Anda di halaman 1dari 4

Riview jurnal 1 Ruang NAPZA dengan Perilaku Kekerasan

1. Gambaran kasus
Tn. H berumur 24 tahun berasal dari Kabupaten Landak, pendidikan terkahir SD.
Sebelum masuk rumah sakit jiwa klien bekerja sebagai petani karet dengan status
belum menikah. Dengan alasan sering mengamuk, memukul ibunya, gelisah, sering
memecahkan kaca dan varang-barang disekitar. Klien dirawat diruang NAPZA
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Kalimantan Barat
2. Riview jurnal
Menurut Saragih & Gani (2017) sikap keluarga tentang perawatan pasien
dengan perilaku kekerasan dirumah juga menjadi faktor predisposisi klien dengan
skizofrenia perliaku kekerasan. Pengetahuan yang kurang cukup membuat keluarga
klien kurang mampu merawat dan menjaga klien sebaik mungkin, kurang mampu
memantau dan memberikan pengobatan pada klien seperti memberikan obat penenang
dari rumah sakit. Kebanyakan keluarga beralasan sibuk dengan urusan pekerjaan
maupun sibuk dengan urusan mengurus rumah tangga. Hal ini menunjukan kurangnya
peran serta keluarga dalam merawat klien gangguan jiwa dengan perilaku kekerasan
selama dirumah. Tidak hanya karena pengetahuan dan pekerjaan, sikap negatif
keluarga ini juga timbul akibat masih kurangnya kesiapan anggota keluarga untuk
menerima keadaan pasien. Beberapa anggota keluarga menyatakan tidak mengetahui
cara menenangkan pasien bahkan ada diantarana mengurung pasien di dalam kamar
sampai tenang. Keluarga pasien mengatakan bahwa beberapa anggota keluarga
menunjukan sikap enggan mengajak pasien berpartisipasi dalam keluarga, ada yang
menjauhi, menghindari dan membenci pasien tersebut. Hal ini menggambarkan
bahwa masih negatifnya sikap keluarga terhadap penanganan pasien dengan perilaku
kekerasan.
Skizofrenia merupakan suatu sindrome klinis atau proses penyakit yang
mempengaruhi kognisi, oersepsi, emosi, perilaku dan fungsi sosial, tetapi skizofrenia
mempengaruhi setiap individu dengan cara yang berbeda. Masalah keperawatan yang
sering muncul pada penderita skizofrenia adalah perilaku kekerasan. Menurut Stuart
dan Laraia dalam Sulistyowati (2014), ada 3 strategi dalam manajemen perilaku
kekerasan, yaitu strategi pencegahan, atisipasi dan pengekangan. Pendidikan
merupakan faktor pendukung terjadinya perilaku kekerasan. Pendidikan yang rendah
dirasa kurang mampu memecahkan masalah, kurang bisa menerima masukan dan
terampilan serta motivasi untuk menyelesaikan masalah. Kemudian lama seseorang
mengalami gangguan jiwa dan berapa kali dirawat merupakan daktor predisposisi
seseorang untuk kembali kambuh. Metode restrain (pengekangan) efektif terhadap
penurunan perilaku kekerasan pada respon fisik dikarenakan sengan adanya
pembatasan gerak sehingga dapat mengurangi agresif fisik klien. Dengan pemberian
restrain yang sistematis klien akan melakukan kontrol terhadap emosi yang
mempengaruhi proses fikir serta ketegangan otot.
Menurut Sudiatmika (2013) cognitive behavior therapy dan rational behavior
therapy menurunkan gejalan perilaku kekerasan, sosial dan fisik mencapai 77%.
Penurunan gejala perilaku kekerasan terjadi signifikan karena klien selama terapi
telah diajarkan mengubah keyakinan irasional yang selama dipertahankan klien
sehingga mencetusan perilaku marah menjadi pikiran yang sesuai dengan kenyataan.
Penelitian yang dilakukan Sulistiowati (2014) menyatakan penurunan respon
kekerasan dapat disebabkan terapi Acceptance And Commintment Therapy, klien
diminta untuk melakukan komitmen. Komitmen menyatakan apa yang penting untuk
individu dan ketika melakukan komitmen maka klien akan menggaris bawahi pilihan
yang sudah dibuat, sehingga dengan berkomitmen akan mempengaruhi respon emosi
dan koping individu untuk bereaksi terhadap adanya stresor. Pada penelitian ini,
kemampuan yang dinilai adalah kemampuan klien secara kognitif, affektif dan
psikomotor dalam mengikuti terapi yang diberikan. Cara mengecaluasi hasil
kemampuan setelah diberikan terapi dengan cara pemberian kuesioner yag diisi oleh
responden dan pengamatan menggunakan lembar observasi. Untuk menilai hasil
belajar melalui:
a. Pengetahuan langsung dan peniaian tingkah laku peserta didik selama
proses pembelajaran praktik berlangsung
b. Sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes
kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan dan
sikap.
c. Beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan
kerjanya

Penelitian yang dilakukan Kirana (2014) senam aerobic low impact memberikan
gerakan senam terstruktur, ritmik dengan diiringi musik yang semangat. Senam
aerobic low impact adalah aliran gerakan ringan dengan salah satu kaki tetap menapak
pada lantai setiap waktu. Gangguan metabolisme yang terjadi didalam otak akan
mempengaruhi produksi neurotranmiter termasuk serotonin dan norepinefrin di sistim
limbik yang berkaitan dengan pengendalian emosi, perilaku instinktif, motivasi serta
perasaan. Senam aerobic low impact memperlihatkan aliran darah otak, meningkat
persediaan nutrisi otak, memfasilitasi metabolisme neurotransmiter yang dapat
menurunkan agresi seta dapat memicu perubahan aktivitas molekuler dan seluler yang
mundukung dan menjaga fungsi otak yang berkaitan dengan pengendalian emosi,
perilaku instinktif, motivasi serta perasaan.
DAFTAR PUSTAKA

Kirana, Nadzla. Fathra Annis Nauli. Riri Novayelinda. (2014). Efektifitas Senam
Aerobic Impact Terhapy terhadap Aggression Self Control Pada Pasien
Dengan Resiko Perilaku Kekerasan. JOM PSIK. 1(2). 1-9

Saragih, Sasmaida. Jumaini. Ganis Indriati. (2017). Gambaran Tingkat Pengetahuan


dan Sikap Keluarga Tentang Perawatan Paien Resiko Perilaku Kekerasan di
Rumah. Jurnal Ners dan Kebidanan

Sulistiowati, Ni Made Dian. Budi Anaa Keliat. Ice Yulia Wardani. (2014). Pengaruh
Acceptance And Commitment Therapy terhadap gejala dan Kemampuan
Klien dengan Resiko Perilaku Kekerasan. Jurnal Kepererawatn Jiwa.
2(1). 51-57

Sulistyowati, Dwi Ariani. E. Prihantini. (2014). Keefektifan Penggunaan Restrain


Terhadap Penurunan Perilaku Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia. Jurnal
Terpadu Ilmu Kesehatan. 3(2). 106-214

Sudiatmika, I Ketut. Budi Anna Kelliat. Ice Yilia Wardani. (2013). Efektifitas
Cognitive Behaviour Therapy dan Rational Emotive Behavior Therapy
Terhadap Gejala dan Kemampuan Mengontrol Emosi Pada Klien Perilaku
Kekerasan. Jurnal Keperawatan Jiwa. 1(1). 1-10

Anda mungkin juga menyukai