Kesadaran : CM
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Nadi : 98x/menit
Pernafasan : 24 x/menit
Suhu : 36,7 C
Status generalis
Kepala : deformitas (-)
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : KGB tidak teraba membesar
Paru : simetris saat statis dan dinamis, vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung : BJ I-II normal, regular, murmur (-) gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) N, NT (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT<2”
Status Lokalis:
Scrotum kiri tampak lebih besar dibandingkan scrotum kanan, warna scrotum kiri dan
kanan masih normal. Scrotum kiri terlihat lebih tinggi dengan posisi testis yang melintang.
Scrotum kiri terasa nyeri saat disentuh dan nyeri menetap saat scrotum diangkat atau
digerakkan ke proksimal (Prehn sgin). Pada daerah inguinal kiri tidak didapatkan
pembengkakan.
Pemeriksaan Laboratorium
Darah Rutin :
HGB : 12.8 g/dL 12 – 16 g/dl
HCT : 42 % 37 – 48%
WBC : 8.800 4000 –10.000/L
RBC : 4.6 .106/L 4 – 6 . 106/L
PLT : 327 .103/L 150.000 – 400.000/L
Portofolio – Medik
USG Testis :
Kesan :
Tampak testis sinistra kesan swelling dengan vaskuler (-) sesuai gambaran
torsio testis sinistra + hidrokel
Testis dextra kesan normal
Daftar Pustaka:
1. Cuckow, PM. 2001. Torsion of Testis. BJU International (2000). The Hospital for Sick
Children ; Bristol, United Kingdom
2. Graham; Townell, Nick. 2010. Testicular Torsion. British Medical Journal (Overseas
& Retired Doctors Edition;7/31/2010, Vol. 341 Issue 7767, p249
3. Greenberg, Michael. 2005. Testicular Torsion page 329. Greenberg’s Text Atlas of
Emergency Medicine. Lippicott Williams – Willkins : Philadelphia
7. Ringdahl, Erika MD ; Teague, Lynn MD. 2006. Testicular Torsion. American Family
Physician. University of Missouri–Columbia School of Medicine: Columbia, Missouri
15;74(10):1739-1743.
9. Scott, Roy, Deane, R.Fletcher. Urology Ilustrated. London and New York : Churchill
Livingstone. 1975. 324-325.
10. Sjamsuhidajat R, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran – EGC. 2004. 799.
11. Wilson, Lorraine M. Hillegas, Kathleen B. 2006. Gangguan Sistem Reproduksi Laki-
Laki dalam Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC.
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis Torsio Testis
2. Patogenesis Torsio Testis
3. Penatalaksanaan Torsio Testis
4. Edukasi tentang penyebab, faktor resiko, dan penatalaksanaan yang tepat.
GCS E4M6V5
T : 130/90 mmHg
N : 98 x/menit
P : 24 x/menit
S : 36,7 C
Kepala: Kelainan (-)
Mata: Konjungtiva anemis (-), Sklera Ikterik (-)
Mulut : Sianosis (-)
Leher : Kaku, pembesaran KGB (-)
Thorax
1) Paru
Inspeksi : Gerakan nafas simetris kiri = kanan,
Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Bunyi nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
2) Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : S1/S2 reguler, murmur tidak ada
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : NT (-)
Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
Perkusi : Tidak dilakukan
Ekstremitas
Inspeksi : Tidak ada kelainan
Status Lokalis:
Scrotum kiri tampak lebih besar dibandingkan scrotum kanan, warna
scrotum kiri dan kanan masih normal. Scrotum kiri terlihat lebih tinggi
dengan posisi testis yang melintang. Scrotum kiri terasa nyeri saat disentuh
dan nyeri menetap saat scrotum diangkat atau digerakkan ke proksimal
(Prehn sgin). Pada daerah inguinal kiri tidak didapatkan pembengkakan.
Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal
3.Asessment
TORSIO TESTIS
Portofolio – Medik
Torsio testis adalah suatu keadaan dimana funikulus spermatikus yang terpeluntir
yang mengakibatkan oklusi dan strangulasi dari vaskularisasi vena atau arteri ke testis
dan epididimis. Torsio testis merupakan suatu keadaan yang termasuk gawat darurat
dan butuh segera dilakukan tindakan bedah. Kondisi ini, jika tidak segera ditangani
dengan cepat dalam 4 hingga 6 jam setelah onset nyeri maka dapat menyebabkan
infark dari testis yang selanjutnya akan diikuti oleh atrofi testis (Sjamsuhidajat, 2004).
Torsio testis juga merupakan kegawat daruratan urologi yang paling sering terjadi
pada laki-laki dewasa muda, dengan angka kejadian 1 diantara 400 orang dibawah usia
25 tahun dan paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun). Janin
yang masih berada di dalam uterus atau bayi baru lahir tidak jarang menderita torsio
testis yang tidak terdiagnosis sehingga mengakibatkan kehilangan testis baik unilateral
ataupun bilateral. Torsio testis harus selalu dipertimbangkan pada pasien-pasien
dengan nyeri akut pada skrotum dan kondisi tersebut juga harus dibedakan dari
keluhan-keluhan nyeri pada testis lainnya agar tidak terjadi kesalahan diagnosis yang
dapat berujung pada kesalahan terapi (Cuckow, 2000).
Penyebab dari akut skrotum biasanya dapat ditegakkan berdasarkan riwayat
penyakit, pemeriksaan fisik yang menyeluruh serta pemeriksaan diagnostik yang tepat.
Sekitar 2/3 pasien yang dicurigai menderita torsio testis dengan dilakukan anamnesis
dan pemeriksaan fisik cukup untuk menegakkan diagnosis yang tepat. Keterlambatan
dan kegagalan dalam dignosis dan terapi akan menyebabkan proses torsio yang
berlangsung lama, sehingga pada akhirnya menyebabkan kematian testis dan jaringan
disekitarnya (Cuckow, 2000).
Penatalaksanaan torsio testis menjadi tindakan darurat yang harus segera
dilakukan karena angka keberhasilan serta kemungkinan testis tertolong akan menurun
seiring dengan bertambahnya lama waktu terjadinya torsio. Adapun penyebab tersering
hilangnya testis setelah mengalami torsio adalah keterlambatan dalam mencari
pengobatan (58%), kesalahan dalam diagnosis awal (29%), dan keterlambatan terapi
(13%) (Cuckow, 2000).
A. Anatomi Testis
Portofolio – Medik
b. Tunica dartos
c. Fascia Spermatica Externa
d. M. Cremasterica
e. Fascia Cremasterica
f. Fascia Spermatica Interna
g. Tunica Vaginalis Propia
h. Tunica Albuginea
3 sel ini dibagi 2 bagian yaitu Sel Leydig Sebagai Endocrin sedangkan Sel
Sertoli dan Sel Spermatozoid sebagai Eksocrin. Testis menghasilkan hormon
testosterone yg berfungsi utk memacu perkembangan system reproduksi steroid
pria dan ciri seksual sekunder pria
Portofolio – Medik
E. Penegakkan diagnosis
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat membantu membedakan torsio testis
dengan penyebab akut scrotum lainnya. Testis yang mengalami torsio pada
scrotum akan tampak bengkak dan hiperemis. Eritema dan edema dapat meluas
hingga scrotumsisi kontralateral. Testis yang mengalami torsio juga akan terasa
nyeri pada palpasi. Jika pasien datang pada keadaan dini, dapat dilihat adanya
testis yangterletak transversal atau horisontal. Seluruh testis akan bengkak dan
nyeri sertatampak lebih besar bila dibandingkan dengan testis kontralateral,
oleh karenaadanya kongesti vena. Testis juga tampak lebih tinggi di dalam
scotum disebabkan karena pemendekan dari spermatic cord. Hal tersebut
merupakan pemeriksaan yang spesifik dalam menegakkan dianosis. Biasanya
nyeri juga tidak berkurang bila dilakukan elevasi testis (Prehn sign) (Ringdahl
& Teague, 2006).
Pemeriksaan fisik yang paling sensitif pada torsio testis ialah hilangnya
refleks cremaster. Dalam satu literatur disebutkan bahwa pemeriksaan
inimemiliki sensitivitas 99% pada torsio testis(Ringdahl & Teague, 2006).
Portofolio – Medik
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk membedakan torsio testis
dengan keadaan akut scrotum yang lain adalah dengan menggunakan stetoskop
Doppler, ultrasonografi Doppler, dansintigrafi testis, yang kesemuanya
bertujuan untuk menilai aliran darah ke testis. Stetoskop Doppler dan
ultrasonografi konvensional tidak terlalu bermanfaat dalam menilai aliran darah
ke testis. Penilaian aliran darah testis secara nuklir dapat membantu, tetapi
membutuhkan waktu yang lama sehingga kasus bisa terlambat ditangani.
Ultrasonografi Doppler berwarna merupakan pemeriksaan noninvasif yang
keakuratannya kurang lebih sebanding dengan pemeriksaan nuclear scanning.
Ultrasonografi Doppler berwarna dapat menilai aliran darah, dan dapat
membedakan aliran darah intratestikular dan aliran darah dinding scrotum. Alat
ini juga dapat digunakan untuk memeriksa kondisi patologis lain pada scrotum
(Purnomo, 2003).
Pemeriksaan sedimen urin tidak menunjukkan adanya leukosit dalam urin,
dan pemeriksaan darah tidak menunjukkan adanya inflamasi kecuali pada torsio
yang sudah lama dan mengalami keradangan steril (Purnomo, 2003).
Pada umumnya pemeriksaan penunjang hanya diperlukan bila diagnosis
torsio testismasih meragukan atau bila pasien tidak menunjukkan bukti klinis
yang nyata (Minevich, 2007; Ringdahl & Teague, 2006).
Adanya peningkatan acute-fase protein (dikenal sebagai CRP) dapat
membedakanproses inflamasi sebagai penyebab akut scrotum (Rupp, 2006).
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan urin dilakukan untuk menyingkirkan diagnosa infeksi
traktus urinarius pada pasien dengan nyeri akut pada skrotum. Pyuria
dengan atau tanpa bakteri mengindikasikan adanya suatu proses infeksi dan
mungkin mengarah kepada epididimitis. Selain itu perlu jugadilakukan
pemeriksaan darah dan sediment urin (Purnomo, 2003).
b. Pemeriksaan Radiologis
Color Doppler Ultrasonography (Saladdin, 2009).
Portofolio – Medik
3. Dianosis Banding
Torsio testis harus selalu dibedakan dengan kondisi-kondisi lain
sebagai penyebab dari akut scrotum, antara lain (Minevich, 2007; Ringdahl &
Teague, 2006) :
a. Epididimitis akut
Penyakit ini secara umum sulit dibedakan dengan torsio testis. Nyeri
scrotum akut biasanya disertai dengan kenaikan suhu, keluarnya nanah dari
uretra, adanya riwayat coitus suspectus (dugaan melakukan senggama
dengan selain isterinya), atau pernah menjalani kateterisasi uretra
sebelumnya. Pada pemeriksaan, epididimitis dan torsio testis, dapat
Portofolio – Medik
dibedakan dengan Prehn’s sign, yaitu jika testis yang terkena dinaikkan,
pada epididmis akut terkadang nyeri akan berkurang (Prehn’s sign positif),
sedangkan pada torsio testis nyeri tetap ada (Prehn’s sign negative). Pasien
epididimitis akut biasanya berumur lebih dari 20 tahun dan pada
pemeriksaan sedimen urin didapatkan adanya leukosituria dan bakteriuria
b. Hidrokel
Hidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan di antara lapisan
parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang
berada di dalam rongga itu memang ada dan berada dalam keseimbangan
antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya.
Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena:
belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran
cairan peritoneum ke prosesus vaginalis (hidrokel komunikans) atau belum
sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam melakukan
reabsorbsi cairan hidrokel.
Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan
sekunder. Penyebab sekunder terjadi karena didapatkan kelainan pada testis
atau epididimis yang menyebabkan terganggunya sistem sekresi atau
reabsorbsi cairan di kantong hidrokel. Kelainan pada testis itu mungkin
suatu tumor, infeksi, atau trauma pada testis/epididimis.
Pasien mengeluh adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak
nyeri. Pada pemeriksaan fisis didapatkan adanya benjolan di kantong
skrotum dengan konsistensi kistus dan pada pemeriksaan penerawangan
menunjukkan adanya transiluminasi. Pada hidrokel yang terinfeksi atau
kulit skrotum yang sangat tebal kadang-kadang sulit melakukan
pemeriksaan ini, sehingga harus dibantu dengan pemeriksaan
ultrasonografi.
Portofolio – Medik
c. Hernia incarserata
Pada anamnesis didapatkan riwayat benjolan yang dapat keluar masuk ke
dalam scrotum yang muncul bersamaan dengan keaadaan peningkatan
tekanan intraabdominal seperti batuk atau mengejan. Benjolan dapat hilang
bila berbaring. Ukuran benjolan dapat bervariasi dari kecil sampai besar,
Bila hernia sudah mengalami inkarserta maka gejala yang timbul dapat
berupa mual, nyeri kolik abdomen, konstipasi, keerahan pada skrotum, dan
bila di auskultasi dapat didengat bunyi bising usus di daerah skrotum.
Portofolio – Medik
d. Tumor testis
Pembesaran testis yang tidak nyeri, biasanya terjadi pada usia 20-50 tahun
dan sering disertai dengan limfadenopati abdomen
F. Terapi
1. Non operatif
Pada beberapa kasus torsio testis, detorsi manual dari funikulus
spermatikus dapat mengembalikan aliran darah (Purnomo, 2003).
Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya, yaitu
dengan memutar testis ke arah berlawanan dengan arah torsio. Karena arah
torsio biasanya ke medial maka dianjurkan memutar testis ke arah lateral
terlebih dahulu, kemudian jika tidak terjadi perubahan dicoba detorsi ke arah
medial. Hilangnya nyeri setelah detorsi menandakan bahwa detorsi telah
berhasil. Detorsi manual merupakan cara terbaik untuk memperpanjang waktu
menunggu tindakan pembedahan, tetapi tidak dapat menghindarkan dari
prosedur pembedahan. Jika detorsi berhasil operasi harus tetap dilaksanakan
(Purnomo, 2003).
Dalam pelaksanaannya, detorsi manual sulit dan jarang dilakukan. Di unit
gawat darurat, pada anak dengan scrotum yang bengkak dan nyeri, tindakan ini
sulit dilakukan tanpa anestesi. Selain itu, testis mungkin tidak sepenuhnya
terdetorsi atau dapat kembali menjadi torsio tak lama setelah pasien pulang dari
RS. Sebagai tambahan, mengetahui ke arah mana testis mengalami torsio
adalah hampir tidak mungkin, yang menyebabkan tindakan detorsi manual akan
memperburuk derajat torsio (Govindarajan, 2011).
Portofolio – Medik
2. Operatif
Torsio testis merupakan kasus emergensi, harus dilakukan segala upaya
untuk mempercepat proses pembedahan. Hasil pembedahan tergantung dari
lamanya iskemia, oleh karena itu, waktu sangat penting. Biasanya waktu
terbuang untuk pemeriksaan pencitraan, laboratorium, atau prosedur diagnostik
lain yang mengakibatkan testis tak dapat dipertahankan (Purnomo, 2003).
Tindakan operasi ini dimaksudkan untuk mengembalikan posisi testis
pada arah yang benar (reposisi) dan setelah itu dilakukan penilaian apakah
testis yang mengalami torsio masih viable (hidup) atau sudah mengalami
nekrosis (Purnomo, 2003).
Torsio testis merupakan kasus emergensi, harus dilakukan segala upaya
untuk mempercepat proses pembedahan. Hasil pembedahan tergantung dari
lamanya iskemia, oleh karena itu, waktu sangat penting. Biasanya waktu
terbuang untuk pemeriksaan pencitraan, laboratorium, atau prosedur
diagnostik lain yang mengakibatkan testis tak dapat dipertahankan
(Govindarajan, 2011).
Tujuan dilakukannya eksplorasi yaitu (Govindarajan, 2011):
a. Untuk memastikan diagnosis torsio testis
b. Melakukan detorsi testis yang torsio
c. Memeriksa apakah testis masih viable
d. Membuang (jika testis sudah nonviable) atau memfiksasi jika testis
masih viable
e. Memfiksasi testis kontralateral
Perbedaan pendapat mengenai tindakan eksplorasi antara lain
disebabkan oleh kecilnya kemungkinan testis masih viable jika torsio
sudah berlangsung lama (>24-48 jam). Sebagian ahli masih
mempertahankan pendapatnya untuk tetap melakukan eksplorasi dengan
alasan medikolegal, yaitu eksplorasi dibutuhkan untuk membuktikan
diagnosis, untuk menyelamatkan testis (jika masih mungkin), dan untuk
melakukan orkidopeksi pada testis kontralateral. Saat pembedahan,
Portofolio – Medik
G. Prognosis
Bila dilakukan penangan sebelum 6 jam hasilnya baik, 8 jam memungkinkan
pulih kembali, 12 jam meragukan, 24 jam dilakukan orkidektomi. Viabilitas testis
sangat berkurang bila dioperasi setelah 6 jam.
H. Komplikasi
Torsio testis dan spermatic cord akan berlanjut sebagai salah satu kegawat
daruratan dalam bidang urologi. Nekrosis tubular pada testis yang terlibat jelas
terlihat setelah 2 jam dari torsi. Keterlambatan lebih dari 6-8 jam antara onset
gejala yang timbul dan waktu pembedahan atau detorsi manual akan menurunkan
angka pertolongan terhadap testis hingga 55-85%. Putusnya suplai darah ke testis
dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan atrofi testis. Atrofi testikular
dapat terjadi dalam waktu 8 jam setelah onset iskemia. Insiden terjadinya atrofi
testis meningkat bila torsio telah terjadi 8 jam atau lebih. Komplikasi klinis dari
TT adalah kesuburan yang menurun dan hilangnya testikular apabila torsi tersebut
tidak diperbaiki dengan cukup cepat. Tingkat yang lebih ekstrim dari torsi testis
mempengaruhi tingkat iskemia testikular dan kemungkinan penyelamatan
Portofolio – Medik
(Greenberg, 2005).
Komplikasi torsi testis yang paling signifikan adalah infark gonad. Kejadian
ini bergantung pada durasi dan tingkat torsi. Analisis air mani abnormal dan
apoptosis testikular kontralateral juga merupakan sekuele yang diketahui
mengikuti ketegangan testis. Oleh karena itu, resiko subfertilitas harus dibicarakan
dengan pasien. Testis yang telah mengalami nekrosis jika tetap dibiarkan berada di
dalam skrotum akan merangsang terbentuknya antibodi antisperma sehingga
mengurangi kemampuan fertilitas dikemudian hari. Komplikasi lain yang sering
timbul dari torsio testis meliputi yaitu hilangnya testis, infeksi, infertilitas
sekunder, deformitas kosmetik (Graham, 2009).
3. Plan
(31 Maret 2018)
Portofolio – Medik
S : Nyeri testis kiri, menjalar ke perut kiri, mual (+), muntah (-), demam(-)
O : KU sedang
TD : 130/90 mmHg
A : Torsio testis sinistra
P : Rawat inap
IVFD RL 28 TPM
Ketorolac 1amp/ 8 jam / IV
Ranitidin 1 amp/ 12 jam / IV
Cefotaxim 1gr/ 12 jam / IV
Konsul Bedah
Prognosis: Dubia
Pendidikan : Perlu dijelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai
penyebab, faktor resiko, gejala, pengobatan, komplikasi dan prognosis penyakit.
Konsultasi : Dijelaskan secara rasional akan pentingnya konsultasi dengan dokter
spesialis bedah sebagai upaya agar penyakit dapat ditangani dengan tepat.
Kontrol dan Konseling: Observasi ulang perbaikan gejala tiap hari.
Peserta, Pendamping,