oleh:
NIM 162310101015
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
2019
A. KONSEP TEORI TENTANG PENYAKIT
1. Anatomi fisiologi
Hati merupakan kelenjar aksesori terbesar, berwarna cokelat, dan terletak
di sebelah kanan atas rongga perut di bawah diafragma. Beratnya 1.000-1.800
gram. Hati terbagi menjadi lobus sinistra, lobus dextra, lobus kaudatus, dan
lobus kuadratus. Hati dikelilingi oleh kapsula fibrosa yang dinamakan kapsul
glisson dan dibungkus peritorium pada sebagian besar keseluruhan
permukaannnya. Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu : Vena porta
hepatica yang berasal dari lambung dan usus, yang kaya akan nutrien seperti
asam amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air, dan mineral dan
Arteri hepatica, cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.
Sel–sel yang terdapat di hati antara lain: hepatosit, sel endotel, dan sel
makrofag yang disebut sebagai sel kuppfer, dan sel ito (sel penimbun lemak).
Sel hepatosit berderet dalam lobulus hati dan membentuk lapisan sebesar 1-2
sel serupa dengan susunan bata. Celah diantara lempeng-lempeng ini
mengandung kapiler yang disebut sinusoid hati (Junquiera et al., 2007).
Menurut Guyton & Hall (2008), hati mempunyai beberapa fungsi yaitu:
a. Metabolisme karbohidrat
Fungsi hati dalam metabolisme karbohidrat adalah menyimpan glikogen
dalam jumlah besar, mengkonversi galaktosa dan fruktosa menjadi
glukosa, glukoneogenesis, dan membentuk banyak senyawa kimia yang
penting dari hasil perantara metabolisme karbohidrat.
b. Metabolisme lemak
Fungsi hati yang berkaitan dengan metabolisme lemak, antara lain:
mengoksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi fungsi tubuh yang
lain, membentuk sebagian besar kolesterol, fosfolipid dan lipoprotein,
membentuk lemak dari protein dan karbohidrat.
c. Metabolisme protein
Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah deaminasi asam amino,
pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dari cairan tubuh,
pembentukan protein plasma, dan interkonversi beragam asam amino dan
membentuk senyawa lain dari asam amino.
d. Lain-lain
Fungsi hati yang lain diantaranya hati merupakan tempat penyimpanan
vitamin, hati sebagai tempat menyimpan besi dalam bentuk feritin, hati
membentuk zat-zat yang digunakan untuk koagulasi darah dalam jumlah
banyak dan hati mengeluarkan atau mengekskresikan obat-obatan, hormon
dan zat lain.
2. Definisi
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus
ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul.
Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang
luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi
arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro
menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut
(Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
Untuk perbedaan hati yang sehat dengan yang sirosis dapat dilihat pada
gambar berikut:
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati kronis yang tidak
diketahui penyebabnya dengan pasti.Telah diketahui bahwa penyakit ini
merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya
pengerasan dari hati (Sujono H, 2002).
3. Epidemiologi
Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini.
Sirosis hati merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang
perawatan Bagian Penyakit Dalam. Perawatan di Rumah Sakit sebagian
besar kasus terutama ditujukan untuk mengatasi berbagai penyakit yang
ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna bagian atas, koma peptikum,
hepatorenal sindrom, dan asites, Spontaneous bacterial peritonitis serta
Hepatosellular carsinoma. Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai
pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1
dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun
dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun. Di Indonesia, sirosis hepatis
kebanyakan terjadi karena hepatitis. Distribusi berdasarkan jenis kelamin,
sirosis hepatis di dapatkan lebih banyak pada pria dari pada wanita.
4. Etiologi
Secara morfologis, penyebab sirosis hepatis tidak dapat dipastikan.
Tapi ada beberapa penyebab yang dianggap paling sering menyebabkan
sirosis hepatis adalah:
a. Hepatitis virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab
chirrosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg
pada tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis, maka
diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati
sehingga terjadi chirrosisi. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis
virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan
memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila
dibandingkan dengan hepatitis virus A.
b. Zat hepatotoksik atau Alkoholisme.
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan
berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis
akan berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah
alcohol. Sirosis hepatis oleh karena alkoholisme sangat jarang, namun
peminum yang bertahun-tahun mungkin dapat mengarah pada kerusakan
parenkim hati.
c. Sirosis kriptogenik
Penyebabnya tidak terindentifikasi misalnya untuk pencangkokan hati.
Dan bisa berakibat pada sirosis hepatis
d. Kelainan genetik yang diturunkan.
Yaitu disebabkan dari keluarga misal orang tua yang menederita sirosis
hepatis sehingga anaknya memiliki resiko untuk terkena penyakit sirosis
hepatis
e. Hepatitis autoimun
suatu penyakit yang disebabkan oleh suatu kelainan sistem imun yang
biasanya ditemukan pada wanita. Hepatitis auto imun ini menyebabkan
peradangan dan menghancurkan sel-sel hati sehingga akan mengakbitkan
sirosis hepatis
5. Klasifikasi
Ada 3 tipe sirosis hepatis menurut Nurafif & Kusuma (2015) yaitu:
a. Sirosis Laennec (disebut juga sirosis alkoholik, portal, dan sirosis gizi),
dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering
disebabkan oleh alkoholis kronis.
b. Sirosis Pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar
sebagai akibat lanjutan dari hepatitis akut ynag terjadi sebelumnya.
c. Sirosis Biliaris, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati
di sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis
dan infeksi (kolangitis).
Secara klinis sirosis hati dibagi menjadi:
a. Sirosis hati kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang
nyata.
b. Sirosis hati dekompensata, yang ditandai gejala-gejala dan tanda
klinik yang jelas. Chirrosis hati kompensata merupakan kelanjutan
dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat
perbedaanya secara klinis, hanya dapat dibedakan melalui biopsi hati.
Secara morfologi sirosis dibagi atas:
a. Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim
hati mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut di seluruh lobul.
Sirosis mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm, sedang sirosis
makronodular lebih dari 3mm. Sirosis mikronodular ada yang berubah
menjadi makronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan
makronodular.
b. Makronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi,
mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar di
dalamnya ada daerah luasdengan parenkim yang masih baik atau terjadi
regenerasi parenkim.
c. Campuran
Umumnya sirosis hati adalah jenis campuran ini.
6. Patofisiologi/patologi
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati.
Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas
(hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya
jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati,
walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi sirosis hati sama atau
hampir sama, septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang
kolaps dan berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan
daerah porta dengan sentral.Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk
nodul dengan berbagai macam ukuran dan ini menyebabkan distorsi
percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah porta, dan
menimbulkan hipertensi portal.Hal demikian dapat pula terjadi pada
sirosis alkoholik tapi prosesnya lebih lama.Tahap berikutnya terjadi
peradangan pada nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel,
terjadi fibrinogenesis dan septa aktif.Jaringan kolagen berubah dari
reversible menjadi ireversibel bila telah terbentuk septa permanen yang
aseluler pada daerah porta dan parenkim hati.Gambaran septa ini
bergantung pada etiologi sirosis.Pada sirosis dengan etiologi
hemokromatosis, besi mengakibatkan fibrosis daerah periportal, pada
sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah sentral.Sel limposit T dan
makrofag menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin sebagai mediator
timbulnya fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan
nekrosis aktif.Septal aktif ini berasal dari daerah porta menyebar ke
parenkim hati.
7. Manifestasi klinis
Gejala chirrosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama
di liver yang mulai rusak fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu makan,
mual-mual, badan lemah, kehilangan berat badan, nyeri lambung dan
munculnya jaringan darah mirip laba-laba di kulit (spider angiomas). Pada
chirrosis terjadi kerusakan hati yang terus menerus dan terjadi regenerasi
noduler serta ploriferasi jaringan ikat yang difus. Tanda-tanda klinik yang
dapat terjadi yaitu:
a. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita chrirosis.
b. Timbulnya ikterus (penguningan) pada seseorang merupakan tanda bahwa
ia sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi
ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin.Ikterus dapat menjadi
penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 %
penderita selama perjalanan penyakit
c. Timbulnya asites dan edema pada penderita chirrosis
d. Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air
menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites
adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus .Edema
umumnya timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari
hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.
e. Hati yang membesar
f. Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati
membesar sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan
rasa nyeri bila ditekan.
g. Hipertensi portal
h. Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang
memetap di atas nilai normal.Penyebab hipertensi portal adalah
peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati.
8. Pemeriksaan penunjang
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan pada penderita sirosis hepatis sebagai berikut:
a. Pemeriksaan fungsi hepar abnormal
1. Peningkatan alkalin fosfat serum, ALT, dan AST (akibat dari
destruksi jaringan hepar)
2. Peningkatan kadar amonia darah (akibat kerusakan dari metabolisme
protein)
3. Peningkatan bilirubin serum (disebabkan oleh kerusakan metabolisme
bilirubin)
b. Biopsi hepar dapat memastikan diagnosis bila pemeriksaan serum dan
pemeriksaan radiologis tak dapat menyimpulkan
1. Scan CT, atau MRI dilakukan untuk mengkaji ukuran hepar, derajat
obstruksi dan aliran darah hepatik
2. Elektrolit serum menunjukkan hipokalemia, alkalosis, dan
hiponatremia (disebabkan oleh peningkatan sekresi aldosteron pada
respons terhadap kekurangan volume ceiran ekstraseluler sekunder
terhadap asites)
3. Urinalisis menunjukkan bilirubinuria
4. SGOT, SGPT, LDH (meningkat)
5. Biopsi hepar dan ultrasonografi
c. Pemeriksaan fisik
1. Hati : biasanya membesar pada awal sirosis, bila hati mengecil
prognosis kurang baik. Konsistensi hati biasanya kenyal, tepi tumpul
dan nyeri tekan.
2. Ascites dan fena kolateral di perut dan ekstra abdomen.
d. Tes fungsi hati
1. Aspartat Aminotransferase (AST) atau SGOT dan alanin
aminotransferase (ALT) SGPT terjadi peningkatan tetapi tidak
begitu tinggi. Peningkatan SGOT dan SGPT tidak cukup mampu
untuk digunakan sebagai indikator terjadinya sepsis. Hanya apabila
SGOT dan SGPT meningkat menunjukkan terjadinya penurunan
fungsi hepar
2. Bilirubin : konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata,
tapi bisa meningkat pada sirosis hati lebih lanjut
3. Albumin : sintesa albumin di jaringan hati, konsentrasinya menurun
sesuai dengan pemburukan sirosis. Pada orang normal tiap hari akan
diproduksi 10-16 gr albumin, pada orang dengan sirosis hanya dapat
disintesa antara 3,5-5,9 gr per hari.
4. Globulin : konsentrasi meningkat pada sirosis
5. Serum natrium : menurun terutama pada sirosis dengan asites,
dikaitkan dengan ketidakmampuan sekresi air bebas.
6. Kelainan hematologi anemia
e. Pemeriksaan Laboratorium
1. Urine
Pada penderita dengan asites , maka ekskresi Na dalam urine
berkurang (urine kurang dari 4 meq/l) menunjukkan kemungkinan
telah terjadi syndrome hepatorenal.
2. Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan
ikterus, ekskresi pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak
terserap oleh darah, di dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin
yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwarna cokelat atau
kehitaman.
3. Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan,
kadang –kadang dalam bentuk makrositer yang disebabkan
kekurangan asam folik dan vitamin B12 atau karena splenomegali.
Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal
maka baru akan terjadi hipokromik anemi. Juga dijumpai likopeni
bersamaan dengan adanya trombositopeni.
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut Tarigan (2001) adalah:
1. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik: cukup dilakukan kontrol
yang teratur, istirahat yang cukup, susunan diet tinggi kalori tinggi protein,
lemak secukupnya.
2. Pasien sirosis dengan penyebab yang diketahui seperti :
a. Alkohol dan obat-obatan dianjurkan menghentikan penggunaannya.
Alkohol akan mengurangi pemasukan protein ke dalam tubuh. Dengan
diet tinggi kalori (300 kalori), kandungan protein makanan sekitar 70-
90 gr sehari untuk menghambat perkembangan kolagenik dapat dicoba
dengan pemberian D penicilamine dan Cochicine
b. Hemokromatis, Dihentikan pemakaian preparat yang mengandung besi/
terapi kelasi (desferioxamine). Dilakukan vena seksi 2x seminggu
sebanyak 500cc selama setahun.
c. Pada hepatitis kronik autoimun diberikan kortikosteroid.
3. Terapi terhadap komplikasi yang timbul
a. Asites
Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam
sebanyak 5,2 gram/ hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-
obatan diuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis
100-200 mg sekali sehari. Respons diuretik bisa dimonitor dengan
penurunan berat badan 0,5 kg/ hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/
hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak
adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/ hari.
Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respons,
maksimal dosisnya 160 mg/ hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat
besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan
pemberian albumin.
b. Perdarahan varises esofagus (hematemesis, hematemesis dengan
melena atau melena saja)
1) Lakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah untuk
mengetahui apakah perdarahan sudah berhenti atau masih
berlangsung.
2) Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik dibawah 100 mmHg, nadi
diatas 100 x/menit atau Hb dibawah 99% dilakukan pemberian
IVFD dengan pemberian dextrose/ salin dan tranfusi darah
secukupnya.
3) Diberikan vasopresin 2 amp 0,1 gr dalam 500cc D5% atau normal
salin pemberian selama 4 jam dapat diulang 3 kali.
c. Ensefalopati
1) Dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL pada
hipokalemia.
2) Mengurangi pemasukan protein makanan dengan memberi diet
sesuai.
3) Aspirasi cairan lambung bagi pasien yang mengalami perdarahan
pada varises.
4) Pemberian antibiotik campisilin/ sefalosporin pada keadaan infeksi
sistemik.
5) Transplantasi hati.
d. Peritonitis bakterial spontan : Diberikan antibiotik pilihan seperti
cefotaksim, amoxicillin, aminoglikosida.
e. Sindrom hepatorenal/ nefropatik hepatik Mengatur keseimbangan
cairan dan garam
B. PHATWAY
Malnutrisi
Hepatitis B/C Defisiensi pengetahuan
Alkohol
Zat hepatoksik
Hipokalemia Kelemahan
anemia Ketidakseimbangan nutrisi
Asites dan edema
kurang dari kebutuhan
tubuh
Intoleransi
Ekspansi paru Aktivitas
Ketidakefektifan terganggu
perfusi jaringan
perifer
Ketidakefektifan
pola napas
C. ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN TINJAUAN TEORI
1.1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap pengumpulan data yang berhubungan dengan
pasien secara sistematis. data yang dikaji pada pengkajian mencakup data yang
dikumpulkan melalui riwayat kesehatan, pengkajian fisik, pemeriksaan
laboraturium dan diagnostik, serta review catatan sebelumnya. (Wijaya & Putri,
2013). Langkah-langkah pengkajian yang sistematik adalah pengumpulan data,
sumber data, klasifikasi data, anaisa data dan diagnosa keperawatan.
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang
dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan sirosis
hepatis keluhan yang sering muncul adalah nyeri pada bagian hepar atau
abdomen kanan. Untuk lebih komprehensifnya, pengkajian nyeri dapat
dilakukan dengan pendekatan PQRST.
Tabel 2.1 Pengkajian Nyeri dengan pendekatan PQRST
Teknik Pengkajian, Prediksi Hasil, dan Implikasi
Pengkajian
Klinis
Quality of pain Kualitas nyeri sirosis hepatis dapat berupa nyeri kolik
ataupun bukan kolik.
Region of pain Sirosis hepatis menyebabkan keluhan nyeri yang luar
biasa, akut dan kolik yang menyebar ke abdomen.
Severity (scale) of pain Pasien bisa ditanya dengan menggunakan rentang 0-4
dan pasien akan menilai seberapa jauh yang dirasakan.
1= Nyeri ringan
2= Nyeri sedang
3= Nyeri berat