Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

Disusun Oleh:

Regina Maghfirati
(PO.62.20.1.16.037)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


PALANGKARAYA,KALIMANTAN TENGAH
DIII KEPERAWATAN REG XIXA
2018
A. PENGERTIAN
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu
yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanda ada rangsangan dari luar. Suatu
penghayatan yang dialami suatu persepsi melaluipanca indra tanpa stimullus eksteren : persepsi palsu.
(Prabowo, 2014)
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal
(pikiran) dan rangsnagan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang
lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar
suara padahal tidak ada orang yang berbicara. (Kusumawati & Hartono, 2012)
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien mengalamai perubahan sensori
persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaaan atau penghiduan.
Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. (Damaiyanti, 2012)
Kesimpulannya bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan
tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.

B. KLASIFIKASI
Menurut (Menurut Stuart, 2014), jenis halusinasi antara lain :
a. Halusinasi pendengaran (auditorik)
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara orang, biasanya klien
mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan
memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran
geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa
menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi penghidung (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti : darah,
urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke,
tumor, kejang dan dementia.
d. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat.
Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan, merasa
mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
f. Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau
arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
g. Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

C. ETIOLOGI
1. Faktor predisposisi
Menurut Stuart (2014), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis
yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan
dengan perilaku psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah
– masalah pada system receptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang
signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi
realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik
sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2014), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta
abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

D. PROSES TERJADINYA MASALAH


Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase dan setiap fase memiliki karakteristik yang
berdeda yaitu:
a. Fase I
Pasien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut serta
mencoba berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini pasien
tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang
cepat, diam dan asyik sendiri.
b. Fase II
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Pasien mulai lepas kendali dan mencoba untuk
mengambil jarak dirinya dengan sumber dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem
saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital ( denyut jantung, pernapasan, dan
tekanan darah), asyik dengna pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan
halusinasi dengan reaita.
c. Fase III
Pasien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi
tersebut. Di sini pasien sukar berhubungan dengan orang ain, berkeringat, tremor, tidak mampu
mematuhi perintah dari orang ain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika
akan berhubungan dengan orang lain.
d. Fase IV
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika pasien mengikuti perintah halusinasi. Di sni terjadi
perikalu kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang komplek dan
tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi pasien sangan membahayakan. (Prabowo, 2014)

E. PATHWAYS

F. RENTANG RESPON
Persepsi mengacu pada identifikasi dan interprestasi awal dari suatu stimulus berdasarkan
informasi yang diterima melalui panca indra. Respon neurobiologis sepanjang rentang sehat sakit berkisar
dari adaptif pikiran logis, persepsi akurat, emosi konsisten, dan perilaku sesuai sampai dengan respon
maladaptif yang meliputi delusi, halusinasi, dan isolasi sosial. Rentang respon dapat digambarkan sebagai
berikut:
a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma social budaya yang berlaku.
Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat
memecahkan masalah tersebut. Respon adaptif :
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari pengalaman ahli
4) Perilaku social adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran
5) Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan
b. Respon psikosossial
Meliputi :
1) Proses piker terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan
2) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang benar-benar
terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indra
3) Emosi berlebih atau berkurang
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas kewajaran
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain.
c. Respon maladapttif
Respon maladaptive adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang
dari norma-norma social budaya dan lingkungan, ada pun respon maladaptive antara lain :
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakin
ioleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan social.
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak realita atau
tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
4) Perilaku tidak terorganisi rmerupakan sesuatu yang tidak teratur
5) Isolasi sosisal adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima sebagai
ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negative mengancam.
(Damaiyanti,2012)

G. TANDA DAN GEJALA


Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku dengan
pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau
menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan
dari pasien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan). Berikut
ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat, 2012) :
a. Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan
Gejala klinis:
1) Menyeriangai/tertawa tidak sesuai
2) Menggerakkan bibir tanpa bicara
3) Gerakan mata cepat
4) Bicara lambat
5) Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
b. Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis:
1) Cemas
2) Konsentrasi menurun
3) Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
c. Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis:
1) Cenderung mengikuti halusinasi
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4) Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk).
d. Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis:
1) Pasien mengikuti halusinasi
2) Tidak mampu mengendalikan diri
3) Tidak mamapu mengikuti perintah nyata
4) Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

H. AKIBAT
Akibat dari hausinasi adalah resiko mencederai diri, orang lain dan ingkungan. Ini diakibatkan
karena pasien berada di bawah halusinasinya yang meminta dia untuk melakuka sesuatu hal diluar
kesadarannya.( Prabowo, 2014)

I. MEKANISME KOPING
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor: pada halusinasi
terdapat 3 mekanisme koping yaitu
a. With Drawal : Menarik diri dan klien sudah asik dengan pelaman internalnya
b. Proyeksi : Menggambarkan dan menjelaskan persepsi yang membingungkan
c. Regresi : Terjadi dalam hubungan sehari hari untuk memproses masalah dan mengeluarkan
sejumlah energi dalam mengatasi cemas (Iskandar;2012)

J. PENATALAKSANAAN
Pengobatan harus secepat mungkin harus diberikan, disini peran keluarga sangat penting karena
setelah mendapatkan perawatan di RSJ pasien dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai
peranan yang sangat penting didalam hal merawat pasien, menciptakan lingkungan keluarga yang
kondusif dan sebagai pengawas minum obat
a. Farmakoterapi
Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita skizofrenia yang
menahun,hasilnyalebih banyak jika mulai diberi dalam dua tahun penyakit.Neuroleptika dengan
dosis efek tiftinggi bermanfaat pada penderita psikomotorik yang meningkat.
b. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grand mall secara artificial
dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi
kejang listrik dapat diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral
atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
c. Psikoterapi dan rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena berhubungan dengan
praktis dengan maksud mempersiapkan pasien kembali kemasyarakat, selain itu terapi kerja sangat
baik untuk mendorong pasien bergaul dengan orang lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya
pasien tidak mengasingkan diri karena dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan
untuk mengadakan permainan atau latihan bersama
d. Terapi aktivitas
1) Terapi music
Focus, mendengar, memainkan alat musik dan bernyanyi yaitu menikmati dengan relaksasi
music yang disukai pasien.
2) Terapi seni Focus: Untuk mengekspresikan perasaan melalui beberapa pekerjaan seni.
3) Terapi menari Focus pada: Ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh
4) Terapi relaksasi Belajar dan praktik relaksasi dalam kelompok Rasional : Untuk
koping/perilaku mal adaptif/deskriptif meningkatkan partisipasi dan kesenangan pasien dalam
kehidupan.
5) Terapi social Pasien belajar bersosialisai dengan pasien lain
6) Terapi kelompok
a) Terapi group (kelompok terapeutik)
b) Terapi aktivitas kelompok (adjunctive group activity therapy)
c) TAK Stimulus Persepsi: Halusinasi
Sesi 1 : Mengenal halusinasi
Sesi 2 : Mengontrol halusinasi dengan menghardik
Sesi 3 : Mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan
Sesi 4 : Mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap
Sesi 5 : mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat
7) Terapi lingkungan
Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana d idalam keluarga (Home Like Atmosphere).
(Prabowo,2014)

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN JIWA HALUSINASI

A. PENGKAJIAN
a. Alasan masuk RS
Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa tidak mampu
merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala yang dinampakkan di rumah sehingga
klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
b. Faktor prediposisi
1) Faktor perkembangan
a) Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.
b) Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
c) Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan
2) Faktor komunikasi dalam keluarga
a) Komunikasi peran ganda
b) Tidak ada komunikasi
c) Tidak ada kehangatan
d) Komunikasi dengan emosi berlebihan
e) Komunikasi tertutup
f) Orangtu yang membandingkan anak-anaknya, orangtua yang otoritas dan konflik
dalam keluarga
3) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.
4) Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri
rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.
5) Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel, perubahan besar dan
bentuk sel korteks dan limbik.
6) Faktor genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu. Namun
demikian kromoson yang keberapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang
masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia adalah kromoson nomor enam,
dengan kontribusi genetik tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar identik memiliki
kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia,
sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya
mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang
tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.
c. Faktor presipitasi
Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:
1) Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan memproses informasi
di thalamus dan frontal otak.
2) Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme penerimaan abnormal).
3) Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan
tidak berdaya.
Menurut Stuart (2014), pemicu gejala respon neurobiologis maladaptif adalah kesehatan,
lingkungan dan perilaku.
1) Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidakseimbangan irama sikardian, kelelahan dan infeksi, obat-
obatan sistem syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan.
2) Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan kebebasab
hidup dalam melaksanakan pola aktivitas sehari-hari, sukar dala, berhubungan dengan orang
lain, isolasi sosial, kurangnya dukungan sosialm tekanan kerja, dan ketidakmampuan mendapat
pekerjaan.
3) Sikap
Merasa tidak mampu, putus asam merasa gagal, merasa punya kekuatan berlebihan, merasa
malang, rendahnya kemampuan sosialisasi, ketidakadekuatan pengobatan dan penanganan
gejala.
4) Perilaku
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa tidak aman,
gelisah, bingung, perilaku merusak, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan,
bicara sendiri. Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis
halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adannya tanda-tanda dan perilaku halusinasi
maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis
halusinasinya saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang iperlukan meliputi :
a) Isi halusinasi
Menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan.
b) Waktu dan frekuensi
Kapan pengalaman halusianasi munculm berapa kali sehari.
c) Situasi pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Perawat
bisa mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk
memvalidasi pertanyaan klien.
d) Respon klien
Sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien. Bisa dikaji dengan apa yang dilakukan
oleh klien saat mengalami pengalamana halusinasi. Apakah klien bisa mengontrol stimulus
halusinasinya atau sebaliknya.
d. Pemeriksaan fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah), berat badan, tinggi
badan serta keluhan fisik yang dirasakan klien.
1) Status mental
a) Penampilan : tidak rapi, tidak serasi
b) Pembicaraan : terorganisir/berbelit-belit
c) Aktivitas motorik : meningkat/menurun
d) Afek : sesuai/maladaprif
e) Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai dengan
nformasi
f) Proses pikir : proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan baik dan dapat
mempengaruhi proses pikir
g) Isi pikir : berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis
h) Tingkat kesadaran
i) Kemampuan konsentrasi dan berhitung
2) Mekanisme koping
a) Regresi : malas beraktifitas sehari-hari
b) Proyeksi : perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan
tanggungjawab kepada oranglain.
c) Menarik diri : mempeecayai oranglain dan asyik dengan stimulus internal
3) Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan ekonomi, pekerjaan,
pendidikan dan perumahan atau pemukiman.

B. DIAGNOSA
Perubahan sensori persepsi: halusinasi b/d menarik diri

C. INTERVENSI
Tujuan Umum : Pasien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya
Tujuan Khusus :
a. TUK 1 : pasien dapat membina hubungan saling percaya
1) Kriteria Hasil Setelah 1 X interaksi, pasien mampu membina hubungan saling percaya
dengan perawat dengan kriteria: ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada
kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau dududk berdampingan
dengan perawat, mau mengungkapkan perasaannya
2) Intervensi
Bina hubungna saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik
a) Sapa pasien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b) Perkenakan nama, nama panggilan dan tujuan perawat berkenalan
c) Tanyakan nama lengkap dan panggilan yang disukai pasien
d) Buat kontrak yang jelas
e) Tunjukkan sikap jujur dan menunjukkan sikap empati serta menerima apa adanya
f) Beri perhatian kepada pasien dan perhatikan kebutuhan dasar pasien
g) Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya
h) Dengarkan ungkapan pasien dengan penuh perhatian ada ekspresi perasaan pasien.
b. TUK 2 : pasien dapat mengenal halusinasinya
1) Kriteria Hasil Setelah 2 X interaksi, pasien dapat menyebutkan:
a) Isi
b) Waktu
c) Frekuensi
d) Situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi
2) Intervensi
a) Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
b) Observasi tingkah laku yang terkait dengan halusinasi ( verbal dan nono verbal)
c) Bantu mengenal halusinasi
d) Jika pasien tidak sedang berhalusinasi klarivikasi tentang adanya pengalaman halusinasi,
diskusikan dengan pasien isi, waktu, dn frekuensi halusinasi pagi, siang , sore, malam atau
sering, jarang
e) Diskusikan tentang apa yang dirasakaan saat terjadi hausinasi
f) Dorong untuk mengungkapkan perasaan saat terjadi halusinasi
g) Diskusikan tentang dampak yang akan dialami jika pasien menikmati halusinasinya.
c. TUK 3 : pasien dapat mengontrol halusinasinya
1) Kriteria Hasil: Seteah 2 X interaksi pasien menyebutkan tindakan yang biasanya diakukan
untuk mengendalikan halusinasinya.
2) Intervensi
a) Identifikasi bersama tentang cara tindakan jika terjadi halusinasi
b) Diskusikan manfaat cara yang digunakan paisen
c) Diskusikan cara baru untuk memutus/ mengontrol halusinasi
d) Bantu pasien memiih cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk mencobanya
e) Pantau pelaksanaan tindakan yang telah dipiih dan dilatih, jika berhasi beri pujian
d. TUK 4 : pasien dapat dukungan dari keluarga daam mengontrol hausinasi
1) Kriteria Hasil: Setelah 2 X interaksi keluarga menyatakan setuju untuk mengikuti pertemuan
dengan perawat
2) Intervensi
a) Buat kontak pertemuan dengan keluarga (waktu, topik, tempat)
b) Diskusikan dengan keluarga : pemgertian halusianasi, tanda gejala, proses terjadi, cara yang
bisa diakukan oleh pasien dan keluarga untuk memutus halusinasi, obat-obat halusinasi,
cara merawat pasien halusinasi dirumah, beri informasi waktu follow up atau kapan perlu
mendapat bantuan.
c) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
e. TUK 5 : pasien dapat menggunakan obat dengan benar
1) Kriteria Hasil Setelah 2 X interaksi pasien mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar
2) Intervensi
a) Diskusikan tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, dosis, nama, frekuensi, efek
samping minum obat
b) Pantau saat pasien minum obat
c) Anjurkan pasien minta sendiri obatnya pada perawat
d) Beri reinforcemen jika pasien menggunakan obat dengan benar
e) Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter
f) Anjurkan pasien berkonsultasi dengan dokter/perawat jika terjadi hal-ha yang tidak
diinginkan. (Prabowo, 2014)

D. IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan.

E. EVALUASI
Evaluasi keberasilan tindakan keperawatan yang sudah Anda lakukan untuk pasien halusinasi
adalah sebagai berikut :
1. Pasien percaya kepada perawat
2. Pasien menyadari bahwa yang dialaminya tidak ada objeknya dan merupakan masalah yang
harus diatasi
3. Pasien dapat mengontrol halussinasi.
4. Keluarga mampu merawat pasien di rumah, ditandai dengan hal berikut
a. Keluarga mampu menjelaskan masalah halusinasi yang dialami oleh pasien
b. Keluarga mampu menjelaskan cara merawat pasien di rumah
c. Kelurga mampu memperagakan cara bersikap terhadap pasien
d. Keluarga mampu menjelaskan fasilitas kesehatan yang dapat digunakan untuk mengatasi
masala
e. Keluarga melaporkan keberhasilannya merawat pasien
DAFTAR PUSTAKA

Eko Prabowo. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Kusumawati Dan Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta: Salemba Medika

Mukhripah Damayanti, Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.

Yudi Hartono Dkk. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta. Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai