JOURNAL NERS
AND MIDWIFERY INDONESIA
Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia
1
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alma Ata Yogyakarta
Jalan Ringroad Barat Daya No 1 Tamantirto, Kasihan, Bantul Yogyakarta
Abstrak
Kondisi di pengungsian menyebabkan beberapa masalah kesehatan reproduksi seperti kekerasan dan
pelecehan seksual, hubungan seksual yang tidak aman, masalah distribusi kontrasepsi, koordinasi lintas
program dan lintas sektoral yang belum optimal, penanggung jawab dan struktur organisasi yang belum
jelas serta belum semua tenaga kesehatan pemberi pelayanan kesehatan terlatih. Untuk mengatasi masalah-
masalah tersebut dan memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang ideal bagi pengungsi dibutuhkan
strategi untuk mencapainya. Strategi tersebut dirumuskan dari hasil analisa SWOT input, proses dan output
Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman.
Info Artikel:
Artikel dikirim pada 10 Januari 2014
Artikel diterima pada 10 Januari 2014
Evaluasi Pelayanan Kesehatan Reproduksi Bagi Pengungsi Rawan Bencana Erupsi Merapi 57
(Disaster Risk Reduction) karena banyaknya kerugian relawan kondisi di pengungsian kurang dikendalikan
yang diakibatkan oleh bencana. Pergeseran ini terjadi oleh pemerintah apalagi pada aspek kesehatan
baik di tingkat internasional maupun di Indonesia 3. reproduksi, perhatian semua relawan terfokus pada
Gunung Merapi adalah salah satu gunung logistik.
berapi teraktif di Indonesia yang memiliki siklus erupsi Walaupun pengungsian erupsi merapi
4 tahunan. Pada erupsi Merapi pada 26 Oktober 2010 merupakan kejadian yang berulang dalam kurun
di wilayah Yogyakarta ada empat kecamatan yang waktu 4-7 tahun dan secara teori sudah ada referensi
secara langsung mengalami dampak erupsi Merapi pengelola program program kesehatan reproduksi
yaitu wilayah Kecamatan Cangkringan, Turi, Pakem pada pengungsi namun belum operasional untuk
dan Ngemplak dengan kondisi terparah adalah dilaksanakan, belum terbentuk pengorganisasian
di Kecamatan Cangkringan. Jumlah pengungsi di yang jelas sebagai penanggung jawab, data belum
Kabupaten Sleman mencapai 56.000 jiwa. Pengungsi terkoordinir dengan baik dan belum ada evaluasi
tinggal di pengungsian stadion Maguwoharjo selama terhadap pelayanan yang diberikan, kontribusi
kurang lebih 6 bulan kemudian pindah ke shelter atau relawan dan masyarakat tidak terkoordinir dan
huntara (hunian sementara) di desa Argomulyo, desa tumpang tindih, kondisi bilik mesra yang kurang
Wukirsari, desa Umbulharjo dan desa Kepuharjo memadai, kamar mandi yang tidak terpisah antara
Cangkringan sampai 18 bulan dan baru pada bulan laki-laki dan perempuan karena belum adanya
Januari 2013 huntara mulai direhab menjadi huntap kebijakan yang mengatur hal tersebut. Semua
(hunian tetap) 4. hal tersebut memerlukan adanya strategi untuk
Kondisi dalam pengungsian belum cukup memberikan pelayanan kesehatan reproduksi pada
optimal untuk memenuhi kebutuhan reproduksi, pengungsi.
tempat pengungsian tidak cukup melindungi
perempuan dari kejadian kekerasan dan kondisi bilik Bahan dan Metode
mesra yang sangat minimal. Di Pengungsian stadion
maguwoharjo kondisi bilik mesra yang berjumlah 2 bilik Penelitian ini merupakan penelitian observasional
digunakan untuk melayani hampir 1000 PUS membuat dengan pendekatan kualitatif, data penelitian
keengganan pasangan untuk menggunakan, sistem dikumpulkan dengan cara analisa dokumen dan
pembuangan sampah medis seperti pembalut wanita wawancara mendalam untuk mendapatkan data input,
yang belum teratur dengan baik, menyebabkan rawan proses dan output pelayanan kesehatan reproduksi
terjadi penularan infeksi, kamar mandi belum terpisah bagi pengungsi. Analisa data dilakukan dengan analisa
antara laki-laki dan perempuan dapat menyebabkan model interaktif Miles dan Huberman 5.
rawan pelecehan seksual, sehingga diperlukan Metode sampling yang digunakan adalah
strategi untuk menyelenggarakan upaya pelayanan purposive sampling, informan utama berjumlah 11
kesehatan reproduksi yang dapat memenuhi orang yaitu 1 Bidan Pengelola Program Kesehatan
kebutuhan masyarakat sesuai dengan sumber daya Reproduksi, 1 Kepala seksi kesehatan khusus, 1
yang dimiliki. Kepala bidang pengungsian dan logistik BPBD Kab
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa Sleman, 1 Kepala bagian KB Badan KB, PP dan
masyarakat penghuni shelter Argomulyo terdapat PM, 1 petugas PMI, 1 tokoh masyarakat, 3 orang
masyarakat yang menjalin hubungan tidak dengan pengungsi, 1 aktivis LSM Kesehatan Reproduksi,
pasangannya ada yang mengalami kekerasan 1 Bidan pelaksana pelayanan dengan 1 informan
seksual namun menolak diungkap, karena takut malu, triangulasi yaitu kepala seksi kesehatan keluarga.
dan ada yang mengalami kehamilan tidak diinginkan Variabel dalam penelitian ini adalah input
karena tidak sempat melakukan KB. pelayanan kesehatan reproduksi bagi pengungsi
Hasil wawancara dengan salah satu lembaga meliputi kebijakan, sumber daya manusia,
swadaya masyarakat yang menangani masalah anggaran,struktur oraganisasi dan sarana prasarana.
pemberdayaan perempuan, menjelaskan bahwa Proses dalam pemberian pelayanan kesehatan
ada lebih dari satu perempuan yang berkonsultasi reproduksi bagi pengungsi meliputi perencanaan,
yang pernah mengalami pelecehan seksual di pengorganisasian, pelaksanaan dan pemantauan.
kamar mandi pengungsian, ada pasangan yang Output pelayanan kesehatan reproduksi bagi
terpaksa berhubungan seksual di tempat terbuka pengungsi berupa cakupan jumlah kasus pelecehan
dan ada yang terpaksa berhubungan seksual di seksual yang tertangani, cakupan supply untuk
pengungsian (bukan di bilik mesra) pada malam hari pencegahan infeksi, cakupan pencegahan penularan
saat diharapkan semua orang sudah tidur. Beliau IMS dan HIV/AIDS, cakupan pelayanan KB, cakupan
menyatakan berdasarkan pengalaman ketika menjadi perawatan kehamilan, persalinan dan nifas yang
Evaluasi Pelayanan Kesehatan Reproduksi Bagi Pengungsi Rawan Bencana Erupsi Merapi 59
keluar dan dimusnahkan di rumah sakit umum daerah. Belum semua pemberi 0,8 2 1,6
Kondom untuk pencegahan IMS dan HIV/AIDS telah pelayanan kesehatan
didistribusikan diawal-awal pengungsian, namun reproduksi pada pengungsi
tidak ada catatan khusus distribusi di pengungsian, terlatih
Belum ada tim khusus 0,6 2 1,2
pencatatan dilakukan perkecamatan. Prosedur
pelayanan kesehatan reproduksi
untuk transfusi darah dilakukan sesuai prosedur bagi pengungsi
dan ada lembar kendalinya. Cakupan fasilitas Buku referensi jumlahnya 0,8 2 1,6
pelayanan KB di pengungsian tersedia disemua terbatas, belum terdistribusi dan
pengungsian bersamaan dengan pelayanan kesehatn tersosialisasi
lain, alat kontrasepsi yang tidak tersedia di tempat Kurangnya sarana dan 0,7 3 2,1
prasarana pelayanan kesehatan
pengungsian adalah implant, IUD, suntik 1 bulan
reproduksi bagi pengungsi
dan mini pil. Kejadian Unmetneed KB di Kecamatan
Belum ada data protap 0,5 2 1,0
Cangkringan pada tahun 2010 adalah 6,7 %, tahun atau SOP untuk pelayanan
2011 menjadi 7,4 % dan tahun 2012 menjadi 7,9 %. kesehatan reproduksi bagi
Cakupan persalinan di fasilitas kesehatan mencapai pengungsi
100 %, karena semua persalinan dirujuk di fasilitas Pendokumentasian dan 0,8 4 3,2
kesehatan. Rasio tempat pengungsian dibandingkan Pelaporan kegiatan pelayanan
kesehatan reproduksi pada
jumlah pengungsi adalah 2 :1 atau 1: 0,5 jadi 1 pengungsi belum lengkap
pengungsi menempati 0,5 m2 ruangan. Kamar mandi Total 10,7
belum terpisah laki-laki dan perempuan, tidak semua Kekuatan-Kelemahan 7,2-10,7= -3,5
kamar mandi tidak bisa dikunci dari dalam, bilik
mesra tersedia di dua tempat pengungsian dari 16 Matriks EFAS (Eksternal Factor Analysis
pengungsian yang ada atau 12, 5 %, rasio bilik mesra Summary)
adalah 2 bilik digunakan untuk 1980 PUS berarti rasio
Faktor Strategik Eksternal Bobot Rating NIlai
bilik mesra 1:990 PUS.
Peluang
Pemerintah daerah sudah 0,8 4 3,2
Analisa SWOT memiliki bangunan khusus untuk
Analisa SWOT untuk Input, Proses dan Output pengungsian sebanyak 11 barak
Ada koordinasi rutin lintas 0,8 3 2,4
Pelayanan Kesehatan Reproduksi Bagi Pengungsi
sektor yang dilakukan dibawah
dilaksanakan dengan cara Focus Group Discussion komando BPBD meskipun tidak
yang diikuti oleh tujuh orang yang mengerti tentang semua hadir
Pelayanan Kesehatan Reproduksi bagi pengungsi. Banyaknya jumlah relawan yang 0,8 3 2,4
Sebelum dilakukan FGD peneliti mendistribusikan ikut terlibat dalam pengungsian
naskah hasil penelitian mengenai input, proses dan Total 8,0
output agar para peserta FGD lebih memahami topik Ancaman
FGD. Barak yang dibangun belum 0,7 4 2,8
memenuhi fasilitas untuk
kesehatan reproduksi
Matriks IFAS (Internal Factor Analysis Banyak relawan yang tidak 0,4 3 1,2
Summary) melapor
Faktor Strategik Internal Bobot Rating Nilai Kondisi pengungsian berubah- 0,6 4 2,4
rubah dengan banyaknya
Kekuatan
pengungsi yang berpindah
Ada tenaga kesehatan yang 0,8 2 1,6 pengungsian atau mengungsi
sudah mengikuti pelatihan mandiri
pelayanan kesehatan reproduksi
Total 6,4
pada pengungsi.
Peluang-Ancaman 8,0-6,4= 1,6
Akses rujukan ke fasilitas 0,8 4 3,2
kesehatan yang mudah.
Mekanisme pengajuan dana 0,8 3 2,4 Berdasarkan matriks IFAS dan EFAS dapat
yang setiap unit kegiatan diketahui titik koordinat SWOT pada titik (-3,5, 1,6)
dapat mengajukan dana untuk sehingga posisi organisasi berada pada kuadran 3.
menyelenggarakan suatu
kegiatan
Total 7,2
Kelemahan
Evaluasi Pelayanan Kesehatan Reproduksi Bagi Pengungsi Rawan Bencana Erupsi Merapi 61