Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PORTOFOLIO

Topik : Medikolegal

Diajukan dalam rangka praktek klinis dokter internsip sekaligus bagian dari
persyaratan menyelesaikan program internsip dokter Indonesia
di RSUD Simo Boyolali

Disusun oleh :

dr. Aprilisasi P S

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

RUMAHSAKIT UMUM DAERAH SIMO

KABUPATEN BOYOLALI

2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS PORTOFOLIO

Medikolegal

Disusun oleh :
Aprilisasi P S

Telah dipresentasikan pada


Tanggal, Januari 2019

Pembimbing,

dr. Yopie Ibrahim

2
BORANG PORTOFOLIO KASUS MEDIK

Topik : Medikolegal
Tanggal MRS : -
Presenter : dr. Aprilisasi P S
Tanggal Periksa : 5 Januari 2019
Tanggal Presentasi : Januari 2019 Pendamping : dr. Yopie Ibrahim
Tempat Presentasi :
Objektif Presentasi :
□ Tinjaua n
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran
Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa

□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia
Bumil
□ Deskripsi : Bayi, 4,5 bulan dengan keluhan digigit kelabang
□ Tujuan : Penegakkan diagnosa dan pengobatan yang tepat.
Bahan
□ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Bahasan :
Cara
□ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos
Membahas :
Data Pasien : Nama : Ny. Semi No. Registrasi : 161210xxxx
Nama RS : RSUD SIMO Telp : Terdaftar sejak:
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
Pasien datang dibawa oleh keluarga dengan keluhan pusing. Pusing dirasakan sejak
kurang lebih 1 minggu ini. Pusing cekot- cekot, tidak berputar. Demam (-), batuk (-),
pilek (-), mual (-), muntah (-), riwayat trauma (-), nyeri perut (-). Selain itu pasien juga
mengeluhkan terkadang kedua kaki nya bengkak setelah beraktivitas. Bengkak akan
membaik jika pasien istirahat. Batuk malam hari (-), sesak nafas (-), sehari- hari pasien
tidur menggunakan 1-2 bantal. Sejak mengalami keluhan tersebut nafsu makan pasien
berkurang. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien juga menceritakan bahwa tangan

3
kanan nya terkadang masih terasa nyeri. Riwayat jatuh (+) +/- 2 minggu yang lalu saat
pasien sedang berjalan- jalan di halaman rumahnya. Oleh keluarga pasien dibawa ke
tempat pijat. Rontgen dan konsumsi obat untuk meredakan gejala disangkal.
2. Riwayat Pengobatan : Pasien sudah berobat ke bidan namun keluhan belum hilang.
Obat tidak diketahui.
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit: Pasien sudah pernah mengalami keluhan serupa
sebelumnya namun biasanya sembuh dalam 2 sampai 3 hari setelah berobat, riwayat
hipertensi disangkal (-), riwayat jantung disangkal, riwayat DM disangkal
4. Riwayat Keluarga : Riwayat keluhan serupa disangkal
5. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik :Status ekonomi keluarga pasien termasuk
menengah ke bawah.
6. Lain-lain :
Sosial ekonomi menengah ke bawah, pasien menggunakan biaya sendiri

Daftar Pustaka :

1. Rasjad, C., dkk. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC, 2010, Bab 42; Sistem
Muskuloskeletal.
2. Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone, 2007, Bab. 14;
Trauma.
3. Tortora G.J. & Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology 12 th Edition. New
Jersey: John Wiley & Sons, 2009, Chapter 8; The Skeletal System: The Appendicular
Skeleton.
4. Tortora G.J. & Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology 12th Edition. New
Jersey: John Wiley & Sons, 2009, Chapter 11; The Muscular System.
5. Standring, S. Gray’s Anatomy 39th Edition. USA: Elsevier, 2008, Chapter 48; General
Organization and Surface Anatomy of The Upper Limb.
6. Wang, E.D. & Hurst, L.C. Netter’s Orthopaedics 1 st Edition. Philadelphia: Elsevier, 2006,
Chapter 15; Elbow and Forearm.
7. Emedicine. 2012. Humerus Fracture. Accessed: 2nd February 2012. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/825488-overview

4
8. Aaron N., Michael D.M., et.al., 2011. Distal Humeral Fractures in Adults. Accessed: 2nd
February 2012. Available from: http://www.jbjs.org/article.aspx?articleid=35415
9. Egol, K.A., Koval, K.J., Zuckerman, J. D. Handbook Of Fractures. Philadelphia:Lippinco tt
Williams & Wilkins. 2010:p. 193-229;604-614
10. Thompson, J.C. Netter’s: Concise Otrhopaedic Anatomy 2 nd ed. Philadelphia: Elsevier Inc.
2010:p. 109-116.
11. Noffsinger, M. A. Supracondylar Humerus Fractures. Available at www.emedicine.co m.
Accessed on 4th March 2012
12. Reksoprodjo, S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara Publisher, 2009,
Bab 9; Orthopaedi.
13. Purwadianto A, Budi S. Kedaruratan Medik. Jakarta: Binarupa Aksara, 2000, Bab 7;
Kedaruratan Sistim Muskuloskeletal.
Hasil Pembelajaran :
1. Medikolegal melalui penolakan rontgen dan rujuk

Keterangan Umum :
Nama : Ny.S
Usia : 67 tahun
No RM : 161210xxxx
Alamat : Tegalgiri, Nogosari
Agama : Islam
Suku : Jawa
Warga Negara : Warga Negara Indonesia (WNI)
A. ANAMNESIS
SUBJEKTIF
Keluhan Utama : pusing
B. PEMERIKSAAN FISIK
OBJECTIVE
PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan Umum : Sedang
 Kesadaran : Compos mentis

5
 Vital sign
o Tekanan darah: 130/90 mmHg
o Nadi: 88x/menit
o RR: 22x/menit
o Temp: 37,4 C
o GDS : 152 mg/dl
 Kepala leher:
o Mata : Reflek pupil +/+ , Pupil isokor 2mm/2mm , konjunctiva anemis
+/+, ikterus -/-.

o THT :

 Telinga: sekret (-)


 Hidung : nafas cuping hidung (-)
 Tenggorokan : dbn

o Bibir: sianosis (-)


o pembesaran KGB (-)
o tiroid dalam batas normal
 Thorax:
o Pulmo:
 Inspeksi : simetris, retraksi (-)
 Palpasi : vocal fremitus kanan=kiri
 Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
 Auskultasi: Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-,
o Cor:
 Inspeksi: tidak tampak ictus cordis
 Palpasi: ictus cordis di ICS 5 MCL S
 Perkusi: batas jantung normal
 Auskultasi: s1 s2 tunggal, murmur -, gallop-

6
 Abdomen:
o Inspeksi : flat, distensi (-)
o Auskultasi : bising usus (+) normal
o Palpasi : Hepar/lien tidak teraba
o Perkusi : timpani (+)

 Ekstremitas : akral dingin edema


- - - -
- - + +

Status Lokalis:
L/ deformitas (-), edem (-)
F/ krepitasi (+), nyeri (+), CRT <2 detik
M/ ROM terbatas (+)

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lab DR 5/1/2019

No. Jenis Pemeriksaan Hasil Katerangan


1 Hb 6,8 g/dL Low
2 Ht 24,3 % Normal
3 MCV 74,1 fL Normal
4 MCH 26,5 pg Normal
5 MCHC 35,8 g/dL Normal
6 Leukosit 7.060 Normal
7 Trombosit 121.000 Low
8. Golongan darah O
9. Ureum 18,3 Normal
10. Creatinin 1,39 High

7
EKG

Rontgen (pasien dan keluarga menolak rontgen shoulder joint dextra)


Rontgen Thorax (hasil selesai tanggal 6/1/19)

D. DIAGNOSIS KERJA
a. Susp. CHF
b. Anemia
c. Susp.closed fractur humerus (D)

E. PENATALAKSANAAN
a) Planning Therapy

8
1. IVFD RA 10 tpm
2. Inj. Furosemide 1 amp/24 jam
3. Lisinopril 2 x 2,5 mg
4. Transfusi PRC 1 kolf (premedikasi inj.dexamethason 1 amp)
F. FOLLOW UP
Tanggal S-O A P
6/1/19 Subyektif: Susp.CHF Terapi lanjut
Kaki bengkak (+), Anemia O2 2 lpm
pusing (+) berkurang, Susp.closed Motivasi rontgen lagi,
nyeri tangan kanan (+) fracture humerus keluarga setuju  Hasil
Obyektif : (D) rontgen shoulder joint (D)
TD :117/50 mmHg menunjukkan Closed
N : 78 x/menit fracture humeri 1/3 medial
S : 36,8 C susp.patologis. Konsul Sp.B,
RR : 20 x/menit advis pasang spalk/arm sling
dan rujuk. Konsul Sp.PD,
advis Captopril 2x6,25 mg,
Acc rujuk. Motivasi
keluarga, keluarga menolak
rujuk.
7/1/19 Subyektif: CHF Terapi lanjut
Nyeri tangan kanan Pneumonia Inj. ceftriaxon 1 gr/12 jam
(+), pusing (-), tidak Anemia Salbutamol 3x 2 mg
bisa tidur Closed fracture NAC 3x1
Obyektif : humeri 1/3 Candesartan 1x4 mg
KU: sedang, CM medial
TD :130/80mmHg susp.patologis
N : 80 x/menit
S : 36.1 C
RR : 20x/menit

9
8/1/19 Subyektif: CHF Terapi lanjut
Pusing (+) Anemia Amlodipin 1x5 mg
Obyektif : Pneumonia Candesartan 1x 8 mg
KU: sedang Closed fracture Nifedipin 2x 10 mg
TD : 203/111 mmHg humeri 1/3 HCT 25 mg 1-1-0
N : 64 x/menit medial Alprazolam 0-0-1
S : 36,5 C susp.patologis Keluarga meminta pulang
RR : 20 x/menit

A. PEMBAHASAN KASUS
Pada kasus ini diagnosa pasien ditegakkan berdasarkan hasil anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Namun, ada diagnose yang tidak
ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan penunjang yaitu rontgen shoulder joint
(D) dikarenakan pasien dan keluarga menolak tindakan tersebut. Alasan penolakan
adalah karena pasien merasa bahwa tangannya sudah membaik sehingga tidak perlu
dilakukan penatalaksanaan. Menurut pasien, pasien datang berobat ke rumah sakit
atas keluhan pusing dan kaki bengkak, oleh karena itu pasien hanya fokus atas
keluhan tersebut.
Setelah dilakukan anamnesis kepada pasien, keluhan tersebut mengarah
kepada diagnosis CHF, anemia dan fraktur humerus (D). Meski demikian, diagnosis
pasti dapat ditegakkan setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Pasien sudah pernah mengalami keluhan ini sebelumnya namun pasien
biasanya hanya berobat ke bidan lalu membaik. Riwayat hipertensi, diabetes
mellitus dan sakit jantung disangkal.
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan pasien sedang, tidak tampak
sesak namun pada pemeriksaan fisik didapatkan laju nafas 22 x/menit. Lalu pada
pemeriksaan konjungtiva juga didapatkan konjungtiva anemis, dan pada extremitas
inferior didapatkan edema tungkai. Sedangkan pada pemeriksaan status lokalis
didapatkan krepitasi, nyeri tekan dan keterbatasan ROM tanpa terlihat adanya

10
deformitas. Hasil EKG pasien mengarah ke CHF dan hasil pemeriksaan darah rutin
menunjukkan Hb yang rendah. Oleh karena itu melalui anamnesis dan pemeriksaan
fisik serta pemeriksaan penunjang yang belum lengkap, pasien didiagnosis dengan
suspek CHF, anemia dan suspek closed fraktur humerus dextra.
Penatalaksanaan pasien ini yaitu dengan rawat inap dan pemberian obat-
obatan melalui injeksi maupun per oral. Pada keesokan harinya ketika dilakukan
follow up, pasien masih mengeluhkan tangan kanannya nyeri. Berdasarkan keluhan
tersebut dokter kembali memberikan motivasi kepada pasien dan keluarga untuk
melakukan pemeriksaan penunjang rontgen shoulder joint dextra. Akhirnya pasien
dan keluarga setuju. Hasil rontgen tersebut menunjukkan bahwa pasien mengala mi
fraktur. Kasus ini kemudian dikonsulkan kepada dokter spesialis bedah dan
disarankan dilakukan tindakan spalk/arm sling kemudian motivasi rujuk. Namun
pasien dan keluarga kembali menolak dengan alasan biaya dan pasien sudah merasa
cukup dengan kondisi seperti ini. Pasien masih dirawat di bangsal hingga 2 hari
berikutnya dan setelah itu pasien meminta untuk pulang, sehingga keluarga diminta
menandatangani pernyataan pulang atas permintaan sendiri.
Berdasarkan kasus diatas terdapat hak dan kewajiban untuk pasien maupun
dokter. Hak dan kewajiban tersebut bertujuan untuk menyelaraskan dan
menyeimbangkan persepsi antara hak dan kewajiban serta mencegah terjadinya
perbedaan. Pada sebagian besar hak dan kewajiban seorang tenaga medis tercantum
dalam perundang – undangan kesehatan dan praktik kedokteran. Pada kasus ini
pasien memiliki hak dan kewajiban sebagai seorang pasien. Pasien mempunyai hak
untuk mendapatkan pengobatan dan pelayanan kesehatan komprehensif dari pusat
pelayanan kesehatan maupun tenaga medis. Sedangkan seorang tenaga medis
berkewajiban untuk melakukan pelayanan kesehatan sesuai dengan strandar profesi
dan kemampuan yang dimiliki untuk memberikan pelayanan kesehatan terhadap
seseorang pasien sesuai dengan kebutuhan medis pasien.
Seorang pasien memiliki hak dan kewajiban, dimana hak pasien tercantum
dalam UU No.29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran pasal 52 serta tertuang juga
dalam UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 4 dan 5. Hak – hak pasien
antara lain pasien berhak mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindaka n

11
medis yang akan dilakukan, pasien mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan
medis sesuai kebutuhan medisnya, pasien memiliki hak untuk menolak tindakan
medis, pasien memiliki hak untuk meminta pendapat dokter lain dan pasien
memiliki hak untuk mengetahui isi rekam medisnya. Selain itu seorang pasien juga
memiliki suatu kewajiban yang tertuang dalam pasal 53 UU No.29 tahun 2004
tentang praktik kedokteran dan pasal 9 serta 10 UU No.36 tahun 2009 tentang
kesehatan, dimana seorang pasien memiliki kewajiban untuk mematuhi ketetntuan
yang berlaku disarana pelayanan kesehatan, pasien memiliki kewajiban untuk
memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya dan
pasien memiliki kewajiban untuk mematuhi nasihat petunjuk dari dokter.
Sebagai seorang dokter , dokter memiliki hak dan kewajiban yang tertuang
dalam pasal 50 dan 51 UU No. 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran. Hak
sesbagai seorang dokter diantara lain dokter memiliki hak untuk memberika n
pelayanan medis menurut standar profesi dan standar operasional prosedur dan
dokter memiliki hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam menjalanka n
tugasa sesuai standar profesi dan standar prosedur operasional. Selain itu dokter
juga memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi
dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien.
Dalam kasus ini dokter sudah melakukan kewajiban berupa memberika n
pelayanan medis sesuai standar profesi dan standar prosedur operasional sesuai
kebutuhan medis pasien. Namun pada kasus ini juga terdapat masalah bioetika
dimana pasien disarankan oleh dokter untuk melakukan pemeriksaan penunjang
dan rujuk yang bertujuan untuk mendapatkan pengobatan yang tepat dan intens if
untuk mengatasi kemungkinan keadaan gawat yang memperparah keadaan pasien.
Namun pasien dan keluarga pasien menolak dikarenakan alasan biaya dan pasien
sudah merasa sembuh dan merasa cukup dengan keadaannya saat ini.
Kaedah etika yang sesuai dengan masalah ini adalah otonomi. Otonomi
berarti menghormati martabat manusia (respect for person/autono my).
Menghormati martabat manusia. Setiap individu (pasien) harus diperlakukan
sebagai manusia yang memiliki otonomi (hak untuk menentukan nasib diri sendiri)
dan dalam hal ini hak pasien sendiri untuk menentukan nasib pasien.

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Fraktur humerus adalah hilangnya kontinuitas tulang , tulang rawan sendi,
tulang rawan epifisial baik yang bersifat total maupun parsial pada tulang humerus. 2

2.2 ETIOLOGI
Kebanyakan fraktur dapat saja terjadi karena kegagalan tulang humerus
menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar, dan tarikan. 2
Trauma dapat bersifat2 :
1. Langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi
fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat kominutif
dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
2. Tidak langsung
Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih
jauh dari daerah fraktur.
Tekanan pada tulang dapat berupa2 :
1. Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat oblik atau spiral
2. Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal
3. Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi,
dislokasi, atau fraktur dislokasi
4. Kompresi vertikal yang dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah
5. Trauma oleh karena remuk
6. Trauma karena tarikan pada ligament atau tendon akan menarik sebagian tulang

2.3 EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, fraktur diafisis humerus terjadi sebanyak 1,2% kasus
dari seluruh kejadian fraktur, dan fraktur proksimal humerus terjadi sebanyak 5,7%
kasus dari seluruh fraktur.7 Sedangkan kejadian fraktur distal humerus terjadi

13
sebanyak 0,0057% kasus dari seluruh fraktur. 8 Walaupun berdasarkan data tersebut
fraktur distal humerus merupakan yang paling jarang terjadi, tetapi telah terjadi
peningkatan jumlah kasus, terutama pada wanitu tua dengan osteoporosis. 8
Fraktur proksimal humerus sering terjadi pada usia dewasa tua dengan umur
rata-rata 64,5 tahun. Sedangkan fraktur proksimal humerus merupakan fraktur
ketiga yang paling sering terjadi setelah fraktur pelvis dan fraktur distal radius.
Fraktur diafisis humerus lebih sering pada usia yang sedikit lebih muda yaitu pada
usia rata-rata 54,8 tahun.7

2.4 KLASIFIKASI
Fraktur humerus dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Fraktur Proximal Humerus
2. Fraktur Shaft Humerus
3. Fraktur Distal Humerus
2.4.1 Fraktur Proksimal Humerus (9,10)
Pada fraktur jenis ini, insidensinya meningkat pada usia yg lebih tua yang terkait
dengan osteoporosis. Perbandingan wanita dan pria adalah 2:1.
Mekanisme trauma pada orang dewasa tua biasa dihubungkan dengan
kerapuhan tulang (osteoporosis). Pada pasien dewasa muda, fraktur ini dapat terjadi
karena high-energy trauma, contohnya kecelakaan lalu lintas sepeda motor.
Mekanisme yang jarang terjadi antara lain peningkatan abduksi bahu, trauma
langsung, kejang, proses patologis: malignansi.
Gejala klinis pada fraktur ini adalah nyeri, bengkak, nyeri tekan, nyeri pada
saat digerakkan, dan dapat teraba krepitasi. Ekimosis dapat terlihat dinding dada
dan pinggang setelah terjadi cedera. Hal ini harus dibedakan dengan cedera toraks.
2.4.2 Fraktur Shaft Humerus (9)
Fraktur ini adalah fraktur yang sering terjadi. 60% kasus adalah fraktur
sepertiga tengah diafisis, 30% fraktur sepertiga proximal diafisis dan 10% sepertiga
distal diafisis. Mekanisme terjadinya trauma dapat secara langsung maupun tidak
langsung.

14
Gejala klinis pada jenis fraktur ini adalah nyeri, bengkak, deformitas, dan
dapat terjadi pemendekan tulang pada tangan yang fraktur. Pemeriksaan
neurovaskuler adalah penting dengan memperhatikan fungsi nervus radialis. Pada
kasus yang sangat bengkak, pemeriksaan neurovaskuler serial diindikasikan untuk
mengenali tanda-tanda dari sindroma kompartemen. Pada pemeriksaan fisik
terdapat krepitasi pada manipulasi lembut.
Deskripsi klasifikasi fraktur shaft humerus :
a. Fraktur terbuka atau tertutup
b. Lokasi : sepertiga proksimal, sepertiga tengah, sepertiga distal
c. Derajat : dengan pergeseran atau tanpa pergeseran
d. Karakter : transversal, oblique, spiral, segmental, komunitif
e. Kondisi intrinsik dari tulang
f. Ekstensi articular
2.4.3 Fraktur Distal Humerus 9
Fraktur ini jarang terjadi pada dewasa. Kejadiannya hanya sekitar 2% untuk
semua kejadian fraktur dan hanya sepertiga bagian dari seluruh kejadian fraktur
humerus.(9)
Mekanisme cedera untuk fraktur ini dapat terjadi karena trauma langsung
atau trauma tidak langsung. Trauma langsung contohnya adalah apabila terjatuh
atau terpeleset dengan posisi siku tangan menopang tubuh atau bisa juga karena
siku tangan terbentur atau dipukul benda tumpul. Trauma tidak langsung apabila
jatuh dalam posisi tangan menopang tubuh namun posisi siku dalam posisi tetap
lurus. Hal ini biasa terjadi pada orang dewasa usia pertengahan atau wanita usia
tua.(9,10)

2.5 DIAGNOSIS
2.5.1 Anamnesis
Ada beberapa hal yang menyebabkan penderita datang untuk minta pertolongan
yaitu sakit/nyeri, kelainan bentuk, kekakuan/kelemahan.

15
2.5.2 Pemeriksaan Fisik
Dilakukan melalui pemeriksaan umum dan setempat/status lokalis. Pada
pemeriksaan status lokalis ada 3 hal yang penting yaitu Look (inspeksi), Feel
(palpasi) dan Move (pergerakan). Pada Look bandingkan dengan bagian yang sehat,
perhatikan posisi anggota gerak, apakah terdapat luka, ekstravasasi darah, dan
adakah deformitas. Pada Feel, rasakan suhunya apakah meningkat, apakah terdapat
nyeri tekan, krepitasi dan pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma. Pada
Move, melakukan pemeriksaan lingkup gerak sendi.
2.5.3 Pemeriksaan Radiologis12
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur. Walaupun
demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi
serta ekstensi fraktur.
2.5.4 Pemeriksaan Laboratorium12
Pemeriksaan laboratorium meliputi darah rutin dan kimia darah, reaksi imunolo gis,
fungsi hati/ginjal, kultur dan tes sensitivitas atas indikasi tertentu.

2.6 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan secara umum13 :
1. Bila terjadi trauma, dilakukan primary survey terlebih dahulu.
2. Sebelum penderita diangkut, pasang bidai untuk mengurangi nyeri, mencegah
(bertambahnya) kerusakan jaringan lunak dan makin buruknya kedudukan fraktur.
Pilihan adalah terapi konservatif atau operatif. Pilihan harus mengingat
tujuan pengobatan fraktur yaitu mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam
jangka waktu sesingkat mungkin.12
1. Fraktur proksimal humeri9,12
Pada fraktur impaksi tidak diperlukan tindakan reposisi. Lengan yang cedera
diistirahatkan dengan memakai gendongan (sling) selama 6 minggu. Selama
waktu itu penderita dilatih untuk menggerakkan sendi bahu berputar sambil
membongkokkan badan meniru gerakan bandul (pendulum exercise). Hal ini
dimaksudkan untuk mencegah kekakuan sendi.

16
Pada penderita dewasa bila terjadi dislokasi abduksi dilakukan reposisi dan
dimobilisasi dengan gips spica, posisi lengan dalam abduksi (shoulder spica).
2. Fraktur shaft humeri 9,12

Pada fraktur humerus dengan garis patah transversal, apabila terjadi dislokasi
kedua fragmennya dapat dilakukan reposisi tertutup dalam narkose. Bila
kedudukn sudah cukup baik, dilakukan imobilisasi dengan gips berupa U slab
(sugar tong splint). Immobilisasi dipertahankan selama 6 minggu. Apabila pada
fraktur humerus ini disertai komplikasi cedera n.Radialis, harus dilakukan open
reduksi dan internal fiksasi dengan plate-screw untuk humerus disertai
eksplorasi n. Radialis. Bila ditemukan n. Radialis putus (neurotmesis) dilakukan
penyambungan kembali dengan teknik bedah mikro. Kalau ditemukan hanya
neuropraksia atau aksonotmesis cukup dengan konservatif akan baik kembali
dalam waktu beberapa minggu hingga 3 bulan.
3. Fraktur suprakondiler humeri9,12
Kalau pembengkakan tak hebat dapat dilakukan reposisi dalam narkose umum.
Setelah tereposisi, posisi siku dibuat fleksi diteruskan sampai a.Radialis mulai
tak teraba. Kemudian diekstensi siku sedikit untuk memastikan a.Radialis
teraba lagi. Dalam posisi fleksi maksimal ini dilakukan imobilisasi dengan gips
spal. Posisi fleksi maksimal dipindahkan karena penting untuk menegangka n
otot trisep yang berfungsi sebagai internal splint.
Kalau dalam pengontrolan dengan radiologi hasilnya sangat baik gips dapat
dipertahankan dalam waktu 3-6 minggu. Kalau dalam pengontrolan pasca
reposisi ditemukan tanda Volkmann’s iskaemik secepatnya posisi siku
diletakkan dalam ekstensi, untuk immobilisasinya diganti dengan skin traksi
dengan sistem Dunlop.
4. Fraktur transkondiler humeri9,12
Terapi konservatif diindikasikan pada fraktur dengan dislokasi minimal atau
tanpa dislokasi.
5. Fraktur interkondiler humeri9,12
Dilakukan tindakan operasi reduksi dengan pemasangan internal fiksasi dengan
plate-screw.

17
6. Fraktur kondilus lateral & medial humeri9,12
Kalau frakturnya tertutup dapat dicoba dulu dengan melakukan reposisi
tertutup, kemudian dilakukan imbolisasi dengan gips sirkular. Bila hasilnya
kurang baik, perlu dilakukan tindakan operasi reposisi terbuka dan dipasang
fiksasi interna dengan plate-screw. Kalau lukanya terbuka dilakukan
debridement dan dilakukan fiksasi luar.

2.7 KOMPLIKASI12
Adapun komplikasi yang dapat terjadi:
1. Kekakuan sendi bahu (ankilosis). Lesi pada n.Sirkumfleksi aksilaris
menyebabkan paralisis m.Deltoid.
2. Apabila pada fraktur medial humerus disertai komplikasi cdera n.Radialis,
harus dilakukan operasi reduksi dan internal fiksasi dengan plate screw untuk
humerus disertai eksplorasi n.Radialis.
3. Sindroma kompartemen yang biasa disebut dalam 5 P (Pain, Pallor,
Pulselesness, Paraesthesia, Paralysis), terjepitnya a. Brakhialis yang akan
menyebabkan nekrosis otot-otot dan saraf.
4. Mal union cubiti varus (carrying angle berubah) dimana siku berbentuk O,
secara fungis baik, tapi kosmetik kurang baik. Perlu dilakukan koreksi dengan
operasi meluruskan siku dengan teknik French osteotomy.

2.8 HAK DAN KEWAJIBAN DOKTER


Dalam melaksanakan praktik kedokteran, Dokter atau dokter gigi
mempunyai hak serta kewajiban yang harus diperhatikan. Hak dan kewajiban ini
diatur dalam Paragraf 6 Pasal 50-51 UU RI No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran. Adapun hak dan kewajiban tersebut ialah :
Pasal 50
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak :
a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai
dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;
b. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar

18
prosedur operasional;
c. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau
keluarganya; dan
d. Menerima imbalan jasa.
Pasal 51
Dokter atau dokter gigi dlam melaksanakan praktik kedokteran mempunya i
kewajiban :
a. Memberikan pelayanan medis
b. sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta
kebutuhan medis pasien;
c. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian
atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan;
d. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan
juga setelah pasien itu meninggal dunia;
e. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia
yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
f. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu
kedokteran atau kedokteran gigi.

2.9 HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN


Dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, pasien pun
mempunyai hak serta kewajiban yang harus diperhatikan. Hak dan kewajiban ini
diatur dalam Paragraf 7 Pasal 52-53 UU RI No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran. Adapun hak dan kewajiban tersebut ialah :
Pasal 52
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak:
a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);
b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;

19
d. Menolak tindakan medis; dan
e. Mendapatkan isi rekam medis.
Pasal 53
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunya i
kewajiban;
a. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah
kesehatannya;
b. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;
c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan
memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

2.10 KAIDAH ETIK


1. Beneficence
Tindakan berbuat baik (beneficence). Terdapat dua macam klasifikas i
beneficence, yaitu:
 General beneficence :
a. melindungi & mempertahankan hak yang lain
b. mencegah terjadi kerugian pada yang lain,
c. menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain,
 Specific beneficence :
a. menolong orang cacat,
b. menyelamatkan orang dari bahaya.
c. Mengutamakan kepentingan pasien
d. Memandang pasien/keluarga/sesuatu tak hanya sejauh
menguntungkan dokter/rumah sakit/pihak lain
e. Maksimalisasi akibat baik (termasuk jumlahnya > akibat-buruk)
f. Menjamin nilai pokok : “apa saja yang ada, pantas (elok) kita
bersikap baik terhadapnya” (apalagi ada yg hidup).
Kaidah beneficence menegaskan peran dokter untuk menyediakan kemudahan
dan kesenangan kepada pasien mengambil langkah positif untuk

20
memaksimalisasi akibat baik daripada hal yang buruk. Prinsip- prinsip yang
terkandung didalam kaidah ini adalah;
a. Mengutamakan Altruisme
b. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
c. Memandang pasien atau keluarga bukanlah suatu tindakan tidak hanya
menguntungkan seorang dokter
d. Tidak ada pembatasan “goal based”
e. Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak dibandingka n
dengan suatu keburukannya
f. Paternalisme bertanggung jawab/kasih sayang
g. Menjamin kehidupan baik-minimal manusia
h. Memaksimalisasi hak-hak pasien secara keseluruhan
i. Menerapkan Golden Rule Principle, yaitu melakukan hal yang baik seperti
yang orang lain inginkan
j. Memberi suatu resep berkhasiat namun murah
k. Mengembangkan profesi secara terus menerus
l. Minimalisasi akibat buruk

2. Non Maleficence
Tidak berbuat yang merugikan (non-maleficence).Praktik Kedokteran haruslah
memilih pengobatan yang paling kecil risikonya dan paling besar manfaatnya.
Pernyataan kuno: first, do no harm, tetap berlaku dan harus diikuti. Sisi
komplementer beneficence dari sudut pandang pasien, seperti :
a. Tidak boleh berbuat jahat (evil) atau membuat derita (harm) pasien
b. Minimalisasi akibat buruk
c. Kewajiban dokter untuk menganut ini berdasarkan hal-hal :
Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko hilangnya sesuatu
yang penting
Dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut
Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
Manfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya mengalami risiko minima l).

21
Norma tunggal, isinya larangan.

3. Justice
Perbedaan kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pandangan politik, agama dan
faham kepercayaan, kebangsaan dan kewarganegaraan, status perkawinan,
serta perbedaan gender tidak boleh dan tidak dapat mengubah sikap dokter
terhadap pasiennya. Tidak ada pertimbangan lain selain kesehatan pasien yang
menjadi perhatian utama dokter.
a. Treat similar cases in a similar way = justice within morality. 
b. Memberi perlakuan sama untuk setiap orang (keadilan sebagai fairness)
yakni :
1) Memberi sumbangan relatif sama terhadap kebahagiaan diukur dari
kebutuhan mereka (kesamaan sumbangan sesuai kebutuhan pasien
yang memerlukan/membahagiakannya)
2) Menuntut pengorbanan relatif sama, diukur dengan kemampuan
mereka (kesamaan beban sesuai dengan kemampuan pasien).
Jenis keadilan :
a. Komparatif (perbandingan antar kebutuhan penerima)
b. Distributif (membagi sumber)
Kebajikan membagikan sumber-sumber kenikmatan dan beban bersama,
dengan cara rata/merata, sesuai keselarasan sifat dan tingkat perbedaan
jasmani-rohani; secara material kepada setiap orang andil yang sama,
sesuai dengan kebutuhannya, sesuai upayanya, sesuai kontribusinya ,
sesuai jasanya, sesuai bursa pasar bebas.

4. Autonomy
Menghormati martabat manusia (respect for person/autonomy).Menghor ma ti
martabat manusia.Pertama, setiap individu (pasien) harus diperlakukan sebagai
manusia yang memiliki otonomi (hak untuk menentukan nasib diri sendiri),
dan kedua, setiap manusia yang otonominya berkurang atau hilang perlu
mendapatkan perlindungan.

22
a. PandanganKant : otonomi kehendak = otonomi moral yakni : kebebasan
bertindak, memutuskan (memilih) dan menentukan diri sendiri sesuai dengan
kesadaran terbaik bagi dirinya yang ditentukan sendiri tanpa hambatan,
paksaan atau campur-tangan pihak luar (heteronomi), suatu motivasi dari
dalam berdasar prinsip rasional atau self-legislation dari manusia.
b. PandanganJ. Stuart Mill : otonomi tindakan/pemikiran = otonomi individ u,
yakni kemampuan melakukan pemikiran dan tindakan (merealisasika n
keputusan dan kemampuan melaksanakannya), hak penentuan diri dari sisi
pandang pribadi.
c. Menghendaki,menyetujui, membenarkan, mendukung, membela,
membiarkan pasien demi dirinya sendiri = otonom (sebagai mahluk
bermartabat).
d. Didewa-dewakan di Anglo-American yang individualismenya tinggi.
e. Kaidahikutannya ialah : Tell the truth, hormatilah hak privasi, lindungi
informasi konfidensial, mintalah consent untuk intervensi diri pasien; bila
ditanya, bantulah membuat keputusan penting.
f. Eratterkait dengan doktrin informed-consent, kompetensi (termasuk untuk
kepentingan peradilan), penggunaan teknologi baru, dampak yang
dimaksudkan (intended) atau dampak tak laik-bayang (foreseen effects),
letting die.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjad, C., dkk. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC, 2010, Bab 42;
Sistem Muskuloskeletal.
2. Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone,
2007, Bab. 14; Trauma.
3. Tortora G.J. & Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology 12th
Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, 2009, Chapter 8; The Skeletal
System: The Appendicular Skeleton.
4. Tortora G.J. & Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology 12th
Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, 2009, Chapter 11; The Muscular
System.
5. Standring, S. Gray’s Anatomy 39th Edition. USA: Elsevier, 2008, Chapter 48;
General Organization and Surface Anatomy of The Upper Limb.
6. Wang, E.D. & Hurst, L.C. Netter’s Orthopaedics 1 st Edition. Philadelp hia :
Elsevier, 2006, Chapter 15; Elbow and Forearm.
7. Emedicine. 2012. Humerus Fracture. Accessed: 2nd February 2012. Availab le
from: http://emedicine.medscape.com/article/825488-overview
8. Aaron N., Michael D.M., et.al., 2011. Distal Humeral Fractures in Adults.
Accessed: 2nd February 2012. Available from:
http://www.jbjs.org/article.aspx?articleid=35415
9. Egol, K.A., Koval, K.J., Zuckerman, J. D. Handbook Of Fractures.
Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins. 2010:p. 193-229;604-614
10. Thompson, J.C. Netter’s: Concise Otrhopaedic Anatomy 2 nd ed. Philadelp hia :
Elsevier Inc. 2010:p. 109-116.
11. Noffsinger, M. A. Supracondylar Humerus Fractures. Available at
www.emedicine.com. Accessed on 4th March 2012
12. Reksoprodjo, S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara
Publisher, 2009, Bab 9; Orthopaedi.
13. Purwadianto A, Budi S. Kedaruratan Medik. Jakarta: Binarupa Aksara, 2000,
Bab 7; Kedaruratan Sistim Muskuloskeletal.

24
25

Anda mungkin juga menyukai