Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kulit adalah organ yang paling liuas pada tubuh, mewakili kira-kira 16% dari
berat badan orang dewasa. Kulit merupakan organ satu-satunya yang dapat
digosok, dipijat, diregangkan, dan dicium. Kulit bersifat fleksibel dan tahan terdapat
perubahan-perubahan yang terjadi sepanjang kehidupan sehari-hari. Tanpa
fleksibilitas ini, suatu jabatan tangan yang sederhana akan menimbulkan
pengelupasan kulit akibat regangan dan tekanan. Karena kulit dapat terlihat sangat
jelas, kulit tersebut bertindak sebagai suatu suatu jendela terhadap kematian
seseorang. Walaupun benar bahwa tidak seorangpun meninggal karena kulit yang
sudah tua atau terjadi kegagalan kulit karena suatu diagnosis, pemahaman tentang
bukti-bukti perubahan fisiologis pada kulit seiring peningkatan usia memberikan
banyak informasi bagi perawat tentang klien lansia.
Secara structural, kulit adalah suatu organ kompleks yang terdiri dari
epidermis, dermis, dan subkutis. Hal yang dikaitkan dengan penuaan adalah
khususnya perubahan yang terlihat pada kulit seperti atropi, keriput, dan kulit yang
kendur. Perubahan yang terlihat sangat abervariasi, tetapi pada prinsipnya terjadi
karena hubungan antara penuaan intreinstik (alami) dan penuaan ekstrinsik
(lingkungan). Secara fungsional kulit memiliki berbagai kegunaan, dan kehadirannya
sangat penting untuk bertahan hidup secara keseluruhan. Karena kulit mampu untuk
melakukan sensasi, kulit dapat melindungi tubuh dari cedera dan serangan tiba-tiba
dari lingkungan. Kulit yang utuh lebih jauh lagi dapat melindungi individu secara
imunologis dengan cara mencegah bakteri masuk kedalam tubuh. Kulit memainkan
suatu peran utama dalam termoregulasi dan adaptasi terhadap lingkungan. Kulit
juga bertindak sebagai organ ekskresi, sekresi, absorbsi, dan akumulasi. Akhirnya,
kulit mewakili kontak pertama individu dengan orang yang lain secara social dan
secara seksual. Bagaimana cara kita melihat diri sendiri cenderung untuk
menentukan bagaimana perasaan kita tentang diri kita sendiri dan merupakan suatu
komponen penting dari harga diri dan konsep diri.
B. Tujuan

 Untuk mengetahui proses penuaan system integumen pada lansia.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Proses Penuaan
Menjadi tua adalah suatu proses alamiah. Manifestasi proses menua antara
lain rambut rontok dan memutih atau abu-abu, permukaan kulit keriput, banyak gigi
yang tanggal (ompong), daya penglihatan atau pendengaran berkurang, perubahan
sistem saraf pusat, sistem endokrin, dan lain-lain. Penuaan adalah konsekuensi
yang tidak dapat dihindari. Walaupun proses penuaan benar adanya dan merupakan
sesuatu yang normal, tetapi pada kenyataannya proses ini menjadi beban bagi
orang lain dibadingkan dengan proses lain yang terjadi. Perawat yang akan merawat
lansia harus mengerti sesuatu tentang aspek penuaan yang normal dan tidak
normal.Penuaan sesungguhnya merupakan proses dediffensiasi (de-growth) dari
sel, yaitu proses terjadinya perubahan anatomi maupun penurunan fungsi dari sel.
Ada banyak teori yang menjelaskan masalah penuaan. Dalam makalah ini akan
disampaikan tiga buah teori.

a. Teori Pertama

Teori pertama menyatakan bahwa semakin cepat suatu organisme hidup maka
semakin cepat pula mereka menua. Hal ini terjadi karena kehidupan cepat
didefinisikan sebagai proses differensiasi dari pertumbuhan yang cepat serta
metabolisme yang tinggi (Kimbal, 1983) sehingga sel-sel lebih cepat mengalami
penuaan. Apabila disandarkan pada teori ini maka pertumbuhan seorang manusia
yang terlalu cepat, tidak baik bagi manusia tersebut karena dia akan cepat
mengalami penuaan. Namun demikian teori ini tidak menjelaskan bagaimana proses
tersebut dapat terjadi pada tingkat seluler sehingga pengambilan kesimpulan yang
hanya didasarkan pada teori ini banyak memiliki kekurangan.

b. Teori Kedua

Teori kedua menyatakan bahwa setiap sel tidak dapat mengelak dari penumpukan
sisa metabolit yang bersifat racun. Penumpukan tersebut secara berangsur-angsur
mengurangi kemampuan sel untuk berfungsi sehingga akhirnya menjadi tua. Sel
tidak dapat mengelak dari penumpukan ini karena kolagen sebagai protein struktural
yang merupakan selubung ekstraseluler sebagian besar sel tubuh menjadi tidak
lentur dan tidak mudah larut. Seperti diketahui, ketika kolagen pertama kali dibentuk,
zat ini bersifat lentur dan mudah larut dan hal ini menunjukkan bahwa sel belum
menua. Namun demikian lama-kelamaan rantai polipeptida yang terbuat dari
kolagen terikat terus bersama sehingga kelarutan dan kelenturan (permeabilitas)
dari bahan tersebut berkurang. Akibat pengurangan permeabilitas ini maka lalu
lintas bahan antar-sel mengalami banyak hambatan. Kemungkinan ini pula yang
dijadikan dasar dalam pemunculan hipotesis bahwa penuaan mengakibatkan
terjadinya perubahan hormon (Hermann dan Berger, 1999) walaupun tidak ada
hubungan antara penuaan tersebut dengan perubahan komposisi asam lemak sel
(Stulnig et al., 1996).

c. Teori Ketiga

Teori ketiga menyatakan bahwa penuaan terjadi sebagai akibat kondisi lingkungan
yang merugikan gen-gen yang berhubungan dengan sel badan atau sel-sel somatik
(Kanungo, 1994). Menurut Burnet dalam Kimbal (1983) mutasi gen somatik yang
tidak dengan cepat diperbaiki oleh enzim DNA polimerase akan menumpuk pada sel
sehingga gen-gen tersebut mulai menghasilkan protein yang tidak sempurna yang
mengakibatkan efisiensi sel berkurang. Apabila protein yang tidak sempurna ini
menjadi enzim maka proses mutasi somatik akan terjadi secara lebih
cepat. Akibatnya, sel akan mati (merupakan proses penuaan) atau bahkan
mengalami kanker. Akibat lain penuaan adalah merangsang mutasi DNA
mitokondria (Fukagawa et al., 1999).

