Oleh:
Sagifa Anovianty
H1A014071
Pembimbing:
dr. Ario Danianto, Sp.OG
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan journal reading yang berjudul “Cause Analysis and
Clinical Management Experience Of The Premature Rupture Of Membrane”.
Journal reading ini saya susun dalam rangka memenuhi tugas dalam proses mengikuti
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kandungan dan Ginekologi di Rumah Sakit Umum
Provinsi Nusa Tenggara Barat, Fakultas Kedokteran Universitas Mataram. Saya berharap
penyusunan jurnal reading ini dapat berguna dalam meningkatkan pemahaman kita semua.
Saya menyadari bahwa jurnal reading ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, saya
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan laporan ini. Semoga
Tuhan selalu memberikan petunjuk-Nya kepada kita semua di dalam melaksanakan tugas dan
menerima segala amal ibadah kita.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
IDENTITAS JURNAL
4
Analisis Penyebab dan Pengalaman Manajemen Klinis dari
Ketuban Pecah Dini
Ning Li, Qiulan Fu, Wenhua Cai
Department of Obstetrics and Gynecology, Rumah Sakit Kesehatan Ibu dan Anak,
Nanning, Cina
ABSTRAK
Berdasarkan penelitian retrospektif pada 189 kasus ketuban pecah dini, kami menemukan
bahwa KPD dapat menghasilkan risiko lebih tinggi dari distosia, kelahiran caesar dan
komplikasi ibu dan janin, setelah memeriksa langkah-langkah manajemen klinis kami dan
mencari manajemen klinis yang positif, kami mencari cara yang lebih baik untuk mengurangi
KPD dan risiko ibu dan anak agar memiliki hasil kehamilan yang lebih baik.
Kata kunci: KPD; Distosia; Infeksi Puerperalis; Sufokasi Neonatus; Pneumonia Neonatal
1. PENDAHULUAN
Ketuban pecah dini (KPD) adalah komplikasi umum dalam bidang obstetri, yang secara
klinis dibagi menjadi KPD Aterm dan KPD Preterm. Sebanyak 90% dari pasien KPD akan
mengalami cairan yang keluar dari vagina dalam jumlah besar, tanpa tanda-tanda nyeri
abdomen atau pertanda produksi lainnya. Cairan dapat dilihat mengalir keluar vagina dan
lemak janin dapat dideteksi. Cairan kuning kehijauan akan tampak jika janin mengalami fetal
distress, yang menyebabkan cairan amnion bercampur mekoneum. Jika cavum amnion
terinfeksi, cairan vagina akan berbau yang dihubungkan dengan infeksi akut seperti demam
pada ibu, peningkatan denyut jantung ibu dan janin, nyeri tekan pada rahim, dan lain-lain.
Peningkatan denyut jantung ibu dan janin sering kali terjadi tanpa pengamatan klinis dengan
demam yang nyata. Kontraksi uterus dan dilatasi serviks sering terjadi segera setalah KPD
atau KPD preterm. Penelitian menunjukkan bahwa KPD berhubungan kuat dengan infeksi
vagina dan merupakan permulaan dari distosia karena dapat menyebabkan berkurangnya
cairan amnio dan inersia uteri. KPD juga menyebabkan persalinan prematur dan lingkaran
infeksi pada bayi yang merupakan penyebab utama stillbirth, fetal distress, asfiksia neonatus,
dan pneumonia neonatus.
5
2. METODE DAN OBYEK
2.1 Obyek Penelitian
Peneliti memilih 189 kasus perempuan hamil yang terdiagnosis KPD di Pusat Pelayanan
Kesehatan Ibu dan Anak Nanning sejak Juni 2009-September 2010 sebagai kelompok
observasi dan 864 perempuan hamil yang bersalin tanpa KPD pada periode yang sama
sebagai kelompok kontrol. Perempuan dalam kelompok observasi berusia antara 20 sampai
35 tahun dengan rerata usia (28 +/- 3,05), usia kehamilan antara 27 sampai 41 minggu dengan
rerata usia kehamilan (38 +/- 2,07). Perempuan dalam kelompok kontrol berusia antara 22
sampai 39 tahun dengan rerata usia (27,5 +/- 4,72), usia kehamilan antara 28-40 minggu
dengan rerata (39 +/- 0,44). Tidak terdapat perubahan yang signifikan antara usia ibu dan usia
kehamilan antara kedua kelompok (P > 0,05).
2.2 Metode Penelitian
i. Metode Diagnosis
a. Cairan keluar dari vagina atau lemak janin dan mekoneum (dalam jumlah besar) dapat
dilihat pada vagina ketika dilakukan pemeriksaan dengan spekulum vagina.
b. pH >6,5 ketika dilakukan pengukuran pada cairan vagina dengan kertas Lakmus.
c. Kulit janin dari sel-sel epitel dan kristalisasi cairan amnion ditemukan pada pengecatan
cairan vagina.
d. Cairan amnion yang keluar mendorong bagian terbawah janin (presentasi).
6
2.3 Pengolahan Statistik
Menggunakan SPSS 17.0 untuk mengolah data dan kedua kelompok tersebut dibandingkan
menggunakan T Test. Data numerik dinyatakan dalam persentase. Kedua kelompok tersebut
dibandingkan dengan menggunakan Uji χ2. Jika P <0,05 perbedaannya signifikan secara
statistik.
3. HASIL
3.1 Laju Insidensi KPD
Terdapat sebanyak 189 kasus KPD dalam 1053 kasus di Rumah Sakit Naning Kesehatan Ibu
dan Anak dari 1 Juni 2009 - 30 September 2010 yaitu terhitung sebanyak 17,9%.
3.2 Hubungan Antara KPD dengan Infeksi Saluran Kemih
Pada kelompok observasi, 57 kasus (30,2%) positif pada kultur bakteri dari sekret vagina;
pada kelompok kontrol, 93 kasus (10,76%) positif pada kultur bakteri dari sekret vagina.
Terdapat perbedaan signifikan antara kedua kelompok (P <0,05).
3.3 Artikulasi Kepala Janin
Pada kelompok observasi, kasus-kasus artikulasi kepala janin dan tanpa artikulasi adalah 67
(35,4%) dan 122 (64,6%); pada kelompok kontrol terdapat 645 kasus (74,7%) dan 219 kasus
(25,3%). Terdapat perbedaan signifikan pada kedua kelompok (P <0,05).
3.4 Cara Persalinan
Persalinan normal pada kelompok observasi signifikan lebih rendah dibanding kelompok
kontrol (P <0,01). Cephalopelvic disproportion (CPD), laju fetal distress signifikan lebih
rendah (P <0,01).
Lihat tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan pada Kedua Kelompok
Kelompok N Persalinan Pervaginam SC
Persalinan Dengan CPD Presentasi Fetal
Normal Bantuan Bokong Distress
Alat
Observasi 189 92 1 (0,5%) 42 14 (7,4%) 40
(48,7%) (22,2%) (21,2%)
Kontrol 864 621 4 (0,5%) 121 (14%) 6 (0,7%) 112 (13%)
(71,9%)
Keterangan:
- Total KPD adalah 189 kasus (kelompok observasi).
- Dari 189 kasus tersebut, 92 kasus (48,7%) bersalinan normal (tanpa bantuan alat). Angka
ini lebih rendah dibanding kelompok kontrol, terdapat 621 kasus dari total 864 kasus
bersalin normal (tanpa bantuan alat), yaitu 71,9%. Berdasarkan hasil uji statistik, terdapat
7
perbedaan signifikan pada kedua kelompok. Artinya, ibu hamil tanpa KPD lebih banyak
yang bersalin normal dibanding ibu hamil dengan KPD.
- Dari 189 kasus tersebut, 42 kasus (22,2%) bersalin melalui SC atas indikasi CPD. Angka
ini lebih tinggi dibanding kelompok kontrol, terdapat 121 kasus dari total 184 kasus SC
atas indikasi KPD, yaitu 14%. Berdasarkan hasil uji statistik, terdapat perbedaan
signifikan pada kedua kelompok. Artinya, pada ibu hamil dengan KPD lebih banyak
dijumpai CPD sehingga diputuskan untuk SC dibanding ibu hamil tanpa KPD.
- Dari 189 kasus tersebut, 40 kasus (21,2%) bersalin melalui SC atas indikasi FD. Angka ini
lebih tinggi dibanding kelompok kontrol, terdapat 112 kasus dari total 184 kasus SC atas
indikasi FD, yaitu 13%. Berdasarkan hasil uji statistik, terdapat perbedaan signifikan pada
kedua kelompok. Artinya, pada ibu hamil dengan KPD lebih banyak dijumpai FD
dibanding ibu hamil tanpa KPD.
4. PEMBAHASAN
KPD adalah komplikasi umum pada kehamilan. Infeksi, kelahiran prematur, solusio plasenta,
prolaps tali pusat, cairan amnion, gawat janin dan penurunan tingkat komplikasi secara
signifikan meningkat karena KPD dimana sering menyebabkan hasil kehamilan yang buruk.
Perawatan klinis saat ini untuk KPD terutama KPD Preterm telah berkembang, tetapi belum
ada metode yang ideal. Oleh karena itu, penelitian tentang penyebab KPD serta bagaimana
cara mengobatnya dan mencegah komplikasi kehamilan lainnya sangat penting untuk
diagnosis dan pengobatan klinis obstetrik.
4.1 Faktor Resiko KPD
Begitu banyak faktor resiko dari KPD.
a) Infeksi mikroorganisme patogen saluran genetalia secara asenden. Ziaei S mengumpulkan
200 pasien KPD dengan keputihan dan sekresi uterus kemudian dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Dia percaya bahwa KPD berkaitan dengan infeksi vagina. Aboyeji AP
menarik kesimpulan dari hasil statistik pemeriksaan KPD dengan sekret vagina bahwa KPD
berkaitan erat dengan infeksi vagina.
Penelitian kami menunjukkan bahwa tingkat positif kultur bakteri vagina adalah
30,2% (57/189) pada kelompok perlakuan, sedangkan tingkat kultur bakteri vagina positif
adalah 10,76% (93/864) pada kelompok kontrol. Tingkat infeksi saluran kemih secara
signifikan lebih tinggi daripada kelompok kontrol (P <0,05), sehingga KPD dan infeksi
saluran kemih sangat terkait.
b) Tekanan yang meningkat pada cavum Amnion. Kehamilan kembar dan polihidramnion
dapat meningkatkan tekanan cavum amnion. Ketika terjadi bersamaan dengan cacat membran
janin, seperti hilangnya elastisitas, pengurangan kolagen, peningkatan tekanan dibagian
membran janin yang lemah akan menyebabkan ketuban pecah dini.
c) Tekanan tidak merata pada membran janin. Kondisi abnormal seperti posisi janin
abnormal, cekungan kepala asimetris dll dapat menyebabkan kegagalan pada keterlibatan
antara presentasi janin dan pintu masuk panggul. Pelvis yang kosong dapat menyebabkan
9
tekanan yang tidak merata pada depan kapsul cairan ketuban yang menyebabkan ketuban
pecah dini.
d) Nutrisi tidak mencukupi. Studi membuktikan bahwa kekurangan vitamin C dan cuprum
dalam darah ibu dapat mengurangi kemampuan elastisitas membran janin yang dengan
mudah dapat menyebabkan ketuban pecah dini.
e) Dilatasi seviks. Faktor-faktor seperti operasi ekspansi mekanis pada seviks, trauma lahir
atau serviks rapuh bawaan dapat merusak fungsi dari spinter musculi cervix. Konsekuensinya
adalah serviks akan mengendur dan membuat depan kapsul cairan amnion dengan mudah
masuk ke dalam menyebabkan tekanan yang tidak merata pada kapsul cairan amnion. Bagian
dari selaput janin ini dekat dengan vagina sehingga rentan terlindung dari lendir serviks dan
memungkinkan terinfeksi oleh mikroorganisme patogen yang akan menyebabkan ketuban
pecah dini.
4.2 Hubungan Antara KPD Dengan Distosia
Pengamatan pada kelompok perlakuan yaitu 189 ibu hamil menunjukkan bahwa
tingkat kepala janin tanpa artikulasi adalah 64,6% (122/189) lebih tinggi daripada kelompok
kontrol, yaitu 25,3% (219/864 dua). Perbedaannya secara statistik signifikan (P <0,05). Data
menunjukkan bahwa alasan utama untuk kelahiran caesar (dystocia) terletak pada disproporsi
sefalopelvik, posisi janin yang salah (sungsang) dan gawat janin.
Rinciannya adalah sebagai berikut: angka kelahiran caesar yang disebabkan oleh
disproporsi adalah 22,2% (42/189) pada kelompok perlakuan dan 14% (121/864) pada
kelompok kontrol; angka kelahiran caesar yang disebabkan oleh posisi sungsang adalah 7,4%
(14/189) pada kelompok perlakuan dan 0,7% (6/864) pada kelompok kontrol; angka
kelahiran caesar yang disebabkan oleh distres janin adalah 21,2% (40/189) pada kelompok
perlakuan dan 13% (112/864) pada kelompok kontrol. Perbedaan antara kedua kelompok
dalam tiga keadaan di atas secara statistik signifikan (P <0,05). Itu berarti ada hubungan
antara PROM dan distosia.
Alasannya adalah bahwa disproporsi sefalopelvik atau posisi janin yang abnormal,
presentasi janin dan dasar panggul tidak dapat engage dengan benar yang akan meninggalkan
celah antara presentasi janin dan panggul. Ketika tekanan uterus muncul, tekanan intrauterin
meningkat membuat kantung amnion memenuhi celah yang dapat menyebabkan ketuban
pecah dini, cairan amnion berkurang dengan cepat. Sebagai konsekuensinya, tali pusat akan
terpeluntir oleh dinding sterin dan janin menyebabkan gangguan sirkulasi darah tali pusat dan
gawat janin, meningkatkan kemungkinan persalinan caesar. Oleh karena itu ketuban pecah
dini sering menunjukkan distosia.
10
4.3 Efek KPD Pada Ibu dan Janin
Infeksi ibu pada masa nifas adalah salah satu komplikasi utama KPD. Data dalam
artikel ini menunjukkan bahwa tingkat infeksi nifas adalah 2,64% (5/189) pada kelompok
perlakuan dan 0,46% (4/864) pada kelompok kontrol. Perbedaan antara kedua kelompok
secara statistik signifikan (P <0,05). Alasannya adalah bahwa KPD dapat menyebabkan
retrograd patogen, korioamnionitis, endometritis dan infeksi sayatan operasi, dll. Hal ini juga
dapat menyebabkan abrupsi plasenta yang fatal, empiema uterus yang parah, penyakit radang
panggul, seperti peritonitis, sepsis, dan syok septik dan komplikasi serius lainnya,
menyebabkan infeksi yang parah pada ibu bahkan kematian. KPD biasanya dapat
menyebabkan kelahiran prematur 30% - 50%.
KPD juga dapat menghasilkan pengurangan volume cairan ketuban yang dapat
menyebabkan gangguan janin intrauterin, yang menyebabkan infeksi perinatal, sindrom
kompresi tali pusat janin dll, yang membuat morbiditas distres janin, asfiksia neonatal dan
pneumonia neonatal meningkat secara signifikan.
Data menunjukkan bahwa diantara dua kelompok yang tidak memiliki perbedaan
signifikan secara statistik pada usia kehamilan janin dan berat badan, tingkat kelahiran
prematur adalah 18% (34/189) dalam kelompok perlakuan sedangkan pada kelompok kontrol
adalah 6,6% (57/864) .
Data juga menunjukkan bahwa tingkat asfiksia neonatal pada kelompok perlakuan
adalah 23,8% (45/189) dan kelompok kontrol adalah 12,7% (110/864); pneumonia neonatal
16,4% pada kelompok perlakuan (31/189) dan kelompok kontrol 8,9% (77/864). Mereka
memiliki perbedaan yang signifikan secara statistik (nilai rata-rata P <0,05). Jadi KPD akan
meningkatkan kemungkinan kelahiran prematur dan komplikasi prematuritas.
4.4 Pencegahan KPD
Kelima faktor risiko yang disebutkan di atas sering berinteraksi dan terjadi bersama-sama
atau sebagian, jadi kita harus mengambil tindakan yang sesuai untuk mencegah KPD. Metode
pencegahan utama dapat berupa:
a) Infeksi saluran genital bawah, seperti richomonas vaginitis, infeksi bakteri gonorrhea,
infeksi chlamydia trachomatis serviks, penyakit vagina bakteri, dll harus ditangani sedini
mungkin untuk mencegah KPD.
b) Perhatikan keseimbangan nutrisi, unsur tembaga tambahan yang sesuai atau vitamin C.
c) Hindari peningkatan tekanan abdomen secara mendadak. Ambilah cukup istirahat untuk
pasien yang mengalami bagian terbawah janin belum memasuki pintu atas panggul.
d) Untuk dilatasi serviks, lakukan serviks cerclage pada usia kehamilan 14 - 16 minggu.
11
4.5 Tatalaksana KPD
Kami sepenuhnya menginformasikan kepada pasien KPD dan keluarga mereka
tentang kemungkinan risiko dan komplikasi dalam proses persalinan melakukan manajemen
dan pengobatan klinis dalam kondisi pasien telah menandatangani persetujuan untuk
pengobatan. Tindakan manajemen dan pengobatan telah disetujui oleh komite etika dan
akademis kami, dan telah menjadi standar perawatan medis kebidanan untuk bagian
kandungan. Berikut ini adalah langkah-langkah manajemen klinis kami pada wanita hamil
dengan ketuban pecah dini.
1) Perawatan. Untuk wanita hamil yang tidak dalam persalinan setelah ketuban pecah dini,
dan tanpa tanda-tanda infeksi, usia kehamilan 28-34 minggu, USG menunjukkan kedalaman
cairan ketuban ≥ 3 cm, perawatan yang diharapkan dapat diterapkan.
Langkah-langkah sebagai berikut:
a. Istirahat di tempat tidur, hindari pemeriksaan anal dan vagina yang tidak perlu, jaga
kebersihan vulva, cek suhu tubuh, denyut nadi dan karakteristik cairan dan aroma cairan
ketuban. Periksa jumlah leukosit dan neutrofil setiap hari selama 3 hari berturut-turut, jika
normal lakukan setiap 2 kali seminggu, waspada terhadap korioamnionitis.
b. Gunakan antibiotik jika selaput ketuban telah robek selama lebih dari 12 jam.
c. Kontraksi uterus akan terjadi dalam 24 jam pada sebagian besar wanita hamil dengan
ketuban pecah dini. Untuk memperpanjang usia kehamilan, agen tokolitik harus digunakan
sesuai dengan situasi.
d. Untuk mempercepat pematangan paru janin, gunakan dexamethasone 5 mg dengan injeksi
intramuskular setiap 12 jam, 4 kali secara total.
e. Pantau volume residu cairan ketuban dengan USG, jika kedalaman cairan amnion ≤ 5 cm,
minum 2.000 ml air dalam 2 jam yang mana dapat meningkatkan jumlah cairan amnion. Jika
kedalaman cairan amnion ≤ 2 cm pertimbangkan penghentian kehamilan.
f. Pemantauan detak jantung janin dan pemeriksaan protein reaktif C dapat mendiagnosis
korioamnionitis. Ketika C reaksi protein> 30 mg, pertimbangkan adanya infeksi, sekali
didiagnosis segera terminasi kehamilan.
2) Waktu untuk terminasi kehamilan. Jika persalinan terjadi lebih dari 35 minggu kehamilan,
biarkan saja. Bagi pasien yang memiliki indikasi bedah caesar, hentikan kehamilan dengan
operasi caesar. Adapun wanita yang hamil dengan diabetes kurang dari 36 minggu,
meningkatkan kematangan paru janin pada kondisi indeks cairan ketuban normal dan tidak
ada infeksi, dan memperpanjang minggu kehamilan hingga lebih dari 36 minggu.
12
3) Manajemen KPD parturient. Observasi ketat artikulasi presentasi janin, suara jantung
janin, kontraksi uterus, dan karakteristik cairan ketuban. Tangani proses kelahiran pertama
dan kedua secara aktif dan cepat untuk mengurangi insidensi asfiksia neonatal.
Jika perkembangan persalinan lambat, kenali penyebabnya, gunakan oksitosin, serviks uterus,
lidokain dan dilatasi serviks dengan tangan untuk mempersingkat proses kelahiran. Pantau
detak jantung janin terus menerus. Jika persalinan pervaginam tidak memungkinkan, pilihlah
kelahiran sesar tanpa penundaan.
4) Perawatan pascapersalinan. Setelah melahirkan, kultur bakteri dan uji sensitif obat harus
digunakan untuk faring, saluran telinga dan kulit, dan pemeriksaan patologis pada plasenta,
selaput janin. Pengamatan intensif pada ibu dan bayi tentang tanda-tanda infeksi.
5) Pencegahan infeksi nifas pascapersalinan ibu. Membersihkan rongga uterus dan sayatan
operasi dengan metronidazol selama operasi, gunakan antibiotik 5-7 hari setelah operasi,
perhatikan perawatan perineum untuk menghindari infeksi berulang. Tarik keluar kateter
sedini mungkin, buat pasien minum lebih banyak air untuk menghindari infeksi saluran
kemih, douche vaginal dengan iodophors setelah proses persalinan pervaginam.
13
gawat janin dan indikasi lain untuk kelahiran caesar maka hentikan kehamilan sehingga dapat
mengurangi timbulnya komplikasi dan bersiap untuk penatalaksanaan klinis KPD.
14
Analisis Jurnal
Kelebihan jurnal :
Jurnal cukup jelas dalam memaparkan kasus
Bahasa yang digunakan cukup dapat dipahami
Kekurangan jurnal :
Pada abstrak tidak memuat hasil ringkasan diskusi mengenai isi jurnal
Tujuan penulisan jurnal tidak ditampilkan dengan jelas
15