Anda di halaman 1dari 5

ISSN2354-7642

JOURNAL NERS
AND MIDWIFERY INDONESIA
Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia

Evaluasi Pelayanan Kesehatan Reproduksi Bagi Pengungsi


Rawan Bencana Erupsi Merapi
Siti Nuruniyah1

1
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alma Ata Yogyakarta
Jalan Ringroad Barat Daya No 1 Tamantirto, Kasihan, Bantul Yogyakarta

Abstrak
Kondisi di pengungsian menyebabkan beberapa masalah kesehatan reproduksi seperti kekerasan dan
pelecehan seksual, hubungan seksual yang tidak aman, masalah distribusi kontrasepsi, koordinasi lintas
program dan lintas sektoral yang belum optimal, penanggung jawab dan struktur organisasi yang belum
jelas serta belum semua tenaga kesehatan pemberi pelayanan kesehatan terlatih. Untuk mengatasi masalah-
masalah tersebut dan memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang ideal bagi pengungsi dibutuhkan
strategi untuk mencapainya. Strategi tersebut dirumuskan dari hasil analisa SWOT input, proses dan output
Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman.

Kata Kunci : Manajemen Bencana, Kesehatan Reproduksi, Pengungsi

Evaluation of Health Reproduction for Refugee


in Merapi Eruption Area
Abstract
Condition refuge causes several issues on health reproduction such as violence and sexual abuse, unsafe
sexual intercourse, contraceptive distribution problems, coordination across programs and across sectors are
unoptimal, and the person in charge of the organizational structure are not clear and not all health workers
health providers trained. To overcome these problems and provide ideal reproductive health services for
refugees needed strategies to achieve them. The strategy formulated from the results of the SWOT analysis
of input, process and output Sleman District Health Office.

Keywords : Disaster Management, Reproductive Health, Refugee

Info Artikel:
Artikel dikirim pada 10 Januari 2014
Artikel diterima pada 10 Januari 2014

Pendahuluan kondisi darurat adalah meningkatnya risiko kekerasan


Konflik bersenjata maupun bencana alam memiliki seksual, meningkatnya penularan IMS/HIV di area
dampak negatif amat besar terhadap kesehatan dengan kepadatan populasi tinggi, meningkatnya
reproduksi wanita, pria dan remaja. Pengungsian, risiko yang berhubungan dengan kehamilan tidak
kemiskinan, kehilangan mata pencaharian dan diinginkan akibat berkurangnya layanan Keluarga
kehilangan tempat tinggal akan mempengaruhi Berencana, meningkatnya kekurangan gizi dan
kesehatan mereka termasuk kesehatan reproduksi, epidemi risiko komplikasi kehamilan, kelahiran terjadi
sehingga diperlukan penanganan khusus untuk selama perpindahan populasi, meningkatnya risiko
memenuhi kebutuhan mereka terhadap pelayanan kematian ibu karena kurangnya akses terhadap
kesehatan reproduksi 1. layanan gawat darurat kebidanan komprehensif 2.
Women Commission for Refugee women and Paradigma penyelesaian masalah bencana
children tahun 2006 menyatakan beberapa masalah bergeser dari pengelolaan tanggap bencana (Disaster
kesehatan reproduksi yang mungkin muncul dalam Response) menjadi pengurangan risiko bencana

Evaluasi Pelayanan Kesehatan Reproduksi Bagi Pengungsi Rawan Bencana Erupsi Merapi 57
(Disaster Risk Reduction) karena banyaknya kerugian relawan kondisi di pengungsian kurang dikendalikan
yang diakibatkan oleh bencana. Pergeseran ini terjadi oleh pemerintah apalagi pada aspek kesehatan
baik di tingkat internasional maupun di Indonesia 3. reproduksi, perhatian semua relawan terfokus pada
Gunung Merapi adalah salah satu gunung logistik.
berapi teraktif di Indonesia yang memiliki siklus erupsi Walaupun pengungsian erupsi merapi
4 tahunan. Pada erupsi Merapi pada 26 Oktober 2010 merupakan kejadian yang berulang dalam kurun
di wilayah Yogyakarta ada empat kecamatan yang waktu 4-7 tahun dan secara teori sudah ada referensi
secara langsung mengalami dampak erupsi Merapi pengelola program program kesehatan reproduksi
yaitu wilayah Kecamatan Cangkringan, Turi, Pakem pada pengungsi namun belum operasional untuk
dan Ngemplak dengan kondisi terparah adalah dilaksanakan, belum terbentuk pengorganisasian
di Kecamatan Cangkringan. Jumlah pengungsi di yang jelas sebagai penanggung jawab, data belum
Kabupaten Sleman mencapai 56.000 jiwa. Pengungsi terkoordinir dengan baik dan belum ada evaluasi
tinggal di pengungsian stadion Maguwoharjo selama terhadap pelayanan yang diberikan, kontribusi
kurang lebih 6 bulan kemudian pindah ke shelter atau relawan dan masyarakat tidak terkoordinir dan
huntara (hunian sementara) di desa Argomulyo, desa tumpang tindih, kondisi bilik mesra yang kurang
Wukirsari, desa Umbulharjo dan desa Kepuharjo memadai, kamar mandi yang tidak terpisah antara
Cangkringan sampai 18 bulan dan baru pada bulan laki-laki dan perempuan karena belum adanya
Januari 2013 huntara mulai direhab menjadi huntap kebijakan yang mengatur hal tersebut. Semua
(hunian tetap) 4. hal tersebut memerlukan adanya strategi untuk
Kondisi dalam pengungsian belum cukup memberikan pelayanan kesehatan reproduksi pada
optimal untuk memenuhi kebutuhan reproduksi, pengungsi.
tempat pengungsian tidak cukup melindungi
perempuan dari kejadian kekerasan dan kondisi bilik Bahan dan Metode
mesra yang sangat minimal. Di Pengungsian stadion
maguwoharjo kondisi bilik mesra yang berjumlah 2 bilik Penelitian ini merupakan penelitian observasional
digunakan untuk melayani hampir 1000 PUS membuat dengan pendekatan kualitatif, data penelitian
keengganan pasangan untuk menggunakan, sistem dikumpulkan dengan cara analisa dokumen dan
pembuangan sampah medis seperti pembalut wanita wawancara mendalam untuk mendapatkan data input,
yang belum teratur dengan baik, menyebabkan rawan proses dan output pelayanan kesehatan reproduksi
terjadi penularan infeksi, kamar mandi belum terpisah bagi pengungsi. Analisa data dilakukan dengan analisa
antara laki-laki dan perempuan dapat menyebabkan model interaktif Miles dan Huberman 5.
rawan pelecehan seksual, sehingga diperlukan Metode sampling yang digunakan adalah
strategi untuk menyelenggarakan upaya pelayanan purposive sampling, informan utama berjumlah 11
kesehatan reproduksi yang dapat memenuhi orang yaitu 1 Bidan Pengelola Program Kesehatan
kebutuhan masyarakat sesuai dengan sumber daya Reproduksi, 1 Kepala seksi kesehatan khusus, 1
yang dimiliki. Kepala bidang pengungsian dan logistik BPBD Kab
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa Sleman, 1 Kepala bagian KB Badan KB, PP dan
masyarakat penghuni shelter Argomulyo terdapat PM, 1 petugas PMI, 1 tokoh masyarakat, 3 orang
masyarakat yang menjalin hubungan tidak dengan pengungsi, 1 aktivis LSM Kesehatan Reproduksi,
pasangannya ada yang mengalami kekerasan 1 Bidan pelaksana pelayanan dengan 1 informan
seksual namun menolak diungkap, karena takut malu, triangulasi yaitu kepala seksi kesehatan keluarga.
dan ada yang mengalami kehamilan tidak diinginkan Variabel dalam penelitian ini adalah input
karena tidak sempat melakukan KB. pelayanan kesehatan reproduksi bagi pengungsi
Hasil wawancara dengan salah satu lembaga meliputi kebijakan, sumber daya manusia,
swadaya masyarakat yang menangani masalah anggaran,struktur oraganisasi dan sarana prasarana.
pemberdayaan perempuan, menjelaskan bahwa Proses dalam pemberian pelayanan kesehatan
ada lebih dari satu perempuan yang berkonsultasi reproduksi bagi pengungsi meliputi perencanaan,
yang pernah mengalami pelecehan seksual di pengorganisasian, pelaksanaan dan pemantauan.
kamar mandi pengungsian, ada pasangan yang Output pelayanan kesehatan reproduksi bagi
terpaksa berhubungan seksual di tempat terbuka pengungsi berupa cakupan jumlah kasus pelecehan
dan ada yang terpaksa berhubungan seksual di seksual yang tertangani, cakupan supply untuk
pengungsian (bukan di bilik mesra) pada malam hari pencegahan infeksi, cakupan pencegahan penularan
saat diharapkan semua orang sudah tidur. Beliau IMS dan HIV/AIDS, cakupan pelayanan KB, cakupan
menyatakan berdasarkan pengalaman ketika menjadi perawatan kehamilan, persalinan dan nifas yang

58 Nurunniyah, 2014. JNKI, Vol. 2, No. 2, Tahun 2014, 57-61


aman, dan cakupan ketersediaan fasilitas untuk memiliki 11 barak khusus untuk tempat pengungsian
kehidupan seks yang aman 6. yaitu Barak Kiyaran, Barak Gayam, Barak Kuwang,
Barak Plosokerep, Barak Brayut, Barak Sindumartani,
Input Pelayanan Kesehatan Reproduksi Bagi Barak Umbulmartani, Barak Purwobinangun, Barak
Pengungsi Pondokrejo, Barak Tirtomartani dan Barak Girikerto.
Berdasarkan hasil analisa dokumen dan Daya tampung ke 11 barak tersebut adalah 3300
wawancara mendalam mengenai landasan kebijakan -4500 orang, dengan jumlah penduduk yang
pelayanan kesehatan reproduksi bagi pengungsi berada pada daerah rawan bencana erupsi Merapi
diketahui bahwa landasan kebijakan adalah UU no mencapai 40.000 orang, sehingga diperlukan tempat
24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana dan pengungsian yang lain. Bilik Mesra sudah tersedia
Perbup No.31 tahun 2010 tentang keadaan tanggap di pengungsian Maguwoharjo sejumlah 2 bilik dan
darurat, operasionalisasi kebijakan berupa SK, SOP gedung Youth Center tersedia 2 bilik. Kamar mandi
atau protap belum ada. di pengungsian belum tersedia sesuai standar karena
Anggaran berasal dari dana APBN dan APBD, jumlah yang kurang dan belum adanya kamar mandi
dana tersedia setelah terjadi bencana. Setiap unit portable yang representatif, kamar mandi tambahan
dapat mengajukan anggaran untuk kegiatan mitigasi berupa kamar mandi darurat . Pintu kamar mandi
dengan menggunakan anggaran unit yang diajukan tidak dapat dikunci dari dalam dan kamar mandi tidak
setiap awal tahun. terpisah antara laki-laki dan perempuan.
Struktur organisasi pemberi pelayanan kesehatan
reproduksi bagi pengungsi belum terbentuk secara Proses Pelayanan Kesehatan Reproduksi Bagi
Pengungsi
khusus, penanggung jawab pelayanan kesehatan
reproduksi bagi pengungsi adalah bidan pengelola Perencanaan berupa identifikasi kebutuhan
program kesehatan reproduksi melekat pada Tupoksi. dilaksanakan setelah terjadi erupsi Merapi berupa
Sumber Daya Manusia (SDM) belum tersedia khusus rapid need assesment, menurut standar identifiksi
untuk pelayanan kesehatan reproduksi bagi pengungsi, harusnya berkesinambungan sebelum bencana, ketika
SDM kesehatan mengurusi semua masalah kesehatan bencana dan setelah terjadi bencana. Perumusan
di pengungsian. Jumlah SDM kesehatan 192 dibagi kegiatan dilakukan dari hasil rapid need assessment.
dalam 3 shift untuk melayani 71.792 pengungsi, Pengorganisasian dilakukan dengan koordinasi
sehingga rasio petugas kesehatan dibanding pengungsi semua pemberi pelayanan kesehatan di Dinas
adalah 1:1122. Menurut standar SPHERE rasio petugas Kesehatan Sleman pada awalnya 2 kali perminggu
kesehatan reproduksi dibanding pengungsi adalah 1: kemudian semakin berkurang seiring perbaikan
500-1000 pengungsi6. kondisi kesehatan. Koordinasi lintas sektor dilakukan
Sarana Prasarana pelayanan kesehatan dibawah komando BPBD dilaksanakan 2 hari sekali
reproduksi seperti buku referensi pengelola kemudian semakin berkurang sesuai perkembangan
program hanya ada 1 di dinas kesehatan dan belum kondisi di pengungsian. Kegiatan dilaksanakan sesuai
disosialisasikan ke Puskesmas, kit persalinan steril dengan perencanan yang dirumuskan. Pemantauan
dan obat-obat kegawat daruratan maternal neonatal pelayanan kesehatan reproduksi bagi pengungsi
belum tersedia di pengungsian dengan alasan semua belum dilaksanakan secara terstruktur, belum ada
ibu hamil, bersalin dan nifas di rujuk ke fasilitas indikator khusus monitoring dan evaluasi. Evaluasi
pelayanan kesehatan. Mobil untuk rujukan sewaktu- pelayanan kesehatan dilakukan 1 bulan sekali di dinas
waktu tersedia namun tidak disemua pengungsian kesehatan untuk semua pelayanan kesehatan.
karena menggunakan Ambulan Puskesmas. Alat
kontrasepsi tersedia di pengungsian dengan berbagai Output Pelayanan Kesehatan Reproduksi Bagi
jenis kecuali mini pil dan suntik 1 bulanan, sedangkan pengungsi
untuk implant dan IUD pemasangan dilakukan di Jumlah kasus pelecehan seksual yang
fasilitas kesehatan. Alat kontrasepsi disediakan dilaporkan ada 3 kasus, semuanya ditangani oleh
dari persediaan yang ada di badan KB, karena LSM. Cakupan supply untuk pencegahan infeksi
mekanisme pengajuan alat kontrasepsi di badan belum terkontrol dengan baik, pembuangan limbah
KB adalah 1 tahun sekali. Mekanisme penanganan medis belum dikelola disetiap pengungsian. Mengenai
kasus kekerasan seksual di pengungsian belum ada, hal ini, informan berbeda pendapat, ada yang
petugas yang khusus menangani kasus kekerasan mengatakan dikelola dinas PU (pekerjaan umum),
seksual juga belum tersedia. belum dikelola serta dibawa keluar dan dimusnahkan
Tempat pengungsian terdiri dari 16 tempat di rumah sakit namun belum rutin dilakukan. Informan
untuk erupsi Merapi 2010 dan saat ini daerah telah triangulasi menyatakan bahwa limbah medis dibawa

Evaluasi Pelayanan Kesehatan Reproduksi Bagi Pengungsi Rawan Bencana Erupsi Merapi 59
keluar dan dimusnahkan di rumah sakit umum daerah. Belum semua pemberi 0,8 2 1,6
Kondom untuk pencegahan IMS dan HIV/AIDS telah pelayanan kesehatan
didistribusikan diawal-awal pengungsian, namun reproduksi pada pengungsi
tidak ada catatan khusus distribusi di pengungsian, terlatih
Belum ada tim khusus 0,6 2 1,2
pencatatan dilakukan perkecamatan. Prosedur
pelayanan kesehatan reproduksi
untuk transfusi darah dilakukan sesuai prosedur bagi pengungsi
dan ada lembar kendalinya. Cakupan fasilitas Buku referensi jumlahnya 0,8 2 1,6
pelayanan KB di pengungsian tersedia disemua terbatas, belum terdistribusi dan
pengungsian bersamaan dengan pelayanan kesehatn tersosialisasi
lain, alat kontrasepsi yang tidak tersedia di tempat Kurangnya sarana dan 0,7 3 2,1
prasarana pelayanan kesehatan
pengungsian adalah implant, IUD, suntik 1 bulan
reproduksi bagi pengungsi
dan mini pil. Kejadian Unmetneed KB di Kecamatan
Belum ada data protap 0,5 2 1,0
Cangkringan pada tahun 2010 adalah 6,7 %, tahun atau SOP untuk pelayanan
2011 menjadi 7,4 % dan tahun 2012 menjadi 7,9 %. kesehatan reproduksi bagi
Cakupan persalinan di fasilitas kesehatan mencapai pengungsi
100 %, karena semua persalinan dirujuk di fasilitas Pendokumentasian dan 0,8 4 3,2
kesehatan. Rasio tempat pengungsian dibandingkan Pelaporan kegiatan pelayanan
kesehatan reproduksi pada
jumlah pengungsi adalah 2 :1 atau 1: 0,5 jadi 1 pengungsi belum lengkap
pengungsi menempati 0,5 m2 ruangan. Kamar mandi Total 10,7
belum terpisah laki-laki dan perempuan, tidak semua Kekuatan-Kelemahan 7,2-10,7= -3,5
kamar mandi tidak bisa dikunci dari dalam, bilik
mesra tersedia di dua tempat pengungsian dari 16 Matriks EFAS (Eksternal Factor Analysis
pengungsian yang ada atau 12, 5 %, rasio bilik mesra Summary)
adalah 2 bilik digunakan untuk 1980 PUS berarti rasio
Faktor Strategik Eksternal Bobot Rating NIlai
bilik mesra 1:990 PUS.
Peluang
Pemerintah daerah sudah 0,8 4 3,2
Analisa SWOT memiliki bangunan khusus untuk
Analisa SWOT untuk Input, Proses dan Output pengungsian sebanyak 11 barak
Ada koordinasi rutin lintas 0,8 3 2,4
Pelayanan Kesehatan Reproduksi Bagi Pengungsi
sektor yang dilakukan dibawah
dilaksanakan dengan cara Focus Group Discussion komando BPBD meskipun tidak
yang diikuti oleh tujuh orang yang mengerti tentang semua hadir
Pelayanan Kesehatan Reproduksi bagi pengungsi. Banyaknya jumlah relawan yang 0,8 3 2,4
Sebelum dilakukan FGD peneliti mendistribusikan ikut terlibat dalam pengungsian
naskah hasil penelitian mengenai input, proses dan Total 8,0
output agar para peserta FGD lebih memahami topik Ancaman
FGD. Barak yang dibangun belum 0,7 4 2,8
memenuhi fasilitas untuk
kesehatan reproduksi
Matriks IFAS (Internal Factor Analysis Banyak relawan yang tidak 0,4 3 1,2
Summary) melapor
Faktor Strategik Internal Bobot Rating Nilai Kondisi pengungsian berubah- 0,6 4 2,4
rubah dengan banyaknya
Kekuatan
pengungsi yang berpindah
Ada tenaga kesehatan yang 0,8 2 1,6 pengungsian atau mengungsi
sudah mengikuti pelatihan mandiri
pelayanan kesehatan reproduksi
Total 6,4
pada pengungsi.
Peluang-Ancaman 8,0-6,4= 1,6
Akses rujukan ke fasilitas 0,8 4 3,2
kesehatan yang mudah.
Mekanisme pengajuan dana 0,8 3 2,4 Berdasarkan matriks IFAS dan EFAS dapat
yang setiap unit kegiatan diketahui titik koordinat SWOT pada titik (-3,5, 1,6)
dapat mengajukan dana untuk sehingga posisi organisasi berada pada kuadran 3.
menyelenggarakan suatu
kegiatan
Total 7,2
Kelemahan

60 Nurunniyah, 2014. JNKI, Vol. 2, No. 2, Tahun 2014, 57-61


Diagram koordinat SWOT Hasil analisa SWOT menempatkan organisasi
pada kuadran 3, sehingga strategi yang sesuai
Peluang
adalah strategi turn around, dengan grand strategi
konsolidasi dan mengefektifkan dan mengefisiensikan
1,6
sumber daya yang ada dalam dinas kesehatan.
Kelemahan Kekuatan
Daftar Pustaka
-3,5 1. Depkes RI. Kesehatan Reproduksi Bagi Pengungsi
Referensi Pengelola Program. Depkes RI.
Ancaman Jakarta , 2003 ;3.
2. Women Comission for Refugee women and
children. Modul Pembelajaran Jarak Jauh
Strategi yang sesuai apabila organisasi berada Paket Layanan Awal Minimum (MISP) Untuk
pada kuadran 3, yaitu strategi turn around, karena Kesehatan Reproduksi Pada Situasi Krisis.
organisasi menghadapi kelemahan didalam tubuh RHCR( Reproductive Health In Crisis Response),
organisasi dan memiliki peluang yang besar diluar 2006.
organisasi. Strategi turn around dilakukan dengan 3. BNPB. DIBI Indonesia. BNPB dan UNDP, Jakarta,
cara rekonsiliasi, konsolidasi, efektifitas dan efisiensi 2010; 3.
untuk meminimalkan kelemahan dan memanfaatkan 4. BNPB. Kondisi Pasca Erupsi Merapi ; Rencana
peluang yang ada demi kemajuan organisasi6 Rehabilitasi Dan Rekonsiliasi. BNPB, Jakarta
,2011.
Simpulan dan Saran 5. Miles Mathew & Huberman. A .Michael.Analisa
Data Kualitatif. UI Press, 2009
Pelayanan kesehatan reproduksi bagi
6. IAWG. Buku Pedoman Lapangan Antar Lembaga
pengungsi rawan bencana erupsi merapi di Dinkes
Kesehatan Reproduksi dalam Situasi Darurat
Sleman belum memiliki input, seperti operasionalisasi
Bencana. IAWG dan AUSAID. Jakarta, 2010, 5.
kebijakan, tim penanggung jawab, struktur organisasi
7. The Sphere Project. Humanitarian Charter and
dan petugas kesehatan terlatih. Input berupa sarana
Minimum Standards in Humanitarian Response.
seperti peralatan medis, air, sarung tangan, obat-
The Sphere Project, Rugby, UK, 2011.
obatan kegawatdaruratan maternal, mobil untuk
8. Reinki, W.A. Perncanaan Kesehatan untuk
rujukan, kamar mandi, dan bilik mesra belum tersedia
Meningkatkan Efektifitas Manajemen. Gajah
sesuai dengan standar dan kontinyu disetiap tempat
Mada University Press, Yogyakarta, 1994
pengungsian.
9. Heather Shover, MD, MPH. Undersatnding the
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah
Chain of Communication During a Disaster.
dilaksanakan dibeberapa Negara rawan bencana
Perspective in Psychiatric Care Vol. 43, No.1,
seperti Haiti, Chernobyl, Bhopal dan South Carolina
Februari, 2007. Diunduh melalui www.ebscohost.
menunjukkan bahwa pengamatan, pencatatan,
com pada tanggal 12 Maret 2013.
evaluasi dan perencanaan kembali berdasarkan hasil
10. Ernest Benjamin. MD. Principles and Practice
evaluasi serta perbaikan system komunikasi dan
of Disaster Relief. Lessons From Haiti, 2011.
birokrasi pada pelayanan kesehatan di daerah rawan
Mount Sinai Journal of Medicine 78: 306-318,
bencana dapat mengurangi dan mengatasi masalah-
2011, Diunduh melalui www.ebscohost.com. Pada
masalh kesehatn pada kondisi bencana. 9,10,11
tanggal 12 Maret 2013.
Tiap-tiap tahap dalam proses pelayanan
11. Erik R. Svendsen, Jenifer R. Runkle, Venkata
kesehatan reproduksi bagi pengungsi sudah
Ramana Dhara, Shao Lin, Marina Naboka,
dilaksanakan dengan baik, namun belum dilakukan
Timothy A. Mousseou and Charles L.Bennett.
secara mandiri, khusus untuk kesehatan reproduksi
Epidemiologic Methods Lessons Learned
bagi pengungsi masih tergabung dengan keseluruhan
from Environmental Public Health Disasters:
pelayanan kesehatan pada pengungsi.
Chernobyl, The World Trade Center, Bhopal and
Output dari pelayanan sangat tergantung dari
Graniteville, south Carolina.2012, International
penyediaan input, sehingga output yang ada juga
Journal Environmental Research and Public
belum terdokumentasi, karena tim penanggung jawab
Health. Agustus 2012, Vol .9 Diunduh melalui
belum dibentuk. Belum semua petugas maupun
www.ebscohost.com pada tanggal 12 Maret
masyarakat dapat menggunakan input yang ada
2013.
karena keterbatasan jumlah.

Evaluasi Pelayanan Kesehatan Reproduksi Bagi Pengungsi Rawan Bencana Erupsi Merapi 61

Anda mungkin juga menyukai