Deteksi Dini
Deteksi dini merupakan upaya pencegahan sekunder. Ada dua komponen
deteksi dini yaitu penapisan (screening) dan edukasi tentang penemuan dini (early
diagnosis). Penapisan adalah upaya pemeriksaan atau tes yang sederhana dan mudah
yang dilaksanakan pada populasi masyarakat sehat, yang bertujuan untuk. Pencegahan
primer membedakan masyarakat yang sakit atau berisiko terkena penyakit di antara
masyarakat yang sehat. Penemuan dini adalah adalah upaya pemeriksaan pada
masyarakat yang telah merasakan adanya gejala. Oleh karena itu edukasi untuk
meningkatkan kesadaran tentang tanda-tanda awal kemungkinan kanker di antara
petugas kesehatan, kader masyarakat, maupun masyarakat secara umum merupakan
kunci utama. (Tjindarbumi, 2002)
Upaya deteksi dini kanker payudara adalah upaya untuk mendeteksi dan
mengidentifikasi secara dini adanya kanker payudara, sehingga diharapkan dapat
diterapi dengan teknik yang dampak fisiknya kecil dan punya peluang lebih besar
untuk sembuh. Upaya ini sangat penting, sebab apabila kanker payudara dapat
dideteksi pada stadium dini dan diterapi secara tepat maka tingkat kesembuhan yang
cukup tinggi (80-90%).
Penapisan pada negara maju seperti Amerika, Inggris, dan Belanda dilakukan
dengan menggunakan pemeriksaan ultrasonografi dan mamografi, karena sumber
daya di negaranagara itu cukup memadai untuk melakukan program tersebut,
sedangkan di negara berkembang seperti Indonesia, penapisan secara massal dengan
USG dan mamografi belum memungkinkan untuk dilakukan. Oleh karena itu
pemeriksaan klinis payudara oleh tenaga kesehatan terlatih yang dikuti dengan
promosi dan edukasi tentang pengobatan yang baik kepada masyarakat (bahwa kanker
payudara bila ditemukan pada stadium awal dan dilakukan operasi akan
meningkatkan kemungkinan untuk sembuh dan waktu untuk bertahan hidup lebih
lama) sehingga pada akhirnya akan meningkatkan pencapaian tujuan dari penapisan
yaitu menurunkan angka kematian dan meningkatkan kualitas hidup penderita kanker
payudara. Selain penapisan, penemuan dini merupakan strategi lain kemungkinan
keganasan. untuk down staging. Penemuan dini dimulai dengan peningkatan
kesadaran masyarakat tentang perubahan bentuk atau adanya kelainan di payudara
mereka sendiri, dengan cara memasyarakatkan program SADARI bagi semua
perempuan dimulai sejak usia subur, sebab 85% kelainan di payudara justru pertama
kali dikenali oleh penderita bila tidak dilakukan penapisan massal. SADARI
sebaiknya dilakukan setiap kali selesai menstruasi (hari ke-10, terhitung mulai hari-
pertama haid). Pemeriksaan dilakukan setiap bulan sejak umur 20 tahun (American
Cancer Society, 2009).
1. SADARI
SADARI adalah suatu teknik pemeriksaan dimana seorang wanita memeriksa
payudaranya sendiri dengan melihat dan merasakan dengan jari untuk mendeteksi
apakah ada benjolan atau tidak pada payudaranya (Singh dkk., 1999).
SADARI dianjurkan dilakukan secara intensif pada wanita mulai usia remaja,
segera ketika mulai pertumbuhan payudara sebagai gejala pubertas. Pada wanita
muda, agak sedikit sulit karena payudara mereka masih berserabut (fibrous),
sehingga dianjurkan sebaiknya mulai melakukan SADARI pada usia remaja
karena pada umumnya pada usia tersebut jaringan payudara sudah terbentuk
sempurna. Pemeriksaan ini tidak hanya dilakukan oleh wanita yang berisiko
tinggi, tetapi sebaiknya dilakukan oleh seluruh wanita karena sekitar 75% kasus
kanker payudara ditemukan pada wanita yang tidak dianggap berisiko tinggi.
Pemeriksaan SADARI dilakukan secara rutin setelah haid, sekitar 1 minggu dari
hari pertama haid terakhir. Karena pada saat itu payudara akan terasa lebih lunak
dan longgar sehingga memudahkan perabaan. SADARI dilakukan 3 hari setelah
menstruasi atau 7-10 hari dari menstruasi karena pada saat itu pengaruh hormon
ovarium sudah hilang sehingga konsistensi payudara tidak lagi keras seperti
menjelang menstruasi (Swart et al., 2010).
Ada 3 langkah tata laksana yang sederhana dalam melakukan SADARI, yaitu
(Indonesian Breast Selft Examination, 2003):
a. Pemeriksaan di Kamar Mandi
Memeriksa kedua payudara sambil berdiri ketika mandi.Menaruh satu tangan
di belakang kepala, sementara tangan yang satu melakukan gerak pijatan
memutar searah jarum jam di daerah jaringan payudara, putting, dan jaringan
di bawah ketiak. Kemudian mengulangi cara ini pada payudara yang sebelah
lagi. Gunakan tangan kanan untuk memeriksa payudara sebelah kiri dan
tangan kiri untuk payudara sebelah kanan.Bagi kebanyakan wanita, paling
mudah untuk merasakan payudaranya adalah ketika payudaranya sedang
basah dan licin, sehingga paling cocok adalah ketika sedang mandi.
Gambar 2.2. Pijatlah Payudara Saat Mandi
b. Pemeriksaan di Depan Cermin
Berdiri di depan cermin sambil kedua kedua tangan diletakkan di sisi tubuh,
angkat kedua lengan dan amati dengan saksama kulit di payudara apakah ada
kerutan, lekukan, perubahan ukuran atau bentuk. Melihat apakah ada
perubahan bentuk simetri pada kedua payudara. Kemudian mengamati juga
apakah puting susu masuk ke dalam atau ada cairan aneh yang keluar dari
puting (baik itu cairan bening, seperti susu, berwarna kuning, atau bercampur
darah). Kemudian ulangi pengamatan dengan kedua tangan di pinggang dada
dibusungkan dan kedua siku ditarik kebelakang Setelah itu meletakkan kedua
tangan di belakang kepala dan melakukan hal serupa .Seluruh pengamatan ini
bertujuan mengetahui adanya benjolan yang terletak dengan dengan kulit.
Selanjutnya meletakkan kedua tangan di samping pinggul lalu amati
payudara.
4. USG
Suatu pemeriksaan ultrasound yang menggunakan gelombang bunyi dengan
frekuensi tinggi untuk mendapatkan gambaran jaringan pada payudara.
Gelombang bunyi yang tinggi ini bisa membedakan suatu masa yang padat, yang
kemungkinan kanker, dan kista yang berisi cairan, yang kemungkinannya bukan
kanker. USG dilakukan terutama untuk membuktikan adanya massa kistik dan
solid/padat yang mengarah pada keganasan, dan pada perempuan dibawah usia 40
tahun.USG payudara juga merupakan cara radiologi yang cukup efektif untuk
deteksi dini kanker payudara, terutama dilakukan pada pasien yang usianya relatif
muda dan masih dalam masa reproduksi sebab payudaranya msih keras dan akan
lebih sulit untuk dilakukan mamografi.
Posisi penderita terlentang dengan lengan diangkat keatas dan diletakkan dibawah
kepala.Kemudian dilakukan pemeriksaan secara sistematik sesuai dengan arah
jarum jam, sampai mencakup daerah aksila dan dilakukan tindakan kompressi
dan non kompressi apabila dijumpai adanya lesi.
Indikasi USG Payudara
Payudara yang padat pada mammografi
Pada payudara wanita hamil, menyusui dan remaja
Evaluasi lesi berbatas tegas pada temuan mammografi dan penyakit fibrokistik
Penuntun biopsy atau aspirasi
1. Terapi Radiasi
Terapi radiasi dilakukan dengan sinar-X dengan intensitas tinggi untuk
membunuh sel kanker yang tidak terangkat saat pembedahan.
2. Terapi Hormon
Terapi hormonal dapat menghambat pertumbuhan tumor yang peka hormon
dan dapat dipakai sebagai terapi pendamping setelah pembedahan atau pada stadium
akhir.
3. Kemoterapi
Obat kemoterapi digunakan baik pada tahap awa lataupun tahap lanjut
penyakit (tidak dapat lagi dilakukan pembedahan). Obat kemoterapi bisa digunakan
secara tunggal atau dikombinasikan. Salah satu diantaranya adalah Capecitabine dari
Roche, obat anti kanker oral yang diaktivasi oleh enzim yang adapada sel kanker,
sehingga hanya menyerang sel kanker saja.
4. Terapi Imunologik
Sekitar 15-25% tumor payudara menunjukkan adanya protein pemicu
pertumbuhan atau HER2 secara berlebihan dan untuk pasien seperti ini, trastuzumab,
antibodi yang secara khusus dirancang untuk menyerang HER2 dan menghambat
pertumbuhan tumor, bisa menjadi pilihan terapi. Pasien sebaiknya juga menjalani tes
HER2 untuk menentukan kelayakan terapi dengan trastuzumab.
Daftar Pustaka
American Cancer Society . Detailed Guide : Breast Cancer . 2015. Available from
:www.acs.org.
Singh MM, et al, Breast Self Examination for Early Detection of Breast Cancer. Indian
Journal Medical Science, 1999 Mar; 53(3): 120-6.
Swart, R, et al. 2010. Breast Cancer. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/283561-overview.
Tjindarbumi D, Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penanggulangannya. Dalam buku Deteksi
Dini Kanker, Ramli M, Umbas R, Panigoro SS ( ed ) Balai Penerbit FKUI Jakarta,
2002 : 32 – 52.