Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pelayanan kesehatan saat ini lebih mengarah kepada pelayanan
kesehatan di pedesaan. Hal ini terlihat dari pembangunan kesehatan di pedesaan
kini lebih dipacu karena masih banyak masyarakat yang tinggal di pedesaan dan
belum dapat menjangkau fasilitas pelayanan kesehatan. Kondisi ini dipengaruhi
oleh keadaan geografis di Negara kita yang tidak sama di setiap desa, tempat
tinggal yang tersebar di ribuan pulau, antara lain ada yang berbukit, persawahan,
perkebunan, dan hutan sehingga dapat menimbulkan permasalahan kesehatan.
Hal ini harus dipecahkan bersama antara pemerintah dan masyarakat secara
berkesinambungan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
Sampai saat ini kualitas kesehatan di Indonesia masih rendah, ini dapat
diketahui dari masih tingginya Angka Kematian Bayi (AKB) yaitu 37 per 1.000
kelahiran hidup, dan Angka Kematian Ibu (AKI) 228 per 100.000 kelahiran hidup
(Depkes, 2009)
Melalui paradigma sehat (Depkes, 2001), dimana kesehatan yang
dijalankan oleh pemerintah, lebih berfokus pada pelayanan kesehatan dasar dan
pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan. Hal ini ditempuh melalui
pengembangan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) seperti
pondok persalinan desa (Polindes) dan pos pelayanan terpadu (Posyandu) yang
dikembangkan sejak tahun 1984. Tujuan pengembangan UKBM adalah agar
semua masyarakat mendapatakan pelayanan kesehatan dasar yang bermutu,
terutama untuk mempercepat penurunan kematian ibu, bayi, dan balita.
Paradigma sehat, yakni suatau pola pikir dan pola aksi yang lebih
mengutamakan upaya-upaya promotif dan preventif tanpa meninggalkan upaya
kuratif dan rehabilitatif (Depkes, 2001), merupakan pardigma pembangunan
kesehatan dewasa ini.
Pemerintah, dalam hal ini Presiden Republik Indonesia (Susilo Bambang
Yudhoyono), telah mempertegas pentingnya dikembangkan UKBM, terutama
Posyandu. Hal ini tercermin dari sambutan yang disampaikan pada peringatan
Hari Kesehaan Nasional di Karang Anyar pada tahun 2005, menyerukan
revitalisasi Posyandu dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Pesan ini
selanjutnya direspon oleh menteri kesehatan dengan mengeluarkan Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 564/2006, tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga, dengan mengambil kebijakan bahwa
pengembangan Desa Siaga, yang mempunyai ciri dimana desa yang sudah
menjadi Desa Siaga dilanjutkan dengan revitalisasi Polindes menjadi Poskesdes,
tetapi bila di desa tersebut belum ada Polindes dengan partisipasi masyarakat
dan sarana prasarananya sebagian dibantu oleh pemerintah segera mendirikan
Poskesdes (Depkes, 2006).
Berdasarkan Kepmenkes No. 564/2006 tersebut ditargetkan pada akhir
tahun 2006, 12.000 desa tealh menjadi Desa Siaga, dan pada akhir tahun 2008
telah dicapai 70.000 Desa Siaga. Pada setiap desa siaga dibentuk minimal 1 pos
kesehatan desa (Poskesdes) sebagai UKBM yang bertujuan
mendekatkan/menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa.
Kegiatannya meliputi peningkatan hidup sehat (promotif), pencegahan penyakit
(preventif), pengobatan (kuratif), yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan
(terutama bidan) dengan melibatkan dua orang kader atau tenaga sukarela dari
masyarakat (Depkes, 2006).
Dukungan pemerintah dalam pendirian Poskesdes berupa pemberian
stimulus melalui Dana Bantuan Sosial Operasional Poskesdes. Hal ini sejalan
dengan kebijakan penganggaran kesehatan pemerintah yang mengutamakan
aspek upaya pencegahan dan promosi kesehatan. Proporsi anggaran kesehatan
untuk upaya pencegahan dan promosi kesehatan mengalami peningkatan
sekurang-kurangnya 5% dari alokasi 30%. Selain stimulant dari pemerintah
pusat, dana pengembangan Desa Siaga juga diharapkan berasal dari pemerintah
daerah, lintas sector dan dana masyarakat, sehingga diharapkan pengembangan
dan operasionalnya Poskesdes/Desa Siaga dapat berkelanjutan (Depkes, 2006).
Selain kontribusi dalam bentuk dana, partisipasi masyarakat juga
diharapkan melalui pemanfaatan Poskesdes. Jika pemanfaatan Poskesdes
berjalan optimal, dapat diharapkan akan membantu mempercepat penurunan
angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Kondisi ini dapat
meningkatkan pelayanan dan mendekatkan keterjangkauan kepada masyarakat
yang memerlukan pelayanan kesehatan, dapat dibuktikan sebagai berikut; 1).
Pelayanan keluarga berencana, termasuk penanggulangan aborsi. Upaya ini
memberikan kontribusi 13% untuk penurunan AKI, 2). Perbaikan kualitas
pelayanan antenatal termasuk deteksi dan maanajemen anemia, pencegahan
malaria, pengobatan infeksi cacing, penanganan hipertensi, skrining infeksi
menular seksual dan HIV/AIDS serta pemberian imunisasi tetanus toxoid. Upaya
ini dapat memberikan kotribusi penurunan AKI dan AKB lebih kurang 10%. 3).
Perbaikan manajemen persalinan, pasca persalinan, pelayanan obsterik
emergensi dasar dan komprehensif akan memberikan kontribusi penurunan AKI
dan AKB sebanyak 30 – 40%. 4). Promosi pertolongan persalinan oleh tenaga
professional di fasilitas kesehatan (Poskesdes), 5). Perbaikan sistem rujukan, 6).
Peningkatan koordinasi pelayanan kesehatan reproduksi dan manajemen infeksi
menular seksual, HIV/AIDS. Dan pelayanan esensial neonatal yaitu: 1).
Pemberian ASI dini dan ekslusif, 2). Menjaga suhu tubuh neonatus tetap hangat,
mencegah infeksi, pemberian imunisasi dan manajemen neonatus yang sakit. 3).
Manajemen terpadu balita muda (MTBM). Upaya tersebut dapat menurunkan
angka kematian bayi sampai 50% (Depkes, 2005).
Penurunan angka kematian ibu dan bayi, merupakan sasaran
pembangunan kesehatan, sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah
(PP) No. 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2004 – 2009 dengan sasaran yang harus dicapai sebagai
berikut : (1) meningkatnya umur harapan hidup dari 66,2 tahun menjadi 70,6
tahun (2) Menurunnya angka kematian bayi dari 37 menjadi 26/1000 kelahiran
hidup, (3) Menurunnya angka kematian ibu melahirkan dari 307 menjadi
226/100.000 kelahiran hidup, (4) Menurunnya prevalensi gizi kurang anak balita
dari 25,8% menjadi 20% (Depkes, 2006).
Ini berkaitan dengan visi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
“Masyarakat Sehat Yang Mandiri dan Berkeadilan”, visi ini akan dicapai melalui
misi : (1) Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan
masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani, (2) Melindungi kesehatan
masyarakat dengan menjamin tersediannya upaya kesehatan yang paripurna,
merata, bermutu dan berkeadilan, (3) Menjamin ketersediaan dan pemerataan
sumber daya kesehatan, serta (4) Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang
baik, maka optimalisasi pemanfaatan Poskesdes merupakan langkah strategis
karena merupakan manifestasi dari pemberdayaan masyarakat, sebagaimana
dituangkan pada misi pertama di atas (Depkes, 2010).

Anda mungkin juga menyukai