1
2
Kedua jenis katup tersebut membuka dan menutup secara pasif, dapat
menanggapi perubahan tekanan dan volume dalam bilik jantung dan pembuluh darah.
Terdapat juga bagian septum atrial yaitu bagian yang memisahkan antara atrium kiri
dan kanan, sedangkan septum ventrikel merupakan bagian yang memisahkan
ventrikel kiri dan kanan (Aspiani, 2016).
Dalam buku Aspiani, 2016 dijelaskan bahwa jantung memiliki 4 ruang yaitu:
1. Atrium kanan
Ruang jantung yang memiliki dinding yang tipi, serta berfungsi sebagai
tempat penampungan darah yang rendah oksigen dari seluruh tubuh, kemudian
mengalirkan ke dalam ventrikel melalui katup trikuspidalis dengan 80% mengalir
secara pasif dan 20% dengan kontraksi atrium. Pengisian ventrikel dengan
kontraksi dinamakan atrial kick, dan hilangnya atrial kick pada disritmia dapat
mengurangi pengisisan ventrikel sehingga mengurangi curah ventrikel.
2. Ventrikel kanan
Ventrikel kanan sangat berperan penting dalam menghasilkan kontraksi
bertekanan rendah yang cukup untuk mengalirkan darah ke dalam arteri
pulmonal. Sirkulasi pulmonal merupakan sistem aliran darah yang bertekanan
rendah, dengan resisten jauh lebih kecil terhadap aliran darah dari ventrikel
kanan, dibandingkan tekanan tinggi sirkulasi sistemik terhadap aliran darah dari
ventrikel kiri.
3. Atrium kiri
Pada rongga atrium kiri disinilah yang menerima darah yang sudah
teroksigenasi dari paru melalui keempat vena pulmonalis. Antara vena pulmonalis
dan atrium kiri tidak ada katup sejati, sehingga perubahan tekanan dari atrium kiri
mudah sekali membalik retograd ke dalam pembuluh paru. Darah ini kemudian
mengalir ke ventrikel kiri melalui katup mitralis
4. Ventrikel kiri
Ventrikel kiri memompa darah ke seluruh tubuh melalui aorta yang
merupakan arteri terbesar tubuh. Ventrikel kiri harus menghasilkan tekanan yang
2
3
1.2 Definisi
Gagal jantung merupakan suatu kondisi yang teradi pada saat jantung tidak
mampu untuk memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan
nutrient dalam tubuh. Pada pengertian ini dijelaskan bahwa gagal jantung disebabkan
oleh akibat disfungsi diastolik dan sistolik. Gagal jantung diastolik dapat terjadi
dengan atau tanpa gagal jantung sistolik. Gagal jantung diastolik sering terjadi karena
hipertensi yang sudah terjadi lama, yaitu ketika ventrikel harus memompa secara
berkelanjutan melawan kelebihan beban yang sangat tinggi, sel otot hipertrofi dan
menjadi kaku. Kekauan pada sel otot ini menyebabkan adanya penurunan daya regang
ventrikel, sehingga menurunkan pengisian ventrikel, terjadi kelainan reaksi siastolik,
dan penurunan volume sekuncup. Karena adanya volume sekuncup dan akibatnya
tekanan darah turun, maka refleks baroreseptor menjadi teraktivasi.
Penurunan tekanan darah akan terdeteksi oleh baroreseptor, dan sebagian besar
respons refleks yang dicetuskan oleh pengaktifan baroreseptor akan memperparah
perkembangan penyakit gagal jantung. Hal ini terjadi karena respons refleks tersebut
menyebabkan peningkatan pengisian ventrikel (preload) atau semakin menurunkan
volume sekuncup dengan meningkatkan afterload yang harusd dilawan oleh kerja
pompa ventrikel. Peningkatan preload dan afterload menyebabkan terjadi adanya
3
4
peningkatan beban kerja dan kebutuhan oksigen pada jantung. Apabila kebutuhan
tersebut tidak dapat terpenuhi maka serabut otot akan semakin hipoksik sehingga
membuat kontrakbilitas berkurang, dan terjadinya siklus perburukan gagal jantung
akan terus berulang.
Gagal jantung terjadi pada saat jantung tidak mampu untuk memompa darah
secara efisien untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh, dan hal ini berdampak
pada memburuknya perfusi atau aliran darah ke berbagai organ dalam tubuh dan
kongesti vascular pada sirkulasi paru maupun sistemik. Gagal jantung dalam
pengertian ini disebutkan bahwa memiliki dua efek yaitu backward (efek belakang)
maupun forward (efek depan).
Apabila jantung kiri mengalami kegagalan maka efek backward yang terjadi
adalah penumpukan volume darah dari atrium kiri, kemudian menyebabkan darah
dari paru terhambat, sehingga akan terjadi juga penumpukan volume darah di kapiler
paru. Peningkatan tekanan hidrostatik ini yang menyebabkan cairan plasma keluar
dari pembuluh kapiler paru dan menyebabkan edema paru. Sedangkan efek forward
yang terjadi yaitu penurunan curah jantung yang berdampak pada terjadinya penuruna
perfusi ke organ-organ di dalam tubuh.
Sedangkan jika jantung kanan yang mengalami kegagalan maka efek backward
yang akan terjadi yaitu kongesti sistemik yang ditandai dengan adanya edema pada
seluruh tubuh, hal ini disebabkan karena darah tidak dapat memasuki jantung kanan
karena tingginya tekanan di atrium dan ventrikel kanan jantung. Sedangka efek
forward yang akan terjadi yaitu adanya penurunan perfusi ke paru. Hal ini akan
menyebabkan gangguan pertukaran gas serta penurunan preload yang pada akhirnya
dapat menurunkan curah jantung.
Gagal jantung merupakan kondisi yang terjadi pada saat fungsi jantung dangat
terganggu sehingga pompa janting sudah tidak bisa membuat darah bergerak melalui
jantung. Jantung tidak mampu menangung beban kerja dan kegagalan tersebut
menghasilkan adanya tekanan yang lebih tinggi di dalam ruang jantung, adanya
pergangan berlebih pada dinding otot, dan menyebabakna melemahnya kondisi
jantung untuk berkontraksi.
4
5
1.3 Epidemiologi
Berdasarkan adanya diagnosis dokter prevalensi penyakit gagal jantung di
Indonesia tahun 2013 sebesar 0.13% atau diperkirakan sekitar 229.696 orang,
sedangkan berdasarkan gejala sebesar 0.3% atau diperkirakan sekitar 530.068 orang.
Dengan adanya diagnosa dokter estimasi jumlah penderita penyakit gagal jantung
terbanyak terdapat pada daerah Provinsi Jawa Timur sebanyak 54.826 orang (0.19%),
dan untuk jumlah penderita terendah yaitu daerah Provinsi Maluku Utara sebanyak
144 orang (0.02%). Sedangkan berdasarkan adanya gejala jumlah penderita gagal
jantung terbanyak terdapat di daerah Provinsi Jawa Barat sebanyak 96.487 orang
(0.3%), sedangkan jumlah penderita paling sedikit ditemukan di Provinsi Kep.
Bangka Belitung yiatu sebanyak 945 orang (0.1%) (Kemenkes RI, 2014).
1.4 Etiologi
Penyebab dari penyakit ini yaitu adanya perubahan mekanisme fisiologi
sehingga menimbulkan dekompensasi kordis seperti meningkatkan beban awal,
beban akhir atau yang dapat menurunkan kontraktilitas miokardium. Faktor lain yang
juga dapat menyebabkan gagal jantung yaitu gangguan pengisian ventrikel, gangguan
pada pengisian dan ejeksi ventrikel (pericarditis konstriktif dan tamponade jantung).
Dari keseluruhan penyebab tersebut diduga yang paling sering terjadi adalah
gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer atau di dalam sintesis atau fungsi
protein kontraktil. (Aspiani, 2016)
1.5 Klasifikasi
1. Berdasarkan waktu terjadinya
Berdasarkan waktu terjadinya gagal jantung dapat dibagi menjadi 2 yaitu
gagal jantung akut dan gagal jantung kronis. Gagal jantung akut merupakan suatu
sindrom klinis disfungsi yang terjadi secara cepat dan dalam waktu yang singkat
dalam hitungan beberapa jam dan atau hari. Sedangkan gagal jantung kronis
adalah sindrom klinis yang ditandai dengan adanya gejala dan tanda abnormalitas
struktur dan fungsi pada jantung, hal ini akan menyebabkan kegagalan jantung
dalam memenuhi kebutuhan oksigen metabolisme tubuh.
5
6
6
7
d. Kelas IV
Tidak dapat melakukan aktifitas fisik tanpa keluhan, terdapat gejala
saat istirahat, dan keluhan meningkat saat melakukan aktifitas.
3. Berdasarkan besarnya curah jantung
1. Gagal Jantung Curah Tinggi
Merupakan kondisi ketidakmampuan jantung untuk memenuhi
peningkatan kebutuhan metabolisme tubuh meskipun curah jantung normal
atau tinggi. Keadaan ini biasaya terjadi pada pasien dengan anemia berat,
hipertiroid, dan penyakit paget. Dalam kondisi istirahat curah jantung
penderita ini sudah lebih besar dari orang normal, dan jika metabolisme
penderita tetap tinggi dan melampaui betas kemampuan fisiologis jantung,
maka akan terjadi kelelahan otot jantung dan akan berkahir pada kegagalan
jantung, meskipun demikian curah jantung masih tetap lebih tinggi dari
normal.
2. Gagal Jantung Curah Rendah
Pada saat berada pada kondisi istirahatm, penderita ini tidak akan
mengalami keluhan, dan sebaliknya pada saat melakukan aktivitas fisik maka
jantung akan mengalami kegagalan untuk mengkompensasi kebutuha
peningkatan curah jantung. Pada awalnya akan terjadi sedikit peningkatan
curah jantung, namun akan turun kembali bahkan akan lebih rendah dari curah
jantung sebelumnya.
1.6 Patofisiologi
1. Disfungsi miokard
2. Beban tekanan berlebih – pembenan sistolik (systolic overload)
a. Volume: defek septum atrial, defek septum ventrikel, duktus arteriosus paten
b. Tekanan: stenosis aorta, stenosis pulmonal, koarktasi aorta
c. Disritmia
3. Beban volume berlebihan – pembenan diastolic (diastolic overload)
7
8
8
9
Keparahan gagal jantung dapat dipengaruhi oleh beberapa kondisi sistemik yang
terkait yaitu:
9
10
10
11
bagian bawah dan paling sering pada tungkai terdapat odem yang jika ditekan
tetap cekung atau lama untuk kembali pada keadaan semula.
b. Hepatomegali : pembesaran hepar terjadi akibat adanya peningkatan atrium
kanan dan tekanan aorta menurun
c. Anoreksi: hilangnya selera makan disertai mual diakibatkan pembesaran vena
dan statis pada rongga abdomen
d. Nokturia: kondisi dimana penderita mengalami rasa ingin kencing pada
malam hari dikarenakan penurunan perfusi renal dan juga didukung karena
pasien istirahat yang dapat memperbaiki curah jantung.
e. Curah antung rendah, distensi vena jugularis
f. Disritmia
g. S3 dan S4 ventrikel kanan, hipersonor pada perkusi
h. Imobilisasi diafrgma rendah
i. Peningkatan diameter pada antero poterial
11
12
12
13
2. Foto Toraks
Pemeriksaan ini dapat medeteksi adanya kardiomegali, kongesti paru,
efusi pleura,dan dapat mendeteksi penyakit atau infeksi paru yang menyebabkan
atau memperparah sesak nafas.
3. Pemeriksaan laboratorium
Permeriksaan darah lengkap yaitu hemo-globin, leukosit, trombosit,
elektrolit , kreatinin, laju filtrasi glomerulus, glukosa tes fungsi hati dan urinalis.
4. Ekokardiografi
Pemeriksaan yang digunakan untuk mendeteksi adanya gangguan
fungsional serta anatomis yang menjadi penyebab dari gagal jantung. Seperti
pengukuran fungsi ventrikel untuk membedakan antara pasien disfungsi sistolik
dengan pasie yang fungsi sistoliknya normal yaitu fraksi ejeksi ventrikel kiri
(normal > 45-50%).
13
14
2.1 Pengkajian
1. Riwayat :
a. Kondisi : menurunnya kontrakilitas miokard, MCI, kardiomiopati, gangguan
konduksi, meningkatnya beban miokard, penyakit katup jantung, anemia,
hipertermia
b. Keluhan : sesak saat bekerja, dispnea nocturnal paroksismal, ortopnea, lelah,
pusing, nyeri dada, bengkak pada kaki, nafsu makan menurun, nausea, distensi
abdomen, urine menurun
2. Pemeriksaan fisik
Inspeksi
a. Respirasi meningkat, dispnea
b. Batuk kering, sputum pekat, serta bercampur darah
c. Vena leher, dengan JVP meningkat
d. Kulit bersisik pucat
e. Edema kaki skrotum
f. Asites abdomen
Palpasi
Auskultasi
a. Suara paru menurun, basilar rates mengakibatkan cairan pada jaringan paru
b. Suara jantung dengan S1 dan S2 menurun. Kontraksi miokard menurun. S3
meningkat, volume sisa meningkat, kadang terdengr suara murmur.
14
15
3. Pengkajian data
a. Aktivitas dan istirahat : adanya kelelahan, insomnia, letargi, dan kurang
istirahat, sakit dada, dispnea pada saat istirahat atau saat beraktivitas
b. Sirkulasi : riwayat hipertensi, kelainan katup, bedah jantung, endocarditis,
anemia, syok septik, bengkak pada kaki, asites, takikardi, disritmia, fibrilasi
atrial, kontraksi ventrikel premature, bunyi s3 gallop, adanya sistolik atau
diastolic, murmur, peningkatan JVP, adanya nyeri dada, sianosis, pucat, ronki,
hepatomegali
c. Status mental : cemas, ketakutan, gelisah, marah, peka, stress berhubungan
dengan penyakitnya, sosial, finansial
d. Eliminasi: penurunan volume urine, urine yang pekat, nokturia, diare
konstipasi
e. Makanan dan cairan : hilang nafsu makan, mual, muntah, edema di
ekstremitas bawah, dan asites
f. Neurologi : pusing, pingsan, kesakitan, letargi, bingung, disorientasi, peka
g. Rasa nyaman : sakit dada, kronik/akut angina
h. Respirasi : Dispnea pada waktu aktivitas, takipnea, kondisi saat tidur dan
duduk, riwayat penyakit paru
i. Rasa aman : Perubahan status mental, gangguan pada kulit dermatitis
j. interaksi sosial : aktivitas sosial berkurang
2.2 Diagnosa
15
16
2.3 Intervensi
Tujuan (NOC) : Menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima,
disritmia tidak terjadi atau terkontrol, dan tidak ada gejala kegagalan, missal
parameter hemodinamika berada dalam batasan yang dapat diterima dan haluaran
urin adekuat. Melaporkan penurunan episode dispnea dan angina
Intervensi (NIC):
16
17
Intervensi (NIC) :
Intervensi (NIC) :
17
18
Intervensi (NIC) :
18
19
2.4 Pathway
Penurunan volume
sekuncup
Peningkatan Peningkatan
tekanan atrium Masalah Keperawatan : tekanan atrium
Penurunan curah jantung
Tanda gejala:
1. Takikardia
Masalah Keperawatan:
2. Dispnea atau sesak napas
1. Kelebihan volume
3. Sianosis cairan
4. Penurunan perfusi jaringan 2. Gangguan pertukaran
5. asites gas
6. edema 3. Intoleransi aktivitas
7. hepatosplenomegali
8. peningkatan tekanan vena jugular
19
20
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
20
21
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, E. J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hariyanto, A., R. Sulistyowati. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah I Dengan
Diagnosis NANDA Internasional. Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA
21