LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. N
Usia : 45 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Wuled, Tirto
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 24 Januari 2019
No. RM : 287029
II. Anamnesa
Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis.
A. Keluhan Utama : Pusing berputar.
E. Riwayat Pengobatan
Pasien langsung berobat ke IGD RSI Pekajangan.
Tanda Vital
Tekanan Darah : 105/75 mmHg
Nadi : 76 kali/menit, reguler
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 36,6oC
Status Generalis
Kepala : Normocephal, rambut berwarna hitam, dan tidak mudah dicabut
Mata : Pupil bulat isokor diameter 3mm/3mm, conjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik, refleks cahaya langsung (+/+)
Hidung : Bentuk normal, deviasi septum (-), sekret (-/-)
Telinga : Membran timpani intak (+), serumen (+/+), sekret (-/-)
Mulut : Mukosa mulut basah, lidah dalam batas normal, tidak sianosis, tonsil
T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
Leher : tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening, JVP tidak
meningkat
Thorax :
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas pinggang jantung : ICS II linea parasternal sinistra
Batas kanan jantung : ICS III linea parasternal dextra
Batas kiri jantung : ICS V linea midclavicula sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru
Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis, jejas (-)
Palpasi : Fremitus taktil dan vokal kanan dan kiri sama
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : cembung
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Lembut, soepel, tidak ada pembesaran lien dan hepar, nyeri tekan
di epigastrium (+)
Ekstremitas
Superior : Akral hangat, sianosis -/-, edema -/-
Inferior : Akral hangat, sianosis -/-, edema -/-
Status Neurologi
Tanda rangsal meningeal
Kaku kuduk :-
Brudzinki I :-
Brudzinki II : -
Kernig :-
Lasegue :-
Nervus Cranialis
N I (Olfaktorius)
Cavum nasi : lapang/lapang
Tes penghidu : normosmia/normosmia
N II (Optikus)
Visus : tidak dilakukan pemeriksaan
Lihat warna : baik
Lapang pandang : baik
Funduskopi : tidak dilakukan pemeriksaan
N V (Trigeminus)
Motorik : M. maseter dan M. temporalis baik
Sensorik : rasa nyeri : baik
rasa raba : baik
rasa suhu : tidak dilakukan pemeriksaan
Refleks kornea : tidak dilakukan pemeriksaan
Refleks maseter : tidak dilakukan pemeriksaan
N VII (Fascialis)
Motorik
Mimik : biasa
Mengerutkan dahi : +/+
Mengangkat alis : +/+
Lagoftalmus : -/-
Menyeringai : sulcus nasolabialis simetris
Menggembungkan pipi : +/+
Sensorik : tidak dilakukan pemeriksaan
N VIII (Vestibule-Koklearis)
Tes rhinne : tidak dilakukan pemeriksaan
Tes weber : tidak dilakukan pemeriksaan
Tes swabach : tidak dilakukan pemeriksaan
N IX (Glosofaringeus), X (Vagus)
Arkus faring : simetris
Palatum mole : intak
Uvula : di tengah
Disartria :-
Disfagia :-
Disfonia :-
Reflex muntah: +
N XI (Asesorius)
Mengangkat bahu: normal
Menoleh : normal
N XII (Hipoglosus)
Sikap lidah : ditengah
Atrofi papil lidah : -
Tremor :-
Fasikulasi :-
Julur lidah : tidak ada deviasi
Otot lidah : baik
Motorik
Kekuatan otot : kanan kiri
5555 5555
5555 5555
Tonus otot : normotonus kanan dan kiri
Trofi otot : eutrofi
Gerakan spontan abnormal : -
Koordinasi
Tes Romberg : +
Unterberger’s stepping test : tidak dilakukan pemeriksaan
Finger to nose : kurang baik
Heel to knee : baik
Sensibilitas
Eksteroseptif
Rasa raba : baik, simetris kanan dan kiri
Rasa nyeri : baik, simetris kanan dan kiri
Rasa suhu : tidak dilakukan pemeriksaan
Propioseptif
Rasa gerak : simetris kanan = kiri
Rasa sikap : simetris kanan = kiri
Rasa getar : tidak dilakukan pemeriksaan
Vegetative
Miksi : baik
Defekasi : baik
Fungsi luhur
Memori : baik
Bahasa : baik
Kognitif : baik
Emosi : baik
IV. Diagnosis
Klinis : Vertigo Perifer
Topis : Sistem Vestibular
Etiologis : BPPV
Diagnosis Banding : Vertigo sentral ec labirinitis
V. Usulan Pemeriksaan
- Pemeriksaan laboratorium
- EKG
- Dix Hallpike
- Tes hiperventilasi
- Tes Kalori
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Vertigo berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputar, dan
igo yang berarti kondisi. Vertigo merupakan subtipe dari “dizziness” yang secara
definitif merupakan ilusi gerakan, dan yang paling sering adalah perasaan atau
sensasi tubuh yang berputar terhadap lingkungan atau sebaliknya, lingkungan
sekitar kita rasakan berputar. Vertigo merupakan gejala kunci yang menandakan
adanya gangguan sistem vestibuler dan kadang merupakan gejala kelainan
labirin.1
Asal terjadinya vertigo dikarenakan adanya gangguan pada sistem
keseimbangan tubuh. Bisa berupa trauma, infeksi, keganasan, vaskuler. Sistem
keseimbangan tubuh dibagi menjadi 2 yaitu sistem vestibuler (pusat dan perifer)
dan non vestibuler. Sistem vestibuler sentral terletak pada batang otak,
serebelum, dan serebrum. Sedangkan, sistem vestibuler perifer meliputi labirin
dan saraf vestibular.2
Yang kedua dan ketiga adalah sistem proprioseptif dan sistem optik.
Sistem proprioseptif mengirimkan informasi sensorik tentang gerakan dan posisi
tubuh. Reseptor untuk indera proprioseptif terdapat dalam otot, sendi, ligamen,
jaringan peyekat. Sensasi-sensasi yang berasal dari sistem proprioseptif
berkaitan dengan sistem vestibuler. Sensasi yang dimaksud mengacu pada
sensasi dari kepala, posisi tubuh ketika seseorang bergerak aktif. Sistem optik,
adalah serabut saraf optikus.5
1. Tahap Transduksi
Rangsangan gerakan diubah reseptor vestibuler (hair cell), visus (rod dan
conecells) dan proprioseptik, menjadi impuls saraf. Dari ketiga reseptor
tersebut, reseptor vestibuler menyumbang informasi terbesar dibanding
dengan kedua reseptor lainnya, yaitu lebih dari 55%. Mekanisme
transduksi hair cells vestibulum berlangsung ketika rangsangan gerakan
membangkitkan gelombang pada endolimf yang mengandung ion K
(kalium). Gelombang endolimf akan menekuk rambut sel (stereocilia)
yang kemudian membuka/menutup kanal ion K bila tekukan stereocilia
mengarah ke kinocilia (rambut sel terbesar) maka timbul influksion K dari
endolimf ke dalam hair cells yang selanjutnya akan mengembangkan
potensial aksi. Akibatnya kanal ion Ca (kalsium) akan terbuka dan timbul
ion masuk ke dalam haircells. Influks ion Ca bersama potensial aksi
merangsang pelepasan neurotransmitter (NT) ke celah sinaps untuk
menghantarkan (transmisi) impuls ke neuron berikutnya, yaitu saraf aferen
vestibularis dan selanjutnya menuju ke pusat AKT.5
2. Tahap Transmisi
Impuls yang dikirim dari haircells dihantarkan oleh saraf aferen
vestibularis menuju ke otak dengan neurotransmitter glutamate.
3. Tahap Modulasi
Modulasi dilakukan oleh beberapa struktur di otak yang diduga pusat
AKT, antara lain:
- Inti vestibularis
- Vestibulo-serebelum
- Inti okulo motorius
- Hiptotalamus
- Formasio retikularis
2.3 Epidemiologi
Vertigo merupakan gejala yang sering didapatkan pada individu dengan
prevalensi sebesar 7%. Beberapa studi telah mencoba untuk menyelidiki
epidemiologi dizziness, yang meliputi vertigo dan non vestibular dizziness.
Dizziness telah ditemukan menjadi keluhan yang paling sering diutarakan oleh
pasien, yaitu sebesar 20-30% dari populasi umum. Dari keempat jenis dizziness
vertigo merupakan yang paling sering yaitu sekitar 54%. Pada sebuah studi
mengemukakan vertigo lebih banyak ditemukan pada wanita dibanding pria
(2:1), sekitar 88% pasien mengalami episode rekuren.2
Di Amerika Serikat, sekitar 500.000 orang menderita stroke setiap
tahunnya. Dari stroke yang terjadi, 85% merupakan stroke iskemik, dan 1,5%
diantaranya terjadi di serebelum. Rasio stroke iskemik serebelum dibandingkan
dengan stroke perdarahan serebelum adalah 3-5:1. Sebanyak 10% dari pasien
infark serebelum, hanya memiliki gejala vertigo dan ketidakseimbangan.
Insidens sklerosis multiple berkisar diantara 10-80/ 100.000 per tahun. Sekitar
3000 kasus neuroma akustik didiagnosis setiap tahun di Amerika Serikat.7
Insidens penyakit cerebrovaskular sedikit lebih tinggi pada pria
dibandingkan wanita. Dalam satu seri pasien dengan infark serebelum, rasio
antara penderita pria dibandingkan wanita adalah 2:1. Sklerosis multiple dua kali
lebih banyak pada wanita dibandingkan pria.2
Vertigo sentral biasanya diderita oleh populasi berusia tua karena adanya
faktor resiko yang berkaitan, diantaranya hipetensi, diabetes melitus,
atherosclerosis, dan stroke. Rata-rata pasien dengan infark serebelum berusia 65
tahun, dengan setengah dari kasus terjadi pada mereka yang berusia 60-80 tahun.
Dalam satu seri, pasien dengan hematoma serebelum rata-rata berusia 70 tahun.5
Cedera vaskular dan infark di sirkulasi posterior dapat menyebabkan
kerusakan yang permanen dan kecacatan. Pemulihan seperti yang terjadi pada
vertigo perifer akut tidak dapat diharapkan pada vertigo sentral.
Dalam satu seri, infark serebelum memiliki tingkat kematian sebesar 7%
dan 17% dengan distribusi arteri superior serebelar dan arteri posterior inferior
serebelar. Infark di daerah yang disuplai oleh arteri posterior inferior serebelar
sering terkait dengan efek massa dan penekanan batang otak dan ventrikel ke
empat, oleh karena itu, membutuhkan manajemen medis dan bedah saraf yang
agresif. Dalam satu rangkaian 94 pasien, 20 diantaranya datang dengan Glasgow
Coma Scale (GCS) 8 yang mengindikasikan adanya penurunan kesadaran yang
signifikan. Tingkat kematian pasien lainnya, yaitu yang GCSnya lebih dari 8,
adalah 20%.
Neuroma akustik memiliki tingkat kematian yang rendah jika dapat
didiagnosis dengan cepat. Tumor dapat diangkat tanpa mengganggu N VII,
namun gangguan pendengaran unilateral dapat terjadi.6
2.4 Etiologi
Vertigo merupakan suatu gejala, sederet penyebabnya antara lain akibat
kecelakaan, stres, gangguan pada telinga bagian dalam, obat-obatan, terlalu
sedikit atau banyak aliran darah ke otak dan lain-lain. Tubuh merasakan posisi
dan mengendalikan keseimbangan melalui organ keseimbangan yang terdapat di
telinga bagian dalam. Organ ini memiliki saraf yang berhubungan dengan area
tertentu di otak. Vertigo bisa disebabkan oleh kelainan di dalam telinga, di dalam
saraf yang menghubungkan telinga dengan otak dan di dalam otaknya sendiri.5
Keseimbangan dikendalikan oleh otak kecil yang mendapat informasi
tentang posisi tubuh dari organ keseimbangan di telinga tengah dan mata.
Penyebab umum dari vertigo:6
1. Keadaan lingkungan : mabuk darat, mabuk laut
2. Obat-obatan : alkohol, gentamisin
3. Kelainan telinga : endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis di
dalam telinga bagian dalam yang menyebabkan benign paroxysmal positional
vertigo
4. Infeksi telinga bagian dalam karena bakteri, labirintis, penyakit maniere,
peradangan saraf vestibuler, herpes zoster
5. Kelainan Neurologis : tumor otak, tumor yang menekan saraf vestibularis,
sklerosis multipel, dan patah tulang otak yang disertai cedera pada labirin,
persyarafannya atau keduanya
6. Kelainan sirkularis : gangguan fungsi otak sementara karena berkurangnya
aliran darah ke salah satu bagian otak (transient ischemic attack) pada arteri
vertebral dan arteri basiler
Vertigo Perifer
Penyebab vertigo dapat berasal dari perifer yaitu dari organ vestibuler
sampai ke inti nervus VIII sedangkan kelainan sentral dari inti nervus VIII
sampai ke korteks. Berbagai penyakit atau kelainan dapat menyebabkan vertigo.
Penyebab vertigo serta lokasi lesi :7
1. Labirin, telinga dalam :
- vertigo posisional paroksisimal benigna
- pasca trauma
- penyakit menierre
- labirinitis (viral, bakteri)
- toksik (misalnya oleh aminoglikosid, streptomisin, gentamisin)
- oklusi peredaran darah di labirin
- fistula labirin
2. Saraf otak ke VIII
- neuritis iskemik (misalnya pada DM)
- infeksi, inflamasi (misalnya pada sifilis, herpes zoster)
- neuritis vestibular
- neuroma akustikus
- tumor lain di sudut serebelo-pontin
3. Telinga luar dan tengah - Otitis media
- Tumor
Vertigo Sentral
1. Supratentorial
- Trauma
- Epilepsi
2. Infratentorial
- Insufisiensi vertebrobasiler
3. Obat
Beberapa obat ototoksik dapat menyebabkan vertigo yang disertai
tinitus dan hilangnya pendengaran. Obat-obatan itu antara lain aminoglikosid,
diuretik loop, antiinflamasi nonsteroid, derivat kina atau antineoplasitik yang
mengandung platina. Streptomisin lebih bersifat vestibulotoksik, demikian
juga gentamisin; sedangkan kanamisin, amikasin dan netilmisin lebih bersifat
ototoksik. Antimikroba lain yang dikaitkan dengan gejala vestibuler antara
lain sulfonamid, asam nalidiksat, metronidaziol dan minosiklin. Terapi
berupa penghentian obat bersangkutan dan terapi fisik, penggunaan obat
supresan vestibuler tidak dianjurkan karena jusrtru menghambat pemulihan
fungsi vestibluer. Obat penyekat alfa adrenergik, vasodilator dan
antiparkinson dapat menimbulkan keluhan rasa melayang yang dapat
dikacaukan dengan vertigo.7
2.5 Klasifikasi
Vertigo dapat berasal dari kelainan di sentral (batang otak, serebelum atau otak)
atau di perifer (telinga – dalam, atau saraf vestibular).
1. Fisiologik : ketinggian, mabuk udara.
Vertigo fisiologik adalah keadaan vertigo yang ditimbulkan oleh stimulasi
dari sekitar penderita, dimana sistem vestibulum, mata, dan somatosensorik
berfungsi baik. Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain :
- Mabuk gerakan (motion sickness)
Mabuk gerakan ini akan ditekan bila dari pandangan sekitar (visual
surround) berlawanan dengan gerakan tubuh yang sebenarnya. Mabuk
gerakan akan sangat bila sekitar individu bergerak searah dengan gerakan
badan. Keadaan yang memperovokasi antara lain duduk di jok belakang
mobil, atau membaca waktu mobil bergerak.
2. Patologik :
- Vertigo Perifer
Terdapat tiga jenis vertigo perifer yang paling sering dialami, yaitu :
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan
penyebab utama vertigo. Onsetnya lebih seriang terjadi pada usia rata-
rata 51 tahun.5 Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
disebabkan oleh pergerakan otolit dalan kanalis semisirkularis pada
telinga dalam. Hal ini terutama akan mempengaruhi kanalis posterior
dan menyebabkan gejala klasik tapi ini juga dapat mengenai kanalis
anterior dan horizontal. Otoli mengandung kristal-kristal kecil kalsium
karbonat yang berasal dari utrikulus telinga dalam. Pergerakan dari
otolit distimulasi oleh perubahan posisi dan menimbulkan manifestasi
klinik vertigo dan nistagmus.9
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) biasanya
idiopatik tapi dapat juga diikuti trauma kepala, infeksi kronik telinga,
operasi dan neuritis vestibular sebelumnya, meskipun gejala Benign
Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) tidak terjadi bertahun-tahun
setelah episode.8
Meniere’s disease
Meniere’s disease ditandai dengan vertigo yang intermiten diikuti
dengan keluhan pendengaran.11 Gangguan pendengaran berupa tinitus
(nada rendah), dan tuli sensoris pada fluktuasi frekuensi yang rendah,
dan sensasi penuh pada telinga. 10 Meniere’s disease terjadi pada sekitar
15% pada kasus vertigo otologik. Meniere’s disease merupakan akibat
dari hipertensi endolimfatik. Hal ini terjadi karena dilatasi dari
membran labirin bersamaan dengan kanalis semisirularis telinga dalam
dengan peningkatan volume endolimfe. Hal ini dapat terjadi idiopatik
atau sekunder akibat infeksi virus atau bakteri telinga atau gangguan
metabolic.8
Vestibular Neuritis
Vestibular neuritis ditandai dengan vertigo, mual, ataxia, dan
nistagmus. Hal ini berhubungan dengan infeksi virus pada nervus
vestibularis. Labirinitis terjadi dengan kompleks gejala yang sama
disertai dengan tinitus atau penurunan pendengaran. Keduanya terjadi
pada sekitar 15% kasus vertigo otologik.11
- Vertigo Sentral
Beberapa penyakit yang dapat menimbulkan vertigo sentral :
Migraine
Selby and Lance (1960) menemukan vertigo menjadi gejala yang
sering dilaporkan pada 27-33% pasien dengan migraine. Sebelumnya
telah dikenal sebagai bagian dari aura (selain kabur, penglihatan ganda
dan disarthria) untuk basilar migraine dimana juga didapatkan keluhan
sakit kepala sebelah. Vertigo pada migraine lebih lama dibandingkan
aura lainnya, dan seringkali membaik dengan terapi yang digunakan
untuk migraine.10
Vertebrobasilar insufficiency
Vertebrobasilar insufficiency biasanya terjadi dengan episode
rekuren dari suatu vertigo dengan onset akut dan spontan. Pada
kebanyakan pasien terjadi beberapa detik sampai beberapa menit. Lebih
sering pada usia tua dan pada pasien yang memiliki faktor resiko
cerebrovascular disease. Sering juga berhungan dengan gejala visual
meliputi inkoordinasi, jatuh, dan lemah. Pemeriksaan diantara gejala
biasanya normal.9
Tumor Intrakranial
Tumor intrakranial jarang memberi manifestasi klinik vertigo
dikarenakan kebanyakan adalah tumbuh secara lambat sehingga ada
waktu untuk kompensasi sentral. Gejala yang lebih sering adalah
penurunan pendengaran atau gejala neurologis. Tumor pada fossa
posterior yang melibatkan ventrikel keempat atau Chiari malformation
sering tidak terdeteksi di CT scan dan butuh MRI untuk diagnosis.
Multipel sklerosis pada batang otak akan ditandai dengan vertigo akut
dan nistagmus walaupun biasanya didapatkan riwayat gejala
neurologis yang lain dan jarang vertigo tanpa gejala neurologis
lainnya.8
Tabel 1. Perbedaan Vertigo Vestibular dan Vertigo Non-Vestibular
Gejala Vertigo vestibular Vertigo non-vestibular
Sensasi Rasa berputar Melayang,goyang
Tempo serangan Episodik Kontinu/konstan
Mual/muntah + -
Gangguan
pendengaran +/- -
Gerakan pencetus Gerakan kepala Gerakan objek visual
Tabel 2. Perbedaan Vertigo Sentral dan Vertigo Perifer
2.5 Patofisiologi
Vertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh (informasi aferen) yang
sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat (pusat
kesadaran). Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan
vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan
impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem
optik dan proprioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis
dengan nuklei N.III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan
vestibulospinalis. Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan
ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor
vestibuler memberikan kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50% disusul
kemudian reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah
proprioseptik.9
Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi
alat keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan
proprioseptik kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam
keadaan sinkron dan wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons yang muncul
berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam keadaan
bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap
lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral
dalam kondisi tidak normal atau tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan
yang aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi akan terganggu,
akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom. Di samping itu, respons
penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal
yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri atau berjalan
dan gejala lainnya.10
Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian
ketidakseimbangan tubuh :
1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan
menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya
terganggu; akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.
2. Teori konflik sensorik
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari
berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus, vestibulum dan
proprioseptik, atau ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi
kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan
sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa nistagmus
(usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler,
serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang berasal dari sensasi kortikal).
Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan
gangguan proses pengolahan sentral sebagai penyebab.
3. Teori neural mismatch
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; menurut teori ini
otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu; sehingga
jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola
gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom. Jika
pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi
mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala.
4. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai usaha
adaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim simpatis
terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan.
5. Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori
serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan peranan
neurotransmiter tertentu dalam mempengaruhi sistim saraf otonom yang
menyebabkan timbulnya gejala vertigo.
6. Teori sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan
neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada
proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan
stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor),
peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf
simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa
meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat
menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat
di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang
menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat
dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.
Keparahan
Keparahan dari suatu vertigo juga dapat membantu, misalnya: pada
acute vestibular neuritis, gejala awal biasanya parah namun berkurang dalam
beberapa hari kedepan. Pada Ménière’s disease, pada awalnya keparahan
biasanya meningkat dan kemudian berkurang setelahnya. Sedangkan pasien
mengeluh vertigo ynag menetap dan konstan mungkin memiliki penyebab
psikologis.3
Onset dan durasi vertigo
Durasi tiap episode memiliki nilai diagnostik yang signifikan, semakin
lama durasi vertigo maka kemungkinan kearah vertigo sentral menjadi lebih
besar. Vertigo perifer umumnya memilki onset akut dibandingkan vertigo
sentral kecuali pada cerebrovascular attack. Perbedaan onset dan durasi
masing-masing penyebab vertigo dapat dilihat pada tabel 4.2
Vertigo sentral biasanya berkembang bertahap (kecuali pada vertigo
sentral yang berasal dari vascular misalnya CVA). Lesi sentral biasanya
menyebabkan tanda neurologis tambahan selain vertigonya, menyebabkan
ketidakseimbangan yang parah, nystagmus murni vertikal, horizontal atau
torsional dan tidak dapat dihambat oleh fiksasi mata pada objek.
Selain itu kita bisa membedakan vertigo sentral dan perifer berdasarkan
nystagmus. Nystagmus adalah gerakan bola mata yang sifatnya involunter,
bolak balik, ritmis, dengan frekuensi tertentu. Nystagmus merupakan bentuk
reaksi dari refleks vestibulo oculer terhadap aksi tertentu. Nystagmus bisa
bersifat fisiologis atau patologis dan manifes secara spontan atau dengan
rangsangan alat bantu seperti test kalori, tabung berputar, kursi berputar,
kedudukan bola mata posisi netral atau menyimpang atau test posisional atau
gerakan kepala.7
2. Tandem gait
Pada kelainan vestibuler perjalanannya akan menyimpang dan pada kelainan
serebeler penderita akan cenderung jatuh.7
Gambar 5. Dix-hallpike 5
2. Test Hiperventilasi
Tes ini dilakukan jika pemeriksaan-pemeriksaan yang lain hasilnya
normal. Pasien diinstruksikan untuk bernapas kuat dan dalam 30 kali. Lalu
diperiksa nistagmus dan tanyakan pasien apakah prosedur tersebut
menginduksi terjadinya vertigo. Jika pasien merasakan vertigo tanpa
nistagmus maka didiagnosis sebagai sindrom hiperventilasi. Jika nistagmus
terjadi setelah hiperventilasi menandakan adanya tumor pada nervus VIII.5
3. Tes kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30°, sehingga kanalis
semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi
bergantian dengan air dingin (30°C) dan air hangat (44°C) masing-masing
selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul
dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus
tersebut (normal 90-150 detik).
Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional
preponderance ke kiri atau ke kanan. Canal paresis adalah jika abnormalitas
ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air dingin,
sedangkan directional preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan pada
arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga. Canal paresis
menunjukkan lesi perifer di labarin atau n.VIII, sedangkan directional
preponderance menunjukkan lesi sentral.
4. Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk
merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus tersebut
dapat dianalisis secara kuantitatif.
2. Terapi simptomatis, pengobatan ini ditujukan pada dua gejala utama yaitu
rasa vertigo (berputar, melayang) dan gejala otonom (mual, muntah). Gejala
vestibular akut yang disebabkan oleh gangguan perifer diterapi dengan
antiemetik dan obat penekan vestibular, antihistamin anti-vertigo pada obat
antihistamin (seperti obat betahistin) tidak berkaitan dengan potensinya
sebagai antagonis histamin, tetapi bersifat khas dan bukan hanya merupakan
kemampuan menekan pusat muntah di batang otak.
Terapi medikamentosa diberikan pada pasien dengan serangan vertigo
yang disertai mual muntah hebat, sehingga belum memungkinkan untuk
dilakukan tindakan maneuver diagnostik. Preparat yang diberikan adalah
golongan vestibular depresan disertai anti emetik. Senyawa betahistin (suatu
analog histamin) dapat meningkatkan sirkulasi di telinga dalam sehingga
dapat diberikan untuk mengatasi gejala vertigo.
Ada lima manuver yang dapat dilakukan tergantung dari varian BPPV nya :14
a. Manuver Epley
Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada kanal vertikal.
Pasien diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit sebesar 45o, lalu
pasien berbaring dengan kepala tergantung dan dipertahankan 1-2 menit. Lalu
kepala ditolehkan 90o ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi
lateral dan dipertahan 30-60 detik. Setelah itu pasien mengistirahatkan dagu
pada pundaknya dan kembali ke posisi duduk secara perlahan.14
c. Brandt-Daroff exercise
Manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah dan dapat
dilakukan sendiri oleh pasien sebagai terapi tambahan pada pasien yang tetap
simptomatik setelah manuver Epley atau Semont. Latihan ini juga dapat
membantu pasien menerapkan beberapa posisi sehingga dapat menjadi
kebiasaan.14
Medikamentosa
a. Antihistamin15
Tidak semua obat antihistamin mempunyai sifat anti vertigo. Antihistamin
yang dapat meredakan vertigo seperti obat dimenhidrinat, difenhidramin,
meksilin, siklisin. Antihistamin yang mempunyai antivertigo juga memiliki
aktivitas anti-kolinergik di susunan saraf pusat. Efek samping yang umum
dijumpai adalah sedasi (mengantuk). Pada penderita vertigo berat, efek
samping ini memberi efek positif. Beberapa antihistamin yang digunakan
adalah :
- Betahistin
Fungsinya adalah meningkatkan sirkulasi di telinga dalam, diberikan
untuk mengatasi gejala vertigo. Efek samping obat ini adalah gangguan di
lambung, mual, dan sesekali “rush” di kulit.
Betahistin Mesylate (Merislon) : dosis 6 mg (1 tablet) – 12 mg, 3 kali
sehari per oral
Betahistin di Hcl (Betaserc) : dosis 8mg (1 tablet), 3 kali sehari.
Maksimum 6 tablet dibagi beberapa dosis
- Dimenhidrat (Dramamine)
Lama kerja obat 4-6 jam. Dapat diberi per oral atau parenteral (IM atau
IV). Dapat diberikan dengan dosis 25 mg - 50 mg (1 tablet), 4 kali sehari.
Efek samping obat mengantuk.
- Difhenhidramin Hcl (Benadryl)
Lama aktivitas obat adalah 4-6 jam, diberikan dengan dosis 25 mg (1
kapsul) – 50 mg, 4 kali sehari per oral atau parenteral (IM atau IV). Efek
samping mengantuk.
b. Antagonis Kalsium15
Obat yang sering digunakan adalah Cinnarizine (Stugeron) dan Flunarizine
(Sibelium). Merupakan obat supresan vestibular karena sel rambut vestibular
mengandung banyak kanal kalsium.
- Cinnarizine (Stugerone)
Berfungsi untuk menekan fungsi vestibular. Dosis 15-30 mg, 3 kali sehari
atau 1 x 75 mg sehari. Efek samping sedasi, fatigue, diare atau konstipasi,
rasa kering di mulut, dan “rush” di kulit.
c. Fenotiazine15
Kelompok obat ini banyak mempunyai sifat anti emetik (anti muntah).
Namun tidak semua mempunyai sifat anti vertigo. Khlorpromazine
(Largactil) dan Prokhlorperazine (Stemetil) sangat efektif untuk nausea yang
diakibatkan oleh bahan kimiawi namun kurang berkhasiat terhadap vertigo.
- Promethazine (Phenergan)
Merupakan golongan Fenotiazine yang paling efektif mengobati vertigo.
Lama aktivitas obat ini ialah 4-6 jam. Diberikan dengan dosis 12,5 mg-25
mg, 4 kali sehari per oral atau parenteral (IM atau IV). Efek samping yang
sering dijumpai adalah sedasi, sedangkan efek samping ekstrapiramidal
lebih sedikit dibanding obat Fenotiazine lainnya.
- Khlorpromazine (Largactil)
Dapat diberikan pada penderita dengan serangan vertigo berat dan akut.
Dosis 25 mg - 50 mg, 3-4 kali sehari, dapat diberikan per oral atau
parenteral (IM atau IV). Efek sampingnya adalah sedasi.
d. Obat Simpatomimetik15
Obat simpatomimetik dapat juga menekan vertigo. Salah satunya obat
simpatomimetik yang dapat digunakan untuk menekan vertigo ialah efedrin.
- Efedrin
Lama aktivitas ialah 4-6 jam. Dosis dapat diberikan 10-25 mg, 4 kali
sehari. Khasiat obat ini dapat sinergistik bila dikombinasi dengan obat anti
vertigo lainnya. Efek sampingnya ialah insomnia, palpitasi, gelisah sampai
gugup.
e. Obat Penenang15
Dapat diberikan kepada penderita vertigo untuk mengurangi kecemasan. Efek
samping yang dapat muncul adalah mulut kering dan penglihatan kabur.
- Lorazepam, dosis 0,5 mg- 1mg
- Diazepam, dosis 2 mg- 5 mg
PEMBAHASAN
I. Subyektif
Seorang perempuan berusia 45 tahun, datang dengan keluhan pusing
berputar sejak ± 10 jam SMRS. Pusing berputar terjadi tiba-tiba saat pasien
bangun dari tidurnya. Pasien merasakan ruangan disekitarnya ikut berputar dan
pasien merasa tubuhnya mau jatuh. Pusing berputar dirasakan memberat setiap
kali pasien melakukan perubahan posisi dari posisi tidur menjadi posisi duduk
ataupun posisi berdiri. Keluhan tersebut dirasakan berkurang jika pasien
berbaring dan menutup mata. Keluhan pusing berputar dirasakan selama ±5
menit setiap serangan. Keluhan juga disertai dengan mual dan muntah sebanyak
± 5 kali, isi muntahan berupa apa yang dimakan dan diminum oleh pasien.
Pasien mengaku baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini. Rasa
telinga berdenging disangkal oleh pasien. Keluhan berkurangnya pendengaran
atau rasa penuh pada telinga juga disangkal oleh pasien.
II. Obyektif
Dilakukan pada tanggal 24 Januari 2019.
Keadaan Umum
GCS : E4M6V5
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah : 105/75 mmHg
Nadi : 76 kali/menit, reguler
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 36,6oC
Status Generalis
Kepala : Normocephal, rambut berwarna hitam, dan tidak mudah dicabut
Mata : Pupil bulat isokor diameter 3mm/3mm, conjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik, refleks cahaya langsung (+/+)
Hidung : Bentuk normal, deviasi septum (-), sekret (-/-)
Telinga : Membran timpani intak (+), serumen (+/+), sekret (-/-)
Mulut : Mukosa mulut basah, lidah dalam batas normal, tidak sianosis, tonsil
T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
Leher : tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening, JVP tidak
meningkat
Thorax :
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas pinggang jantung : ICS II linea parasternal sinistra
Batas kanan jantung : ICS III linea parasternal dextra
Batas kiri jantung : ICS V linea midclavicula sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru
Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis, jejas (-)
Palpasi : Fremitus taktil dan vokal kanan dan kiri sama
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : cembung
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Lembut, soepel, tidak ada pembesaran lien dan hepar, nyeri tekan
di epigastrium (+)
Ekstremitas
Superior : Akral hangat, sianosis -/-, edema -/-
Inferior : Akral hangat, sianosis -/-, edema -/-
Status Neurologi
Tanda rangsal meningeal
Kaku kuduk :-
Brudzinki I :-
Brudzinki II : -
Kernig :-
Lasegue :-
Nervus Cranialis
N I (Olfaktorius)
Cavum nasi : lapang/lapang
Tes penghidu : normosmia/normosmia
N II (Optikus)
Visus : tidak dilakukan pemeriksaan
Lihat warna : baik
Lapang pandang : baik
Funduskopi : tidak dilakukan pemeriksaan
N V (Trigeminus)
Motorik : M. maseter dan M. temporalis baik
Sensorik : rasa nyeri : baik
rasa raba : baik
rasa suhu : tidak dilakukan pemeriksaan
Refleks kornea : tidak dilakukan pemeriksaan
Refleks maseter : tidak dilakukan pemeriksaan
N VII (Fascialis)
Motorik
Mimik : biasa
Mengerutkan dahi : +/+
Mengangkat alis : +/+
Lagoftalmus : -/-
Menyeringai : sulcus nasolabialis simetris
Menggembungkan pipi : +/+
Sensorik : tidak dilakukan pemeriksaan
N VIII (Vestibule-Koklearis)
Tes rhinne : tidak dilakukan pemeriksaan
Tes weber : tidak dilakukan pemeriksaan
Tes swabach : tidak dilakukan pemeriksaan
N IX (Glosofaringeus), X (Vagus)
Arkus faring : simetris
Palatum mole : intak
Uvula : di tengah
Disartria :-
Disfagia :-
Disfonia :-
Reflex muntah: +
N XI (Asesorius)
Mengangkat bahu: normal
Menoleh : normal
N XII (Hipoglosus)
Sikap lidah : ditengah
Atrofi papil lidah : -
Tremor :-
Fasikulasi :-
Julur lidah : tidak ada deviasi
Otot lidah : baik
Motorik
Kekuatan otot : kanan kiri
5555 5555
5555 5555
Tonus otot : normotonus kanan dan kiri
Trofi otot : eutrofi
Gerakan spontan abnormal : -
Koordinasi
Tes Romberg : +
Unterberger’s stepping test : tidak dilakukan pemeriksaan
Finger to nose : kurang baik
Heel to knee : baik
Sensibilitas
Eksteroseptif
Rasa raba : baik, simetris kanan dan kiri
Rasa nyeri : baik, simetris kanan dan kiri
Rasa suhu : tidak dilakukan pemeriksaan
Propioseptif
Rasa gerak : simetris kanan = kiri
Rasa sikap : simetris kanan = kiri
Rasa getar : tidak dilakukan pemeriksaan
Vegetative
Miksi : baik
Defekasi : baik
Fungsi luhur
Memori : baik
Bahasa : baik
Kognitif : baik
Emosi : baik
III. Assessment
Pemeriksaan yang paling spesifik pada vertigo adalah Dix-hallpike. Pada
pemeriksaan tersebut dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral.
Dimana pada lesi perifer, vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-
10 detik dan hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, lalu akan berkurang atau
menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali (fatigue). Sedangkan pada lesi
sentral, tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo berlangsung lebih dari 1
menit dan bila diulang-ulang reaksi tetar seperti semula (non-fatigue). Pada
pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan Dix-hallpike. Oleh karena itu perlu
pemeriksaan lebih lanjut lagi. Namun diagnosis vertigo dapat didukung oleh
anamnesis.
Penatalaksanaan pasien tersebut sudah sesuai dengan indikasi
penyakitnya, baik penanganan dan terapi pada Vertigo. Prognosa pasien secara
umum ad bonam.