Proses penuaan (degeneratif) juga terjadi pada sistem muskuloskeletal. Proses


penuaan dibagi penuaan endogen dan penuaan eksogen. Perubahan rambut
menjadi beruban, osteoporosis merupakan contoh dari perubahan endogen.
Pengaruh penuaan eksogen biasanya karena cara hidup yang merugikan seperti
merokok, makan berlebihan, minuman keras, stres dalam kehidupan, dan
sebagainya.

B. Proses Penuaan Pada Sistem Integumen


Sistem integumen terdiri dari organ terbesar dalam tubuh, kulit. Ini sistem
organ yang luar biasa melindungi struktur internal tubuh dari kerusakan, mencegah
dehidrasi, lemak toko dan menghasilkan vitamin dan hormon. Hal ini juga membantu
untuk mempertahankan homeostasis dalam tubuh dengan membantu dalam
pengaturan suhu tubuh dan keseimbangan air. Sistem integumen adalah garis
pertama pertahanan tubuh terhadap bakteri, virus dan mik- roba lainnya. Hal ini juga
membantu untuk memberikan perlindungan dari radiasi ultraviolet yang berbahaya.
Kulit adalah organ sensorik dalam hal ini memiliki reseptor untuk mendeteksi panas
dan dingin, sentuhan, tekanan dan nyeri. Komponen kulit termasuk rambut, kuku,
kelenjar keringat, kelenjar minyak, pembuluh darah, pembuluh getah bening, saraf
dan otot. Mengenai anatomi sistem yg menutupi, kulit terdiri dari lapisan jaringan
epitel (epidermis) yang didukung oleh lapisan jaringan ikat (dermis) dan lapisan
subkutan yang mendasari (hypodermis atau subcutis).

Sistem integumen: kulit Lapisan Ikhtisar


* Epidermis - lapisan terluar dari kulit terdiri dari sel-sel skuamosa. Lapisan ini
dicirikan ke dalam dua jenis yang berbeda: kulit yang tebal dan kulit tipis.
* Dermis - tebal lapisan kulit yang terletak di bawah dan mendukung epidermis.
* Hypodermis (subcutis) - lapisan terdalam kulit yang membantu untuk melindungi
tubuh dan bantal organ internal.

Lapisan terluar dari kulit terdiri dari jaringan epitel dan dikenal sebagai
epidermis. Ini mengandung sel skuamosa atau keratinosit, yang mensintesis protein
yang tangguh yang disebut keratin. Keratin merupakan komponen utama dari kulit,
rambut dan kuku. Keratinosit pada permukaan epidermis yang mati dan terus
gudang dan digantikan oleh sel dari bawah. Lapisan ini juga mengandung sel-sel
khusus yang disebut sel Langerhans bahwa sinyal sistem kekebalan tubuh infeksi.
Lapisan terdalam keratinosit epidermis berisi disebut sel basal.Sel-sel ini terus
membelah untuk menghasilkan sel-sel baru yang didorong ke atas ke lapisan atas.
Sel basal menjadi keratinosit baru yang menggantikan yang lebih tua yang mati dan
gudang. Dalam lapisan basal sel melanin yang dikenal sebagai mela- nosit
memproduksi. Melanin adalah pigmen yang membantu melindungi kulit dari radiasi
ultraviolet matahari yang berbahaya dengan memberi rona coklat. Juga ditemukan
dalam lapisan basal kulit adalah sel reseptor sentuhan disebut sel Merkel.
Epidermis
Epidermis terdiri dari lima sublayer:
* Stratum korneum - lapisan atas mati, sel-sel sangat datar. Inti sel tidak terlihat.
* Strata lucidum - tipis, pipih lapisan sel-sel mati. Tidak terlihat pada kulit tipis.
* Strata granulosum - sel berbentuk persegi panjang yang menjadi semakin datar
ketika mereka
bergerak ke permukaan epidermis.
* Strata spinosum - polyhedral berbentuk sel-sel yang meratakan karena mereka
lebih dekat ke granulosum stratum.
* Lapisan basale - lapisan terdalam kolumnar memanjang (kolom berbentuk) sel.
Terdiri dari sel basal yang menghasilkan sel kulit baru.

Epidermis dicirikan ke dalam dua jenis yang berbeda: kulit yang tebal dan kulit tipis.
Kulit tebal sekitar 1,5 mm tebal dan hanya ditemukan pada telapak tangan dan
telapak kaki. Seluruh tubuh ditutupi oleh kulit tipis, tertipis yang meliputi kelopak
mata.

Dermis
Lapisan bawah epidermis adalah dermis. Ini adalah lapisan tebal kulit menyusun
hampir 90 persen dari ketebalannya. Lapisan ini mengandung sel-sel khusus yang
membantu mengatur suhu, melawan infeksi, air menyimpan dan suplai darah dan
nutrisi ke kulit. Sel-sel khusus dari dermis juga membantu dalam mendeteksi sensasi
dan memberikan kekuatan dan fleksibilitas untuk kulit. Komponen dermis meliputi:
* Pembuluh darah - transport oksigen dan nutrisi ke kulit dan mengeluarkan produk
sampah. Kapal ini juga mengangkut vitamin D dari kulit tubuh.
* Pembuluh getah bening - bening pasokan (cairan susu yang mengandung sel-sel
darah putih dari sistem kekebalan tubuh) pada jaringan kulit untuk melawan mikroba.
* Kelenjar Keringat - mengatur suhu tubuh dengan mengangkut air ke permukaan
kulit di mana ia dapat menguap untuk mendinginkan kulit.
* Sebasea (minyak) kelenjar - Minyak rahasia yang membantu untuk kulit tahan air
dan melindungi terhadap mikroba membangun-up. Mereka melekat pada folikel
rambut.
* Folikel rambut - rongga berbentuk tabung yang melampirkan akar rambut dan
memberikan nutrisi pada rambut.
* Sensory reseptor - syaraf yang mengirimkan sensasi seperti sentuhan, nyeri, dan
intensitas panas ke otak.
* Kolagen - protein struktural tangguh yang memegang otot dan organ di tempat dan
memberikan kekuatan dan bentuk ke jaringan tubuh.
* Elastin - protein karet yang memberikan elastisitas dan membuat kulit
merenggang. Hal ini juga ditemukan di ligamen, organ, otot dan dinding arteri.

Hypodermis (subkutis)
Lapisan terdalam kulit hypodermis tersebut. Terdiri dari jaringan ikat lemak dan
longgar, ini lapisan kulit insulates tubuh dan bantal dan melindungi organ-organ
internal dari cedera. Hypodermis juga menghubungkan kulit untuk jaringan di
bawahnya melalui kolagen, elastin dan serat retikuler yang memperpanjang dari
dermis. Komponen utama dari hypodermis adalah jenis jaringan ikat khusus yang
disebut jaringan adiposa yang menyimpan kelebihan energi sebagai lemak.
Pembuluh darah, pembuluh getah bening, saraf dan folikel rambut juga
memperpanjang melalui lapisan kulit.
Pada usia lanjut kulit mengalami atropi dan kehilangan elastisitasnya sehingga
menimbulkan kerutan dan lipatan kulit yang berlebihan. Keadaan ini biasanya di
perberat dengan terjadinya perenggangan septum orbita dan migrasi lemak
preaponeurotik ke anterior. Keadaan ini bisa terjadi pada palpebra superior maupun
inferior dan disebut dengan dermatokalasis.

Perubahan Anatomik pada Sistem Integumen

1. Kulit.

2. Rambut

a. Pertumbuhan menjadi lambat, lebih halus dan jumlahnya sedikit.

b. Rambut pada alis, lubang hidung dan wajah sering tumbuh lebih panjang.

c. Rambut memutih.

d. Rambut banyak yang rontok.

3. Kuku
a. Pertumbuham kuku lebih lambat, kecepatan pertumbuhan menurun 30-50% dari
orang dewasa.
b. Kuku menjadi pudar.

c. Warna kuku agak kekuningan.

d. Kuku menjadi tebal, keras tapi rapuh.

e. Garis-garis kuku longitudinal tampak lebih jelas. Kelainan ini dilaporkan terdapat
pada 67% lansia berusia 70 tahun.

Pada lansia epidermis tipis dan rata,terutama yang paling jelas diatas tonjolan-
tonjolan tulang,telapak tangan,kaki bawah dan permukaan dorsalis tangan dan kaki.
Penipisan ini menyebabkan vena-vena tampak lebih menonjol. Poliferasi abnormal
pada terjadinya sisa melanosit,lentigo,senile,bintik pigmentasi pada area tubuh yang
terpapar sinar matahari,biasanya permukaan dorsal dari tangan dan lengan bawah.
Sedikit kolagen yang terbentuk pada proses penuaan ,dan terdapat penurunan
jaringan elastic,mengakibatkan penampilan yang lebih keriput. Tekstur kulit lebih
kering karena kelenjar eksokrin lebih sedikit dan penurunan aktivitas kelenjar
eksokrin dan kelenjar sebasea.
Degenerasi menyeluruh jaringan penyambung,disertai penurunan cairan tubuh
total,menimbulkan penurunan turgor kulit. Massa lemak bebas berkurang 6,3% BB
per decade dengan penambahan massa lemak 2% per decade. Massa air berkurang
sebesar 2,5% per decade.
a. Stratum Koneum
stratum koneum merupakan lapisan terluar dari epidermis yang terdiri dari timbunan
korneosit. Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada stratum koneum
akibat proses menua :

 Kohesi sel dan waktu degenerasi sel menjadi lebih lama. Implikasi dari hal ini
adalah apabila terjadi luka maka waktu yang diperlukan untuk sembuh lebih
lama.
 Pelembab pada system korneum berkurang. Implikasi dari hal ini adalah
penampilan kulit lebih kasar dan kering.

b. Epidermis
berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada epidermis akibat proses menua :

 Jumlah sel basal menjadi lebih sedikit,perlambatan dalam proses perbaikan


sel,dan penurunan jumlah kedalaman rate ridge. Implikasi dari hal ini adalah
pengurangan kontak antara epidermis dan dermis sehingga mudah terjadi
pemisahan antar lapisan kulit,menyebabkan kerusakan dan merupakan factor
predisposisi terjadinya infeksi
 Terjadinya penurunan jumlah melanosit. Impilaksi dari hal ini adalah
perlindingan terhadap sinar ultraviolet berkurang dan terjdinya pigmentasi
yang tidak merata pada kulit.
 Penurunan jumlah sel langerhans sehinggan menyebabkan penurunan
kompetensi imun. Implikasi dari hal ini adalah respon terhadap pemeriksaan
kulit terhadap allergen berkurang.
 Kerusakan struktur nucleus keratinosit. Implikasi dari hal ini adalah perubahan
kecepatan poliferasi sel yang menyebabkan pertumbuhan yang abnormal
seperti keratosis seboroik dan lesi kulit papilomatosa.

c. Dermis
berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada dermis akibat proses menua :

 Volume dermal mengalami penurunan yang menyebabkan penipisan dermal


dan jumlah sel berkurang. Implikasi dari hal ini adalah lansia rentan terhadap
penurunan termoreguasi,penutupan dan penyembuhan luka
lambat,penurunan respon inflamasi dan penurunan absorbs kulit terhadap
zat-zat topical.
 Penghancuran serabut elastic dan jaringan kolagen oleh enzim-enzim.
Implikasi dari hal ini adalah perubahan dalam penglihatan karena adanya
kantung dan pengeriputan disekitar mata,turgor kulit menghilang.
 Vaskularisasi menurun dengan sedikit pembuluh darah kecil. Implikasi dari
hal ini adalah kulit tampak lebih pucat dan kurang mampu melakukan
termoregulasi.

d. Subkutis
berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada subkutis akibat proses menua :
 Lapisan jaingan subkutan mengalami penipisan. Implikasi dari hal ini adalah
penampilan kulit yang kendur menggantung diatas tulang angka.
 Distribusi kembali dan penurunan lemak tubuh. Implikasi dari hal ini adalah
gangguan fungsi perlindungan dari kulit.

e. bagian tambahan dari kulit


bagian tambahan pada kulit meliputi rambut,kuku,korpus pacini,korpus
meissner,kelenjar keringat dan kelenjar sebasea. Berikut ini merupakan perubahan
yang terjadi pada rambut,kuku,korpus pacini,korpus meissner,kelenjar keringat dan
kelenjar sebasea akibat proses menua :

 Berkurangnya folikel rambut. Implikasi dari hal ini adalah rambut bertambah
uban dengan penipisan rambut pada kepala. Pada wanita,mengalami
peningkatan rambut pada wajah. Pada pria,rambut dalah hidung dan telinga
semakin jelas,lebih banyak dan kaku.
 Pertumbuhan kuku melambat. Implikasi dari hal ini adalah kuku menjadi
lunak,rapuh,kurang berkilsu dan cepat mengalami kerusakan.
 Korpus pacini (sensasi tekan) dan korpus maissner (sensasi sentuhan)
menurun. Implikasi dari hal ini adalah beresiko untuk terbakar,mudah
mengalami nekrosis karena rasa terhadap tekanan berkurang.
 Kelenjar keringat sedikit. Implikasi dari hal ini adalah penurunan respon dalam
keringat,perubahan teroregulasi,kulit kering.
 Penurunan kelenjar apokrin. Implikasi dari hal ini adalah bau badan lansia
berkurang.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kulit adalah organ yang paling liuas pada tubuh, mewakili kira-kira 16% dari berat badan orang
dewasa. Kulit merupakan organ satu-satunya yang dapat digosok, dipijat, diregangkan, dan dicium.
Kulit bersifat fleksibel dan tahan terdapat perubahan-perubahan yang terjadi sepanjang kehidupan
sehari-hari. Tanpa fleksibilitas ini, suatu jabatan tangan yang sederhana akan menimbulkan
pengelupasan kulit akibat regangan dan tekanan. Karena kulit dapat terlihat sangat jelas, kulit
tersebut bertindak sebagai suatu suatu jendela terhadap kematian seseorang. Walaupun benar
bahwa tidak seorangpun meninggal karena kulit yang sudah tua atau terjadi kegagalan kulit karena
suatu diagnosis, pemahaman tentang bukti-bukti perubahan fisiologis pada kulit seiring peningkatan
usia memberikan banyak informasi bagi perawat tentang klien lansia.
Secara structural, kulit adalah suatu organ kompleks yang terdiri dari epidermis, dermis, dan
subkutis. Hal yang dikaitkan dengan penuaan adalah khususnya perubahan yang terlihat pada kulit
seperti atropi, keriput, dan kulit yang kendur. Perubahan yang terlihat sangat abervariasi, tetapi
pada prinsipnya terjadi karena hubungan antara penuaan intreinstik (alami) dan penuaan ekstrinsik
(lingkungan).
Secara fungsional kulit memiliki berbagai kegunaan, dan kehadirannya sangat penting untuk
bertahan hidup secara keseluruhan. Karena kulit mampu untuk melakukan sensasi, kulit dapat
melindungi tubuh dari cedera dan serangan tiba-tiba dari lingkungan. Kulit yang utuh lebih jauh lagi
dapat melindungi individu secara imunologis dengan cara mencegah bakteri masuk kedalam tubuh.
Kulit memainkan suatu peran utama dalam termoregulasi dan adaptasi terhadap lingkungan. Kulit
juga bertindak sebagai organ ekskresi, sekresi, absorbsi, dan akumulasi. Akhirnya, kulit mewakili
kontak pertama individu dengan orang yang lain secara social dan secara seksual. Bagaimana cara
kita melihat diri sendiri cenderung untuk menentukan bagaimana perasaan kita tentang diri kita
sendiri dan merupakan suatu komponen penting dari harga diri dan konsep diri.

PROSES PENUAAN NORMAL

STRATUM KORNEUM
Lapisan paling luar dari epidermis, stratum korneum terutama terdiri dari timbunan korneosit.
Dengan peningkatan usia, jumlah keseluruhan sel-sel dan lapisan sel secara esensial tetap tidak
berubah, tetapi kohesi sel mengalami penurunan. Waktu perbaikan lapisan sel menjadi lambat,
menghasilkan waktu penyembuhan yang lebih lama. Penurunan kekohesivan sel dalam
hubungannya dengan penggantian sel beresiko terhadap lansia. Pelembab pada stratum korneum
berkurang, tetapi status barier air tampaknya tetap terpelihara, yang berakibat pada penampilan
kulit yang kasar dan kering. Kekasaran ini menyebabkan pemantulan cahaya menjadi tidak
seimbang, yang menyebabkan kulit kurang bercahaya yang sering dihubungkan dengan kemudahan
dan kesehatan yang baik.

