Anda di halaman 1dari 11

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATA LAKSANA KASUS

HNP (HERNIA NUCLEUS PULPOLUS)


1 Pengertian (Definisi) Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah suatu penyakit,
dimana bantalan yang berada diatara ruas tulang belakang
biasa disebut nucleus pulposus mengalami kompresi di bagian
posterior atau lateral, kompresi tersebut menyebabkan nucleus
pulposus pecah sehingga terjadi penonjolan melalui anulus
fibrosus ke dalam kanalis spinalis dan mengakibatkan iritasi
dan penekanan radiks saraf sehingga di daerah iritasi terasa
nyeri yang menjalar.
2 Anamnesis Pada anamesis didapatkan nyeri diskogenik yang akan
bertambah berat apabila : duduk,membungkuk,batuk,bersin
atau kegiatan yang dapat meningkatkan tekanan dari
intradiscal. Lalu diperhatikan kapan mulai timbulnya
keluhan, bagaimana mulai timbulnya keluhan, lokasi nyeri,
sifat nyeri, kualitas nyeri, apakah nyeri yang diderita diawali
kegiatan fisik, faktor yang memperberat atau memperingan,
ada riwayat trauma sebelumnya dan apakah ada keluarga
penderita penyakit yang sama. Perlu juga ditanyakan keluhan
yang mengarah pada lesi saraf seperti adanya nyeri radikuler,
riwayat gangguan miksi, lemah tungkai dan adanya saddle
anestesi
3 Pemeriksaan fisik 1. Posisi berdiri:

a. Perhatikan cara penderita berdiri dan sikap berdirinya.

b. Perhatikan bagian belakang tubuh: adakah deformitas,


gibus, skoliosis, lordosis lumbal (normal, mendatar,
atau hiperlordosis), pelvis yang miring tulang panggul
kanan dan kiri tidak sama tinggi, atrofi otot.
c. Derajat gerakan (range of motion) dan spasmus otot.

d. Hipersensitif denervasi (piloereksi terhadap hawa


dingin).

e.Palpasi untuk mencari trigger zone, nodus miofasial,


nyeri pada sendi sakroiliaka, dan lain-lain.

f. Perhatikan cara penderita berjalan/gaya jalannya.

2. Posisi duduk:

a. Perhatikan cara penderita duduk dan sikap duduknya.

b. Perhatikan bagian belakang tubuhnya.

3. Posisi berbaring :

a. Perhatikan cara penderita berbaring dan sikap


berbaringnya.

b. Pengukuran panjang ekstremitas inferior.

c. Pemeriksaan abdomen, rektal, atau urogenital.

4. Pemeriksaan neurologik,

a. Pemeriksaan sensorik
b. Pemeriksaan motorik à dicari apakah ada kelemahan,
atrofi atau fasikulasi otot
c. Pemeriksaan tendon
d. Pemeriksaan yang sering dilakukan
1. Tes untuk meregangkan saraf ischiadikus (tes
laseque)
2. Tes untuk menaikkan tekanan intratekal (tes
Nafzigger, tes Valsava)
3. Tes Patrick dan Tes Contra Patrick
4. Tes Distraksi dan Tes Kompresi (windsor, 2012).
4 Gejala Klinis GejalaKlinis
Gejala klinis HNP berbeda-beda tergantung lokasinya. HNP di
daerah leher lazim menimbulkan gejala berupa nyeri saat leher
digerakkan, nyeri leher di dekat telinga atau di sekitar tulang
belikat, dan nyeri yang menjalar ke arah bahu, lengan atas,
lengan bawah dan jari-jari. Selain nyeri, juga dapat ditemukan
rasa kesemutan dan tebal di daerah yang kurang lebih sama
dengan rasa nyeri tersebut. Di daerah punggung bawah, gejala
klinis HNP menyerupai HNP leher. Rasa nyeri terasa di daerah
pinggang, pantat dan menjalar ke arah betis dan kaki.
Seringkali juga terasa sensasi kesemutan dan tebal pada salah
satu atau kedua tungkai bawah.

Gejala-gejala HNP tersebut lazim timbul perlahan-lahan dan


semakin terasa hebat jika duduk atau berdiri dalam waktu
lama, pada waktu malam hari, setelah berjalan beberapa saat,
pada saat batuk atau bersin, serta ketika punggung
dibungkukkan ke arah depan. Gejala klinis pada setiap pasien
berbeda-beda tergantung pada lokasi dan derajadnya.
HNP pada punggung bawah di daerah yang disebut L1-L2 dan
L2-L3 menyebabkan nyeri dan rasa tebal pada sisi depan-
samping luar paha. Juga dapat terjadi kelemahan otot-otot
untuk menggerakkan sendi paha ke arah perut. HNP di daerah
ini jarang terjadi dibandingkan daerah punggung bawah yang
lain.

HNP di daerah L3-L4 menimbulkan nyeri di daerah pantat,


sisi samping luar paha dan sisi depan betis. Rasa tebal atau
kesemutan dapat dirasakan pada sisi depan betis.
Di daerah L4-L5, HNP menyebabkan nyeri di daerah pantat,
sisi belakang paha, sisi depan samoing luar betis sampai
daerah punggung kaki.

Sementara HNP L5-S1 mengakibatkan nyeri di daerah pantat,


sisi belakang paha dan betis sampai ke tumit serta telapak
kaki. Rasa tebal dan kesemutan terasa di daerah betis sampai
telapak kaki. HNP di kedua daerah ini (yaitu, L4-L5 dan L5-
S1) paling sering terjadi.
Pada kasus yang ekstrem, HNP di daerah punggung bwah
dapat menyebabkan penekanan sekelompok serabut saraf yang
disebut “kauda equina” (bahasa latin yang berarti “ekor
kuda”). HNP ini disebut sebagi “ syndrom kauda equina”
dengan gejal=gejala nyeri, kesemutan, aras tebal, serta
kelemahan atau kelumpuhan kedua tungkai.

Gejal-gejala tersebut juga disertai ketidakmampuan menahan


kencing (mengompol) dan buang air besar. Sindrom ini
merupakan suatu keadaan yang serius dan gawat, serta
membutuhkan tindakan pembedahan secepatnya.

5 Diagnosis Kerja Hernia Nucleus Pulposus


6 Diagnosa Banding 1. Tumor tulang spinalis yang berproses cepat, cairan
serebrospinalis yang berprotein tinggi. Hal ini dapat
dibedakan dengan menggunakan myelografi.

2. Arthiritis

3. Anomali colum spinal.


7 Pemeriksaan Penunjang a. Foto pinggang polos

Foto pinggang polos kadang-kadang sudah menunjukkan


indikasi HNP bila sudut ruas tulang belakang miring kesalah satu
sisi. Pada umumnya bila pasien cenderung memiringkan tubuh
ke kiri maka berarti HNP di kanan. Foto polos vertebra tidak lagi
dilakukan sesering masa sebelum CT-scan. Kadang-kadang
pemeriksaan ini bermanfaat untuk menyingkirkan anomali atau
deformitas kongenital, penyakit reumatik tulang belakang, tumor
metastatik atau primer. Pada penyakit diskus, foto ini normal
atau memperlihatkan perubahan degeneratif dengan penyempitan
sela intervertebra dan pembentukan osteofit.

b. Foto caudografi

Foto caudografi adalah foto dengan memberikan kontras ke


dalam rongga subarakhnoid yang dimasukkan dengan jarum
pungsi lumbal antara L3-L4, L4-L5 atau L5-S1. Setelah kontras
dimasukkan maka dilakukan foto dan akan terlihat pada foto ada
bagian yang tidak terisi kontras yaitu daerah yang terkena HNP
(filling defects). Foto ini sangat populer pada tahun 1980 an
namun dengan masuknya tehnik CT Scan dan MRI (magnetic
resonance imaging) mulai berkurang permintaan untuk foto
caudografi ini.

c. Foto MRI

MRI mampu memperlihatkan daerah yang terkena HNP dengan


jelas tanpa pasien merasa kesakitan, hanya proses foto cukup
lama dan biaya besar. MRI terutama bermanfaat untuk diagnosis
kompresi medula spinalis atau kauda ekuina. Alat ini sedikit
kurang teliti bila dibandingkan dengan CT scan dalam hal
mengevaluasi gangguan radiks saraf.

d. Kadar serum kalsium, fosfat, alkali, dan asam fosfatase, serta


kadar gula harus diperiksa pada setiap pasien sebab penyakit
tulang metabolik, tumor metastatik, dan mononeurotis diabetik
dapat menyerupai penyakit diskus intervertebra.

e. Punksi lumbal

Walaupun cairan serebrospinal dapat memperlihatkan


peningkatan kadar protein ringan dengan adanya penyakit diskus,
punksi lumbal biasanya hanya kecil manfaatnya untuk
diagnostik. Jika terdapat blok spinal total, kadar protein dapat
meningkat sedikit dengan manuver Queckendstedt yang
abnormal.

f. Pemeriksaan neurofisiologis

EMG dapat normal pada penyakit diskus, atau potensial fibrilasi


dan gelombang tajam positif dapat dijumpai pada otot-otot yang
dipersarafi radiks yang terkena setelah beberapa minggu.
g. Mielografi

Bila diagnosis sindrom diskus sudah pasti, dan tidak ada


kemungkinan tumor kauda ekuina atau beberapa kelainan lain,
mielografi tidak perlu dilakukan kecuali operasi
dipertimbangkan. Mielografi untuk menentukan tingkat protrusi
diskus.

h. Diskografi,namun manfaatnya belum begitu jelas karena


hasilnya sulit ditafsirkan. Malahan, prosedur ini dapat merusak
diskus intervertebra

8 Tata Laksana a. Terapi Konservatif

Tujuan terapi konservatif adalah mengurangi iritasi saraf,


memperbaiki kondisi fisik pasien dan melindungi serta
meningkatkan fungsi tulang punggung secara keseluruhan.
Perawatan utama untuk diskus hernia adalah diawali dengan
istirahat dengan obat-obatan untuk nyeri dan anti inflamasi,
diikuti dengan terapi fisik. Dengan cara ini, lebih dari 95%
penderita akan sembuh dan kembali pada aktivitas normalnya.
Beberapa persen dari penderita butuh untuk terus mendapat
perawatan lebih lanjut yang meliputi injeksi steroid atau
pembedahan. Terapi konservatif meliputi ;

 Tirah baring

Tujuan tirah baring untuk mengurangi nyeri mekanik dan


tekanan intradiskal,lama yang dianjurkan adalah 2-4 hari. Tirah
baring terlalu

lama akan menyebabkan otot melemah. Pasien dilatih secara


bertahap untuk kembali ke aktifitas biasa. Posisi tirah baring
yang dianjurkan adalah dengan menyandarkan punggung,lutut
dan punggung bawah pada posisi sedikit fleksi. Fleksi ringan dari
vertebra lumbosakral akan memisahkan permukaan sendi dan
memisahkan aproksimasi jaringan yang meradang

b. Medikamentosa

 Analgetik dan NSAID.

 Pelemas otot: digunakan untuk mengatasi spasme otot.

 Opioid: tidak terbukti lebih efektif dari analgetik biasa.


Pemakaian jangka panjang dapat menyebabkan ketergantungan.

 Kortikosteroid oral: pemakaian masih menjadi kontroversi


namun dapat dipertimbangkan pada kasus HNP berat untuk
mengurangi inflamasi.

 Analgetik ajuvan: dipakai pada HNP kronis

c. Terapi Fisik

 Traksi pelvis

Menurut panel penelitian di Amerika dan Inggris traksi pelvis


tidak terbukti bermanfaat. Penelitian yang membandingkan tirah
baring, korset dan traksi dengan tirah baring dan korset saja tidak
menunjukkan perbedaan dalam kecepatan penyembuhan.

 Diatermi atau kompres panas/dingin

Tujuannya adalah mengatasi nyeri dengan mengatasi inflamasi


dan spasme otot. keadaan akut biasanya dapat digunakan
kompres dingin, termasuk bila terdapat edema.Untuk nyeri
kronik dapat digunakan kompres panas maupun dingin.

 Korset lumbal

Korset lumbal tidak bermanfaat pada HNP akut namun dapat


digunakan untuk mencegah timbulnya eksaserbasi akut atau
nyeri HNP kronis. Sebagai penyangga korsetdapat mengurangi
beban diskus serta dapat mengurangi spasme

Latihan

Direkomendasikan melakukan latihan dengan stres minimal


punggung seperti jalan kaki, naik sepeda atau berenang. Latihan

lain berupa kelenturan dan penguatan. Latihan bertujuan untuk


memelihara fleksibilitas fisiologik, kekuatan otot, mobilitas sendi
dan jaringan lunak. Dengan latihan dapat terjadi pemanjangan
otot, ligamen dan tendon sehingga aliran darah semakin
meningkat.

 Proper Body Mechanics

Pasien perlu mendapat pengetahuan mengenai sikap tubuh yang


baik untuk mencegah terjadinya cedera maupun nyeri. Beberapa
prinsip dalam menjaga posisipunggung adalah sebagai berikut:

o Dalam posisi duduk dan berdiri, otot perut ditegangkan,


punggung tegak danlurus. Hal ini akan menjaga kelurusan tulang
punggung.

o Ketika akan turun dari tempat tidur posisi punggung


didekatkan ke pinggir tempat tidur. Gunakan tangan dan lengan
untuk mengangkat panggul danberubah ke posisi duduk. Pada
saat akan berdiri tumpukan tangan pada pahauntuk membantu
posisi berdiri.

o Posisi tidur gunakan tangan untuk membantu mengangkat dan


menggeser posisipanggul.

o Saat duduk, lengan membantu menyangga badan. Saat akan


berdiri badan diangkat dengan bantuan tangan sebagai tumpuan

Saat mengangkat sesuatu dari lantai, posisi lutut ditekuk seperti


hendak jongkok,punggung tetap dalam keadaan lurus dengan
mengencangkan otot perut. Dengan punggung lurus, beban
diangkat dengan cara meluruskan kaki. Beban yang diangkat
dengan tangan diletakkan sedekat mungkin dengan dada.

o Jika hendak berubah posisi, jangan memutar badan. Kepala,


punggung dan kakiharus berubah posisi secara bersamaan.

o Hindari gerakan yang memutar vertebra. Bila perlu, ganti wc


jongkok dengan wcduduk sehingga memudahkan gerakan dan
tidak membebani punggung saat bangkit.

d. Pembedahan

Terapi bedah berguna untuk menghilangkan penekanan dan


iritasi saraf sehingga nyeri dan gangguan fungsi akan hilang.
Tindakan operatif HNP harus berdasarkanalasan yang kuat yaitu
berupa:

 Defisit neurologik memburuk.

 Gangguan otonom (miksi, defekasi, seksual).

 Paresis otot tungkai bawah

d.1. Disektomi : Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar


dari diskus intervertebral

d.2. Laminektomi : Mengangkat lamina untuk memajankan


elemen neural pada kanalis spinalis, memungkinkan ahli bedah
untuk menginspeksi kanalis spinalis, mengidentifikasi dan
mengangkat patologi dan menghilangkan kompresi medula dan
radiks

d.3. Laminotomi : Pembagian lamina vertebra.

d.4. Disektomi dengan peleburan.

Pada discectomy, sebagian dari discus intervertebralis diangkat


untuk mengurangi tekanan terhadap nervus. Discectomy
dilakukan untuk memindahkan bagian yang menonjol dengan
general anesthesia. Hanya sekitar 2 – 3 hari tinggal dirumah
sakit. Akan diajurkan untuk berjalan pada hari pertama setelah
operasi untuk mengurangi resiko pengumpulan darah. Untuk
sembuh total memakan waktu beberapa minggu. Jika lebih dari
satu diskus yang harus ditangani jika ada masalah lain selain
herniasi diskus. Operasi yang lebih ekstensif mungkin diperlukan
dan mungkin memerlukan waktu yang lebih lama untuk sembuh
(recovery).

d.5. Microdisectomy

Pilihan operasi lainnya meliputi mikrodiskectomy, prosedur


memindahkan fragmen of nucleated disk melalui irisan yang
sangat kecil dengan menggunakan raydan chemonucleosis.
Chemonucleosis meliputi injeksi enzim (yang disebut
chymopapain) ke dalam herniasi diskus untuk melarutkan
substansi gelatin yang menonjol. Prosedur ini merupakan salah
satu alternatif disectomy pada kasus-kasus terten
9 Komplikasi - Kelemahan motorik.
- Hilangnya sensori.
- Gangguan fungsi seksual.
- Inkontinensia bowel dan bladder.
10 Edukasi Menghindari mengangkat beban yang berat

(Hospital Health Promotion) Back exercise

Tempat tidur alas keras

Proper back mechanism


15 Indikator Poin:

1. Rawat inap : baik/sembuh

2. Rawat intensif : tidak tentu/ ragu-ragu

3. Rujuk : prognosis baik, tidak ada fasilitas, stabil


baik/sembuh
16 Kepustakaan 1. Smeltzer,C Suzanne. 2001. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi
8.EGC:Jakarta

2. Dochterman,Joanne Mc; Butcher, Howard; Bulechek,


Gloria.2004. Nursing Intervention Classification. USA:
Mosby Elsevier
3. Moorhead, Sue; Jhonson, Marion; Maas, Meridean;
Swansen, Elizabeth. Nursing Outcome Classification.
USA: Mosby Elsevier

4. NANDA Interntional. 2015. Diagnosa Keperawatan


2012-2014. EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai