Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN KERATITIS DI POLI MATA RSUD Dr.

HARYOTO LUMAJANG

TUGAS APLIKASI KLINIS KEPERAWATAN

oleh :
Ken Rangga Galang Adiantara
NIM 162310101249

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
2019
A. KONSEP TEORI

1. Anatomi Fisiologi Kornea

Kornea merupakan lapisan luar mata dimana sinar masuk kedalam mata bersifat
jernih, transparann permukaan yang licin. tidak mengandung pembuluh darah dan
terdiri dari beberapa lapis (Ilyas, S., 2009). Kornea berbentuk cembung dengan jari-jari
8 mm, indeks refraksi 1.3771. Tebal di perifer kornea (1mm) dibanding di sentral
(0,6mm). Permukaan belakang jari-jari 6,5 mm dan permukaan depan jari jari 7,8 mm
(Ilyas, S., 2009).

Lapisan sel kornea terdiri dari lima lapisan, yaitu lapisan epitel, lapisan
Bowman, stroma, membran Descemet, dan lapisan endotel (Riordan-Eva, 2010).
Permukaan anterior kornea ditutupi epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk dan
tanpa papil. Di bawah epitel kornea terdapat membran limitans anterior (membran
Bowman) yang berasal dari stroma kornea (substansi propia) (Riordan-Eva, 2010).
Membrane Bowman berbentuk membrane tipis yang homogen terdiri atas susunan
serat kolagen kuat (hampir 200 lapis serat kolagen) (Ilyas, S., 2009). Berfungsi untuk
mempertahankan bentuk kornea (Ilyas, S., 2009). Stroma kornea terdiri atas berkas
serat kolagen paralel yang membentuk lamella tipis dan lapisan-lapisan fibroblas
gepeng dan bercabang (Eroschenko, 2003). Stroma kornea merupakan lapisan yang
paling tebal dari kornea, terdiri atas jaringan kolagen tersusun dalam lamel-lamel
berjalan sejajar dengan permukaan kornea (Ilyas, S., 2009). Membran Descemet
merupakan lapisan tipis yang bersifat kenyal, kuat, tidak berstruktur dan bening terletak
dibawah stroma (Ilyas, S., 2009). Membran Descemet merupakan pelinding atau
barrier infeksi dan masuknya pembuluh darah (Ilyas, S., 2009). Terakhir lapisan
endotel kornea terdiri satu lapis sel, fungsi terpenting untuk mempertahankan
kejernihan kornea, mengatur cairan di dalam stroma kornea (Ilyas, S., 2009). Tidak
mempunyai daya regenerasi sehingga jika ada kerusakan tidak akan normal kembali
(Ilyas, S., 2009).

Kornea mendapat nutrisi dari pembuluh-pembuluh darah limbus, humor


aqueous, dan air mata. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari cabang pertama
(ophthalmichus) dan nervus kranialis trigeminus (Riordan-Eva, 2010). Persyarafan
unmyelinated sampai keepitel yang sensitive untuk perabaan, suhu, kimia dengan
memberikan refleks menutup mata (Ilyas, S., 2009). Persyarafan berasal percabangan
oftalmik saraf trigeminus melalui saraf silliar longus dan saraf silliar brevis (Ilyas, S.,
2009).
2. Definisi

Keratitis adalah peradangan pada kornea (Ilyas, S., 2009). Keratitis merupakan
kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan
kornea menjadi keruh (Ilyas, S. dkk., 2008). Keratitis terjadi pada salah satu lapisan
kornea yaitu lapisan epitel, membran bowman, stroma, membran descemet, ataupun
endotel. Keratitis biasanya diklasifikasikan dalam lapis yang terkena seperti keratitis
superfisial dan profunda atau intersitisial (Ilyas, S. dkk., 2008).

3. Epidemiologi

Menurut Murillo Lopez (2006), Sekitar 25.000 orang Amerika terkena


keratitisbakteri per tahun. Kejadian keratitis bakteri bervariasi, dengan lebih sedikit
padanegara-negara industri yang secara signifikan lebih sedikit memiliki jumlah
penggunalensa kontak. Insiden keratitis jamur bervariasi sesuai dengan lokasi
geografis danberkisar dari 2% dari kasus keratitis di New York untuk 35% di Florida.
SpesiesFusarium merupakan penyebab paling umum infeksi jamur kornea di Amerika
Serikatbagian selatan (45-76% dari keratitis jamur), sedangkan spesien Candida dan
Aspergillus lebih Umum di negara-negara utara. Secara signifikan lebih sedikit
berkaitan dengan infeksi lensa kontak.

