Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Alhamdulillah karena dengan

rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Laporan Kasus “Demam

Berdarah Dengue” ini tepat pada waktunya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena

itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang

membaca, agar penulis dapat mengkoreksi dan dapat membuat laporan kasus yang lebih baik

kedepannya.

Demikianlah laporan kasus ini dibuat sebagai tugas dari kegiatan klinis di stase Pediatri

serta untuk menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Jakarta, November 2017

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………1
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………..2
BAB I : STATUS PASIEN
1.1 Identitas………………………………………………………………..3
1.2 Anamnesis……………………………………………………………..3
1.3 Pemeriksaan Fisik……………………………………………………...5
1.4 Pemeriksaan Penunjang……………………………………………..…8
1.5 Resume………………………………………….........…………….....8
1.6 Assesment………………………………………….........………….…9
1.7 Diagnosa Kerja……………………………………………………..….9
1.8 Penatalaksanaan………………………………………………………10
1.9 Follow Up………………………………………….........……………10

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Definisi…………………………………………………………………..13
2.2. Etiologi…………………………………………………………………..13
2.3. Epidemiologi...…………………………………………………………..13
2.4. Klasifikasi…………………………………………………………….....14
2.5. Patofisiologi………………………………………………………..……15
2.6 Manifestasi Klinis……………………………………………………….16
2.7 Pemeriksaan Penunjang…………………………………………………17
2.8 Tatalaksana……………………………………………………………...18

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….…..32

2
BAB I

STATUS PASIEN

1.1 Identitas Pasien


Nama : An. S
Ruang Perawatan : Pav. Badar
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 25 November 2017
Umur : 8 Tahun 11 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl Cempaka Barat XXV
Masuk RS : 14 November 2017
No. Kamar : 13
No. Rekam Medis :
1.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama
Demam 5 hari SMRS
b. Keluhan Tambahan
Muntah (+) batuk pilek (+) nafsu makan berkurang
c. Riwayat Penyakit Sekarang
An. S datang dengan keluhan demam 5 hari SMRS, demam timbul mendadak dan
dirasakan terus menerus, batuk pilek, os mengeluh adanya muntah sebanyak 2x/ hari,
pasien mengalami penurunan nafsu makan.BAK dan BAB normal. OS sudah berobat
diberikan penurun panas tidak ada perbaikan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga mengalami hal serupa.
f. Riwayat Pengobatan
Tidak pernah mengonsumsi obat jangka panjang.
g. Riwayat Kehamilan

3
Ibu OS rutin ANC di Dokter Kandungan, rutin meminum obat penambah darah, sering
mengkonsumsi sayuran dan selama hamil tidak pernah terkena infeksi
h. Riwayat Persalinan
An. S Lahir secara SC, cukup bulan, langsung menangis, dan tidak ada sianosis dan
riwayat kuning (-)
BB lahir = 3500 gr
PB lahir = 48 cm
i. Pola Makan
Os dahulu meminum asi pada usia 6 bulan awal, yang disertai susu formula. Sebelum
sakit makan teratur 3 kali dalam satu hari, porsi 1 kali makan 1 piring penuh .
Ketika sakit porsi makan berkurang menjadi ½ piring makan
j. Riwayat Imunisasi
BCG : 1x saat usia 2 bulan
Polio : 5x saat usia lahir, 2, 4, 6, 18 bulan
DPT : 4x saat usia 2, 4, 6, 18 bulan
Campak : 1x saat usia 9 bulan
Hepatitis B : 3x saat usia lahir, 1, 6 bulan
Kesan : imunisasi dasar lengkap sesuai usia
k. Riwayat Perkembangan
Personal sosial : sudah bisa berusaha mencapai mainan
Motorik halus : sudah bisa memegang dengan ibu jari dan jari
Bahasa : sudah bisa menoleh ke arah suara
Motorik kasar : sudah bisa duduk tanpa pegangan
Kesan : Perkembangan sesuai usiia
l. Riwayat Alergi
An. S disangkal memiliki alergi, ayah dan ibu an. S juga tidak memiliki alergi.
m. Riwayat Psikososial
An. S tinggal bersama kedua orang tuanya Lingkungan rumah os bersih, memiliki sumber
air bersih.
1.3 Pemeriksaan Fisik
Dilakukan di Bangsal Badar
4
a. Keadaan Umum
Tampak sakit sedang
b. Kesadaran
Composmentis
c. Antropometri
BB : 25 kg
TB : 126 cm
d. Status Gizi
BB/U = 25/27 x 100% = 92% (Normal)
TB/U = 126/127 x 100% = 99% (Normal)
BB/TB = 25/24 x 100% = 104% (Normal)
Kesan : Gizi Baik
e. Tanda Vital (di Bangsal)
Nadi : 100x/menit
Napas : 20x /menit
Suhu : 37,5⁰C
f. Status Generalis
- Wajah : Simetris dextra dan sinistra, tidak terdapat tanda-tanda
peradangan, pucat (-)
- Rambut : Hitam, distribusi merata, tidah mudah dicabut (tidak rontok).
- Kepala : Normocephal, tidak mikrosefalus maupun hidrosefalus,bentuk
bulat, ubun-ubun belum tertutup dan datar, tidak terdapat tanda-
tanda peradangan, cekung (-)
- Mata : Cekung (-/-), Edema palpebra (-/-), Konjungtiva anemis (-/-),
Sklera ikterik
(-/-), refleks cahaya direk dan indirek (+/+), pupil isokor.
- Hidung : Pernapasan cuping hidung (-/-), epistaksis (-/-), sekret (-/-),
septum deviasi (-), tidak terdapat luka bekas trauma.
- Telinga :Normotia, serumen (+/+), tidak terdapat tanda-tanda peradangan.
- Mulut : Bibir pucat (-), bibir kering (+), sianosis (-), lidah kotor dan
tremor (-), stomatitis (-), perdarahan gusi (-)
5
- Tenggorokan : Faring hiperemis (-) Tonsil T1/T1 permukaan licin.
- Leher : Pembesaran KGB mandibular (-/-), pembesaran kelenjar tiroid (
-/-).
- Thorax

Pulmo : Inspeksi : Terlihat pengembangan dinding thorax yang simetris

Palpasi : Teraba pengembangan dinding thorax yang simetris dextra

sinistra, Vocal fremitus simetris.

Perkusi : Terdengar suara sonor pada seluruh lapang paru.

Auskultasi : Terdengar suara vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing ( -/- )

Cor :Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba.

Perkusi : Batas kiri linea midclavicularis sinistra

Batas kanan linea parasternalis dextra

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni regular, murmur (-), gallop (-)

- Abdomen: Inspeksi: Asites (-) Distensi (-)


Auskultasi : Bising usus (-) normal
Palpasi : Nyeri Tekan (-)
Perkusi : Timpani (+)pekak (-)

- Ekstremitas superior
Akral : Hangat (+/+)
Edema : (-/-)
Sianosis : (-/-)

6
RCT : <2 detik
- Ekstremitas inferior
Akral : Hangat (+/+)
Edema : (-/-)
Sianosis : (-/-)
RCT : <2 detik
- Kelenjar inguinal : Tidak terdapat adanya pembesaran kelenjar.
- Anus dan rectum : Tidak terdapat tanda-tanda peradangan dan tidak terdapat
adanya perdarahan.
- Genitalia : Perempuan, tidak terdapat tanda-tanda peradangan.
- Kulit : Pucat (-),sianosis (-), turgor elastis kembali dengan
Cepat, petekie (-)
- Status Neurologis : GCS: 15
Reflek fisiologis (+)
Reflek patologis (-)
Tanda Rangsang Meningeal (-)

1.4 Pemeriksaan Penunjang

Tangg Jam Hb Leukos H Trombos Eritros MC MC M


al it t it it V H C

14/11/1 14.1 10, 3,67 3 126.000 3,72 84 29 34


7 8 6 6

14/11/1 17.5 11, 4,35 3 107.000 4,06 83 29 35


7 8 7 6

15/11/1 08.2 11, 4,72 3 82.000 4,03 83 29 35


7 8 6 4

15/11/1 17.5 11. 3.76 3 106.000 4,07 83 29 35


7 8 5

1.5 Resume

7
An. S, Perempuan, usia 8 Tahun 10 bulan, datang bersama kedua orang tuanya ke IGD RSIJ
Cempaka Putih dengan keluhan demam 5 hari SMRS, demam timbul mendadak dan
dirasakan terus menerus, muntah 2x/hari, pusing, mual, nafsu makan berkurang  
TTV : nadi 100x /menit, RR 20x/menit, suhu 37,5⁰C.
Status Gizi : Gizi Baik
Status Neurologis : GCS 15
Pada pemeriksaan fisik
Status Generalis : Mata cekung (-), Edema palpebral (-/-), konjungitva
anemis (-/-), epistaksis (-/-),sekret (-/-) bibir kering (+),
perdarahangusi (-), faring hiperemis (-)
Thorax : pleural friction rub (-/-)
Abdomen : I : Asites (-) ; P: undulasi (-); Per: pekak (-)
Hepar : Hepatomegali (-)
Kulit : Petekie (-) sianosis (-)

Pemeriksaan Laboratorium :
Assesment
- Demam Berdarah Dengue
1.6 Diagnosis
- Diagnosis Klinis : Demam Berdarah Dengue
- Diagnosis Gizi : Gizi Baik
- Diagnosis Imunisasi : Lengkap sesuai usia
- Diagnosis Perkembangan : Sesuai Usia
-
1.7 Terapi
 Asering 16 tpm makro
 Proris supp ( waktu di IGD)
 Paracetamol 3x2 tab
 Ondancentron 2x2,5 mg
 Ambroxol ½ tab
rhinofed ½ tab
8
salbutamol 0,5 mg
theofilin 50 mg
m.Pulv dtd 3x1

1.8 Follow Up

Tanggal Jam S O A P

• Asering 16 tpm
makro
• Paracetamol 3x2
Demam masih naik S : 36,7⁰C tab
turun, batuk pilek
14 -11- 2017 18.00
N : 80x /menit
DBD hari ke
• Ondancentron
(+) belum BAB dan
Lab: trombosit 2x2,5 mg
BAK normal V
107.000/µL • Ambroxol ½ tab
rhinofed ½ tab
salbutamol 0,5 mg
theofilin 50 mg
m.Pulv dtd 3x1

Demam S : 36,5⁰C
15 – 11- 2017 berkurang , mual N : 78x / menit
DBD hari ke • Lanjut terapi
12.30 (-) muntah(-) batuk Lab :
VI
pilek (+) Trombosit
82.000/µL

Demam (-)
16 – 11 - 17 S : 36,5⁰C
Batuk berdahak (-)
N : 80 x/menit
06.00 Keluhan sudah - Rencana Pulang
Rr: 24x/menit
tidak ada

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk
Aedes aegypti dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, dan diastesis hemoragik.
2.2 Etiologi

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae. Flavivirus merupakan virus
dengan diameter 30 mm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul
4 x 106.

Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat
serotipe ditemukan di indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak. Terdapat
reaksi silang antara serotipe dengue dengan flavivirus lain seperti yellow fever, japanese
encehphalitis dan west nille virus.

Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti
tikus, kelinci,anjing, kelelawar, dan primate. Survei epidemiologi pada hewan ternak di
dapatkan antibodi terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi dan babi. Penelitian pada
artropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus aedes
(stegomyia) dan toxorhynchites.

2.3 Epidemiologi
Penyakit ini terdapat di daerah tropis, terutama  di negara asean dan pasific barat.
terutama hidup dan berkembang biak di dalam rumah yaitu di tempat penampungan air
jernih atau tempat penampungan air disekitar rumah.

10
Infeksi primer maupun sekunder dengue pada orang dewasa mungkin
menimbukan perdarahan gastrointestinal yang parah. begitu juga kasus peningkatan
permeabilitas pembuluh darah. Contoh, tahun 1988 di Taiwan, banyak orang dewasa
yang mengalai pedarahan yang berat yang di hubungkan dengan DEN -1 juga mengalami
penyakit ulkus peptikum.
Masa inkubasi ekstrinsik berlangsung selama 8 – 10 hari. Infeksi virus dengue
pada manusia disebabkan oleh gigitan nyamuk Masa inkubasi instrinsik sekitar 4 – 13
hari (rata – rata 4 – 7 hari ) Viraemia tampak sebelum awitan gejala dan berlangsung
selama rata – rata lima hari setelah awitan. Penularan vertikan dapat terjadi, yang
mungkin penting bagi kelangsungan hidup virus, tetapi tidak dalam siklus epidemi.

2.4 Klasifikasi
Klasifikasi DHF berdasarkan patokan dari WHO (1999) DBD dibagi menjadi 4
derajat :
1. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanoa perdarahan spontan uji torniquet (+),
trombositopenia dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II
Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau di tempat lain.
3.      Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah
(hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan ujung jari.
4.      Derajat IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
Dengue Shock Syndrome ( DSS ) Dengue shock syndrome ( DSS ) adalah
sindroma syok yang terjadi pada penderita Dengue  Hemorrhagic Fever (DHF)
atau demam berdarah dengue.
Dengue syok sindrom bukan saja merupakan suatu permasalahan kesehatan masyarakat
yang menyebar dengan luas atau tiba – tiba, tetapi juga merupakan suatu permasalahan
klinis, karena 30 – 50 % penderita demam berdarah dengue akan mengalami renjatan dan
11
berakhir dengan demam suatu kematian terutama bila tidak ditangani secara dini dan
adekuat.

2.5 Patofisiologi

Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan
gejala karena viremia,seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan,
hiperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada sistem
retikuloendotelial seperti pembesaran – pembesaran kelenjar – kelenjar getah bening, hati
dan limfa. Ruam pada DHF disebabkan oleh kongesti pembuluh darah di bawah kulit.

Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan


DF dan DHF adalah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena penglepasan zat
anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi sistem kalikrein yang berakibat
ekstravasasi cairan intra vaskular. Hal ini berakibat berkurangnya volume
plasma,terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi,hipoproteinemia,efusi dan renjatan.
Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari saat permulaan demam dan
mencapai puncaknya pada saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume
plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%.

Adanya kebocoren plasma ke daerah ekstravaskular dibuktikan dengan


ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu rongga peritoneum, pleura dan perikard
yang pada autopsi ternyata melebihi jumlah cairan yang telah diberikan sebelumnya
melalui infus. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila
tidak segera diatasi dapat berakibat anoreksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.

Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan klinis yang drastis setelah pemberian
plasma / ekspander plasma yang efektif, sedangkan pada autopsi tidak ditemukan
kerusakan dinding pembuluh darah yang destruktif atau akibat radang, menimbulkan
dugaan bahwa perubahan fungsional  dinding pembuluh darah mungkin disebabkan
mediator farmakologis yang bekerja singkat. Sebab lain kematian pada DHF adalah
pedarahan hebat, yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak

12
teratasi. Perdarahan pada DHF umumnya dihubungkan dengan trombositopenia,
gangguan fungsi trombosit dan kelainan sistem koagulasi.

Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda


dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan dugaan
meningkatnya destruksi trombosit. Penyidikan dengan radioisotop membuktikan bahwa
penghancuran trombosit terjadinya dalam sistem retikuloendotelial.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti
dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan sistem koagulasi
disebabkan di antaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang terbukti terganggu
oleh aktivitas sistem koagulasi. Masakah tidaknya DIC pada DHF / DSS, terutama pada
pasien dengan perdarahan hebat, sejak lama telah menjadi bahan perdebatan.

Telah terbukti bahwa DIC secara potensial dapat terjadi juga pada pasien DHF
tanpa renjatan. Dikatakan pada masa dini DHF, peran DIC tidak menonjol dibandingkan
dengan perembesan plasma, tetapi bila penyakit memburuk dengan terjadinya asidosis
dan renjatan, maka renjatan akan memperberat DIC sehingga perannya akan menonjol.

2.6 Manifestasi Klinis

DemamAwalnya akut, cukup tinggi, dan kontinu, berlangsung lama 2 – 7 hari


• Setiap manifestasi perdarahan berikut : petekia, purpura, ekimosis,epistaksis, gusi
berdarah, dan hematemesis dan / atau melena.

• Uji torniquet positif

Uji torniquet dilakukan dengan memompa manset tekanan darah sampai suatu titik
tengah antara tekanan sistolik dan diastolik selama 5 menit. Hasil uji di nyatakan positif
jika tampak 10 atau lebih petekia per 2,5 cm2. Pada kasus DHF, uji tersebut biasanya
memberikan hasil yang pasti positif bila tampak 20 petekia atau lebih. Hasil uji mungkin
negatif atau agak positif selama fase syok yang dalam. Hasil tersebut kemudian akan
menjadi positif, bahkan terkadang sangat positif, jika dilakukan setelah pulih dari syok.

• Pembesaran hati (hepatomegali)


13
Tampak pada beberapa tahap penyakit yaitu sekitar 90 – 98 % pada anak anak di
thailand, tetapi di negara lain frekuensinya mungkin bervariasi.

• Syok

Di tandai dengan denyut yang cepat dan lemah di sertai tekanan denyut yang menurun
( 20 mmHg atau kurang ), atau hipotensi, juga dengan kulit yang lembab, dingin, dan
gelisah.

•         Temuan laboratorium

-          Trombositipenia ( 100.000 / mm3 atau kurang )

-          Hemokonsentrasi, peningkatan jumlah hematokrit sebanyak 20% atau lebih.

Dua kriteria klinis pertama, di tambah dengan trombositopenia dan hemokonsentrasi atau
peningkatan jumlah hematokrit, sudah cukup untuk menetapkan diagnosis klinis DHF.
Efusi pleura ( tampak melalui rontgen dada ) dan / atau hipoalbuminemia menjadi bukti
penunjang adanya kebocoran plasma. Bukti ini sangat berguna terutama pada pasien yang
anemia dan / atau mengalami perdarahan berat. Pada kasus syok, jumlah hematokrit yang
tinggi dan trombositipenia memperkuat diagnosis terjadinya DHF / DSS.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


•         Darah
Pada DHF umumnya dijumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi. Uji
tourniquetyang positif merupakan pemeriksaan penting. Masa pembekuan masih dalam
batas normal, tetapi masa perdarahan biasanya memanjang. Pada analisis kuantitatif
ditemukan penurunan faktor II, V, VII, IX, dan X. Pada pemeriksaan kimia darah tampak
hipoproteinemia, hiponatremia, serta hipokloremia. SGPT, SGOT, ureum dan pH
darahmungkin meningkat, sedangkan reserve alkali merendah.
•         Air Seni
Mungkin ditemukan albuminuria ringan.
•         Sumsum Tulang

14
Pada awal sakit biasanya hiposelular, kemudian menjadi hiperselular pada hari ke
– 5 dengan gangguan maturasi sedangkan pada hari ke – 10 biasanya sudah kembali
normal untuk semua sistem.
•      Serologi
Uji serulogi untuk infeksi dengue dapat dikategorikan atas dua kelompok besar, yaitu:
1.      Uji serulogi memakai serum ganda, yaitu serum yang diambil pada masa akut dan
masa konvalesen. Pada uji ini yang dicari adalah kenaikan antibodi antidengue sebanyak
minimal empat kali. Termasuk dalam uji ini pengikatan komplemen ( PK ), uji
neutralisasi ( NT ) dan uji dengue blot.
2.        Uji serulogi memakai serum tunggal. Pada uji ini yang dicari ada tidaknya atau
titer tertentu antibodi antidengue. Termasuk dalam golongan ini adalah uji dengue blot
yang mengukur antibodi antidengue tanpa memandang kelas antibodinya ; uji IgM
antidengue yang mengukur hanya antibodi antidengue dari kelas IgM.

2.8 Tatalaksana

Setiap pasien tersangka DHF sebaiknya dirawat di tempat terpisah dengan pasien
penyakit lain, sebaiknya pada kamar yang bebas nyamuk ( berkelambu ).
Penatalaksanaan pada DHF ialah :

1.    Tirah baring

2.    Makanan lunak

Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk minum banyak 1,5 – 2 liter dalam 24 jam (
susu, air gula atau sirop ) atau air tawar ditambah dengan garam saja.

3.    Medikamentosa yang bersifat simtomatis. Untuk hiperpireksia dapat diberikan


kompres es di kepala,ketiak, dan inguinal. Antipiretik sebaiknya dari golongan
asiminofen, eukinin atau dipiron. Hindari pemakaian asetosal karena bahaya perdarahan.

4. Antibiotik diberikan apabila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.


 Pasien DHF perlu diobservasi telititerhadap penemuan dini tanda renjatan, yaitu :

15
1.      Keadaan umum memburuk

2.      Hati semakin membesar

3.      Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia

4.      Hematokrit meninggi pada pemeriksan berkala

Dalam hal ini ditemukan tanda – tanda dini tersebut, infus harus disiapkan dan terpasang
pada pasien. Observasi meliputi pemeriksaan tiap jam terhadap keadaan umum, nadi,
tekanan darah, suhu dan pernapasan ; serta Hb dan Ht setiap 4 – 6 jam pada hari – hari
pertama pengamatan, selanjutnya setiap 24 jam.

Terapi untuk DSS bertujuan utama untuk mengembalikan volume cairan


intravaskuler dengan pemberian segera cairan intravena. Jenis cairan dapat berupa NaCl
faali, laktat Ringer atau bila terdapat renjatan yang berat dapat dipakai plasma atau
ekspander plasma. Jumlah cairan dan kecepatan pemberian cairan disesuaikan dengan
perkembangan klinis.

Kecepatan tetesan permulaan ialah 20 ml / kg BB, dan bila renjatan telah diatasi,
kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10 ml / kg BB / jam.
Pada kasus dengan renjatan berat, cairan diberikan dengan diguyur, dan bila tak tampak
perbaikan, di usahakan pemberian plasma atau ekspander plasma atau dekstran atau
preparat hemasel dengan jumlah 15 – 29 ml / kg BB. Dalam hal ini perlu diperhatikan
keadaan asidosis yang harus dikoreksi dengan Na – bikarbonas. Pada umumnya untuk
menjaga keseimbangan volume intravaskuler, pemberian cairan intravena baik dalam
bentuk elektrolit maupun plasma dipertahankan 12 – 48 jam setelah renjatan teratasi.

1.    Pasien dengan perdarahan yang membahayakan ( hematemesis dan melena )


2.    Pasien DSS yang pada pemeriksaan berkala, menunjukkan penurunan kadar
Hb dan Ht.

Pemberian kortikolsteroid dilakukan setelah terbukti tidak terdapat perbedaan yang


bermakna antara terapi tanpa atau dengan kortikosteroid. Pada pasien dengan renjatan
yang lama ( prolonget shock ), DIC diperkirakan merupakan penyebab utama perdarahan.

16
Bila dengan pemeriksaan hematemesis terbukti adanya DIC, heparin perlu diberikan.

17
Gambar 1. Alur Tatalaksana DBD grade 1 dan 2

18
Gambar 2. Alur Tatalaksana DBD grade 3 dan 4

19
DAFTAR PUSTAKA

Peters H, Gilles Wol. Tropical medicine & Parasitology. 3rd. London: Medical Publications ;
1991.

WHO. Dengue hemorrhagic fever Diagnosis, treatment, prevention and control. Page: 25,68.
Geneva WHO. 1997.

UI. Demam Berdarah Dengue: Pelatihan bagi pelatih, dokter spesialis anak, dan dokter
spesialis penyakit dalam, dalam tatalaksana kasus DBD. Balai Penerbit FKUI; Jakarta, 1999.

Alvin Kliegman Behrman. Ilmu Kesehatan Anak NELSON. Edisi 15 Vol 2. EGC.

Garna, Herry, Heda Melinda. Ilmu Kesehatan Anak Pedoman Diagnosis dan Terapi. Edisi 3.
Bandung : 2005.

Tjokronegoro, Arjatmo, Hendra Utama. Demam Berdarah Dengue. Fakultas Kesehatan


Universitas Indonesia. Jakarta: 2005.

Soedarmo, Soemarmo S., dkk. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta: 2008.

UI. Pedoman pelayanan medis IDAI. Jilid 1. 2010.

20

Anda mungkin juga menyukai