Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keperawatan preoperatif merupakan tahapan awal dari keperawatan perioperatif.


Sedangkan tindakan keperawatan preoperatif merupakan tindakan yang dilakukan oleh
perawat dalam rangka mempersiapkan pasien untuk dilakukan tindakan pembedahan dengan
tujuan untuk menjamin keselamatan pasien intraoperatif. Persiapan fisik maupun
pemeriksaan penunjang serta persiapan mental sangat diperlukan karena kesuksesan suatu
tindakan pembedahan klien berawal dari kesuksesan persiapan yang dilakukan selama tahap
persiapan.
Kesalahan yang dilakukan pada saat tindakan preoperatif apapun bentuknya dapat
berdampak pada tahap-tahap selanjutnya, untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antara
masing-masing komponen yang berkompeten untuk menghasilkan outcome yang optimal,
yaitu kesembuhan pasien secara keseluruhan.
Kegiatan keperawatan yang dapat dilakukan sesuai peran perawat perioperatif antara lain
mengidentifikasi factor – factor yang mempengaruhi resiko pelaksanaan operasi, mengkaji
kebutuhan fisik dan psikologis dan memfasilitasi persiapan fisik dan psikologis selama masa
pra pembedahan.
Peran perawat dalam perawatan preoperatif adalah pemberian pelayanan, pendidik,
konselor, manager, peneliti dan kolaborator. Adapun implementasi keperawatan yang
diselenggarakan dapat berupa melakuakan tindakan, mendelegasikan tindakan, melakukan
pengajaran, memberikan konseling, melakukan pencatatan dan pelaporan serta tetap
menjalankan pengkajian berkelanjutan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi Preoperatif?
2. Apa saja tahap-tahap Preoperatif?
3. Apa saja persiapan fisik yang harus dilakukan pada pasien Preoperatif?
4. Bagaimana peran perawat dalam memberikan dukungan pada pasien Preoperatif?
5. Apa saja manajemen keperawatan pada pasien Preoperatif?

1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari Preoperatif.
2. Untuk mengetahui tahap-tahap dari Preoperatif.
3. Untuk mengetahui persiapan fisik pada pasien preoperatif.
4. Untuk mengetahui peran perawat dalam memberikan dukungan pada pasien
Preoperatif.
5. Untuk mengetahui manajemen keperawatan pada pasien Preoperatif.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Preopertif


Perawatan pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif yang
dimulai sejak pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika pasien
dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan.

2.2 Tahap-tahap Preoperatif


1. Pengkajian Psikososial
Dengan mengumpulkan riwayat kesehatan secara cermat, perawat menemukan
kekhawatiran pasien yang dapat menjadi beban langsung selama pengalaman
pembedahan. Tidak diragukan lagi pasien mengalami pembedahan ini dilingkupi oleh
kecemasan, termasuk ketidaktahuan dan lain sebagainya. Akibatnya, perawat harus
memberikan dorongan untuk pengungkapan dan harus mendengarkan, memahami dan
memberikan informasi yang membantu menghilangkan kekhawatiran tersebut.
Untuk pasien preoperatif berbagai kecemasan yang cukup besar seperti cemas, takut
terhadap anastesia, takut terhadap rasa nyeri dan kematian atau ancama lain yang
dapat menimbulkan ketidaktenangan dan ansietas berat. Perawat dapat melakukan
banyak hal untuk menghilangkan kekhawatiran itu supaya dapat memberikan
perasaan tenang pada pasien apabila memungkinkan.
2. Pengkajian Fisik
Sebelum pengobatan dimulai, riwayat kesehatan dikumpulkan dan pemeriksaan fisik
dilakukan, selama pemeriksaan fisik tersebut, tanda-tanda vital di catatat dan data
dasar ditegakkan untuk perbandingan dimasa yang akan datang, pemeriksaan
diagnostik dilakukan seperti Analisis Gas Darah (AGD), pemeriksaan rontgen,
endoskopi, biopsi jaringan, dan pemeriksaan feses dan urin, perawat dalam posisi
untuk membantu pasien memahami perlunya pemeriksaan diagnostik adalah suatu
kesempatan selama pemeriksaan fisik untuk memperhatikan temuan fisik yang
signifikan seperti, decubitus, edema atau bunyi nafas yang abnomal, yang lebih jauh
menggambarkan kondisis keseluruhan pasien.
3. Persiapan Penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan
pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak

3
meungkin bisa menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien.
Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi,
laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti ECG, dan lain-lain.
Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan operasi pada pasien, dokter
melakukan berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit pasien sehingga
dokter bisa menyimpulkan penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter bedah
memutuskan untuk dilakukan operasi maka dokter anstesi berperan untuk menentukan
apakan kondisi pasien layak menjalani operasi. Untuk itu dokter anastesi juga
memerlukan berbagai macam pemrikasaan laboratorium terutama pemeriksaan masa
perdarahan ( bledding time ) dan masa pembekuan ( clotting time ) darah pasien,
elektrolit serum, Hemoglobin, protein darah, dan hasil pemeriksaan radiologi berupa
foto thoraks dan EKG.
4. Pemeriksaan Status Anastesi
Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiuasan dilakukan untuk keselamatan
selama pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi kepentingan pembedahan,
pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh
mana resiko pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan
adalah pemeriksaan dengan menggunakan metode ASA ( American Society of
Anasthesiologist ). Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada
umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf.
5. Persiapan Mental atau Psikis
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan
operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap
kondisi fisiknya. Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual
pada integeritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun
psikologis (Barbara C. Long). Contoh perubahan fisiologis yang muncul akibat
kecemasan dan ketakutan antara lain: pasien dengan riwayat hipertensi jika
mengalami kecemasan sebelum operasi dapat mengakibatkan pasien sulit tidur dan
tekanan darahnya akan meningkat sehingga operasi bisa dibatalkan. Pasien wanita
yang terlalu cemas menghadapi operasi dapat mengalami menstruasi lebih cepat dari
biasanya, sehingga operasi terpaksa harus ditunda. Setiap orang mempunyai
pandangan yang berbeda dalam menghadapi pengalaman operasi sehingga akan
memberikan respon yang berbeda pula, akan tetapi sesungguhnya perasaan takut dan
cemas selalu dialami setiap orang dalam menghadapi pembedahan.

4
Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat dideteksi dengan
adanya perubahan-perubahan fisik seperti: meningkatnya frekuensi nadi dan
pernafasan, gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang
lembab, gelisah, menayakan pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, sering
berkemih. Perawat perlu mengkaji mekanisme koping yang biasa digunakan oleh
pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu perawat perlu mengkaji hal-hal yang
bisa digunakan untuk membantu pasien dalam menghadapi masalah ketakutan dan
kecemasan ini, seperti adanya orang terdekat, tingkat perkembangan pasien, faktor
pendukung atau support system.
6. Obat-obatan Pre Medikasi
Sebelum operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan diberikan obat-obatan
premedikasi untuk memberikan kesempatan pasien mendapatkan waktu istirahat yang
cukup. Obat–obatan premedikasi yang diberikan biasanya adalah valium atau
diazepam. Antibiotik profilaksis biasanya di berikan sebelum pasien di operasi.
Antibiotik profilaksis yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya
infeksi selama tindakan operasi, antibiotika profilaksis biasanya di berikan 1-2 jam
sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan pasca bedah 2-3 kali. Antibiotik yang dapat
diberikan adalah ceftriakson 1gram dan lain - lain sesuai indikasi pasien.

2.3 Persiapan Fisik Pada Pasien Preoperatif


1. Status Kesehatan Fisik Secara Umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan
secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu,
riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status
hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik,
fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain - lain. Selain itu pasien harus istirahat
yang cukup, karena dengan istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan
mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat
hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien wanita tidak akan memicu
terjadinya haid lebih awal.
2. Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat
kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah ( albumin dan globulin ) dan
keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum

5
pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan.
Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca
operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit.
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi
(terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan
luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa
mengakibatkan kematian.
3. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan.
Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar
elektrolit yang biasanya dilakuakan pemeriksaan diantaranya dalah kadar natrium
serum (normal: 135145 mmol/l), kadar kalium serum (normal: 3,5-5 mmol/l) dan
kadar kreatinin serum (0,70-1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait
erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa
dan ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi
dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami gangguan seperti oliguri
atau anuria, infusiensi renal akut, nefritis akut maka operasi harus ditunda menunggu
perbaikan fungsi ginjal. Kecuali pada kasus-kasus yang mengancam jiwa.
4. Kebersihan Lambung dan Kolon
Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang
bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan
pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan enema atau lavement. Lamanya
puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00
WIB). Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk menghindari
aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses
ke area pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan.
Khusus pada pasien yang menbutuhkan operasi CITO (segera), seperti pada pasien
kecelakaan lalu lintas. Maka pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara
pemasangan NGT (Naso Gastric Tube).
5. Pencukuran Daerah Operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada
daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi
tempat bersembunyi kuman dan juga mengganggu atau menghambat proses
penyembuhan dan perawatan luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu

6
yang tidak memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi
pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-hati jangan
sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali pasien di berikan
kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman.
Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang
akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran
jika yang dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya:
apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur
femur, hemmoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan, pencukuran pada lengan
juga dilakukan pada pemasangan infus sebelum pembedahan.
6. Personal Hygiene
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang
kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah
yang dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat diajurkan untuk mandi sendiri
dan membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak
mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan
memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal hyiegen.
7. Pengosongan Kandung Kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter.
Selain untuk pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperluka untuk
mengobservasi balance cairan.
8. Latihan Pra Operasi
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat
penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi, seperti :
nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan.
Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain:
1) Latihan Nafas Dalam
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri setelah
operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih mampu
beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain itu teknik
ini juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah anastesi
umum. Dengan melakukan latihan tarik nafas dalam secara efektif dan benar maka
pasien dapat segera mempraktekkan hal ini segera setelah operasi sesuai dengan

7
kondisi dan kebutuhan pasien. Latihan nafas dalam dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
a. Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler) dengan lutut
ditekuk dan perut tidak boleh tegang.
b. Letakkan tangan diatas perut.
c. Hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung dalam kondisi
mulut tertutup rapat.
d. Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahan-lahan, udara
dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui mulut.
e. Lakukan hal ini berulang kali (15 kali).
f. Lakukan latihan dua kali sehari praopeartif.
2) Latihan Batuk Efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang
mengalami operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami
pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi teranstesi. Sehingga ketika
sadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa
banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi
pasien setalah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret tersebut. Pasien dapat
dilatih melakukan teknik batuk efektif dengan cara:
a. Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari - jari tangan dan
letakkan melintang diatas incisi sebagai bebat ketika batuk.
b. Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali).
c. Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka dan tidak
hanya batuk dengan mengadalkan kekuatan tenggorokan saja karena bisa terjadi
luka pada tenggorokan. Hal ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan, namun
tidak berbahaya terhadap incisi.
d. Ulangi lagi sesuai kebutuhan.
e. Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa menambahkan dengan
menggunakan bantal kecil atau gulungan handuk yang lembut untuk menahan
daerah operasi dengan hati-hati sehingga dapat mengurangi guncangan tubuh
saat batuk.
3) Latihan Gerak Sendi
Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah
operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk

8
mempercepat proses penyembuhan. Pasien atau keluarga pasien seringkali
mempunyai pandangan yang keliru tentang pergerakan pasien setalah operasi.
Banyak pasien yang tidak berani menggerakkan tubuh karena takut jahitan operasi
sobek atau takut luka operasinya lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru
karena justru jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka pasien akan
lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat
kentut atau flatus. Keuntungan lain adalah menghindarkan penumpukan lendir
pada saluran pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya
dekubitus. Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis
vena dan menunjang fungsi pernafasan optimal. Intervensi ditujukan pada
perubahan posisi tubuh dan juga Range of Motion (ROM). Latihan perpindahan
posisi dan ROM ini pada awalnya dilakukan secara pasif namun kemudian seiring
dengan bertambahnya kekuatan tonus otot maka pasien diminta melakukan secara
mandiri.

2.4 Peran Perawat Pada Pasien Preoperatif


1. Membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang dialami pasien sebelum
operasi, memberikan informasi pada pasien tentang waktu operasi, hal-hal yang akan
dialami oleh pasien selama proses operasi, menunjukkan tempat kamar operasi, dll.
2. Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi maka diharapkan pasien
mejadi lebih siap menghadapi operasi, meskipun demikian ada keluarga yang tidak
menghendaki pasien mengetahui tentang berbagai hal yang terkait dengan operasi
yang akan dialami pasien.
3. Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan persiapan operasi
sesuai dengan tingkat perkembangan. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas.
Misalnya: jika pasien harus puasa, perawat akan menjelaskan kapan mulai puasa dan
samapai kapan, manfaatnya untuk apa, dan jika diambil darahnya, pasien perlu
diberikan penjelasan tujuan dari pemeriksaan darah yang dilakukan, dll. Diharapkan
dengan pemberian informasi yang lengkap, kecemasan yang dialami oleh pasien akan
dapat diturunkan dan mempersiapkan mental pasien dengan baik.
4. Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan tentang segala
prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan pada pasien dan keluarga untuk berdoa
bersama-sama sebelum pasien di antar ke kamar operasi.

9
5. Mengoreksi pengertian yang saah tentang tindakan pembedahan dan hal-hal lain
karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien.
6. Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi, seperti valium
dan diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk menurunkan kecemasan dan pasien
dapat tidur sehingga kebutuhan istirahatnya terpenuhi.
7. Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar operasi, petugas
kesehatan di situ akan memperkenalkan diri sehingga membuat pasien merasa lebih
tenang. Untuk memberikan ketenangan pada pasien, keluarga juga diberikan
kesempatn untuk mengantar pasien samapi ke batas kamar operasi dan diperkenankan
untuk menunggu di ruang tunggu yang terletak di depan kamar operasi.

2.5 Manajemen Keperawatan Pada Pasien Praoperatif


1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara
menyeluruh. Pengkajian pasien preoperatif meliputi:
1) Sirkulasi
Gejala: riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular perifer
atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus).
2) Integritas ego
Gejala: perasaan cemas, takut, marah, apatis, factor-faktor stress multiple,
misalnya: financial, hubungan, gaya hidup.
3) Makanan atau Cairan
Gejala: insufisiensi pancreas atau DM, (predisposisi untuk
hipoglikemia/ketoasidosis), malnutrisi (termasuk obesitas), membrane mukosa
yang kering (pembatasan pemasukan atau periode pra operasi).
4) Pernapasan
Gejala: infeksi, kondisi yang kronis atau batuk, merokok.
5) Keamanan
Gejala: alergi atau sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan.
Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan
penyembuhan). Munculnya kanker atau terapi kanker terbaru. Riwayat keluarga
tentang hipertermia malignant atau reaksi anestesi. Riwayat penyakit hepatic (efek
dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi). Riwayat transfuse
darah / reaksi transfuse.

10
6) Penyuluhan atau Pembelajaran
Gejala: pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik
glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic,
antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau
obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang
mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia dan juga potensial bagi penarikan
diri pasca operasi).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata
maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan. Diagnosa keperawatan
yang muncul pada pasien preoperatif, meliputi:
1) Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap
perubahan status kesehatan, ancaman terhadap pola interaksi dengan orang yang
berarti, krisis situasi atau krisis maturasi.
2) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan, efek samping
penanganan, factor budaya atau spiritual yang berpengaruh pada perubahan
penampilan.
3) Koping individu, ketidakefektifan berhubungan dengan perubahan penampilan,
keluhan terhadap reaksi orang lain, kehilangan fungsi, diagnosis kanker.
4) Proses keluarga, perubahan berhubungan dengan terapi yang kompleks,
hospitalisasi atau perubahan lingkungan, reaksi orang lain terhadap perubahan
penampilan.
5) Ketakutan berhubungan dengan proses penyakit atau prognosis (misalnya kanker),
ketidakberdayaan.
6) Mobilitas fisik, hambatan berhubungan dengan penurunan rentang gerak,
kerusakan saraf atau otot dan nyeri.
3. Intervensi dan Implementasi
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan
untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan.
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan.
Intervensi dan implementasi keperawatan pasien Pre Operatif, meliputi:
1) Ansietas adalah suatu keresahan, perasaan ketidaknyamanan yang tidak mudah
atau dread yang disertai dengan respons autonomis, sumbernya seringkali tidak

11
spesifik atau tidak diketahui oleh individu, perasaan khawatir yang disebabkan oleh
antisipasi terhadap bahaya.ini merupakan tanda bahya yang memperingatkan
bahaya yang akan terjadi dan memampukan individu untuk membuat pengukuran
untuk mengatasi ancaman.
Tujuan: ansietas berkurang atau terkontrol.
Kriteria hasil:
a. Klien mampu merencanakan strategi koping untuk situasi-situasi yang
membuat stress.
b. Klien mampu mempertahankan penampilan peran.
c. Klien melaporkan tidak ada gangguan persepsi sensori.
d. Klien melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik.
e. Tidak ada manifestasi perilaku akibat kecemasan.
Intervensi dan Implementasi
1. Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.
Rasional: memudahkan intervensi.
2. Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien untuk mengatasi ansietas di
masa lalu.
Rasional: mempertahankan mekanisme koping adaftif, meningkatkan
kemampuan mengontrol ansietas.
3. Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaan.
Rasional: pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk
mengeksternalisasikan kecemasan yang dirasakan.
4. Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini,
harapa-harapan yang positif terhadap terapy yang di jalani.
Rasional: alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan
untuk mengurangi kecemasan.
5. Berikan penguatan yang positif untuk meneruskan aktivitas sehari-hari
meskipun dalam keadaan cemas.
Rasional: menciptakan rasa percaya dalam diri pasien bahwa dirinya mampu
mengatasi masalahnya dan memberi keyakinan pada diri sendri yang
dibuktikan dengan pengakuan orang lain atas kemampuannya.
6. Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.
Rasional: menciptakan perasaan yang tenang dan nyaman.

12
7. Sediakan informasi factual (nyata dan benar) kepada pasien dan keluarga
menyangkut diagnosis, perawatan dan prognosis.
Rasional: meningkatkan pengetahuan, mengurangi kecemasan.
8. Kolaborasi pemberian obat anti ansietas.
Rasional: mengurangi ansietas sesuai kebutuhan.
2) Gangguan citra tubuh adalah konfusi pada gaambaran mental dari fisik seseorang.
Tujuan: pasien memiliki persepsi yang positif terhadap penampilan dan fungsi
tubuh.
Kriteria hasil:
a. Pasien melaporkan kepuasan terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
b. Memiliki keinginan untuk menyentuh bagian tubuh yang mengalami
gangguan.
c. Menggambarkan perubahan actual pada fungsi tubuh.
Intervensi dan Implementasi
1. Kaji dan dokumentasikan respons verbal dan non verbal pasien tentang
tubuhnya.
Rasional: faktor yang mengidentifikasikan adanya gangguan persepsi pada
citra tubuh.
2. Kaji harapan pasien tentang gambaran tubuh.
Rasional: mungkin realita saat ini berbeda dengan yang diharapkan pasien
sehingga pasien tidak menyukai keadaan fisiknya.
3. Dengarkan pasien dan keluarga secara aktif, dan akui realitas adanya
perhatian terhadap perawatan, kemajuan dan prognosis.
Rasional: meningkatkan perasaan berarti, memudahkan saran koping,
mengurangi kecemasan.
4. Berikan perawatan dengan cara yang tidak menghakimi, jaga privasi dan
martabat pasien.
Rasional: menciptakan suasana saling percaya, meningkatkan harga diri dan
perasaan berarti dalam diri pasien.
3) Koping individu ketidakefektifan adalah ketidakmampuan membuat penilaian yang
tepat terhadap stressor, pilihan respons untuk bertindak secara tidak adekuat, dan
ketidakmampuan untuk menggunakan sumber yang tersedia.
Tujuan: pasien menunjukkan koping yang efektif.

13
Kriteria hasil:
a. Pasien akan menunjukkan minat terhadap aktivitas untuk mengisi waktu
luang.
b. Mengidentifikasikan kekuatan personal yang dapat mengembangkan koping
yang efektif.
c. Menimbang serta memilih diantara alternative dan konsekuensinya.
d. Berpartisipasi dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS).
Intervensi dan Implementasi
1. Kaji pandangan pasien terhadap kondisinya dan kesesuaiannya dengan
pandangan pemberi pelayanan kesehatan.
Rasional: mengidentifikasi persepsi pasien terhadap kondisinya.
2. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.
Rasional: menghindari ketakutan dan menciptakan hubungan saling
percaya, memudahkan intervensi.
3. Anjurkan pasien untuk mengidentifikasi gambaran perubahan peran yang
realitas.
Rasional: memberikan arahan pada persepsi pasien tentang kondisi nyata
yang ada saat ini.
4. Bantu pasien dalam mengidentifikasi respons positif dari orang lain.
Rasional: meningkatkan perasaan berarti, memberikan penguatan yang
positif.
5. Libatkan sumber-sumber yang ada di rumah sakit dalam memberikan
dukungan emosional untuk pasien dan keluarga.
Rasional: menciptakan suasana saling percaya, perasaan berarti, dan
mengurangi kecemasan.
4) Proses keluarga, perubahan adalah suatu perubahan dalam hubungan dan/atau fungsi
keluarga.
Tujuan: pasien dan keluarga memahami perubahan perubahan dalam peran keluarga.
Kriteria hasil:
a. Pasien atau keluarga mampu mengidentifikasi koping.
b. Pasien atau keluarga berpartisipasi dalam proses membuat keputusan
berhubungan dengan perawatan setelah rawat inap.

14
Intervensi dan Implementasi
1. Kaji interaksi antara pasien dan keluarga.
Rasional: mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
2. Bantu keluarga dalam mengidentifikasi perilaku yang mungkin
menghambat pengobatan.
Rasional: mempengaruhi pilihan intervensi.
3. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang tambahan ketrampilan koping
yang digunakan.
Rasional: membantu keluarga dalam memilih mekanisme koping adaptif
yang tepat.
4. Dukung kesempatan untuk mendapatkan pengalaman masa anak-anak yang
normal pada anak yang berpenyakit kronis atau tidak mampu.
Rasional: memudahkan keluarga dalam menciptakan atau memelihara
fungsi anggota keluarga.
5) Ketakutan adalah ansietas yang disebabkan oleh sesuatu yang dikenali secara sadar
dan bahaya nyata dan dipersepsikan sebagai bahaya yang nyata.
Tujuan: pasien akan memperlihatkan pengendalian ketakutan.
Kriteria hasil:
a. Mencari informasi untuk menurunkan ketakutan.
b. Menggunakan teknik relaksasi untuk menurnkan ketakutan.
c. Mempertahankan penampilan peran dan hubungan social.
Intervensi dan Implementasi
1. Kaji respons takut subjektif dan objektif pasien.
Rasional: mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
2. Berikan penguatan positif bila pasien mendemonstrasikan perilaku yang
dapat menurunkan atau mengurangi takut.
Rasional: mempertahankan perilaku koping yang efektif.
3. Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaan.
Rasional: pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk
mengeksternalisasikan kecemasan yang dirasakan.
4. Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini,
harapan-harapan yang positif terhadap terapy yang di jalani.

15
Rasional: alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan
untuk mengurangi kecemasan.
6) Mobilitas fisik, hambatan adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian,
pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
Tujuan: pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil:
a. penampilan yang seimbang.
b. melakukan pergerakkan dan perpindahan.
c. mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan
karakteristik:
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan
pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi dan Implementasi
1. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
Rasional: mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
2. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
Rasional: mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah
karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
3. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
Rasional: menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
4. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
Rasional: mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan ketahanan
otot.
5. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
Rasional: sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan atau meningkatkan mobilitas pasien.
4. Evaluasi
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau
intervensi keperawatan ditetapkan.

16
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan Pre Operasi Respirasi adalah:
1. Ansietas berkurang atau terkontrol.
2. Pasien memiliki persepsi yang positif terhadap penampilan dan fungsi
tubuh.
3. Pasien menunjukkan koping yang efektif.
4. Pasien dan keluarga memahami perubahan - perubahan dalam peran
keluarga.
5. Pasien akan memperlihatkan pengendalian ketakutan.
6. Pasien akan menunjukkan tingkat Respirasi yang optimal.

17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perawatan pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif yang
dimulai sejak pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika pasien
dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan.
Tahap-tahap Perawatan Preoperatif dibagi menjadi 6, yaitu:
1. Pengkajian Psikososial
2. Pengkajian Fisik
3. Persiapan Penunjang
4. Pemeriksaan Status Anastesi
5. Persiapan Mental atau Psikis
6. Obat-obatan Pre Medika

18
DAFTAR PUSTAKA

http://www.scribd.com/doc/54740478/Makalah-KMB-1-Monitoring-Pre-Dan-Post [diakses
pada tanggal 27 April 2017 pukul 08.00]

Somantri Irman. (2009). (Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
pernafasan) (Edisi 2). Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin Arif.(2008). (Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan sistem


pernafasan).Jakarta : Salemba Medika.

19

Anda mungkin juga menyukai