YOGYAKARTA
Kolesistitis
FKIK UMY
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat 2013
Mengikuti
Ujian Kepanitraan Klinik di Bagian Ilmu
Penyakit Dalam
RS PKUMuhammadiyah Yogyakarta
disusun oleh :
AGUNG RIZKA PRATAMA
3110008022012
Diajukan Kepada :
dr. H Muhammad Iqbal, Sp.PD M.Kes
A. Pendahuluan
Kolesistitis akut (radang kandung empedu) adalah reaksi inflamasi akut dinding
kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam.
Kolesistitis biasanya terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu. Kolesistitis akut
sering berawal sebagai serangan kolik biliaris yang memburuk secara progresif. Sekitar
60 – 70% pasien melaporkan adanya riwayat serangan yang sembuh spontan. Namun,
seiring dengan makin parahnya serangan, nyeri kolesistitis akut makin menjadi
generalisata di abdomen kanan atas. Seperti kolik biliaris, nyeri kolesistitis dapat
menyebar ke daerah antarskapula, skapula kanan atau bahu. Tanda peradangan
peritoneum seperti peningkatan nyeri dengan penggetaran atau pada pernapasan dalam
dapat ditemukan. Pasien juga mengalami anoreksia dan sering mual.
Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik perut di sebelah
kanan atas epigastrium dan nyeri tekan, takikardia serta kenaikan suhu tubuh. Keluhan tersebut
dapat memburuk secara progresif. Kadang – kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula
kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan sangat
bervariasi tergantung dari adanya kelainan inflamasi yang ringan sampai dengan gangren atau
perforasi kandung empedu. Sekitar 60 – 70% pasien melaporkan adanya riwayat serangan yang
sembuh spontan.
Tanda peradangan peritoneum seperti peningkatan nyeri dengan penggetaran atau pada
pernapasan dalam dapat ditemukan. Pasien mengalami anoreksia dan sering mual. Muntah relatif
sering terjadi dan dapat menimbulkan gejala dan tanda deplesi volume vaskuler dan
ekstraseluler. Pada pemeriksaan fisis, kuadran kanan atas abdomen hampir selalu nyeri bila
dipalpasi. Pada seperempat sampai separuh pasien dapat diraba kandung empedu yang tegang
dan membesar. Inspirasi dalam atau batuk sewaktu palpasi subkosta kudaran kanan atas biasanya
menambah nyeri dan menyebabkan inspirasi terhenti (tanda Murphy) (Sudoyo W. Aru, et al,
2009).
Ketokan ringan pada daerah subkosta kanan dapat menyebabkan peningkatan nyeri
secara mencolok. Nyeri lepas lokal di kuadran kanan atas sering ditemukan, juga distensi
abdomen dan penurunan bising usus akibat ileus paralitik, tetapi tanda rangsangan peritoneum
generalisata dan rigiditas abdomen biasanya tidak ditemukan, asalkan tidak ada perforasi. Ikterus
dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila konsentrasi
bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatic
D. Diagnosis
Diagnosis kolesistitis akut biasanya dibuat beradasarkan riwayat yang khas dan
pemeriksaan fisis terdiri dari nyeri akut kuadran kanan atas dan adanya demam . Bilirubin serum
sedikit meningkat [kurang dari 85,5 µmol/L (5mg/dl)] pada 45 % pasien, sementara 25 % pasien
mengalami peningkatan aminotransferase serum. Pemeriksaan alkali phospatase biasanya
meningkat pada 25 % pasien dengan kolesistitis. Pemeriksaan enzim amilase dan lipase
diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan pankreatitis, namun amilase dapat meningkat
pada kolesistitis. Urinalisis diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan pielonefritis. Apabila
keluhan bertambah berat disertai suhu tinggi dan menggigil serta leukositosis berat,
kemungkinan terjadi empiema dan perforasi kandung empedu dipertimbangkan.
Pemindaian saluran empedu dengan radionuklida (mis. HDA) dapat memberikan
konfirmasi bila pada pemeriksaan pencitraan hanya tampak duktus kandung empedu tanpa
visualisasi kandung empedu. Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran
kolesistitis akut. Hanya pada 15 % pasien kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus pandang
(radiopak) oleh karena mengandung kalsium cukup. Kolesistografi oral tidak dapat
memperlihatkan gambaran kandung empedu bila ada obstruksi sehingga pemeriksaan ini tidak
bermanfaat untuk kolesistitis akut. Gambaran adanya kalsifikasi diffus dari kandung empedu
(empedu porselain) menunjukkan adanya keganasan pada kandung empedu.
Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat
bermanfaat untuk memprlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu dan
saluran empedu ekstra hepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90 – 95%. Adapun
gambaran di USG yang pada kolesistitis akut diantaranya adalah cairan perikolestik, penebalan
dinding kandung empedu lebih dari 4 mm dan tanda sonographic Murphy. Adanya batu empedu
membantu penegakkan diagnosis
E. Tatalaksana
1. Terapi konservatif
Walaupun intervensi bedah tetap merupakan terapi utama untuk kolestasis akut dan
komplikasinya, mungkin diperlukan periode stabilisasi di rumah sakit sebelum kolesistektomi.
Pengobatan umum termasuk istirahat total, perbaiki status hidrasi pasien, pemberian nutrisi
parenteral, diet ringan, koreksi elektrolit, obat penghilang rasa nyeri seperti petidin dan
antispasmodik. Pemberian antibiotik pada fase awal sangat penting untuk mencegah komplikasi
seperti peritonitis, kolangitis dan septisemia. Golongan ampisilin, sefalosporin dan metronidazol
cukup memadai untuk mematikan kuman – kuman yang umum terdapat pada kolesistitis akut
seperti E. Coli, Strep. faecalis dan Klebsiela, namun pada pasien diabetes dan pada pasien yang
memperlihatkan tanda sepsis gram negatif, lebih dianjurkan pemberian antibiotik kombinasi.
Berdasarkan rekomendasi Sanford, dapat diberikan ampisilin/sulbactam dengan dosis 3
gram / 6 jam, IV, cefalosporin generasi ketiga atau metronidazole dengan dosis awal 1 gram, lalu
diberikan 500 mg / 6 jam, IV. Pada kasus – kasus yang sudah lanjut dapat diberikan imipenem
500 mg / 6 jam, IV. Bila terdapat mual dan muntah dapat diberikan anti – emetik atau dipasang
nasogastrik tube. Pemberian CCK secara intravena dapat membantu merangsang pengosongan
kandung empedu dan mencegah statis aliran empedu lebih lanjut. Pasien – pasien dengan
kolesistitis akut tanpa komplikasi yang hendak dipulangkan harus dipastikan tidak demam
dengan tanda – tanda vital yang stabil, tidak terdapat tanda – tanda obstruksi pada hasil
laboratorium dan USG, penyakit – penyakit lain yang menyertai (seperti diabetes mellitus) telah
terkontrol. Pada saat pulang, pasien diberikan antibiotik yang sesuai seperti Levofloxasin 1 x
500 mg PO dan Metronidazol 2 x 500 mg PO, anti-emetik dan analgesik yang sesuai .
2. Terapi bedah