EPIDERMIS
Epidermis mengalami perubahan ketebalan sangat sedikit seiring penuaan sesorang. Namun,
terdapat perlambatan dalam proses perbaikan sel, jumlah sel basal yang lebih sedikit, dan
penurunan jumlah dan kedalaman rete ridge. Rete ritge dibentuk oleh penonjolan epidermal dari
lapisan basal yang mengarah kebawah kedalam dermis. Pendataran dari rete ridge tersebut
mengurangi area kontak antara epidermis dan dermis, menyebabkan mudah terjadi pemisahan
antara lapisan-lapisan kulit ini. Akibatnya adalah proses penyembuhan kulit yang rusak ini lambat
dan merupakan predisposisi infeksi bagi individu tersebut. Kulit dapat mengelupas akibat
penggunaan plester atau zat lain yang dapat menimbulkan gesekan. Oleh karena itu, penting untuk
menggunakan suatu perekat yang tidak lebih kuat dari taut epidermal-dermal itu sendiri untuk
mencegah atau meminimalkan cedera akibat penggunaan plester.
Terjadi penurunan jumlah melanosit seiring penuaan, dan sel yang tersisa mungkin tidak dapat
derfungsi secara normal. Rambut mungkin menjadi beruban, kulit mungkin mengalami pigmentasi
yang tidak merata, dan perlindungan pigmen dari sinar ultraviolet (UV) mungkin menurun.

DERMIS
Pada saat individu mengalami penuaan, volume dermal mengalami penurunan, dermis menjadi tipis,
dan jumlah sel biasanya menurun. Konsekuensi fisiologis dari perubahan ini termasuk penundaan
atau penekanan timbulnya penyakit pada kulit, penutupan dan penyembuhan luka lambat,
penurunan termoregulasi, penurunan respon inflamasi, dan penurunan absorbsi kulit terhadap zat-
zat topical.
Perubahan degeneratif dalam jaringan elastis dimulai sekitar usia 30 tahun. Serabut elastis dan
jaringan kolagen secara bertahap dihancurkan oleh enzim-enzim, menghasilkan perubahan dalam
penglihatan karena adanya kantung dan pengeriputan pada daerah sekitar mata. Pada saat
elastisitas menurun, dermis meningkatkan kekuatan peregangannya; hasilnya adalah lebih sedikit
‘’melentur’’ ketika kulit mengalami tekanan. Organisasi kolagen menjadi tidak teratur, dan turgor
kulit hilang.
Vaskularitas juga menurun, dengan lebih sedikit pembuluh darah kecil yang umumnya terdapat pada
dermis yang memiliki vaskuler sangat tinggi. Dermis berisi lebih sedikit fibroblast, makrofag, dan sel
batang. Secara visual kulit tampak pucat dan kurang mampu untuk melakukan termoregulasi. Lansia
oleh karena hal tersebut beresiko tinggi untuk mengalami hipertermia atau hipotermia.

SUBKUTIS
Secara umum, lapisan jaringan subkutan mengalami penipisan seiring dengan peningkatan usia. Hal
ini turut berperan lebih lanjut terhadap kelemahan kulit dan penampilan kulit yang
kendur/menggantung diatas tulang rangka. Penurunan lapisan lemak terutama dapat dilihat secara
jelas pada wajah,tangan, kaki, dan betis, pembuluh darah menjadi lebih cenderung untuk mengalami
trauma. Deposit lemak cenderung untuk meningkatkan pada abdomen baik pada wanita dan pria,
seperti halnya bagian paha pada wanita. Distribusi kembali dan penurunan lemak tubuh lebih lanjut
menimbulkan gangguan fungsi perlindungan dari kulit tersebut.

1.2 Tujuan
• Menggambarkan perubahan fisiologis pada kulit yang mengalami penuaan.
• Mengenali dampak dari penuaan dini karena sinar matahari pada kulit.
• Menggambarkan lesi pada kulit sebagai akibat terpajan penyinaran.
• Menyebutkan dua jenis resiko dari trauma terhadap kulit.
• Menggambarkan dua alasan terjadinya penyembuhan luka yang tertunta pada
lansia.
• Menggambarkan proses pengkajian kulit dan mendemonstrasikan dokumentasi
yang sesuai.
• Mengembangkan suatu rencana perawatan untuk mempertahankan integritas kulit

1.3 Manfaat

Manfaat dari setiap makalah apapun dan dengan tema apapun selalu memiliki kesamaan dalam
manfaatnya yakni menambah wawasan bagi penulis sendiri karena dalam penulisannya, penulis di
tuntut untuk mengambil beberapa referensi sebagai bahan penulisannya dan juga bagi para
pembaca. Selain itu, dapat menjadi salah satu acuan untuk menerapkan ilmu saat proses
keperawatan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Dekubitus
Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan menembus otot
sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus sehingga
mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat. Dekubitus atau luka tekan adalah kerusakan
jaringan yang terlokalisir yang disebabkan karena adanya kompresi jaringan yang lunak diatas tulang
yang menonjol (bony prominence) dan adanya tekanan dari luar dalam jangka waktu yang lama.
Kompresi jaringan akan menyebabkan gangguan pada suplai darah pada daerah yang tertekan.
Apabila ini berlangsung lama, hal ini dapat menyebabkan insufisiensi aliran darah, anoksia atau
iskemi jaringan dan akhirnya dapat mengakibatkan kematian sel

Informasi:
Luka tekan (pressure ulcer) atau dekubitus merupakan masalah serius yang sering tejadi pada pasien
yang mengalami gangguan mobilitas, seperti pasien stroke, injuri tulang belakang atau penyakit
degeneratif. Istilah dekubitus sebenarnya kurang tepat dipakai untuk menggambarkan luka tekan
karena asal kata dekubitus adalah decumbere yang artinya berbaring. Ini diartikan bahwa luka tekan
hanya berkembang pada pasien yang dalam keadaan berbaring. Padahal sebenarnya luka tekan tidak
hanya berkembang pada pasien yang berbaring, tapi juga dapat terjadi pada pasien yang
menggunakan kursi roda atau prostesi. Oleh karena itu istilah dekubitus sekarang ini jarang
digunakan di literatur literatur untuk menggambarkan istilah luka tekan.

Etiologi
 Faktor intrinsik: penuaan (regenerasi sel lemah), Sejumlah penyakit yang menimbulkan seperti
DM, Status gizi, underweight atau kebalikannya overweight, Anemia, Hipoalbuminemia, Penyakit-
penyakit neurologik dan penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah, Keadaan hidrasi/cairan
tubuh.
 Faktor Ekstrinsik:Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peralatan
medik yang menyebabkan penderita terfiksasi pada suatu sikap tertentu, Duduk yang buruk, Posisi
yang tidak tepat, Perubahan posisi yang kurang.

Patofisiologi
Immobile atau terpancang pada tempat tidurnya secara pasif dan berbaring (lebih dari 2
jam),tekanan daerah sakrum akan mencapai 60-70 mmHg dan daerah tumit mencapai 30-45 mmHg
(normal: tekanan daerah pada kapiler berkisar antara 16 mmHg-33 mmHg),iskemik,nekrosis jaringan
kulit
 selain faktor tegangan, ada faktor lain yaitu: Faktor teregangnya kulit misalnya gerakan meluncur
ke bawah pada penderita dengan posisi dengan setengah berbaring
 Faktor terlipatnya kulit akibat gesekan badan yang sangat kurus dengan alas tempat tidur,
sehingga seakan-akan kulit “tertinggal” dari area tubuh lainnya.

Tanda dan Gejala, stadium dan komplikasi


1. Stadium Satu
a. Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan dengan kulit yang
normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut: perubahan temperatur kulit (lebih
dingin atau lebih hangat)
b. perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak)
c. perubahan sensasi (gatal atau nyeri)
d. Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang menetap.
Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru
atau ungu.
2. Stadium Dua
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya. Cirinya adalah lukanya
superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang yang dangkal.
3. Stadium Tiga
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringn subkutan atau
lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam
4. Stadium Empat
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis jaringan, kerusakan
pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam
stadium IV dari luka tekan.

Faktor resiko
1. Mobilitas dan aktivitas
2. Penurunan sensori persepsi
3. Kelembapan
4. Tenaga yang merobek (shear)
5. Pergesekan ( friction)
6. Nutrisi
7. Usia
8. Tekanan arteriolar yang rendah
9. Stress emosional
10. Merokok
11. Temperatur kulit

Klasifikasi dan stadium ulkus dekubitus


Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penyembuhan dari suatu ulkus dekubitus dan perbedaan
temperatur dari ulkus dengan kulit sekitarnya, dekubitus dapat dibagi menjadi tiga:
1. Tipe normal
Mempunyai beda temperatur sampai dibawah lebih kurang 2,5oC dibandingkan kulit sekitarnya dan
akan sembuh dalam perawatan sekitar 6 minggu. Ulkus ini terjadi karena iskemia jaringan setempat
akibat tekanan, tetapi aliran darah dan pembuluh-pembuluh darah sebenarnya baik.
2. Tipe arterioskelerosis
Mempunyai beda temperatur kurang dari 1oC antara daerah ulkus dengan kulit sekitarnya. Keadaan
ini menunjukkan gangguan aliran darah akibat penyakit pada pembuluh darah (arterisklerotik) ikut
perperan untuk terjadinya dekubitus disamping faktor tekanan. Dengan perawatan, ulkus ini
diharapkan sembuh dalam 16 minggu.
3. Tipe terminal
Terjadi pada penderita yang akan meninggal dunia dan tidak akan sembuh.

Proses penyembuhan luka


Prinsip-prinsip Perawatan Luka
Ada dua prinsip utama dalam perawatan luka:
Prinsip pertama menyangkut pembersihan/pencucian luka. Luka kering (tidak mengeluarkan cairan)
dibersihkan dengan teknik swabbing, yaitu ditekan dan digosok pelan-pelan menggunakan kasa steril
atau kain bersih yang dibasahi dengan air steril atau NaCl 0,9 %.
Sedang luka basah dan mudah berdarah dibersihkan dengan teknik irrigasi, yaitu disemprot lembut
dengan air steril (kalau tidak ada bisa diganti air matang) atau NaCl 0,9 %. Jika memungkinkan bisa
direndam selama 10 menit dalam larutan kalium permanganat (PK) 1:10.000 (1 gram bubuk PK
dilarutkan dalam 10 liter air), atau dikompres larutan kalium permanganat 1:10.000 atau rivanol
1:1000 menggunakan kain kasa.
Cairan antiseptik sebaiknya tidak digunakan, kecuali jika terdapat infeksi, karena dapat merusak
fibriblast yang sangat penting dalam proses penyembuhan luka, menimbulkan alergi, bahkan
menimbulkan luka di kulit sekitarnya. Jika dibutuhkan antiseptik, yang cukup aman adalah
feracrylum 1% karena tidak menimbulkan bekas warna, bau, dan tidak menimbulkan reaksi alergi.
Lansia beresiko tinggi mengalami dekubitus karena adanya perubahan nutrisi, perubahan sensasi
untuk perlindungan terhadap tekanan, adanya penyakit kronis, defisit perawatan diri, dukungan
dirumah tidak adekuat, inkontensia, defisit, mobilitas, dan perubahan tingkat kesadaran . pada
tahun 1992 – edisi pertama presure ulcers in adult : prediction and prevention diterbitkan olek
agency for health care policy and research. Petunjuk ini sangat bermanfaat dalam menentuka suatu
program yang menyeluruh untuk mengidentifikasi individu yang beresiko tinggi dan strategi awal
untuk pencegahan dan pemeliharaan integritas kulit.
Dekubitus terjadi terutama diatas tonjolan tulang tetapi munkin juga terjadi padadaerah jaringan
lain yang tertekan .tempat terpasangnya slang , daerah di bawah restrain dan daerah jaringan lunak
yang tertekan oleh suatu traksi atau bidai adalah beberapa contoh lokasi non tulang yang
merupakan predisposisi terjadinya nekrosis akibat tekanan. Setiap jaringan dapat mengalami ulserasi
jika terpajan tekanan dari luar yang lebih besar dibandingkan tekanan penutupan kapiler untuk
jangka panjang.
Derajat ulserasi bergantung pada beberapa faktor, baik faktor instrinsik maupun ekstrinsik. Pada
saat tekanan terus berlanjut tanpa interupsi, jaringan tersebut menjadi kekurangan oksigen dan
nutrisi yang penting bagi metabolismesel dan kemudian sel mengalami hipoksia dan membengkak.
Jika diberi tekanan pada titik ini , jaringan akan dipenuhi darah karena pembuluh darah kapiler
membesar dan daerah tersebut akan berwarna kemerahan yang dikenal secara klinis sebagai
hiperemia regional.dalam keadaan ini area yang berada dibawah tekanan dapat dengan sepenuhnya
kembali kekondisi semula pada saat faktor resiko telah dikenali dan dihilangkan dan tindakan
pencegahan dimulai. Namun , jika masalah tidak diketahui pada titik ini, tekanan tidak akan dapat
dihilangkan dan edema sel akan berkembang menjadi trombosis pembuluh darah kecil, penurunan
suplai oksigen yang lebih lanjut, dan jaringan akan mulai mengalami ulserasi.
Derajat lesi dibedakan atas :
 Lesi derajat 1 dilihat sebagai daerah berwarna merah, daerah yang jelas tidak memucat ketika
ketika dilakuka palpasi ringan, yang mengidisikan adanya kerusakan jaringan yang lebih dalam.
 Lesi derajat 2 epidermis telah mengelupas, menampakkan dermis yang memiliki vaskularisasi
sangat tinggi. Bila sensasi tetap utuh , lesi derajat 2 ini sangat menyakitkan.
 Lesi derajat 3 pada saat lapisan lapisan jaringan mengalami nekrosis, subkutis menjadi lebih
terlibat mendorong ke arah perkembangan. Ulkus ini dapay dengan cepat mengikis bagian tepi
sementara lapisan jaringan subkutan mengalami nekrosis lebih cepat dibandingkan dengan dermis
yang sangat vaskuler.
 Lesi derajat 4 mengakibatkan infeksi tulang lokal dan sulit, serta memakan waktu cukup lama
untuk sembuh tanpa intrvensi pembedahan.

Manifestasi Klinik
PERUBAHAN PROLIFERASI DAN PERBAIKAN SEL
Ketika waktu perggantian epidermal meningkat dan sel digantikan lebih lambat, penyembuhan luka
lebih panjang dan kemungkinan untik menderita trauma perkutan meningkat. Penutupan luka yang
lambat dapat mendorong ke arah peningkatan resiko terjadinya infeksi sekunder karena adanya
kerusakan integritas kulit.infeksi sekunder sering kali terjadinya merupakan hasil dari pertumbuhan
stafilokokus atau streptokokus dari luka yang tercemar dengan flora normal kulit.
Pada saat kulit mengalami penipisan dan kehilangan elastisitasnya, kulit menjadi suatu target untuk
trauma. Secara klinis, kulit mudah meregang oleh tekanan yang kecil akan tetapi, kemudian berkerut
dan kendur dari pada kembali lagi keposisi semula setelah peregangan tersebut.hal ini lebih lanjut
merupakan predisposisi bagi individu untuk mengalami trauma. Lansia lebih rentan terhadap ulserasi
pada kulit dan struktur yang lebih dalam yang diakibatkan oleh penekanan karena penurunan massa
otot dan lemak padatubuhnya, juga penuruna sensitivitas mereka terhadap tekanan dan nyeri.
Braden dan bergstrom menggambarkan suatu bagan konseptual untuk menjelaskan keterkaitan
antara faktor nutrisi, kelembapan, persepsi sensori, aktivitas, mobilitas, dan gesekan gesekan
pengelupasan kulit dalam perkembangan dari luka akibat tekanan. Ketika cadangan nutrisi habis,
hanya sedikit nutrisi yang tersedia pada saat kondisi stress. Status cairan menurun, dan massa otot
rangka menurun, jaringan kehilangan itegritas strukturalnya, dan ketika trauma terjadi. Kerusakan
yang timbul lambat untuk diperbaiki. Sirkulasi pembuluh darah perifer mengalami penurunan, dan
pompa pusat tidak mempunyai cadangan yang cukup untuk menangani stress dan peningkatan
permintaan dari perifer. Penurunan dalam peredaran darah perifer dan hilangnya lemak subkutan
mengurangi perlindungan individu dari panas dan dingin. Lansia mempunyai lebih sedikit
kemampuan untuk mengisolasi panas dan berkurangnya dasar kapiler untuk memfasilitasi
pendinginan melalui vasodilatasi.respon hiperemi terhadap tekanan lokal minkin lambat atau tidak
ada, mengkasilka iskemia jaringan yang diperpanjang dan sebagai akibatnya timbul ulserasi. Insidensi
edema dependen lebih banyak ditemukan pada lansia, menyebabkan tungkai terasa berat, sakit, dan
mengalami ulserasi.
Penurunan proliferasi sel dan waktu perputaran yang lebih panjang menghasilkan suatu efek yang
diperpanjang pada pengiritasikulit lokal seperti deterjen cair dan agens topikal. Terapi difokuskan
pada pengidentifikasikan zat yang mengganggu, menghilangkan nya dan memulai perawatan.
Namun , absorpsi agens topikal untuk perawatan adalah lambat, menyebabkan respon yang sangat
lambat. Pemantauan yang berkesinambungan diperlukan untuk mengakomodasi penundaan
absorpsi dan respon, juga menunda waktu pembersihannya, memberikan kombinasi untuk
memperpanjang efek obat topikal tersebut. Mekanisme pemberian transdermal untuk pengobatan
seperti dosis dan efek sistemikyang diharapkan dari nitrogliserin harus dipantau secara ketat.

PENURUNAN KEKUATAN IMUN


Perubahan kompetensi imun mencerminkan perubahan dalam imunitas sel, seperti penurunan
fungsi dan jumlah sel T da B. Lansia menunjukkan suatu penurunan atau tidak adanya respon
inflamasi.
Fenske dan lober melaporkan bahwa lokasi uji tempel kulit harus dipantau 3 minggu setelah
penempelan suatu iritan yang dicurigai.kecenderungan lansia untuk menderita kanker kulit juga
merupakan akibat suatu gangguan fungsi imun. Peningkatan kerentanan terhadap virus perkutan
dan infeksi jamur adalah konsekuensilain dari penurunan kompetensi imun lansia. Infeksi jamur
dapat menyebar dengan cepat, sering disebabkan oleh inkontensia, dan kemungkinan sulit
diobati.karena penyebaran infeksi jamur kuli yang cepat, diagnosis dan perawatannya harus cepat
untuk menghindari konsekuensi sistemik.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Asuhan Keperawatan

1.Pengkajian
a. Aktivitas/ istirahat
Tanda : penurunan kekuatan, ketahanan, keterbatasan rentang gerak. Pada area yang sakit
gangguannya misalnya otot perubahan tunas.

b. Sirkulasi
Tanda : hipoksia, penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cidera, vasokontriksi perifer
umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin, pembentukan edema jaringan.

c. Eleminasi
Tanda : keluaran urin menurun adalah tidak adanya pada fase darurat, warna mungkin hitam
kemerahan , bila terjadi, mengidentifiasi kerusakan otot.

d. Makanan/cairan
Tanda : edema jaringan umum, anoreksia, mual dan muntah.

e. Neurosensori
Gejala : area kebas/kesemutan
f. Pernapasan
Gejala :menurunnya fungsi medulla spinalis, edema medulla, kerusakan neurology, paralysis
abdominal dan otot pernapasan.

g. Integritas ego
Gejala : masalah keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda : ansietas, menangis, ketergantungan, mmenarik diri, marah.

h. Keamanan
Tanda : adanya fraktur akibat dilokasi (jatuh, kecelakaan, kontraksi otot tetanik, sampai dengan syok
listrik).

2. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan destruksi mekanis jaringan
sekunder terhadap tekanan, gesekan dan fraksi.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan pembatasan gerak yang
diharuskan, status yang dikondisikan, kehilangan control motorik
akibatperubahan status mental.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan pemasukkan oral.
4. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemajanan dasar
dekubitus, penekanan respons inflamasi.
5. Risiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik
berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang etiologi, pencegahan,
tindakan dan perawatan dirumah.

3. Intervensi dan Implementasi


DX 1 :Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan destruksi mekanis
jaringan sekunder terhadap tekanan, gesekan dan fraksi.
- Terapkan prinsip pencegahan luka dekubitus.
R : prinsip pencegahan luka dekubitus, meliputi mengurangi atau merotasi tekanan
dari jaringan lunak.
- Atur posis pasien senyaman mungkin.
R : meminimalkan terjadinya jaringan yang terkena dekubitus.
- Balut luka dengan balutan yang mempertahankan kelembaban lingkungan diatas
dasar luka.
R : luka yang lembab dapat mempercepat kesembuhan.

DX 2: Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan pembatasan gerak yang


diharuskan, status yang dikondisikan, kehilangan control motorik akibat
perubahan status mental.
- Dukungan mobilisasi ketingkat yang lebih tinggi.
R : gerakan teratur menghilangkan tekanan konsisten diatas tonjolan tulang.
- Bantu/dorong perawatan diri/kebersihan, seperti mandi.
R : meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan control pasien dalam
situasi dan peningkatan kesehatan lingkungan.
- Berikan perhatian khusus pada kulit.
R : penelitian menunjukkan bahwa kulit sangat rentan untuk mengalami kerusakan
karena konsentrasi berat badan.

DX 3: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakmampuan pemasukkan oral.
- Beri makan dalm jumlah kecil, sering dan dalam keadaan hangat.
R : membantu mencegah distensi gaster/ketidaknyamanan dan meningkatkan
pemasukkan, menambah napsu makan.
- Bantu kebersihan oral sebelum makan.
R : mulut/peralatan bersih meningkatkan napsu makan yang baik.
- Pertahankan kalori yang ketat.
R : pedoman tepat untuk pemasukkan kalori yang tepat.

DX 4: Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemajanan dasar dekubitus,


penekanan respons inflamasi.
- Gunakan tehnik yang tepat selama mengganti balutan.
R : teknik yang baik mengurangi masuknya mikroorganisme pathogen kedalam luka.- - Ukur tanda –
tanda vital .
R : peningkatan suhu tubuh, takikardia menunjukkan adanya sepsis.
- Gunakan sarung tangan steril setiap mengganti balutan.
R : setiap ulkus terkontaminasi oleh mikroorganisme yang berbeda, tindakan ini dapat
mencegah infeksi.
- Cuci dasar luka dengan larutan NaCl 0,9 %.
R : Dapat membuang jaringan yang mati pada permukaan kulit dan mengurangi
mikroorganisme.
- Berikan obat antibiotic sesuai indikasi.
R : antibiotic pilihanpada ulkus dekubitus berguna melawan organisme gram negative
dan gram positif.

DX 5: Risiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik


berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang etiologi,
pencegahan, tindakan dan perawatan dirumah.
- Anjurkan tindakan untuk mencegah luka dekubitus.
R : pencegahan luka dekubitus lebih mudah dari pengobatan.
- Anjurkan tindakan untuk mengobati luka dekubitus.
R : instruksi spesifik ini membantu pasien dan keluarga belajar untuk meningkatkan
penyembuhan dan mencegah infeksi

Anda mungkin juga menyukai