1116 atau 15,9 %. Secara
keseluruhan urutan 10 penyakit terbanyak di puskesmas kassi-kassi selama tahun 2014 adalah
nasofaringitis akut, hipertensi, ISPA, dispepsia, diare dan gastroenteritis, batuk, necrosis of pulp,
diabetes melitus, sakit kepala, serta disorders of tooth development and eruption.
Peningkatan tiap bulannya juga terbilang signifikan. Dari data yang diperoleh misalnya
pada kejadian nasofaringitis akut, bulan agustus jumlah penderita adalah 139 meningkat menjadi
630 di bulan september, dari bulan september ke oktober meningkat menjadi 1.034, dan
meningkat lagi di bulan november menjadi 1341, dan akhirnya setelah di total di bulan desember
mencapai 1607. Artinya hampir setiap bulannya terjadi peningkatan penderita penyakit dengan
rata-rata 400-an.
Fakta bahwa nasofaringitis akut merupakan penyakit terbanyak yang diderita mendorong
untuk dilakukan peninjauan lebih jauh terkait apa sebenarnya yang melatarbelakangi seringnya
terjadi penyakit tersebut di sekitaran wilayah kassi-kassi serta gambaran umum tentang penyakit
tersebut, meliputi pula pencegahan, pengobatan, manifestasi klinis, dan lain-lain.
E. Bentuk Evaluasi dari Tenaga Surveilans Terhadap Terjadinya Penyakit Nasofaringitis Akut Di
Puskesmas Kassi-Kassi
Sebagaimana diketahui, surveilans adalah kegiatan pengamatan secara sistematis dan terus-
menerus terhadap suatu penyakit dengan cara pengumpulan (host, agent, environment, dan
determinan) pengolahan, analisis, interpretasi, sampai dengan desiminasi informasi kepada unit
terkait yang membutuhkan untuk mengambil tindakan. Tujuan surveilans epidemiologi nantinya
adalah tersedianya data dan informasi epidemiologi sebagai dasar pengambilan keputusan dalam
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program dan peningkatan Sistem Kewaspadaan
Dini (SKD)
Dalam menilai efektivitas kinerja petugas surveilans, kita dapat melihat apakah ciri-ciri
surveilans telah dijalankan dengan baik. Ada 5 garis besar ciri-ciri surveilans yaitu :
1. Adanya keteraturan dalam pengumpulan dan interpretasi data
2. Adanya upaya terus-menerus
3. Kesederhanaan, artinya mudah didapat dan dikerjakan
4. Harus mudah dimengerti
5. Ada indikator yang dapat mengukur keberhasilan kegiatan surveilans.
Tingginya insiden penyakit nasofaringitis akut tentu saja mendorong perlunya ada upaya
evaluasi dari seluruh petugas puskesmas, khususnya petugas surveilans di puskesmas kassi-kassi
sebagai komponen penting. Untuk mewujudkan keberhasilan petugas surveilans, keteraturan data
dan hasil penelitian perlu dipaparkan secara jelas.
Angka yang menunjukkan jumlah penderita 10 penyakit terbanyak yang mencapai 14.244
orang tentu saja menjadi hal yang miris. Oleh karenanya, beberapa hal yang harus dievaluasi
tenaga surveilans di puskesmas kassi-kassi sebagai upaya perbaikan ke depannya adalah :
1. Transparansi data
Puskesmas kassi-kassi harus lebih transparan dalam mengungkap temuan-temuan yang didapat
agar memberikan kemudahan dalam melakukan evaluasi bersama-sama.
2. Pembuatan Program Kesehatan yang Sesuai Keadaan Masyarakat
Kebijakan pihak puskesmas untuk menerapkan suatu program kesehatan yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat sekitar agar program yang dibuat dapat efektif dan berjalan baik.
3. Pencatatan Angka Kejadian Penyakit Secara Rutin
Pencatatan secara rutin memang harus dilakukan oleh petugas surveilans. Mulai dari catatan
harian, mingguan, bulanan, hingga tahunan, dan terus berkesinambungan agar data yang
diperoleh benar-benar valid dan sesuai fakta yang terjadi di lapangan. Kekacauan data akan
mempengaruhi pula upaya penanggulangan nantinya.
4. Evaluasi Menyeluruh Terhadap Struktur Pengurus Surveilans Puskesmas
Jika memang dalam struktur kepengurusan surveilans ada pihak yang tidak mampu menjalankan
tugasnya dengan baik, maka alangkah baiknya dilakukan evaluasi kinerja yang nyata. Bahkan
jika dibutuhkan harus ada sanksi yang tegas dan aturan yang ketat agar semua pihak surveilans
dapat menjalankan fungsinya dengan maksimal.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan data yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa :
Total masyarakat yang menderita penyakit selama tahun 2014 adalah 14.244 dan dibagi
dalam 10 penyakit terbanyak di puskesmas kassi-kassi. Adapun 10 penyakit terbanyak yang
diderita masyarakat di daerah kassi-kassi yaitu nasofaringitis akut, hipertensi, ISPA, dispepsia,
diare dan gastroenteritis, batuk, necrosis of pulp, diabetes melitus, sakit kepala, serta disorders of
tooth development and eruption. Penyakit yang tertinggi adalah nasofaringitis akut dengan
jumlah 1.607 atau dengan persentase 22,9%. Nasofaringitis akut merupakan keadaan infeksi
anak yang paling lazim, tetapi kemaknaannya terutama tergantung pada frekuensi relatif dari
komplikasi yang terjadi.
Umur 15-19 tahun adalah umur pemduduk yang paling banyak menderita penyakit, dan
latar belakang pendidikan SMA/SLTA/MTS menjadi kelompok masyarakat yang paling riskan
mengalami penyakit dikarenakan keterbatasan tingkat pengetahuan.
Bentuk evaluasi yang dapat dilakukan adalah transparansi data, pembuatan program
kesehatan yang sesuai keadaan masyarakat, pencatatan angka kejadian penyakit secara rutin, dan
evaluasi menyeluruh terhadap struktur pengurus surveilans puskesmas.
B. Saran
Semoga adanya laporan ini dapat memberikan gambaran tentang temuan kejadian penyakit di
puskesmas kassi-kassi sehingga bentuk tindak lanjut berupa evaluasi kinerja dan program
kesehatan dapat diterapkan lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA