oleh:
NIM 162310101015
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
20
1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
2.3 Diagnosa..................................................................................................... 13
Lampiran .......................................................................................................... 19
2
BAB 1 LAPORAN PENDAHULUAN
Pankreas adalah suatu alat tubuh yang terletak retroperionial dalam abdomen
bagian atas, di depan vertebrate lumbalis I dan II. Kepala pankreas terletak dekat
dengan kepala duodenum, sedangkan ekornya sampai ke lien. Pankreas
menghasilakan dua kelenjar yaitu kelenjar endokrin dan kelenjar eksokrin
(Syaifuddin,2016).
Pankreas terdiri dari jaringan eksokrin dan endokrin. Pada bagian eksokrin
menghasilkan larutan basa encer dan enzim-enzim yang berguna untuk
pencernaan, enzim-enzim ini keluar melalui ductus pankreatikus. Berikutnya yaitu
sel endokrin, jenis sel endokrin yang banyak ditemui yaitu sel beta, sel beta ini
berfungsi untuk tempat sintesis dari hormon insulin. Selain sel beta, didalam
endokrin terdapat sel alfa, sel alfa berfungsi untuk menghasilkan glucagon.
Hormon dalam pancreas yang sering digunakan untuk mengatur fungsi
metabolisme tubuh adalah insulin dan glucagon.
3
Gambar 2. Anatomi dan fisiologi pankreas
1.2 Definisi
4
Gangguan pada metabolisme tersebut disebabkan kurangnya produksi hormon
insulin, yang diperlukan dalam proses pengubahan gula menjadi tenaga serta
sintesis lemak. Hiperglikemia, yaitu meningkatnya kadar gula dalam darah atau
terdapatnya kandungan gula dalam air kencing dan zat-zat keton serta asam (keto-
acidosis) yang berlebihan (Hurst, 2016).
1.3 Epidemiologi
Dari data National Institutes of Health (NIH) tahun 2008, menyebutkan bahwa
ada sekitar 1,6 juta kasus baru diabetes mellitus setiap tahunnya. Penyakit yang
tergolong kronik ini mengenai sekitar 23,6 juta orang, dari jumlah tersebut, 17,9
juta telah didiagnosis terkena diabetes mellitus dan diperkirakan 5,7 juta tidak
terdiagnosis dan belum mendapatkan penanganan secara medis. Prevalensi
diabetes mellitus (khususnya diabetes melitus tipe 2) meningkat pada kalangan
lansia dan populasi minoritas (LeMone dkk., 2016).
Dari data yang diambil dari Center for Disease Control tahun 2009,
menyebutkan bahwa diabetes melitus merupakan penyakit keenam yang
menyebabkan kematian di Amerika Serikat. Hal tersebut terjadi karena
penyebaran efek kardiovaskular yang menyebabkan terjadinya aterosklerosis
(peradangan pada pembuluh darah), penyakit arteri coroner, dan stroke. Selain itu
5
penderita diabetes melitus juga mengalami dua hingga enam kali kemungkinan
terkena penyakit jantung dan dua sampai tiga kali rawan terhadap penyakit stroke.
Selain itu diabetes melitus juga penyebab utama terjadinya penyakit ginjal
stadium akhir (gagal ginjal). Menurut National Intitutes of Health tahun 2008
yang lebih fatal nya lagi diabetes melitus menjadi penyebab terbanyak amputasi
nontraumatic, dengan jumlah mencapai 71.000 setiap tahunnya (LeMone dkk.,
2016).
Penderita diabetes di Indonesia adalah pasien dengan rentang usia 20-79 tahun
yaitu sekitar 10 juta orang dan 8.884.300 orang diantaranya tidak terdiagnosa.
Jumlah penderita diabetes akan terus bertambah setiap tahunnya, bahkan pada
tahun 2040 diperkirakan jumlah penderita diabetes meningkat hingga 16,2% (IDF,
2017).
1.4 Etiologi
6
infeksi virus akan memberikan respon-respon secara genetik, yaitu dengan
memproduksi autoantibodi terhadap sel-sel beta, yang akan mengakibatkan
berkurangnya sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa. Pada diabetes yang
lebih berat, sel-sel beta dirusak semuanya sehingga terjadi insulinopenia dan
semua kelainan metabolik yang berkaitan dengan defisiensi insulin (Price dan
Wilson, 2012).
Etiologi pada diabetes tipe 2, penyakit ini memiliki pola yang familial yang
sangat kuat. Indeks untuk diabetes tipe 2 pada kembar monozigot hamper 100%.
Risiko berkembangnya diabetes tipe 2 pada saudara kandung sebesar 40%, dan
pada anak cucu sekitar 33%. Jika orang tua menderita diabetes tipe 2, rasio
dabetes dan non-diabetes pada anak adalah 1 : 1. Sehingga sekitar 90 % pasti
membawa / carrier diabetes tipe 2. Diabetes tipe 2 ini ditandai dengan terjadinya
kelainan pada sekeresi insulin, serta terjadi kelainan pada system kerja insulin.
Pada awalnya penderita mengalami resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja
insulin.
Pada klien penderita diabetes tipe 2 ini mengalami kelainan dalam pengikatan
insulin dengan reseptor. Kelainan ini dapat terjadi karena berkurangnya jumlah
tempat reseptor pada membrane sel yang selnya responsive terhadap insulin atau
akibat terjadinya ketidaknormalan reseptor insulin instrinsik. Sehingga pada
akhirnya terjadi kegagalan sel beta dengan menurunnya jumlah insulin yang
beredar dan tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia. Pada klien
dengan obesitas, sekitar 80% mengalami diabetes tipe 2. Pada dasarnya obesitas
berkaitan dengan resistensi dengan insulin, sehingga menimbulkan kegagalan
toleransi glukosa. Diet untuk menurunkan berat badan sering kali berkaitan
dengan pemulihan toleransi glukosa dan perbaikan dalam sensitivitas insulin
(Price dan Wilson, 2012).
1.5 Klasifikasi
a. DM tipe 1
7
Klasifikasi : Diperantarai imun
Karakteristik : Menyebabkan kekurangan insulin absolut dikarenakan
kerusakan sel beta. Biasanya mencakup autoantibodi sel islet (islet cell
autoantibodies, ICA) dan autoantibodi insulin (insulin autoantibodies,
IIA). Kerusakan ini biasanya terjadi lebih cepat pada bayi dan anak-anak
daripada pada orang dewasa.
Klasifikasi : Idiopatik
Karakteristik : Bukan penyebab etiologik. Sangat besar kemungkinan
untuk diwariskan, banyak terjadi pada keturunan orang Afrika atau Asia.
Membutuhkan insulin intermiten.
b. DM tipe 2
Karakteristik : Tidak terjadi kerusakan imun pada sel beta. Dapat terjadi
resistensi insulin mayor dengan kekurangan insulin yang relative maupun
kelainan sekrotorik mayor dengan resitensi insulin. Terkadang penderita
tidak membutuhksn insulin. Dan sebagian besar penderita DM mengalami
kegemukan yang diakibatkan peningkatan jumlah lemak abdomen. Resiko
yang dapat memperparah penyakit ini mencakup pertambahan usia,
kegemukan, dan life style. Lebih banyak diidap oleh wanita yang
mengalami gangguan lipid atau hipertensi dan terdapat predesposisi yang
kuat.
c. Tipe spesifik lain
Klasifikasi : Kelainan genetic pada sel beta
Karakteristik : Pada usia muda sekitar usia 25 tahun terjadi
hiperglikemia. Tipe ini juga biasa disebut DM dengan awitan maturitas
pada anak-anak (maturity-onset DM of the Young, MODY).
Klasifikasi : Kelainan genetic pada kinerja insulin.
Karakteristik : Disfungsi dapat dimulai dari hiperinsulinemia hingga DM
berat. Bersifat genetic.
