Anda di halaman 1dari 14

Kelompok 2 :

Ahmad gazali saputra


Rizki dwi pratama
Lina oktavilia
Syamsiah
Fauzan fajrian
Siti khodijah
Desti suwindatari
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 21 TAHUN 2007
TENTANG
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
 Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman,
pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan,
penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan,
penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang
yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar
negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

• Perdagangan orang adalah bentuk modern dari perbudakan manusia (Modern Day Slavery) dan
merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari pelanggaran harkat dan martabat manusia
.Modern Day Slavery disini berarti pelaku memangsa korban yang berada dalam posisi rentan yang
lemah secara ekonomi, fisik maupun emosional dan dengan menggunakan cara-cara yang modern
untuk memberlakukan manusia layaknya budak
 Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan psikis, mental, fisik,

seksual, ekonomi, dan/atau sosial, yang diakibatkan tindak pidana

perdagangan orang.

 Berdasarkan bukti empiris, perempuan dan anak adalah kelompok yang

paling banyak menjadi korban tindak pidana perdagangan orang. Korban

diperdagangkan tidak hanya untuk tujuan pelacuran atau bentuk eksploitasi

seksual lainnya, tetapi juga mencakup bentuk eksploitasi lain, misalnya

kerja paksa atau pelayanan paksa, perbudakan, atau praktik serupa

perbudakan itu.
 Pelaku tindak pidana perdagangan orang, melakukan perekrutan, pengangkutan,
pemindahan, penyembunyian, atau penerimaan orang untuk tujuan menjebak,
menjerumuskan, atau memanfaatkan orang tersebut dalam praktik eksploitasi dengan
segala bentuknya dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan,
pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi
bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang
kendali atas korban. Tindak pidana perdagangan orang merupakan bentuk nyata
pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana


Perdagangan Orang, sebenarnya hanya berlaku di wilayah teritorial Indonesia, namun
tidak menutup kemungkinan buruh migran yang berada di luar negeri akan diberlakukan
atas Undang-Undang ini. Hal ini dapat terjadi jika ada perjanjian antara Indonesia dengan
negara dimana buruh migran itu berada.
 Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana

Perdagangan Orang, definisinya adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan,


pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan
kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau
posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh
persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di
dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang
tereksploitasi
 Berdasarkan pasal tersebut, unsur tindak pidana perdagangan orang ada tiga yaitu: unsur proses, cara dan
eksploitasi. Jika ketiganya terpenuhi maka bisa dikategorikan sebagai perdagangan orang.

 Proses : tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan


seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan,
penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau
manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut

 Cara : ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan,


penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat,
sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut.

 Eksploitasi : tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada
pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan,
pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau
mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh
pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immateriil.
 Hal terpenting mengenai ketentuan pidana dalam UUPTPPO adalah
hukuman paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6 (tahun) dan pidana
denda paling sedikit Rp. 40.000.000 (empat puluh juta rupiah) untuk setiap
orang yang berusaha menggerakkan orang lain supaya melakukan tindak
pidana perdagangan orang, dan tindak pidana itu tidak terjadi (Pasal 9).
Selain itu jika tindak pidana perdagangan orang dilakukan terhadap anak,
maka ancaman hukuman pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) (Pasal 17).;

 Dll;(terdapat pada bab II pasal 2 – pasal 18, bab III pasal 19 – pasal 27)
HAK-HAK KORBAN ATAU SAKSI
 Memperoleh kerahasiaan identitas (pasal 44) hak ini diberikan juga kepada keluarga korban dan/ atau saksi

sampai derajat kedua.

 Hak untuk mendapat jaminan perlindungan dari ancaman yang membahayakan diri, jiwa dan/atau hartanya

(pasal 47).

 Restitusi (pasal 48). Restitusi ini adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku

berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian materiil dan/ atau immateriil

yang diderita korban atau ahli warisnya (pasal 1 angka 13 undang – undang nomor 21 tahun 2007)

 Rehabilitasi (pasal 51). Rehabilitasi adalah pemulihan dari gangguan terhadap kondisi fisik, psikis, dan

sosial agar dapat melaksanakan perannya kembali secara wajar baik dalam keluarga maupun dalam

masyarakat.
RESTITUSI
 Pengertian Restitusi
Secara bahasa, restitusi dapat diartikan sebagai ganti kerugian
pembayaran kembali. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 21
Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
Orang pasa Pasal 1 angka 13 menyebutkan: “restitusi adalah
pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku
berdasarkan putusan yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian
materiil dan/atau yang diderita korban atau ahli warisnya
 Restitusi dalam UUPTPPO adalah mencakup kehilangan kekayaan atau penghasilan, penderitaan, biaya untuk
tindakan perawatan medis dan/atau psikologis dan/atau kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat
perdagangan orang. Yang dimaksud kerugian lain tersebut misalnya kehilangan harta milik, biaya transportasi dasar,
biaya pengacara atau biaya lain yang berhubungan dengan proses hukum , atau kehilangan penghasilan yang
dijanjikan pelaku. Sebagaimana tertulis dalam

