Penyakit IMS (Infekasi Menular Seksual) merupakan salah satu masalah penyakit menular di
Indonesia yang menimbulkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia. IMS merupakan faktor
resiko utama terjadinya HIV dan transmisi seksual merupakan cara penularan HIV terbanyak.
TES H I V
Permintaan test HIV dilakukan pada semua pasien dewasa yang datang ke petugas
kesehatan.
Pada daerah dengan tingkat epidemi meluas tes HIV diberikan pada seluruh pasien apapun
penyakitnya.
Sedangkan pada daerah dengan tingkat epidemi terkonsentrasi, test HIV dilakukan pada ibu
hamil, pasien TB, pasien IMS, Pasien Hepatitis, orang yang datang pada layanan KB,
sirkumsisi dewasa spt PTMM (Program Terapi Rumatan Metadon), pasangan ODHA dan
populasi kunci (pengguna napza suntik , Wanita pekerja seks <WPS>) langsung maupun tidak
langsung, pelanggan/pasangan seks WPS, gay/Waria, pasangan seks dengan sesama lelaki
(LSL) dan warga binaan lapas.
Sebelum test pasien perlu diberikan informasi untuk menyakinkan pasien dalam
memberikan persetujuan, ini disebut informasi pre-test. Dan konselor memberikan
informasi tambahan yang lebih lengkap tentang HIV – AIDS. Setiap petugas kesehatan
dilayanan HIV diharapkan dapat meminta pemeriksaan test HIV kepada pasien. Pada
dasarnya meminta test HIV kepada pasien adalah mengkomunikasikan kepada pasien,
bahwa pasien akan dites HIV, diharapkan pasien dapat memahami bahwa tes HIV sama
dengan pemeriksaan rutin lainnya, seperti ANC pada ibu hamil, pemeriksaaan dahak pada
pasien TB paru dan lain-lain.
Hasil test positif berarti seseorang terinfeksi HIV dan terdeteksi antibodi HIV, serta dapat
menularkan kepada orang lain.
Hasil test negatif berarti tidak ada antibodi terhadap HIV dalam darah pada saat test. Tidak
adanya antibodi bisa karena memang tidak terinfeksi atau sudah terinfeksi tetapi belum
mempunyai antibodi yang cukup untuk dideteksi oleh alat pemeriksaaan test HIV (period
pendek).
Hasil pemeriksaan reaktif akan dirujuk ke layanan diagnosis HIV. Rujukan diagnosis dapat
dilakukan dengan beberapa cara antara lain:
1) Mengirim sample darah pasien.
2) Petugas kesehatan dari layanan rujukan datang untuk melakukan test.
3) Pasien dikirim ke layanan rujukan.
Pasien tidak sadar boleh langsung cek HIV dan tetap izin kepada keluarga.
Pasien yang mau cuci darah boleh langsung cek HIV, bila hasil positif kembali ke konselor.
Pasien HIV boleh digabung dengan penyakit non infeksi ( mis: HT, DM dll)
Pasien yang masuk ke IGD dengan suspek B20 tidak perlu buru-buru untuk cek HIV.
Untuk pemeriksaan HIV, menurut kantor dinas tidak perlu ditarik biaya, bisa ditarik biaya
spoit dan alkohol.
Setiap ibu hamil yang datang ke fasjankes harus diperiksa laboratoriumnya yaitu: Lab Darah
lengkap,HbsAg, sifilis, FIV.
Bila ibu dengan HIV positif diupayakan mendapatkan pelayanan berikut ini:
a. Layanan Antenatal terpadu sesuai dengan standart.
b. Pemberian ARV dan Kotrimoksasol profilaksis pada ibu hamil dengan HIV.
c. Perencanaan persalinan yang aman dan tatalaksana persalinan, nifas dan layanan
Neonatal.
d. Tatalaksana pemberian makanan terbaik bagi bayi.
e. Pemberian ARV dan Kotrimoksasol profilaksis pada bayi.