Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
Di indonesia angka kejadian tuberkulosis masih cukup tinggi.
Apabila penyakit ini tidak diobati sampai tuntas akan menimbulkan
berbagai komplikasi, salah satu komplikasi dari infeksi TB ini yang
paling berbahaya apabila menyerang sistem saraf pusat salah satunya
adalah meningoensefalitis TB.
Meningoensefalitis tuberculosis adalah peradangan pada meningen
dan otak yang disebabkan oleh Mikobakterium tuberkulosis
(TB).Penderita dengan meningoensefalitis dapat menunjukkan kombinasi
gejala meningitis dan ensefalitis. Meningoensefalitis tuberkulosis
merupakan salah satu kegawat daruratan medik yang memberi resiko
kecacatan dan kematian yang cukup tinggi.
Tuberkulosis yang menyerang SSP ditemukan dalam tiga bentuk,
yakni meningitis, tuberkuloma, dan araknoiditis spinalis. Ketiganya
ditemukan di negara endemis tuberkulosis.
Disemua negara telah terdapat penyakit ini, tetapi terbanyak di
afrika sebesar 30% di asia sebesar 55% dan untuk china dan india secara
tersendiri sebesar 35% dari semua kasus tuberkulosis.2
Berdasarkan angka hasil penjaringan suspek per provinsi pada
tahun 2008 sampai 2010 triwulan 1 bahwa terdapat peningkatan angka
penjaringan suspek yaitu provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera
Utara, Jambi, Bangka Belitung, Bengkulu, Banten, Jawa Barat,
Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo,Sulawesi Selatan, Nusa
Tenggara Barat, Maluku, Maluku Utara dan Papua Barat.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 DEFINISI
Meningitis adalah infeksi atau inflamasi yang terjadi pada selaput otak
(meningens) yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, protozoa yang
terjadisecaraakutdankronis.Sedangkan ensefalitis adalah radang jaringan otak
yang proses peradangannya jarang terbatas pada jaringan otak saja tetapi
hampir selalu mengenai selaput otak, maka dari itu lebih tepat bila disebut
meningoensefalitis.
Meningoensefalitis tuberculosis adalah peradangan pada meningen dan
otak yang disebabkan oleh Mikobakteriumtuberkulosis (TB).Penderita dengan
meningoensefalitis dapat menunjukkan kombinasi gejala meningitis dan
ensefalitis.1,2

2. 2 ETIOLOGI DAN PATOGENESIS


Infeksi Tb pada SSP disebabkan oleh Mikobakterium tuberkulosis,bakteri
obligat aerob yang secara alamiah reservoirnya manusia. Organisme ini
tumbuh berlahan, membutuhkan waktu sekitar 15 samapai 20 jam untuk
berkembang biak dan menyebar. Seperti semua jenis infeksi TB, infeksi SSP
dimulai dari inhalasi partikel infektif. Tiap droplet mengandung beberapa
organisme yang dapat mencapai alveoli dan bereplikasi dalam makrofag yang
ada dalam ruang alveolar dan makrofag dari sirkulasi. Pada 2-4 minggu
pertama tak ada respons imun untuk menghambat replikasi mikobakteri,
maka basil akan menyebar keseluruh tubuh menembus
paru,hepar,lien,sumsum tulang. Sekitar 2 sampai 4 minggu kemudian akan
dibentuk respons imun diperantarai sel yang akan menghancurkan makrofag
yang mengandung basil TB dengan bantuan limfokin. Kumpulan organisme
yang telah dibunuh, limfosit dan sel-sel yang mengelilinginya membentuk
suatu fokus perkejuan. Fokus ini akan diresorpsi oleh makrofag disekitarnya

2
dan meninggalkan bekas infeksi. Bila fokus terlalu besar maka akan dibentuk
kapsul fibrosa yang akan mengelili fokus tersebut, namun mikrobakteria yang
masih hidup didalamnya dapat mengalami reaktivasi kembali. Jika pertahanan
tubuh rendah maka fokus tersebut akan semakin membesar dan encer karena
terjadi poliferasi mikrobakterium. Pada penderita dengan daya tahan tubuh
lemah, fokus infeksi primer tersebut akan mudah ruptur dan menyebabkan
TB ekstra paru yang dapat menjadi TB milier dan dapat menyerang
meningen.

Gambar 2.1 mikobakterium tuberkulosis

2. 3 EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis yang menyerang SSP ditemukan dalam tiga bentuk, yakni
meningitis, tuberkuloma, dan araknoiditis spinalis. Ketiganya ditemukan di
negara endemis tuberkulosis.
Disemua negara terlah terdapat penyakit ini, tetapi terbanyak di afrika
sebesar 30% di asia sebesar 55% dan untuk china dan india secara tersendiri
sebesar 35% dari semua kasus tuberkulosis.2
Berdasarkan angka hasil penjaringan suspek per provinsi pada tahun 2008
sampai 2010 triwulan 1 bahwa terdapat peningkatan angka penjaringan
suspek yaitu provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Jambi,
Bangka Belitung, Bengkulu, Banten, Jawa Barat, Kalimantan Selatan,
Sulawesi Utara, Gorontalo,Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Maluku,
Maluku Utara dan Papua Barat.

3
2. 4 MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi dari mengingoensefalitis tuberkulosis dikelompokkan dalam
tiga stadium:
 Stadium I (stadium inisial/non spesifik/fase prodormal)
Berlangsung 1- 3 minggu. Biasanya gejalanya tidak khas, timbul perlahan
lahan,tanpa kelainan neurologis. Gejalanya adalah sebagai berikut:
1. Demam (tidak terlalu tinggi)
2. Rasa lemah
3. Nafsu makan menurun(anoreksia)
4. Nyeri perut
5. Sakit kepala
6. Tidur terganggu
7. Mual dan muntah
8. Konstipasi
9. Irritable
 Stadium II(stadium transisional/fase meningitik)
Pada fase ini terjadi rangsangan pada selaput otak/ meningen. Ditandai oleh
adanya kelainan neurologik, akibat eksudat yang terbentuk diatas lengkung
serebri. Pemeriksaan kaku kuduk(+), refleks kernig dan brudzinski (+)
kecuali pada bayi. Dengan berjalannya waktu, terbentuk infiltrat (massa
jelly berwarna abu) di dasar otak menyebabkan gangguan otak/ batang otak.
Pada fase ini, terjadi kelumpuhan saraf kranial dan hidrosefalus, gangguan
kesadaran, papiledema ringan serta adanya tuberkel di koroid. Vaskulitis
menyebabkan gangguan fokal, saraf kranial dan kadang medula spinalis.
Hemiparesis yang timbul disebabkan karena infark/iskemia, quadriparesis
dapat terjadi akibat infark bilateral atau edema otak yang berat. Gejala yang
muncul dapat berupa :
1. Akibat rangsangan meningen, sakit kepala berat dan muntah
(keluhan utama)

4
2. Akibat peradangan/ penyempitan arteri di otak, disorientasi,
bingung, kejang, tremor, hemiparesis/quadriparesis, penurunan
kesadaran
3. Gangguan otak/ batang otak/ gangguan saraf kranial: saraf kranial
yang sering terkena adalah saraf otak III, IV, VI dan VII. Tanda
strabismus, diplopia, ptosis,reaksi pupil lambat, gangguan
penglihatan kabur.
 Stadium III(koma/fase paralitik)
Terjadi percepatan penyakit berlangsung selama ± 2- 3 minggu. Gangguan
fungsi otak semakin jelas. Terjadi akibat infark batang otak akibat lesi
pembuluh darah atau strangulasi oleh eksudat yang mengalami organisasi.
Gejalanya dapat berupa:
1. Pernafasan irreguler
2. Demam tinggi
3. Edema papil
4. Hiperglikemia
5. Kesadaran makin menurun, irritable dan apatis, mengantuk, stupor,
koma, otot ekstensor menjadi kaku dan spasme, opistotonus, pupil
melebar dan tidak bereaksi sama sekali.

2. 5 DIAGNOSIS
 Dari anamnesis: adanya kejang atau penurunan kesadaran (tergantung
stadium penyakitnya), adanya riwayat kontak dengan pasien tuberkulosis
(baik yang menunjukkan gejala maupun yang asimptomatik), adanya
gambaran klinis yang ditemukan pada penderita (sesuai dengan stadium).
 Dari pemeriksaan fisik: ditemukan tanda rangsangan meningeal,kaku
kuduk(+), brudzinski (+), kernig sign (+).

5
Gambar 2.2 pemeriksaan tanda meningeal
 Pemeriksaan lumbal pungsi: warna: jernih(khas), bila dibiarkan mengendap
akan membentuk batang batang. Jumlah sel: 100-500 sel/µ, kadar protein :
meningkat, kadar glukosa: menurun, kadar klorida pada stadium awal
normal kemudian menurun, pada pewarnaan gram ditemukan
mikobakterium tuberkulosis.
 Uji tuberkulin positif. Pada 40% kasus uji tuberkulin dapat negatif. Pada
anak uji tuberkulin merupakan pemeriksaan screening tuberkulosis yang
paling bermanfaat.
 Ziehl- neelsen
 Polymerase Chain Reactin (PCR)
 Dari pemeriksaan radiologi:
1. Foto thorax: dapat menunjukan adanya gambaran tuberkulosis.
2. Pemeriksaan EEG (electroencephalography) menunjukkan kelainan kira-
kira pada 80% kasus berupa kelainan difus atau fokal.
3. CT-scan kepala: dapat menentukan adanya dan luasnya kelainan didaerah
basal dan luasnya hidrosefalus. Gambaran dari pemeriksaan CT-scan
kepala pada pasien meningitis tuberkulosis adalah normal pada awal
penyakit. Seiring dengan perkembangan penyakit, gambaran yang sering
ditemukan adalah enhancement di daerah basal, tampak hidrosefalus
komunikans yang disertai tanda tanda edema otak atau iskemia fokal

6
yang masih dini. Selain itu, dapat juga ditemukan tuberkuloma yang
silent, biasanya di daerah korteks serebri dan thalamus.
4. MRI

2. 6 KOMPLIKASI
 Komplikasi akut: edema otak, abses otak, hidrosefalus, peningkatan tekanan
intrakranial
 Komplikasi kronik: memburuknya fungsi kognitif, ketulian, kecacatan
motorik1,6

2. 7 PENATALAKSANAAN
Pengobatan meningitis tuberkulosis harus tepat dan adekuat, termasuk terapi
yang sesuai, koreksi gangguan cairan dan elektrolit dan penurunan tekanan
intrakranial. Terapi harus segera tanpa ditunda bila ada kecurigaan klinis ke
arah meningitis tuberkulosis. Terapi diberikan sesuai dengan konsep baku
tuberkulosis yakni:
 Fase intensif selama 2 bulan dengan 4 sampai 5 obat anti tuberkulosis, yakni
isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin dan etambutol. Terapi
dilanjutkan dengan 2 obat antituberkulosis, yakni isoniazid dan ripamfisin
hingga 12 bulan.
1. Isoniazid (INH) 5-15 mg/kgBB/hari, dosis maksimum 300 mg/hari.
2. Ripamfisin 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimum 600 mg/hari.
3. Pirazinamid 20-40 mg/kgBB/hari, dosis maksimum 2000 mg/hari.
4. Etmbutol 15-25 mg/kgBB/hari dosis maksimum 1250 mg/hari.
5. Streptomisin diberikan secara intramuskular dengan dosis 15-40
mg/kgBB/hari maksimal 1 gram/hari.
 Prednisonn1-2 mg/kgBB/hari selama 4-6 minggu. Penggunaan streroid
selain anti inflamasi juga dapat menurunkan tekanan intrakranial dan
mengobati edema otak.
 Pengobatan simtomatis
1. Penghentian kejang

7
Diazepam 0,2-0,5 mg/kgBB/hari IV atau 0,4-0,6 mg/kgBB/dosis
rektal kemudian dilanjutkan dengan fenitoin 5 mg/kgBB/hari IV
dibagi dalam 3 dosis, fenobarbital 5-7 mg/kgBB/hari IM/PO dibagi
dalam 3 dosis.
2. Menurunkan panas
Antipiretik: paracetamol 10 mg/kgBB/hari atau ibuprofen 10
mg/kgBB dosis PO deberikan dalam 3-4 kali sehari
 Pengobatan suportif
1. Cairan intravena.
2. Oksigen

2. 8 PROGNOSIS
Prognosis pasien berbanding lurus dengan tahapan klinis saat pasien
didiagnosa dan diterapi. Semakin lanjut tahapan klinisnya, semakin buruk
prognosisnya. Apabila tidak diobati sama sekali, pasien meningitis
tuberkulosis dapat meninggal dunia. Prognosis juga tergantung pada umur
pasien. Pasien yang berumur kurang dari 3 tahun mempunyai prognosis yang
lebih buruk daripada yang lebih tua usianya.

8
DAFTAR PUSTSKA

1.Mansjoer, A. Meningitis Tuberkulosis. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran


Edisi ketiga. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta 2000. h.11

2.Balentine, J. Encephalitis and Meningitis.2010. Available in :


http://www.emedicine.com

3.Razonable, R. Meningitis Overview. Mayo Clinic College of


Medicine.2009.
Available in : htpp://www.medscapeemedicine.com/meningitis.

4.Schossberg, D, Infections of the Nervous system. Springer Verlag.


Philladelphia, Pennsylvania. 2006.

5.Tsumoto, S, Guide to Meningoencephalitis Diagnosis.JSAI KKD Chalenge


2001.

6.Van de beek, D. Clinical Features and Prognostic Factors in Adult with


Bacterial Meningitis. NEJM.2004.

7.Scheld, M. Infection of the Central Nervous System third edition. Lippincot


William and Wilkins.n2004.h.443

Anda mungkin juga menyukai