Pasal 48
1. Setiap korban tindak pidana perdagangan orang atau ahli warisnya berhak memperoleh restitusi.
2. Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa ganti kerugian atas: a. kehilangan kekayaan atau penghasilan;
b. penderitaan; c. biaya untuk tindakan perawatan medis dan/atau psikologis; dan/atau d. kerugian lain yang diderita
korban sebagai akibat perdagangan orang.
3. Restitusi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan tentang perkara tindak
pidana perdagangan orang.
4. Pemberian restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sejak dijatuhkan putusan pengadilan tingkat
pertama.
5. Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dititipkan terlebih dahulu di pengadilan tempat perkara diputus.
6. Pemberian restitusi dilakukan dalam 14 (empat belas) hari terhitung sejak diberitahukannya putusan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
7. Dalam hal pelaku diputus bebas oleh pengadilan tingkat banding atau kasasi, maka hakim memerintahkan dalam
putusannya agar uang restitusi yang dititipkan dikembalikan kepada yang bersangkutan
 Dengan adanya kebijakan yang tertuang dalam undang-undang tersebut menjadi pijakan
untuk korban dapat berupaya memperjuangkan hak restitusi (ganti kerugian) akibat
kerugian yang dideritanya kepada pelaku tindak pidana perdagangan orang. Namun,
disisi lain dalam UUPTPPO mengenai restitusi belum sepenuhnya memberikan
perlindungan kepada saksi dan korban dikarenakan terdapat beberapa kelemahan, antara
lain yaitu hal yang mengatur mengenai mekanisme pengajuan restitusi yang tertuang
dalam penjelasan 48 ayat (1) kurang memberikan kepastian hukum dan kekuatan
mengikat pada pengimplementasiannya. Karena mekanisme pengajuan restitusi
merupakan hukum acara (hukum formil) yang seharusnya diatur tersendiri di batang
tubuh sehingga aturan mengenai mekanisme pengajuan restitusi dapat jelas, tegas, dan
terperinci.
REHABILITASI
1. Korban berhak memperoleh rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, pemulangan, dan reintegrasi sosial dari
pemerintah apabila yang bersangkutan mengalami penderitaan baik fisik maupun psikis akibat tindak pidana
perdagangan orang

2. Rehabilitasi diajukan oleh korban atau keluarga korban, teman korban, kepolisian, relawan pendamping, atau
pekerja sosial, setelah korban melaporkan kasus yang dialaminya atau pihak lain melaporkannya kepada Polri.

3. Permohonan diajukan kepada pemerintah melalui menteri atau instansi yang menangani masalah – masalah
kesehatan dan sosial di daerah. Dalam penjelasan Pasal 53 ayat (3) menegaskan yang dimaksud dengan pemerintah
adalah “instansi” yang bertanggung jawab dalam bidang kesehatan, dan/ atau penanggulangan masalah – masalah
sosial serta dapat dilaksanakan secara bersama – sama antara penyelenggara kewenangan tingkat pusat, provinsi,
dan kabupaten/kota khususnya dari mana korban berasal atau bertempat tinggal

4. Menteri atau instansi yang menangani rehabilitasi wajib memberikan rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial,
pemulangan dan integrasi sosial paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diajukan permohonan.

5. Untuk penyelenggaraan pelayanan rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, ppemulangan dan reintegrasi sosial
pemerintah serta pemerintah daerah wajib membentuk rumah perlindungan sosial atau pusat trauma.
6. Di samping perlindungan seperti yang telah diutarakan, sesuai Pasal 53 dan Pasal
54 bagi korban juga mendapat hak perlindungan antara lain;.
 apabila korban mengalami trauma atau penyakit yang membahayakan dirinya akibat

tindak pidana perdagangan orang, maka menteri atau instansi yang menangani masalah –
masalah kesehatan dan sosial di daerah wajib memberikan pertolongan pertama paling
lambat 7 (tujuh) hari setelah permohonan diajukan;

 apabila korban di luar negeri memerlukan perlindungan, maka pemerintah RI melalui

perwakilannya di luar negeri wajib melindungi pribadi dan kepentingan korban dan
mengusahakan memulangkan ke Indonesia atas biaya negara;

 apabila korban warga negara asing, berada di Indonesia, maka pemerintah RI

mengupayakan perlindungan dan pemulangan ke negara asalnya melalui koordinasi


dengan perwakilannya di Indonesia
Sekian dan terima kasih

Anda mungkin juga menyukai