Anda di halaman 1dari 9

 Hukum responsif merupakan hukum yang mencerminkan rasa keadilan dan memenuhi harapan

masyarakat. Dalam proses pembuatan produk hukum responsif, kelompok-kelompok sosial atau
individu dalam masyarakat diberikan peranan besar dan partisipasi penuh. Hasil dari proses tersebut
adalah produk hukum yang bersifat respon t erhadap seluruh kepentingan, baik masyarakat maupun
Pemerintah. Karakteristik yang menonjol dari konsep hukum responsif adalah pergeseran aturan
penekanan dari aturan-aturan ke prinsip-prinsip dan tujuan, serta pentingnya kerakyatan baik sebagai
tujuan maupun cara untuk mencapainya.

 secara empiris, pembentukan undang-undang di Indonesia belum memberikan jaminan sebagai suatu
undang- undang yang responsif. Malahan perumusan norma hukum dalam undang-undang sering
menimbulkan konflik dengan masyarakat sebagai subjek hukum. Hal ini ditandai dengan maraknya
judicial review yang diajukan oleh masyarakat ke Mahkamah Konstitusi untuk melakukan pengujian
terhadap norma hukum dalam undang-undang yang dianggap bertentangan dengan hak- hak
konstitusional warga negara
 menyangkut produk hukum responsif, Moh. Mahfud, M.D mengatakan
ada beberapa indikator penting, yaitu
(1) pem- buatannya partisipatif,
(2) muatannya aspiratif, dan
(3) rincian isinya limitatif
 Pembuatannya partisipatif mengandung arti bahwa dalam proses pembentukan
undang-undang sejak perencanaan, pembahasan, penetapan hingga evaluasi
pelaksanaannya, memerlukan keterlibatan masyarakat secara aktif. Muatannya
aspiratif mengandung arti bahwa materi atau subtansi norma dalam undang-
undang harus sesuai dengan asiprasi masyarakat. Sedangkan rincian isinya
limitatatif mengandung arti bahwa segala peraturan perundang-undangan yang
merupakan peraturan pelaksanaan dari undang-undang yang dibentuk harus
sesuai dengan makna dari norma dasar yang terkandung dalam undang undang
tersebut.
 Undang -Undang Nomor 12 Tahun 2011 mengamanatkan bahwa setiap pembentukan peraturan
perundang-undangan haruslah partisipatif. Hal tersebut termuat dalam ketentuan Pasal 96 Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011, yang berbunyi sebagai berikut:

(1) Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
(2) Masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui:
a. Rapat dengar pendapat umum;
b. Kunjungan kerja;
c. Sosialisasi; dan/atau
d. Seminar, lokakarya, dan/atau diskusi.
(3) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah orang perseorangan atau kelompok orang
yang mempunyai kepentingan atas substansi Rancangan Peraturan Perundang-undangan.
(4) Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Rancangan Peraturan Perundang- undangan harus dapat
diakses dengan mudah oleh masyarakat.

 Pelibatan masyarakat dalam melahirkan sebuah undang-undang yang memiliki karakter responsif,
haruslah dilihat dari kualitas pelibatan masyarakat itu sendiri. Artinya, semakin tinggi kualitas
pelibatan masyarakat maka akan semakin menguat lahirnya sebuah undang- undang yang
responsif.Peningkatan kualitas pelibatan masyarakat, paling tidak dapat meminimalisir
terkristalisasinya kepentingan- kepentingan kelompok-kelompok tertentu yang tidak memihak kepada
kepentingan masyarakat secara umum. Kedepan yang perlu menjadi perhatian bersama adalah
bagaimana mengupayakan semaksimal mungkin untuk meningkatkan kualitas pelibatan masyarakat.
 Model pembentukan undang-undang yang berkarakter responsif partsipatif, dapat dilakukan
melalui 10 tahapan di antaranya:

(1) Perencanaan Program Legislasi Nasional;

(2) Perencanaan Pembentukan Rancangan Undang-Undang Sesuai Skala Prioritas;

(3)Penetapan Draft Rancangan Undang- Undang;

(4) Konsultasi Publik;

(5) Pengajuan Usul Rancangan Undang-Undang;

(6) Pembahasan Rancangan Undang-Undang;

(7) Penetapan Undang-Undang;

(8) Judicial Preview;

(9) Pengundangan; dan

(10) Evaluasi (Legislative Review dan Judicial Review).


 Preventif (upaya pencegahan)
 Perlindungan Hukum Preventif, yakni bentuk perlindungan hukum dimana
kepada rakyat diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan atau
pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang
definitif
 Subyek hukum diberikan ruang untuk mengajukan keberatan atau
pendapatnya sebelum dilakukan suatu keputusan pemerintah mendapat
bentuk yang definitif. Hal ini dilakukan agar mencegah terjadinya sengketa.
Hal ini sangat besar nilainya karena tindak pemerintah yang didasarkan pada
kebebasan bertindak akan dilakukan secara hati-hati dan dengan adanya
perlindungan hukum preventif, pemerintah akan melakukan kebijakan yang
bersifat hati-hati yang didasarkan pada diskresi
SEKIAN DAN TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai