Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Alhamdulillah karena dengan
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Laporan Kasus “Demam
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang
membaca, agar penulis dapat mengkoreksi dan dapat membuat laporan kasus yang lebih baik
kedepannya.
Demikianlah laporan kasus ini dibuat sebagai tugas dari kegiatan klinis di stase Pediatri
serta untuk menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………1
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………..2
BAB I : STATUS PASIEN
1.1 Identitas………………………………………………………………..3
1.2 Anamnesis……………………………………………………………..3
1.3 Pemeriksaan Fisik……………………………………………………...5
1.4 Pemeriksaan Penunjang……………………………………………..…8
1.5 Resume………………………………………….........…………….....8
1.6 Assesment………………………………………….........………….…9
1.7 Diagnosa Kerja……………………………………………………..….9
1.8 Penatalaksanaan………………………………………………………10
1.9 Follow Up………………………………………….........……………10
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….…..32
2
BAB I
STATUS PASIEN
3
Ibu OS rutin ANC di Dokter Kandungan, rutin meminum obat penambah darah, sering
mengkonsumsi sayuran dan selama hamil tidak pernah terkena infeksi
h. Riwayat Persalinan
An. S Lahir secara SC, cukup bulan, langsung menangis, dan tidak ada sianosis dan
riwayat kuning (-)
BB lahir = 3500 gr
PB lahir = 48 cm
i. Pola Makan
Os dahulu meminum asi pada usia 6 bulan awal, yang disertai susu formula. Sebelum
sakit makan teratur 3 kali dalam satu hari, porsi 1 kali makan 1 piring penuh .
Ketika sakit porsi makan berkurang menjadi ½ piring makan
j. Riwayat Imunisasi
BCG : 1x saat usia 2 bulan
Polio : 5x saat usia lahir, 2, 4, 6, 18 bulan
DPT : 4x saat usia 2, 4, 6, 18 bulan
Campak : 1x saat usia 9 bulan
Hepatitis B : 3x saat usia lahir, 1, 6 bulan
Kesan : imunisasi dasar lengkap sesuai usia
k. Riwayat Perkembangan
Personal sosial : sudah bisa berusaha mencapai mainan
Motorik halus : sudah bisa memegang dengan ibu jari dan jari
Bahasa : sudah bisa menoleh ke arah suara
Motorik kasar : sudah bisa duduk tanpa pegangan
Kesan : Perkembangan sesuai usiia
l. Riwayat Alergi
An. S disangkal memiliki alergi, ayah dan ibu an. S juga tidak memiliki alergi.
m. Riwayat Psikososial
An. S tinggal bersama kedua orang tuanya Lingkungan rumah os bersih, memiliki sumber
air bersih.
1.3 Pemeriksaan Fisik
Dilakukan di Bangsal Badar
4
a. Keadaan Umum
Tampak sakit sedang
b. Kesadaran
Composmentis
c. Antropometri
BB : 25 kg
TB : 126 cm
d. Status Gizi
BB/U = 25/27 x 100% = 92% (Normal)
TB/U = 126/127 x 100% = 99% (Normal)
BB/TB = 25/24 x 100% = 104% (Normal)
Kesan : Gizi Baik
e. Tanda Vital (di Bangsal)
Nadi : 100x/menit
Napas : 20x /menit
Suhu : 37,5⁰C
f. Status Generalis
- Wajah : Simetris dextra dan sinistra, tidak terdapat tanda-tanda
peradangan, pucat (-)
- Rambut : Hitam, distribusi merata, tidah mudah dicabut (tidak rontok).
- Kepala : Normocephal, tidak mikrosefalus maupun hidrosefalus,bentuk
bulat, ubun-ubun belum tertutup dan datar, tidak terdapat tanda-
tanda peradangan, cekung (-)
- Mata : Cekung (-/-), Edema palpebra (-/-), Konjungtiva anemis (-/-),
Sklera ikterik
(-/-), refleks cahaya direk dan indirek (+/+), pupil isokor.
- Hidung : Pernapasan cuping hidung (-/-), epistaksis (-/-), sekret (-/-),
septum deviasi (-), tidak terdapat luka bekas trauma.
- Telinga :Normotia, serumen (+/+), tidak terdapat tanda-tanda peradangan.
- Mulut : Bibir pucat (-), bibir kering (+), sianosis (-), lidah kotor dan
tremor (-), stomatitis (-), perdarahan gusi (-)
5
- Tenggorokan : Faring hiperemis (-) Tonsil T1/T1 permukaan licin.
- Leher : Pembesaran KGB mandibular (-/-), pembesaran kelenjar tiroid (
-/-).
- Thorax
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni regular, murmur (-), gallop (-)
- Ekstremitas superior
Akral : Hangat (+/+)
Edema : (-/-)
Sianosis : (-/-)
6
RCT : <2 detik
- Ekstremitas inferior
Akral : Hangat (+/+)
Edema : (-/-)
Sianosis : (-/-)
RCT : <2 detik
- Kelenjar inguinal : Tidak terdapat adanya pembesaran kelenjar.
- Anus dan rectum : Tidak terdapat tanda-tanda peradangan dan tidak terdapat
adanya perdarahan.
- Genitalia : Perempuan, tidak terdapat tanda-tanda peradangan.
- Kulit : Pucat (-),sianosis (-), turgor elastis kembali dengan
Cepat, petekie (-)
- Status Neurologis : GCS: 15
Reflek fisiologis (+)
Reflek patologis (-)
Tanda Rangsang Meningeal (-)
1.5 Resume
7
An. S, Perempuan, usia 8 Tahun 10 bulan, datang bersama kedua orang tuanya ke IGD RSIJ
Cempaka Putih dengan keluhan demam 5 hari SMRS, demam timbul mendadak dan
dirasakan terus menerus, muntah 2x/hari, pusing, mual, nafsu makan berkurang
TTV : nadi 100x /menit, RR 20x/menit, suhu 37,5⁰C.
Status Gizi : Gizi Baik
Status Neurologis : GCS 15
Pada pemeriksaan fisik
Status Generalis : Mata cekung (-), Edema palpebral (-/-), konjungitva
anemis (-/-), epistaksis (-/-),sekret (-/-) bibir kering (+),
perdarahangusi (-), faring hiperemis (-)
Thorax : pleural friction rub (-/-)
Abdomen : I : Asites (-) ; P: undulasi (-); Per: pekak (-)
Hepar : Hepatomegali (-)
Kulit : Petekie (-) sianosis (-)
Pemeriksaan Laboratorium :
Assesment
- Demam Berdarah Dengue
1.6 Diagnosis
- Diagnosis Klinis : Demam Berdarah Dengue
- Diagnosis Gizi : Gizi Baik
- Diagnosis Imunisasi : Lengkap sesuai usia
- Diagnosis Perkembangan : Sesuai Usia
-
1.7 Terapi
Asering 16 tpm makro
Proris supp ( waktu di IGD)
Paracetamol 3x2 tab
Ondancentron 2x2,5 mg
Ambroxol ½ tab
rhinofed ½ tab
8
salbutamol 0,5 mg
theofilin 50 mg
m.Pulv dtd 3x1
1.8 Follow Up
Tanggal Jam S O A P
• Asering 16 tpm
makro
• Paracetamol 3x2
Demam masih naik S : 36,7⁰C tab
turun, batuk pilek
14 -11- 2017 18.00
N : 80x /menit
DBD hari ke
• Ondancentron
(+) belum BAB dan
Lab: trombosit 2x2,5 mg
BAK normal V
107.000/µL • Ambroxol ½ tab
rhinofed ½ tab
salbutamol 0,5 mg
theofilin 50 mg
m.Pulv dtd 3x1
Demam S : 36,5⁰C
15 – 11- 2017 berkurang , mual N : 78x / menit
DBD hari ke • Lanjut terapi
12.30 (-) muntah(-) batuk Lab :
VI
pilek (+) Trombosit
82.000/µL
Demam (-)
16 – 11 - 17 S : 36,5⁰C
Batuk berdahak (-)
N : 80 x/menit
06.00 Keluhan sudah - Rencana Pulang
Rr: 24x/menit
tidak ada
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk
Aedes aegypti dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, dan diastesis hemoragik.
2.2 Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae. Flavivirus merupakan virus
dengan diameter 30 mm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul
4 x 106.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat
serotipe ditemukan di indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak. Terdapat
reaksi silang antara serotipe dengue dengan flavivirus lain seperti yellow fever, japanese
encehphalitis dan west nille virus.
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti
tikus, kelinci,anjing, kelelawar, dan primate. Survei epidemiologi pada hewan ternak di
dapatkan antibodi terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi dan babi. Penelitian pada
artropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus aedes
(stegomyia) dan toxorhynchites.
2.3 Epidemiologi
Penyakit ini terdapat di daerah tropis, terutama di negara asean dan pasific barat.
terutama hidup dan berkembang biak di dalam rumah yaitu di tempat penampungan air
jernih atau tempat penampungan air disekitar rumah.
10
Infeksi primer maupun sekunder dengue pada orang dewasa mungkin
menimbukan perdarahan gastrointestinal yang parah. begitu juga kasus peningkatan
permeabilitas pembuluh darah. Contoh, tahun 1988 di Taiwan, banyak orang dewasa
yang mengalai pedarahan yang berat yang di hubungkan dengan DEN -1 juga mengalami
penyakit ulkus peptikum.
Masa inkubasi ekstrinsik berlangsung selama 8 – 10 hari. Infeksi virus dengue
pada manusia disebabkan oleh gigitan nyamuk Masa inkubasi instrinsik sekitar 4 – 13
hari (rata – rata 4 – 7 hari ) Viraemia tampak sebelum awitan gejala dan berlangsung
selama rata – rata lima hari setelah awitan. Penularan vertikan dapat terjadi, yang
mungkin penting bagi kelangsungan hidup virus, tetapi tidak dalam siklus epidemi.
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi DHF berdasarkan patokan dari WHO (1999) DBD dibagi menjadi 4
derajat :
1. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanoa perdarahan spontan uji torniquet (+),
trombositopenia dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II
Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau di tempat lain.
3. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah
(hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan ujung jari.
4. Derajat IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
Dengue Shock Syndrome ( DSS ) Dengue shock syndrome ( DSS ) adalah
sindroma syok yang terjadi pada penderita Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
atau demam berdarah dengue.
Dengue syok sindrom bukan saja merupakan suatu permasalahan kesehatan masyarakat
yang menyebar dengan luas atau tiba – tiba, tetapi juga merupakan suatu permasalahan
klinis, karena 30 – 50 % penderita demam berdarah dengue akan mengalami renjatan dan
11
berakhir dengan demam suatu kematian terutama bila tidak ditangani secara dini dan
adekuat.
2.5 Patofisiologi
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan
gejala karena viremia,seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan,
hiperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada sistem
retikuloendotelial seperti pembesaran – pembesaran kelenjar – kelenjar getah bening, hati
dan limfa. Ruam pada DHF disebabkan oleh kongesti pembuluh darah di bawah kulit.
Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan klinis yang drastis setelah pemberian
plasma / ekspander plasma yang efektif, sedangkan pada autopsi tidak ditemukan
kerusakan dinding pembuluh darah yang destruktif atau akibat radang, menimbulkan
dugaan bahwa perubahan fungsional dinding pembuluh darah mungkin disebabkan
mediator farmakologis yang bekerja singkat. Sebab lain kematian pada DHF adalah
pedarahan hebat, yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak
12
teratasi. Perdarahan pada DHF umumnya dihubungkan dengan trombositopenia,
gangguan fungsi trombosit dan kelainan sistem koagulasi.
Telah terbukti bahwa DIC secara potensial dapat terjadi juga pada pasien DHF
tanpa renjatan. Dikatakan pada masa dini DHF, peran DIC tidak menonjol dibandingkan
dengan perembesan plasma, tetapi bila penyakit memburuk dengan terjadinya asidosis
dan renjatan, maka renjatan akan memperberat DIC sehingga perannya akan menonjol.
Uji torniquet dilakukan dengan memompa manset tekanan darah sampai suatu titik
tengah antara tekanan sistolik dan diastolik selama 5 menit. Hasil uji di nyatakan positif
jika tampak 10 atau lebih petekia per 2,5 cm2. Pada kasus DHF, uji tersebut biasanya
memberikan hasil yang pasti positif bila tampak 20 petekia atau lebih. Hasil uji mungkin
negatif atau agak positif selama fase syok yang dalam. Hasil tersebut kemudian akan
menjadi positif, bahkan terkadang sangat positif, jika dilakukan setelah pulih dari syok.
• Syok
Di tandai dengan denyut yang cepat dan lemah di sertai tekanan denyut yang menurun
( 20 mmHg atau kurang ), atau hipotensi, juga dengan kulit yang lembab, dingin, dan
gelisah.
• Temuan laboratorium
Dua kriteria klinis pertama, di tambah dengan trombositopenia dan hemokonsentrasi atau
peningkatan jumlah hematokrit, sudah cukup untuk menetapkan diagnosis klinis DHF.
Efusi pleura ( tampak melalui rontgen dada ) dan / atau hipoalbuminemia menjadi bukti
penunjang adanya kebocoran plasma. Bukti ini sangat berguna terutama pada pasien yang
anemia dan / atau mengalami perdarahan berat. Pada kasus syok, jumlah hematokrit yang
tinggi dan trombositipenia memperkuat diagnosis terjadinya DHF / DSS.
14
Pada awal sakit biasanya hiposelular, kemudian menjadi hiperselular pada hari ke
– 5 dengan gangguan maturasi sedangkan pada hari ke – 10 biasanya sudah kembali
normal untuk semua sistem.
• Serologi
Uji serulogi untuk infeksi dengue dapat dikategorikan atas dua kelompok besar, yaitu:
1. Uji serulogi memakai serum ganda, yaitu serum yang diambil pada masa akut dan
masa konvalesen. Pada uji ini yang dicari adalah kenaikan antibodi antidengue sebanyak
minimal empat kali. Termasuk dalam uji ini pengikatan komplemen ( PK ), uji
neutralisasi ( NT ) dan uji dengue blot.
2. Uji serulogi memakai serum tunggal. Pada uji ini yang dicari ada tidaknya atau
titer tertentu antibodi antidengue. Termasuk dalam golongan ini adalah uji dengue blot
yang mengukur antibodi antidengue tanpa memandang kelas antibodinya ; uji IgM
antidengue yang mengukur hanya antibodi antidengue dari kelas IgM.
2.8 Tatalaksana
Setiap pasien tersangka DHF sebaiknya dirawat di tempat terpisah dengan pasien
penyakit lain, sebaiknya pada kamar yang bebas nyamuk ( berkelambu ).
Penatalaksanaan pada DHF ialah :
1. Tirah baring
2. Makanan lunak
Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk minum banyak 1,5 – 2 liter dalam 24 jam (
susu, air gula atau sirop ) atau air tawar ditambah dengan garam saja.
15
1. Keadaan umum memburuk
Dalam hal ini ditemukan tanda – tanda dini tersebut, infus harus disiapkan dan terpasang
pada pasien. Observasi meliputi pemeriksaan tiap jam terhadap keadaan umum, nadi,
tekanan darah, suhu dan pernapasan ; serta Hb dan Ht setiap 4 – 6 jam pada hari – hari
pertama pengamatan, selanjutnya setiap 24 jam.
Kecepatan tetesan permulaan ialah 20 ml / kg BB, dan bila renjatan telah diatasi,
kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10 ml / kg BB / jam.
Pada kasus dengan renjatan berat, cairan diberikan dengan diguyur, dan bila tak tampak
perbaikan, di usahakan pemberian plasma atau ekspander plasma atau dekstran atau
preparat hemasel dengan jumlah 15 – 29 ml / kg BB. Dalam hal ini perlu diperhatikan
keadaan asidosis yang harus dikoreksi dengan Na – bikarbonas. Pada umumnya untuk
menjaga keseimbangan volume intravaskuler, pemberian cairan intravena baik dalam
bentuk elektrolit maupun plasma dipertahankan 12 – 48 jam setelah renjatan teratasi.
16
Bila dengan pemeriksaan hematemesis terbukti adanya DIC, heparin perlu diberikan.
17
Gambar 1. Alur Tatalaksana DBD grade 1 dan 2
18
Gambar 2. Alur Tatalaksana DBD grade 3 dan 4
19
DAFTAR PUSTAKA
Peters H, Gilles Wol. Tropical medicine & Parasitology. 3rd. London: Medical Publications ;
1991.
WHO. Dengue hemorrhagic fever Diagnosis, treatment, prevention and control. Page: 25,68.
Geneva WHO. 1997.
UI. Demam Berdarah Dengue: Pelatihan bagi pelatih, dokter spesialis anak, dan dokter
spesialis penyakit dalam, dalam tatalaksana kasus DBD. Balai Penerbit FKUI; Jakarta, 1999.
Alvin Kliegman Behrman. Ilmu Kesehatan Anak NELSON. Edisi 15 Vol 2. EGC.
Garna, Herry, Heda Melinda. Ilmu Kesehatan Anak Pedoman Diagnosis dan Terapi. Edisi 3.
Bandung : 2005.
Soedarmo, Soemarmo S., dkk. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta: 2008.
20