SECARA ILMIAH)
Pancasila
Pancasila sebagai dasar atau filsafat Negara Republik Indonesia yang secara resmi disahkan
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18
Agustus 1945, serta diundangkan dalam Berita Republik Indonesia,
TahunII no. 7, yang terdiri atas 2 (dua) bagian, yaitu Pembukaan dan
Batang Tubuh (Pasal-Pasal).
Pada alinea keempat Pembukaan tercantum rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara
meliputi:
Pada hakekatnya Pancasila mengandung dua pengertian pokok, yaitu sebagai Pandangan
Hidup Bangsa Indonesia dan sebagai Dasar Negara Republik Indonesia.
© Pasal 2, bahwa “Mata Kuliah Pendidikan Pancasila adalah mata kuliah wajib untuk diambil
oleh setiap mahasiswa.”
1).Dapat memahami dan mampu melaksanakan jiwa Pancasila dan UUD 1945 dalam
kehidupannya.
3).Memupuk sikap dan prilaku yang sesuai dengan Nilai-Nilai dan Norma Pancasila.”
Landasan Historis
Pancasila digali semenjak lahirnya bangsa Indonesia, meliputi Nilai ke-Tuhanan, Sikap
Toleransi, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
Walaupun dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tidak termuat isilah “Pancasila”,
namun yang dimaksud Dasar Negara dengan istilah “Pancasila”.
Sejarah ketatanegaraan telah terjadi beberapa kali perubahan UUD. UUD 1945
diganti oleh Konsitusi RIS (1949), kemudian berubah menjadi UUD
Sementara (1950), dan akhirnya dikeluarkan Dekrit 5 Juli 1959, yang
isinya:
1.Membubarkan Konstituante
Landasan Kultural
Dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, setiap Negara di dunia memiliki suatu
pandangan hidup.
BangsaIndonesia mendasarkan pandangan hidup dalam suatu asas kultural yang dimiliki dan
melekat pada bangsa sendiri yaitu Pancasila.
Pancasila sebagai jati diri merupakan pencerminan nilai yang tumbuh dalam
kehidupan bangsa, diangkat dari nilai-nilai kultural yang dimiliki
bangsa Indonesia.
Pancasila tidak mengandung nilai-nilai yang kaku dan tertutup, Pancasila terbuka
masuknya nilai-nilai yang positif yang datang dari dalam maupun dari
luar.
Landasan Filosofis
Pancasila sebagai dasar Negara filsfat Negara dan filosofis bangsa Indonesia, merupakan
suatu keharusan moral untuk secara konsisten
merealisasikannya dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
Secara filosofi, bangsa Indonesia sebelum mendirikan Negara sebagai bangsa yang berke-
Tuhanan dan berperikemanusiaan. Secara objektif, manusia Indonesia adalah berke-Tuhanan,
berperikemanusiaan yang adil dan beradab dan mempertahankan persatuan untuk
mewujudkan keadilan.
Atas dasar filosofis tersebut dalam hidup bernegara nilai-nilai pancasila merupakan dasar
filsafat Negara.
Pancasila sebagai besar falsafah Negara hasus menjadi sumber nilai pembangunan nasional
yang berkaitan erat dengan politik.
Perkuliahan Pancasila mengarahkan perhatian pada moral yang diharapkan dapat diwujudkan
dalam kehidupan sehari-hari.
Keberhasilan dalam pendidikan Pancasila, akan membuahkan sikap mental bersifat cerdas
dan penuh tanggung jawab.
J PERTEMUAN 2
· Ke-Tuhanan
· Kemanusiaan
· Persatuan
· Tata pemerintahan atas dasar musyawarah
· Keadilan social
Masa penjajahan Belanda menuju kearah penguasaan terhadap seluruh kehudupan bangsa
maupun wilayah nusantara. Masa penjajahan Belanda, dijadikan
tonggak sejarah perjuangan bangsa dalam mencapai cita-cita.
Merupakan awal tonggak kebangkitan bangsa yang telah sekian lamanya terbenam dalam
penjajahan. Perlawanan secara fisik yang tidak ada koordinasi,
mendorong pemimpin Indonesiauntuk merubah perlawaan yaitu dengan menyadarkan bangsa
Indonesia akan pentingnya bernegara. Maka lahirlah bermacam-macam organisasi politik,
pelopor pertama adalah dr. Whidin Sudirohusodo.
Pada tanggal 28 oktober 1928, terjadi prestasi gemilang bangsa Indonesiadalam mewujudkan
citi-cita Indonesia merdeka. Para pemuda berikrar, menyatakan pengakuan adanya “Bangsa
Tanah air dan Bangsa yang satu, yaitu Indonesia”. Peristiwa ini disebut “Sumpah Pemuda”.
Kenyataan yang dialami bangsa Indonesia, Jepang sesungguhnya tidak kurang kejam dari
pada penjajah Belanda, dimana bangsa indonesa mengalami penderitaan yang mengakibatkan
kekecewaan rakyat Indonesia atas perlakuan Jepang, sehingga menimbulkan perlawanan.
Jepang mengetahui keinginan bangsa Indonesia yaitu kemerdekaan. Jepang menjanjikan akan
memberikan kemerdekaan di kemudian hari, apabila perang telah selesai.
Untuk mewujudkan janji tersebut, tanggal 29 April 1945 Jepang membolehkan rakyat
Indonesia membentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI), dan dilantik pada tanggal 28 Mei 1945, yang
kemudian memulai sidang pertama untuk merumuskan konsep dasar Negara
yaitu Pancasila.
Janji kedua diumumkan lagi, berupa “kemerdekaan tanpa syarat”. Tanggal 14 Agustus 1945,
Jepang menyerah kalah pada sekutu, saat itu terjadi
kekosongan kekuasaan di Indonesia.
J PERTEMUAN 3
Pancasila dibahas dari sudut pandang moral atau etika, maka lingkup pembahasannya
meliputi: “etika Pancasila” dibahas dari sudut ekonomi kita dapatkan bidang “ekonomi
Pancasila”, dari sudut pandang filsafat “filsafat Pancasila” yang meliputi aksiologi,
epitemologi, bilamana dibahas dari sudut pandang yuridis kenegaraan, maka kita dapatkan
bidang “Pancasila yuridis kenegaraan”.
Pancasila yuridis kenegaraan, meliputi kedudukan sebagai dasar negara yang meliputi bidang
yuridis dan ketatanegaraan, realisasi Pancasila di segala aspek penyelenggaraan
Negara, baik yang menyangkut norma hukum maupun norma moral.
Secara Ilmiah
Sebagai suatu kajian ilmiah harus memenuhi syarat ilmiah yaitu dengan metode analisis-
abstraksi-sistesis. Sistem pengetahuan ilmiah itu
bertingkat-tingkat sebagaimana dikemukakan oleh I.r Poedjowijatno dalam
bukunya: “Tahu dan Pengetahuan”. Sbb:
1. Berobyek
Syarat suatu pengetahuan ilmiah, bahwa ilmu pengetahuan itu herus memiliki obyek. Di
dalam filsafat ilmu pengetahuan dibedakan atas dua macam
obyek yaitu “obyek formal” dan “obyek materia”.
Obyek formal, pancasila yang dalam arti formal yaitu Pancasila dalam rumusan yang sudah
tertentu bunyinya dan berkedudukan hukum sebagai dasar
filsafat Negara.
Obyek materia, pancasila adalah suatu obyek yang merupakan sasaran pembahasan dan
pengkajian, baik bersifat empiris maupun non-empiris.
Obyek materia pembahasan, adalah pandangan hidup bangsa yang sudah lama diamalkan
dalam segala aspek, adat dan kebudayaan, dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selain itu obyek materia
pembahasan Pancasila berupa: lembaran Negara, lembaran hukum maupun
naskah-naskah resmi kenegaraan yang mempunyai sifat imperatif yuridis.
Adapun obyek yang bersifat non-emperis meliputi: nilai moral, serta nilai-nilai religius yang
tercermin dalam kepribadian, sifat, karakter
dan pola-pola budaya dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2. Bermetode
Salah satu metode dalam pembahasan Pancasila adalah metode “analitico syntetic” yaitu
suatu perpaduan metode analitis dan sintesis.
Dikarenakan obyek Pancasila banyak berkaitan dengan hasil-hasil budaya
dan obyek sejarah, maka lazim digunakan metode “hermeneutika” yaitu
suatu metode untuk menemukan makna dibalik obyek.
Demikian juga metode “koherensi historis”, serta metode “pemahaman, penafsiran dan
interpretasi”, metode-metode tersebut senantiasa didasarkan atas
hukum-hukum logika dalam suatu penarikan kesimpulan terhadap: UUD 1945,
TAP MPR, Perundang-undangan, serta fakta-fakta historis yang telah
diakui kebenarannya, diteliti dengan menggunakan metode dan teknik yang
bersifat ilmiah agar dapat dipahami obyek secara lebih berhasil,
sehingga diperoleh pengetahuan yang benar mengenai obyek itu.
3. Bersistem
Pengetahuan ilmiah harus merupakan suatu kesatuan, artinya keseluruhan proses dan hasil
berpikir disusun dalam satu kesatuan yang bulat. Saling
berhubungan sehingga diperoleh kesatuan yang organis, harmonis, dan
dinamis.
Pembahasan Pancasila sebagaimana yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 secara
ilmiah, harus merupakan suatu kesatuan dan keutuhan.
4. Bersifat Universal
Kebenaran pengetahuan ilmiah harus bersifat universal, tidak terbatas oleh waktu, situasi,
maupun jumlah tertentu.
Kajian hakikat pada nilai-nilai Pancasila bersifat universal, dengan kata lain bahwa inti sari,
essensi atau makna yang terdalam dari sila-sila
Pancasila adalah bersifat universal yang mendukung kebenaran atas
kesimpulan dan pertanyaan.
Tingkatan ilmiah dalam masalah ini lebih menekankan pada karakteristik pengetahuan.
Sehingga sangat ditentukan oleh macam pertanyaan, sbb:
Kaitan dengan kajian tentang Pancasila, maka tingkat pengetahuan sebab-akibat akan
berkaitan dengan kajian proses kausalitas terjadinya Pancasila,
meliputi empat
kausa: kausa materialis, kausa formatis, kausa effisien dan kausa
finalis.
3.Pengetahuan normatif
: Suatu pertanyaan “ke mana”
Dengan kajian normatif, dapat membedakan secara normatif realisasi atau pengamalan
Pancasila yang seharusnya dilakukan. Realisasi Pancasila dalam
kenyataan faktual
yaitu Pancasila yang senantiasa berkaitan dengan dinamika kehidupan
serta
perkembangan zaman.
4.Pengetahuan essensial
:
Suatu pertanyaan “apa”
Kajian Pancasila secara essensial pada hakikatnya untuk mendapatkan suatu pengetahuan
tentang inti sari atau makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila.
Prinsip yang berisi keharusan untuk bersesuaian dengan hakikat Tuhan, pencipta segala
makhluk dan pencipta alam semesta beserta isinya, sebagai asas
kenegaraan, maka
segenap rakyat Indonesia
berdasarkan atas ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Hakikat/prinsip sila ini
untuk
menghormati dan mentaati Tuhan. Pancasila bukan agama, hal-hal yang
siftanya
ritual dan sakral, diserahkan kepada agama dan kepercayaan
masing-masing.
Mengandung sikap dan perbuatan manusia yang didasarkan kepada budi nurani manusia
dalam
hubungan dengan sesama manusia dan alam. Prinsip ini bersesuaian dengan
hakikat
manusia.
Berisi keharusan untuk bersesuaian dengan hakikat satu, tidak terbagi, tidak menjadi
bagian dari Negara lain.
Tekanan pada hubungan antar warga Negara dengan pemerintah dan sebaliknya. Dalam
hubungan antar pemerintah dengan warga Negara, masing-masing pihak
mempunyai
hak dan kewajiban.
J PERTEMUAN 4
Hakikat Pancasila
Upaya untuk memperdalam dan mempelajari kakikat dari Pancasila akan berhadapan dengan
dua sisi yang hakiki, yaitu pencasila
sebagai
Pandangan Hidup (Way of Life) dan pencasila sebagai Dasar Negara (Staat
Fundamental Norm).
Dari kedua sisi yang fundamental ini, terbentuk beberapa fungsi yang lain, misalkan:
Pancsiala sebagai jiwa dan kepribadian
bangsa,
idologi Negara, sumber cita-cita dan tujuan nasional, perjanjian luhur
rakyat Indonesia,
bahkan juga norma dasar dan kriteria
dasar manusia Indonesia.
Dari kedudukan yang hakiki inilah lahir berbagai nilai dan fungsi
Pancasila
yang melandasi segala tata kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Dengan pandangan hidup yang jelas suatu bangsa akan memiliki pegangan dan pedoman
dalam memecahkan masalah-masalah
politik,
ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan yang timbul dalam
gerak masyarakat
yang semakin maju dan semakin mengglobal.
“Pandangan hidup suatu bangsa adalah suatu kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki oleh
bangsa itu sendiri,
yang
diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk
mewujudkannya.”
Definisi tentang pandangan hidup ini merupakan pegangan bagi bangsa Indonesia
dan pengatur pemahaman atas latar belakang Pancasila yang lahir dan
tumbuh dari
sejarah dan kebudayaan bangsa.
2. Sebagai pegangan
dan pedoman bagi pemecahan masalah
yang dihadapi.
3. Sebagai pedoman
bangsa Indonesia
membangun dirinya.
Konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Pikiran yang terdalam dan gagasan
bangsa Indonesia mengenai wujud kehidupan yang dianggap terbaik, cocok
dan
paling sesuai dengan suatu kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki
oleh
bangsa Indonesia yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad untuk
mewujudkannya.
Pancasila berkedudukan sebagai dasar negara berarti Pancasila dijadikan sebagai dasar
mengatur pemerintah negara dan
penyelenggaraan negara. Pancasila berkedudukan sebagai sumber tertinggi
dari
pada hukum yang mengatur kehidupan negara dan masyarakat, semua hukum
yang
berlaku dalam kegiatan prikehidupan berbangsa dan bernegara harus
bersumber
dari pancasila.
Dengan demikian, nilai pancasila sebagai norma dasar negara (grundnorm) adalah bersifat
imperatif, artinya mengikat dan
keharusan
semua yang ada di dalam wilayah kekuasaan hukum negara untuk tidak
mengesampingkan norma-norma hukum, pelanggaran atasnya dapat berakibat
hukum
(dikenakan suatu fisik/penjara sesuai dengan berat ringannya kejahatan
yang
dilakukan).
Nilai-nilai pancasila merupakan asas utama yang membimbing para pembuat hukum dalam
membuat Undang-Undang. Negara mempunyai
keterbatasan
dalam membuat undang-undang, yaitu berupa persetujuan rakyat yang
diwakili oleh
Legislatif dan Eksekutif.
Dengan terbitnya TAP.MPR No.III/MPR/2000 ini mka TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 ttg.
Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib
Hukum dan
Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan Joncto TAP MPR No. V/MPR/1973
dan TAP
MPR No. IX/MPR/1978, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Sumber hukum berdasarkan TAP.MPR No. III/MPR/2000, tanggal 10 Agustus 2000 dalam
artian adalah sumber yang dijadikan
pedoman dalam
pembuatan aturan hukum di bawahnya dengan melihat pada tata urutan
perundang-undangan yang berlaku pada saat ini, yaitu:
2.Ketetapan MPR
3.UU
5.Peraturan Pemerintah
6.Keputusan Presiden
7.Peraturan Daerah
3.Peraturan Pemerintah
4.Peraturan Presiden
5.Peraturan Daerah:
https://fannymp120203090100.wordpress.com/2010/05/12/pancasila-pembahasan-pancasila-
secara-ilmiah/