4. Etiologi

Keratitis dapat disebabkan oleh banyak faktor (Ilyas, 2004), diantaranya:

1. Virus.
2. Bakteri.
3. Jamur.
4. Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari.
5. Iritasi dari penggunaan berlebihan lensa kontak.
6. Mata kering yang disebabkan oleh kelopak mata robek atau tidak cukupnya
pembentukan air mata.
7. Adanya benda asing di mata.
8. Reaksi terhadap obat seperti neomisin, tobramisin, polusi, atau partikel udara
seperti debu, serbuk sari

5. Klasifikasi
Menurut Ilyas, S (2009) klasifikasi keratitis yaitu
a. Keratitis herpes simpleks: Herpes Simpleks disebabkan oleh virus hominis
(HVH). Ada dua macam HVH, yaitu HVH tipe 1 menyebabkan herpes labialis
dan keratitis
b. Keratitis bakteri: Trauma kornea, pemakaian lensa kontak lama, kontaminasi
dapat diakibatkan bakteri yang terlibat seperti Stappylococus aureus dan
Pseudomonas aeruginosa.
c. Keratitis Jamur: Keratitis yang disebabkan jamur, misalnya jamur pada daerah
pertanian Aspergillus fumigatus, Fusarium dan Kandida. Biasanya mengenai
seseorang dengan daya tahan imunologik rendah.
d. Keratitis pungtata; biasnya disertai infeksi virus saluran nafas atas (adenovirus).
Selain dari virus dapat juga bakteri, dry aye, bahan kimia, sinar ultraviolet,
pemakaian lensa kontak lama dan alergi obat peroral atau intravena.
e. Keratitis Acanthamoeba; keratitis dengan rasa sakit yang dapat terjadi pada
semua umur dan ditemukan pada air pam, tanah dan kolam renang.
f. Fotokeratitis; terbakarnya kornea akibat sinar ultraviolet, sumber sinar dapat
kerja las, pantulan salju, laser dan lampu halogen.
g. Keratitis interstisial; nama lain keratitis parenkimatosa yang merupakan
peradangan menahun jaringan kornea bagian dalam.
h. Keratitis perifer ulseratif; dikenal sebagai keratoloisis marginal biasanya disertai
peradangan aktif atau menahun. Reumatoisd artritis, radangan jaringan ikat,
Wegener granulomatosis.
i. Peripheral Ulceratif keratitis; Keratitis ulseratif perifer merupakan radang dan
tukak kornea yang terjadi pada pasien yang menderita penyakit jaringan ikat
seperti rheumatoid artritis, Keratitis Ulseratif perifer mungki disebabkan reaksi
anti imun.
j. Keratitis Flikten; peradangan kornea akibat reaksi alergi dengan gambaran
berupa lesi yang berbatas tegas, dapat disertai pembuluh darah atau tidak;
biasanya terletak pada kornea perifer atau sentral di daerah celah kelopak mata.
k. Keratitis Neuroparalitik; merupakan peradangan kornea yang terjadi sebagai
akibat hilangnya fungsi saraf motoric kornea.
l. Keratitis Sklerotikan; merupakan perubahan stroma kornea yang menyebabkan
kornea tampak sebagai sklera, akibat radang sklera.

6. Patofisologi

Karena kornea bersifat avaskuler, maka mekanisme pertahanan pada waktu


peradangan tidak segera berlangsung, seperti pada jaringan lain yang mengandung
banyak vaskularisasi. Kemudian badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang
terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian terjadi
dilatasi pembuluh darah yang terdapat di limbus dan tampak sebagai injeksi perikornea.
Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma,
polimorfonuklear mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak
bewarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak licin,
kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbulah ulkus kornea (Vaughan, 2009).

Kornea mempunyai banyak serabut saraf oleh karena itu lesi yang banyak pada
kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia.
rasa sakit juga diperberat dengan adanya gesekan palpebra terutama palpebra superior
pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris,
yang meradang dapat menimbulkan fotofobia sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung
saraf kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi
pada pembuluh iris (Vaughan, 2009).

7. Manefestasi Klinis
Menurut Ilyas, S. dkk., (2008) dan Ilyas, S. (2009) manifestasi klinis yang dapat
muncul yaitu:
a. Keratitis Herpes Sempleks
Kelainan mata akibat infeksi herpes simpleks dapat bersifat primerdan
kambuhan. Infeksi primer ditandai oleh adanya demam, malaise, limfadenopati
preaurikuler, konjungtivis folikuralis, blefaritis, dan 2/3 kasus terjadi keratitis
epithelial. Biasanya mengenai satu mata dan dimulai dengan radang konjungtiva.
Bentuknya keratitis dendritika dan kambuh biasnya terjadi akibat depresi, lelah
dan sinar ultra violet. Kambuh dapat dalam bentuk keratitis disifomis.
b. Keratitis Bakteri
Gejala dari keratitis bakteri yaitu kelopak pagi dengan secret mukopurulen,
lengket, sakit, silau, merah, mata berair dan penglihatan menurun. Proses infeksi
berjalan cepat. Kornea keruh dan membentuk abses. Terdapat infiltrate stroma
dengan penggaungan epitel. Injeksi konjungtival dan episkleral.
c. Keratitis Jamur
Gejala keratitis jamur yaitu penglihatan turun, mata merah, mata berair dan belek.
Terdapat ulkus dengan satelit disekitarnya. Hipopion dan dapat meluas menjadi
endofalmitis dan fisis.
d. Keratitis Pungtata Superfisial.
Gejala keratitis pungtata superfisial yaitu mengenai satu atau kedua mata. Mata
sakit, berair, merah penglihatan berkurang, terdapat kerusakan halus permukaan
luas epitel dan kelenjar praurikel membesar dan sakit
e. Keratitis Acanthanoeba
Gejala keratitis acanthanoeba adalah mata sakit, merah, penglihatan menurun,
silau, serasa kelilipan dan mata berair. Keratitis acanthanoeba jika mengenai satu
mata, dimulai dengan epiteliopati non spesifik yang prosesif sehingga terbentuk
ulkus. Bentuk acantamuba keratitis, keratitis defek epitel, mikrokista kornea,
keratopati pungata, keratopati bulosa, keratitis disformis, keratitis pseudodendrit
dan reaksi granulomatosa stroma.
f. Fotokreatitis
Gejala fotokeratitis yaitu mata berair, silau, sakit, merah, kelopak bengkak.
Gejala terlihat setelah 6-12 jam terpajam.
g. Keratitis interstitial
Gejala subjektif nyeri, fotofobia, tajam penglihatan menurun. Gejala objektif
blefarospasme, injeksi konjungtiva, injeksi sillar, vaskularisasi di lapisan kornea
dalam yang tak pernah melewati simbut, edema kornea dan infiltrate pada lapisan
dalam kornea. Pada keadaan akut kornea yang keruh disertai pembuluh darah
yang dalam dan bertumpuk-tumpuk tampak berwarna teddish pink yang sering
disebut sebagai salmon pach. Kelainan ini diikuti suatu uveitis enterior
granulomatosa yang berat. Pada yang disebabkan oleh tuberculosis di temukan
uveitis yang lebih ringan.
h. Keratitis perifer ulseratif
Gejala subjektif yaitu rasa sakit, fotofobia dan lakramasi. Gejala objektif yaitu
blefarospasme terdapata pada satu mata, injeksi konjungtiva. Terdapat infiltrat
atau ulkus yang memanjang, dangkal unilateral dapat tunggal atau mutipel.
Terdapat satu atau lebih daerah yang jernih antara kelainan ini dengan limbus
kornea. Sering terdapat neovaskulerisasi dari arah limbus. Sumbu memanjang
daerah peradangan biasanya sejajar dengan limbus kornea. Diduga dasar
kelainannya ialah suatu reaksi hipersensitivitas terhadap eksotoksin stafilokokus.
i. Peripheral Ulcerative Keratitis
Gejala peripheral uclcerative keratitis yaitu penglihatan kabur, silau, merasa
seperti kelilipan, infiltrate terdapat pada perifer korna dan berbentuk oval.
j. Keratitis Flikten
Pada anak-anak dengan gizi buruk penyakit ini dapat berkembang menjadi tukak
kornea karena infeksi sekunder. Pada kelainan ini terdapat keluhan subjektif yang
berat berupa rasa sakit blefarespasme dan fotofobia. Gejala objektif terdapat
fliken pada kornea berupa benjolan tegas berwarna putih keabuan, dengan atau
tanpa neovaskularisasi yang menuju ke arah benjolan tersebut.
k. Keratitis Neuroparalitik
Gejala subjektif yaitu penurunan tajam penglihatan, silau dan tidak nyeri. Gejala
objektif yaitu mata jarang berkedip karena hilangnya refleks mengedip, injeksi
siliar, permukaan kornea kusam, lesi pungtata epitel yang biasanya dimulai
sebagai vesikel-vesikel kecil. Pada keadaan lebih lanjut terjadi deskaumasi epitel
seluruh permukaan kornea yang dimulai pada bagian tengah dan meninggalkan
sedikit lapisan epitel kornea yang sehat di dekat limbus.
l. Keratitis Sklerotikan
Pada keratitis sklerotikan biasnya tidak ada gejala subjektif. Gejala objektif yaitu
tampak berupa keruhan kornea yang terlokalisasi dan berbatas tegas, unilateral.
Kadang-kadang dapat mengenai seluruh limbus. Kornea terlihat putih
menyerupai sklera .

8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnostik keratitis yaitu:
a. Pemeriksaan tajam penglihatan: Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan untuk
mengetahui fungsi penglihatan setiap mata secara terpisah. Pemeriksaan dapat
dilakukan dengan menggunakan kartu snellen maupun secara manual yaitu
menggunakan jari tangan.
b. Kerokan kornea yang kemudian dipulas dengan pulasan gram maupun giemsa.
c. Pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10 % pada kerokan kornea
d. Pemeriksaan schirmer.
e. Kultur bakteri atau fungi
f. Uji dry eye : Pemeriksaan mata kering atau dry eye termasuk penilaian terhadap
lapis film air mata ( tear film ), danau air mata ( teak lake ), dilakukan uji break up
time tujuannya yaitu untuk melihat fungsi fisiologik film air mata yang melindungi
kornea. Penilaiannya dalam keadaan normal film air mata mempunyai waktu
pembasahan kornea lebih dari 25 detik. Pembasahan kornea kurang dari 15 detik
menunjukkan film air mata tidak stabil.
g. Uji fluoresein : Untuk mengetahui adanya kerusakan pada epitelkornea akibat
erosi, keratitis epitelial, bila terjadi defek epitel kornea akan terlihat warna hijau
pada defek tersebut
h. Uji sensibilitas kornea : Untuk mengetahui keadaan sensibilitas kornea yang
berkaitan dengan penyakit mata akibat kelainan saraf trigeminus oleh herpes
zooster ataupun akibat gangguan ujung saraf sensibel kornea oleh infeksi herpes
simpleks.
i. Uji fistel: Bila ada kebocoran kornea atau fistel kornea akibat adanya tukak
perforasi, maka bila diberikan fluoresin akan terlihat pengaliran cairan mata yang
berwarna hijaumulai dari lubang fistel.
j. Uji plasido: Papan plasido merupakan papan yang mempunyai gambaran
melingkar konsentris dengan lobang kecil pada centralnya

9. Penatalaksanaan
Menurut Wijaya. A.T (2017) penatalaksanaan keratitis yaitu:
a. Farmakologis

Pengobatan pada keratitis ditujukan untuk mengontrol infeksi


dan inflamasi/peradangan, dan mencegah komplikasi yang lebih lanjut. Semua bentuk
faktor risiko dihindari dan dihentikan seperti pemakaian kontak lensa.

a) Obat antibiotik: Penggunaan antibiotik diperlukan untuk keratitis bakterial.


Umumnya menggunakan obat antibiotik tetes mata yang memiliki spektrum luas
(dapat mencakup banyak bakteri). Bila gejala tidak membaik segera berkonsultasi
dengan dokter untuk kemungkinan adanya kekebalan bakteri terhadap obat yang
diberikan.
b) Obat anti virus Keratitis akibat virus dapat diobati dengan obat antivirus tetes mata,
baik yang dikombinasikan dengan salep mata ataupun tidak. Penggunaan antivirus
sistemik diperlukan pada pasien dengan daya tahn tubuh rendah dan pada kasus
keratitis herpes zoster.
c) Obat anti jamur
d) Pada keratitis jamur, penyembuhan umumnya berjalan lambat dibandingkan
keratitis bakteri. Pengobatan yang digunakan meliputi anti jamur tetes mata, tetes
mata antibiotik (sebagai pencegahan infeksi bakteri), dan dapat diberikan anti
jamur sistemik bila infeksi parah.
e) Anti peradangan golongan steroid topikal (hanya untuk penggunaan di mata)
Golongan steroid diperlukan untuk menekan peradangan yang dapat merusak mata
dan mengancam penglihatan. Namun, pengunaan obat-obat golongan ini hanya
boleh melalui resep dan pengawasan dokter. Penggunaan yang sembarangan dapat
menyebabkan infeksi terutama virus dan jamur, dan mengganggu penyembuhan
bahkan memperparah kerusakan kornea.
f) Obat pelumpuh otot siliar (otot yang mengatur diameter dari pupil) Obat tersebut
biasa disebut juga dengan obat sikloplegik. Penggunaan obat ini ditujukan untuk
mengurangi rasa nyeri dan mencegah komplikasi sinekia (menempelnya iris pada
kornea atau lensa).
g) Anti peradangan sistemik (seluruh tubuh) Biasanya diperlukan untuk penyakit
autoimun (penyakit dimana sistem daya tahan tubuh berbalik menyerang diri
sendiri).
b. Nonfarmakologis.

Salah satu pengobatan yang penting dalam keratitis adalah memfasilitasi


penyembuhan jaringan kornea. Penyembuhan ini sangat penting mengingat fungsi
kornea dalam proses penglihatan. Beberapa hal yang dapat dilakukan:
a) Mengurangi paparan terhadap obat-obat toksin (bersifat racun pada kornea) dan
yang mengandung bahan pengawet. Lebih baik menggunakan obat-obatan dari
dokter.
b) Melapisi dengan tetes air mata buatan dan salep mata yang tidak mengandung
bahan pengawet
c) Berhenti untuk merokok.
d) Memakai kacamata hitam.
B. CLINICAL PATHWAY

Bakteri Jamur Virus

Proses
Infeksi Masuk
Epitel

Nyeri Peradangan
akut Resiko Cedera
kornea Kornea Pembiakan
virus

Reaksi Resiko
Cedera pada antigen dan infeksi Kerusakan
endotel antibodi sel Epitel

Sistem Mengeluarkan Pasien cemas


dengan Tukak
Pompa proteolitik Kornea
Endotel penyebaran infeksi

Lesi
Kerusakan Kornea Ulkus
Dekomp
ensasi Stroma
Endotel

Nyeri
Penurunan Ansietas akut
Edema penglihatan
kornea

Peradangan
Kabur

Penurunan
Resiko kemampuan Ganggua
Cedera melihat Citra Tubuh

Resiko jatuh
C. ASUHAN KEPERAWATAN KERATITIS

1. Pengkajian

Menurut NANDA (2018) pengkajian mencakup pengumpulan informasi


subjektif dan objektif dan peninjauan informasi riwayat pasien yang diberikan oleh
pasien/keluarga, atau ditemukan dalam rekam medik
a. Biodata

1. Identitas Pasien (nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,


agama, suku, alamat,status, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosa
medis)

2. Identitas penanggung jawab (nama, umur, pekerjaan, alamat, hubungan dengan


pasien)

b. Riwayat kesehatan

1. Keluhan utama

Merupakan faktor utama yang mendorong pasien datang ke rumah sakit.


Biasanya pada pasien dengan Keratitis pasien mengeluhkan mengalami
gangguan penglihatan (visus menurun), lakramasi dan mata sakit.

2. Riwayat penyakit sekarang

Merupakan data ini berisi tentang perjalanan penyakit pasien dari sebelum
dibawa ke rumah sakit sampai mendapat perawatan. Biasanya pada pasien
PPOK akan ditandai dengan gejala awal seperti mata merah dan bengkak,
merasa kelilipan, gangguan penglihatan (visus menurun), mata sakit, gatal,
silau, fotofobi, blefarospasme, dan adana flikten/infiltrate pada kornea.
3. Riwayat penyakit dahulu

Apakah ada riwayat penyakit terdahulu yang pernah dialami oleh pasien.
Tanyakan pada pasien terkait dengan kondisi pernapasan pasien misalnya
memilki riwayat pernah menderita konjungtivitas, herpes maupun trauma.

4. Riwayat kesehatan keluarga

Bagaimana riwayat kesehatan yang dimiliki oleh keluarga pasien, apakah


keluarga pernah mengamali penyakit yang serupa dengan pasien atau tidak.

5. Riwayat Psikososial

Meliputi perasaan klien terhadap penyakitnya, bagaimana perilaku pasien


terhadap masalah yang dialaminya, dan bagaimana cara mengatasinya. Dalam
hal ini pasien dapat merasakan cemas dikarenakan keluhan yang pasien rasakan.

c. Pola Fungsional Gordon

1. Pola persepsi kesehatan: adanya tindakan pelaksanaan kesehatan di Rumah


Sakit yang akan menimbulkan perubahan pada pemeliharaan kesehatan.

2. Pola nutrisi dan cairan : pola makan dan minum sehari – hari, jumlah makanan
dan minuman yang dikonsumsi, jenis makanan dan minuman, waktu berapa
kali sehari, nafsu makan menurun / tidak, jenis makanan yang disukai,
penurunan berat badan. Kaji terkait dengan Antropometri, Biomedical sign,
Clinical, dan Dietary.

3. Pola eliminasi : mengkaji adanya perubahan ataupun gangguan pada kebiasaan


BAB dan BAK pada saat sebelum masuk rumah sakit dan saat berada di rumah
sakit

4. Pola aktivitas dan latihan : mengkaji bagaimana perubahan klien dalam


beraktivitas pada saat sebelum masuk rumah sakit dan setelah masuk rumah
sakit. Biasanya pada klien dengan keratitis akan megalami perubahan aktivitas
sehubungan dengan gangguan penglihatan

5. Pola istirahat dan tidur : mengkaji terkait dengan waktu pasien untuk tidur
selama 24 jam dan apakah ada gangguan selama tidur (sering terbangun).
6. Pola persepsi kognitif : mengkaji bagaimana pengetahuan klien atas penyakit
yang dialami oleh klien.

7. Pola persepsi dan konsep diri : mengkaji terkait dengan perubahan konsep diri
pada pasien pada saat sebelum dan saat sakit yang meliputi body image,
identitas diri, peran diri, ideal diri, dan harga diri.

8. Pola reproduksi dan seksual : mengkaji terkait dengan pola reproduksi dan
seksual pada klien yang telah menikah apakah terdapat perubahan pada saat
sebelum dan saat sakit.

9. Pola mekanisme dan koping : mengkaji terkait dengan bagaimana klien


menyikapi penyakitnya terkait dengan emosi, ketakutan terhadap penyakitnya,
kecemasan yang muncul akibat keratitis.

10. Pola hubungan : mengkaji tentang bagaimana hubungan antar keluarga, apakah
keluarga memberikan dukungan pada klien ketika klien sakit, bagaimana
interaksinya , pola komunikasi, dan cara berkomunikasi.

11. Pola nilai dan kepercayaan : mengkaji terkait dengan agama pasien, perubahan
ibadah saat sebelum dan saat sakit, ketaatan dalam berdo’a dan beribadah.

2. Pemeriksaan Fisik

1) Ketajaman penglihatan; Uji formal ketajaman penglihatan harus merupakan


bagian dari setiap data dasar pasien. Tajam penglihatan diuji dengan kartu mata
(snellen) yang diletakkan 6 meter.
2) Palpebra superior; Merah,sakit jika ditekan
3) Palpebra inferior; Bengkak, merah, ditekan keluar secret
4) Konjungtiva tarsal superior dan inferior; Inspeksi adanya : Papil, timbunan sel
radang sub konjungtiva yang berwarna merah dengan pembuluh darah
ditengahnya. Membran sel radang di depan mukosa konjungtiva yang bila iangkat
akan berdarah, membran merupakan jaringan nekrotik yang terkoagulasi dan
bercampur dengan fibrin, menembus jaringan yang lebih dalam dan berwarna abu
– abu. Pseudomembran, membran yang bila diangkat tidak akan berdarah. Litiasis,
pembentukan batu senyawa kalsium berupa perkapuran yang terjadi pada
konjungtiviti kronis. Sikatrik, terjadi pada trakoma.
5) Konjungtiva bulbi; Sekresi, Injeksi konjungtival, Injeksi siliar, Kemosis
konjungtiva bulbi, edema konjungtiva berat, Flikten peradangan disertai
neovaskulrisasi
6) Kornea; Erosi kornea, uji fluoresin positif, Infiltrat, tertibunnya sel
radang, Pannus, terdapat sel radang dengan adanya pembuluh darah yang
membentuk tabir kornea, Flikten, Ulkus, Sikatrik
7) Bilik depan mata; Hipopion, penimbunan sel radang dibagian bawah bilik mata
depan, Hifema, perdarahan pada bilik mata depan
8) Iris; Rubeosis, radang pada iris, Gambaran kripti pada iris
9) Pupil; Reaksi sinar, isokor, Pemeriksaan fundus okuli dengan optalmoskop untuk
melihat, Adanya kekeruhan pada media penglihatan yang keruh seperti pada
kornea, lensa dan badan kaca
3. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan Penyakit Keratitis
antara lain :

1. Nyeri akut b.d Agen cedera biologis, kimiawi atau fisik pada kornea.
2. Resiko cedera kornea b.d infeksi atau inflamasi pada jaringan kornea.
3. Resiko infeksi b.d terpajan bakteri, virus atau cedera fisik.
4. Resiko cedera b.d gangguan visual.
5. Gangguan citra tubuh bd perubahan persepsi diri akibat perubahan fungsi
tubuh
6. Resiko jatuh b.d gangguan visual
7. Ansietas b.d gelisah terhadap penyebaran infeksi.
4. Perencanaan Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL (NOC) INTERVENSI (NIC)


KEPERAWATAN
1 Domain 12. Kelas 1. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 1. Cek perintah pengobatan meliputi obat,
Kode Diagnosis 24 jam diharapakan nyeri pasien tidak ada. dosis dan frequensi obat analgesic yang
00132 Dengan Kriteria hasil: diresepkan.
Nyeri akut b.d Agen 1. Nyeri yang dilaporkan tidak ada 2. Cek adanya riwayat alergi obat.
cedera biologis, 2. Ekspresi nyeri wajah tidak ada 3. Berikan kebutuhan kenyamanan dan
kimiawi atau fisik
aktivitas lain yang dapat membantu
pada kornea.
relaksasi untuk memfasilitasi penurunan
nyeri.
4. Dokumentasikan respon terhadap
analgesikdan adanya efek samping.
2 Domain 11. Kelas 2. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 1) Monitor kemerahan, eksudat, atau ulserasi pada
Kode Diagnosis 24 jam diharapakan resiko cedera kornea pasien mata.
00245. tidak ada dengan kriteria hasil : 2) Anjurkan pasien untuk tidak menyentuh mata.
1. Mencegah trauma pada mata secara konsisten 3) Monitor reflek kornea.
menunjukan 4) Tutupi mata jika diperlukan.
Resiko cedera kornea 2. Menggunakan obat mata sesuai resep secara 5) Pakai salep mata yang sesuai.
b.d infeksi atau konsisten menunjukan.
inflamasi pada
jaringan kornea.
3. Domain 11. Kelas 1. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 1. Monitor kerentanan terhadap infeksi.
Kode diagnosis 24 jam diharapakan resiko infeksi pasien tidak 2. Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup
00004. terjadi dengan Kriteria Hasil; 3. Anjurkan istirahat
Resiko infeksi b.d 1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi 4. Jaga dan gunakan antibiotic dengan
terpajan bakteri, virus 2. Menunjukan kemampuan untuk mencegah bijaksana.
atau cedera fisik. timbulnya infeksi. 5. Ajarkan pasien dan keluarga pasien
mengenai tanda dan gejala infeksi dan
kapan harus melaporkanya kepada layanan
kesehatan.
4. Domain 11. Kelas 2. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 1) Identifikasi kekurangan baik kognitif atau fisik
Kode Diagnosis 24 jam diharapakan resiko cedera pasien tidak dari pasien yang mungkin meningkatkan
00035. terjadi potensi jatuh pada lingkungan tertentu.
Resiko cedera b.d Dengan kriteria hasil : 2) Identifikasi Perilaku dan faktor yang
gangguan visual. 1) Jatuh saat berjalan tidak ada. mempengaruhi jatuh.
3) Kaji ulang riwayat jatuh bersama dengan pasien
dan keluarga
4) Identifikasi karakteristik dari lingkungan yang
mungkin meningkatkan potensi jatuh
(misalnya, lantai licin dan tangga terbuka).
5) Ajarkan pasien untuk beradaptasi terhadap
modifikasi gaya berjalan yang telah disarankan
terutama kecepatan.
6) Monitor gaya berjalan terutama kecepatan,
keseimbangan dan tingkat kelelahan.
5. Domain 6. Kelas 3. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 1) Monitor pernyataan pasien mengenai harga
Kode Diagnosis 24 jam diharapakan pasien tidak ada gangguan citra diri.
00118. tubuh Dengan kriteria hasil : 2) Tentukan lokus control pasien.
Gangguan citra tubuh 1) Gambaran Internal diri konsisten positif 3) Dukung pasien untuk mengidentifikasi
bd perubahan persepsi 2) Penyesuaian terhadap fungsi tubuh kekuatan.
diri akibat perubahan
konsisten positif 4) Jangan mengkritisi pasien secara negative.
fungsi tubuh
5) Monitor tingkat harga diri dari waktu ke waktu
dengan tepat.
6. Domain 11. Kelas 2. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 3. Identifikasi kekurangan baik kognitif atau
Kode Diagnosis 24 jam diharapakan resiko jatuh pasien tidak terjadi fisik dari pasien yang mungkin meningkatkan
00155. Dengan kriteria hasil : potensi jatuh pada lingkungan tertentu.
Resiko jatuh b.d 1) Jatuh saat berjalan tidak ada 4. Identifikasi Perilaku dan faktor yang
gangguan visual mempengaruhi jatuh.
5. Kaji ulang riwayat jatuh bersama dengan
pasien dan keluarga
6. Identifikasi karakteristik dari lingkungan yang
mungkin meningkatkan potensi jatuh
(misalnya, lantai licin dan tangga terbuka).
7. Ajarkan pasien untuk beradaptasi terhadap
modifikasi gaya berjalan yang telah
disarankan terutama kecepatan.
8. Monitor gaya berjalan terutama kecepatan,
keseimbangan dan tingkat kelelahan.
7. Domain 9. Kelas 2. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 1. Gunakan pendekatan yang tenang dan
Kode Diagnosis 24 jam diharapakan ansietas pasien tidak terjadi meyakinkan.
00146 dengan Kriteria Hasil; 2. Pahami situasi krisis yang terjadi dari
1. Tidak ada perasaan gelisah perspektif klien.
Ansietas b.d gelisah 2. Dapat beristirahat. 3. Berikan informasi factual terkait diagnosis,
terhadap penyebaran perawatan dan prognosis.
infeksi. 4. Identifikasi pada saat terjadi perubahan tingkat
kecemasan.
5. Bantu klien mengidentifikasi dituasi yang
memicu kecemasan.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G., H. Butcher, J. Dochterman, dan C. Wagner. 2013. Nursing Intevention


Classification. Elsevier Ltd.

Eroschenko, V.P., 2003. Atlas Histologi di Fiore Edisi 9. Jakarta: EGC.

Herdman, T. dan S. Kamitsuru. 2017. Nanda Diagnosis Keperawatan Definisi Dan


Klasifikasi. Jakarta: EGC.

Ilyas, S., 2004. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Ilyas, S., 2009. Iktisar Ilmu Penyakit Mata. Jakarta; FKUI.

Ilyas, S. dkk., 2008. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta; FKUI.

Moorhead, S., M. Johnson, M. Maas, dan E. Swanson. 2013. Nursing Outcome


Classification. Elsevier Ltd.

Riordan-Eva, P., 2010. Anatomi & Embriologi Mata. In: Vaughan, Asbury.
Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC.

Vaughan dkk. 2009, Ophtalmology Umum Ed. 14. Jakarta. EGC

Wijaya. A.T., 2017. Keratitis. http://www.kerjanya.net/faq/6614-keratitis.html.


[Diakses 13 Januari 2019]

Anda mungkin juga menyukai