Klasifikasi : Penyakit pancreas eksokrin
Karakteristik : Menyebabkann DM pankreatitis, trauma, infeksi,
pankreatektomi dan kanker kankreas. Merupakan bentuk parah dari
8
fibrosis kistik dan hemokromatosis yang juga dapat merusak sel beta dan
sekresi insulin.
Klasifikasi : Gangguan endokrin
Karakteristik : Kelebihan jumlah hormone dan dapat merusak sekresi
insulin, dapat menyebabkan DM pada orang-orang yang mengalami
sindrom Cushing, akromegali dan feokromositoma.
Klasifikasi : Diinduksi obat atau bahan kimia
Karakteristik : Beberapa obat-obatan yang dapat merusak sekresi insulin,
dan dapat memicu DM pada orang-orang dengan predisposisis resisten
insuli. Misalnya adalah asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid,
tiazid, dan fenotoin.
Klasifikasi : Infeksi
Karakteristik : Beberapa virus dapat menyebabkan kerusakan sel beta,
seperti campak kongenital, sitomegalovirus, adenovirus dan gondong.
d. DM gestasional (GDM)
Karakteristik : Derajat intoleransi glukosa dengan awitan yang diketahui
pertama kali saat hamil.
1.6 Patofisiologi
9
1 ini dapat diklarifikasikan sebagai penyakit autoimun maupun idiopatik.
DM tipe 1 ini dimulai dengan insulitis, suatu proses inflamatorik kronik
yang terjadi sebagai respon terhadap kerusakan autoimun sel alert. Proses
inilah yang secara perlahan merusak proses produksi insulin, yang ditandai
dengan hiperglikemia hingga 80% hingga 90% fungsi sel beta rusak.
Proses ini biasanya terjadi selama periode praklinik yang lumayan lama.
Tidak hanya sel beta, sel alfa yang tidak normal juga menyebabkan
terjadinya hiperglikemia.
b. Diabetes Mellitus tipe 2
Diabetes mellitus tipe 2 adalah suatu kondisi hiperglikemia puasa
yang terjadi meski tersedia insulin endogen. DM tipe ini dapat terjadi pada
semua usia, namun biasanya dijumpai pada usai paruh baya dan lansia.
Hereditas berperan dalam proses transmisi penyakit ini. Kadar insulin
yang dihasilkan pada DM tipe 2 ini berbeda-beda dan meski ada,
fungsinya dirusak oleh resistensi insulin dijaringan perifer. Hati
memproduksi glukosa lebih dari normal, karbohidrat dalam makanan yang
dikonsumsi tidak dimetabolisme dengan baik, dan pakreas mengerluarkan
insulin kurang dari kebutuhan tubuh.
Faktor utama perkembangan DM tipe 2 adalah resistensi selular
terhadap efek insulin. Resisten ini dapat ditingkatkan oleh kegemukan,
penderita yang kurang beraktivitas, penyakit, obat-obatan, dan
pertambahan usia. Pada penderita yang mengalami kegemukan, insulin
mengalami penurunan kemampuan untuk memengaruhi absorbs dan
metabolisme glukosa oleh hati, otot rangka, dan jaringan adiposa.
Hiperglikemia dalam DM tipe 2 berlangsung lama sebelum DM ini
terdiagnosis, sehingga diagnosis baru DM tipe 2 yang baru didiagnosis
ketika sudah mengalami komplikasi.
10
menyebabkan hiperosmolaritas serum, yang menarik air dari ruang intraseluler ke
dalam sirkulasi umum. Peningkatan volume darah meningkatkan aliran darah
ginjal dan hiperglikemia bertindak sebagai diuretic osmosis. Deuretik osmosis
yang dihasilkan meningkatkan keluaran urine. Kondisi ini disebut dengan
poliuria. Ketika kadar glukosa darah melebihi ambang batas glukosa yaitu
biasanya sekitar 180 mg/dl, glukosa akan diekskresikan ke dalam urin, dan suatu
kondisi tersebut disebut dengan glukosuria. Penurunan volume intraseluler dan
peningkatan haluaran urin menyebabkan dehidrasi. Mulut menjadi kering dan
sensor haus diaktifkan., yang menyebabkan orang tersebut minum jumlah air yang
banyak (polidipsia) (LeMone dkk., 2016).
Karena glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel tanpa insulin, maka produksi
energy akan menurun. Penurunan energy ini, menstimulasi rasa lapar dan orang
makan lebih banyak (polifagia). Meski asupan makanan meningkat, berat badan
orang tersebut turun saat tubuh kehilangan air dan memecah protein dan lemak
sebagai upaya memulihkan sumber energi. Malaise dan keletihan menyertai
penurunan energi. Penglihatan yang buram juga umum terjadi, akibat pengaruh
osmotik yang menyebabkan pembengkakan lensa mata (LeMone dkk., 2016).
Oleh sebab itu, menifestasi klasik meliputi poliuria, polydipsia, dan polifagia,
disertai dengan penurunan berat bdan, malaise, dan keletihan. Bergantung pada
tingkat kekurangan insulin, manifestasinya bervariasi dari ringan hingga berat.
Orang dengan DM tipe 1 membutuhkan sumber insulin eksogen (eksternal) untuk
mempertahankan hidup (LeMone dkk., 2016).
11
1.8 Pemeriksaan Penunjang
a. Manifestasi hiperglikemia
Mengetahui terjadinya polyuria (sering buang air kecil), polydipsia
(sering merasa haus), dan polifagia (sering meras lapar). Selain itu terjadi
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan meskipun banyak
makan namun berat badan tetap terjadi penurunan. Dan konsentrasi
glukosa plasma (plasma glucose, PG) kasual > 200 mg/dl (11.1 mmol/L).
kasual diartikan sebagai sewaktu-waktu tanpa mempertimbangkan kapan
waktu terakhir maka.
b. Glukosa plasma puasa (fasting plasma glucose, FPG) >126 mg/dl
(7,0mmol/L)
Puasa didefinisikan sebagai tidak ada asupan kalori selama 8 jam. Kriteria
kadar FPG:
- Glukosa puasa normal = 100 mg/dl (6,1 mmol/L)
- Glukosa puasa terganggu (impaired fasting glucose, IFG) = >100 (6,1
mmol/L) dan <126 mg/dl (7,0 mmol/L)
- Diagnosis DM = >126 mg/dl (7,0 mmol/L)
c. Plasma Glucose dua jam >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
d. Pemantauan Glukosa Darah
Penderita DM kondisinya perlu dipantu setiap harinya dengan
memeriksa kadar gula darah. Ada dua tipe permeriksaan :
1. Pemeriksaan yang pertama memeriksa glukosa dan keton dengan carat
es urine, cara ini digunakan untuk penderita DM 1 yang mengalami
hiperglikemia dan ketoasidosis. Pemeriksaan yang tidak nyeri, tidak
invasive, tidak mahal dan juga pada pemeriksaan urine ini kurang
direkomondasikan karena pada penderita DM ambang batas ginjal
dapat naik seiring dengan penuaan atau sekunder akibat DM
2. Pemeriksaan yang kedua dengan cara pengukuran langsung gula darah
SMBG (self-monitoring of bood glucose) memungkinkan untuk para
12
penyandang DM mengkontrol metabolic dan juga mengurangi bahaya
hipoglikemi. Waktu SMDG sangat tergantung pada penyakit umum,
diagnose, dan juga keadaan fisik. Pada DM 1 direkomondasikan tiga
kali atau lebih perhari, untuk DM 2 tidak menggunakan insulin hanya
cukup untuk membantu memcapai tujuan glukosa
Tujuan utama adalah menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah
guna mengurangi munculnya komplikasi vascular dan neropatik. Tujuan
terapeutikpada setiap tipe diabetes adalah untuk mencapai kadar glukosa darah
normal (euglikemia) tanpa disertai hipoglikemia dan tanpa mengganggu
aktivitas pasien sehari-hari. Ada lima komponen penatalaksanaan diabetes :
nutrisi, olahraga, pemantauan terapi farmakologis, dan edukasi (Brunner dan
Suddart, 2017) :
13
BAB 2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian
Identitas Klien :
Nama :-
Umur : Diabetes tipe 2 lebih sering menyerang pada orang usia 40
tahun keatas
Jenis Kelamin : Baik laki-laki maupun perempuan dapat terkena diabetes
melitus.
Agama :-
Alamat :-
Pekerjaan :-
Status :-
Tgl MRS :-
Pendidikan : Tingkat pendidikan mempengaruhi pengetahuan klien
mengenai tata cara menjaga kesehatan tubuh.
1) Riwayat Kesehatan
a. Diagnosa Medis : Diabetes Mellitus
b. Keluhan Utama : Keluhan yang biasa muncul pada pasien diabetes
mellitus dengan gejala polyuria, polifagia, polydipsia, lemas-lemas, dan
berat badan turun secara drastis.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang:
Riwayat pasien dari masuk rumah sakit saat dilakukan pengkajian
ditemukan gejala-gejala khas diabetes melitus, penyebab bagaimana
terjadinya diabetes melitus, dan upaya yang telah dilakukan klien.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu:
Riwayat penyakit ini apa pernah dialami oleh pasien, pengkajian apakah
terdapat faktor-faktor pencetus diabetes seperti riwayat terjadinya
obesitas, hipertensi, ataupun aterosclerosis.
e. Riwayat penyakit keluarga :
Kaji riwayat penyakit keluarga pasien apakah memiliki riwayat penyakit
keturunan atau penyakit kronik seperti diabetus militus, jantung, paru-
14
paru, TB dan penyakit lainnya. Apakah ada riwayat penyakit keturunan
seperti penyakit jantung, hipertensi, dan DM. Hal ini sangat berhubungan
dengan faktor genetik, dimana penyakit diabetes mellitus ini dapat
diturunkan melalui proses genetik dari orang tua ke anaknya.
f. Riwayat psikososial:
Kaji hubungan psikososial pasien, seperti kecemasan atau ansietas dan
lain-lain.
a) Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg (Normal)
Nadi : 60-80 x/menit (Normal)
Respirasi : 22 x/menit (Normal)
Suhu : 36,5 0C (Normal)
b) Head to Toe
- Kepala Leher : Pengkaijian bentuk kepala, keadaan rambut,
pembesaran leher, gangguan pendengaran, penglihatan kabur atau
ganda, diplopia dan lensa mata keruh.
- Sistem Kulit (Integumen) : Pengkajian turgor kulit, pada pasien yang
mengalami dehidrasi turgor kuliat kan menurun. Ada luka lebam atau
kehitaman, kelembapan kulit, suhu kulit, dan adanya ulkus dan
gangrene.
- Sistem Pernafasan : Sesak napas akan menandakan pasien terkena
diabetes ketoasidosis. Kaji adanya sputum, nyeri pada dada, pada
pasien diabetes sering terkena infeksi.
- Sistem Perkemihan (Urinary) : Terjadinya poliuri, retensio urin,
inkontinensia urin, rasa sakit saat berkemih karena adanya kandungan
glukosa dalam urin.
- Sistem Kardiovaskular : Waspada terhadap adanya komplikasi kronis
pada makrovaskular, perfusi jaringan menurun, nadi perifel melemah
atau berkurang, takikardi atau bradikardi, hipertensi atau hipotensi.
- Sistem Neurologis : Sering terjadi penurunan pada system neurologis
karena komplikasi penyakit diabetes mellitus.
15
- Sistem Muskuloskeletal : Pasien diabetes akan mengalami cepat Lelah
dan lemah, hal ini karena adanya katabolisme lemak, penyebaran
lemak, dan perubahan masa otot.
c) Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium, dilakukan pemeriksaan :
A. Pemeriksaan Darah
B. Pemeriksaan Urin
Pemeriksaan urin untuk mengetahui adanya kandungan glukosa
dalam urin. Pemeriksaan yang dilakukan yaitu dengan cara
Benedict (reduksi), Hasil yang didapatkan yaitu adanya
perubahan warna pada urin. Hijau (positif +), kuning (positif
++), Merah (positif +++), dan merah bata (psitif ++++).
2.3 Diagnosa
2.4 intervensi
16
dengan kriteria hasil : indikasi.
1. Asupan gizi 2. Manajemen program
dipertahankan dari diet dan pola makan
cukup menyimpsng pasien
dari rentang normal 3. Monitor auskultasi
ditingkatkan ke bising usus, catat
sedikit menyimpang adanya nyeri
dari rentang normal abdomen / perut
2. Asupan cairan kembung, mual dan
dipertahankan pada muntah
banyak menyimpang 4. Observasi tanda-
dari rentang noermal tanda adanya
ditingkatkan ke hipoglikemia,
sedikit menyimpang seperti tingkat
dari rentang normal kesadaran, dingin
3. Asupan makanan atau lembab, denyut
dipertahankan dari nadi yang
cukup menyimpsng meningkat, lapar
dari rentang normal dan pusing.
ditingkatkan ke 5. Kolaborasi dalam
sedikit menyimpang pemberian insulin.
dari rentang normal
2. Kekurangan Setelah dilakukan Manajemen cairan
volume cairan asuhan keperawatan (4120)
selama 1x24 jam 1. Monitor tanda-tanda
masalah yang dialami vital, catat adanya
dapat teratasi dengan perubahan tekanan
kriteria hasil: darah ortestastik.
1. Tekanan darah 2. Monitor status
dipertahankan pada hidrasi (misalnya
cukup terganggu membran mukosa
ditingkatkan ke tidak lembab )
17
terganggu 3. Berikan terapi IV
2. Denyut nadi radiasi seperti yang
dipertahankan pada ditentukan
cukup terganggu 4. Distribusikan
ditingkatkan ke tidak asupan cairan
terganggu selama 24 jam.
3. Turgor kulit
dipertahankan pada
cukup terganggu
ditingkatkan ke
sedikit terganggu
3. Kerusakan Setelah dilakukan Perawatan luka (3660)
intregitas kulit asuhan keperawatan 1. Angkat balutan
selama 2x24 jam dan plester
masalah dapat teratasi perekat
dengan kriteria hasil : 2. Monitor
1. Suhu kulit katarkteristik
diepertahankan pada luka
cukup terganggu 3. Bersihkan
ditingkatkan pada dengan saline
tidak terganggu atau pembersih
2. Hidrasi luka yang tidak
diepertahankan pada beracun dengan
cukup terganggu tepat
ditingkatkan pada 4. Oleskan salep
tidak terganggu yang sesuai
3. Integritas kulit dengan kulit
diepertahankan pada 5. Berikan balutan
banyak terganggu yang sesuai
ditingkatkan pada dengan jenis
cukup terganggu luka
18
2.5 Pathway
Glukosa
Hiperglikemia
Kemampuan erekti /
gairah
Disfungsi seksual
19
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Diabetes tidak hanya disebabkan oleh faktor keturunan, namun pola hidup
juga mempengaruhi munculnya diabetes melitus ini. Diabetes mellitus tidak hanya
menjangkit usia dewasa saja namun semua usia berpotensi terkena, baik pria
maupun wanita juga dapat terkena. Selain itu diabetes melitus juga memiliki
berbagai jenis komplikasi yang dapat membahayakan diri penderitanya.
3.2 Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddart. 2017. Keperawatan Medikal - Bedah. Edisi 12. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tanto, C. dan F. Liwang. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta Pusat: Media
Aesculapius.
21