Anda di halaman 1dari 23

BAB X

REKAYASA GENETIK

Rekayasa genetika adalah penerapan genetika dalam kehidupan sehari-


hari. Pengertian ini dianggap terlalu luas karena berarti kegiatan penyilangan hewan
atau tanaman untuk mendapatkan bentuk-bentuk baru yang lebih bernilai dapat
dengan mudah dimasukkan, meskipun rekayasa yang dilakukan adalah rekayasa
populasi (melalui seleksi). Batasan yang lebih sempit adalah penerapan genetika
molekuler (atau paling tidak melibatkan teknik genetika molekuler) dalam kehidupan
manusia.
Gambaran umum bagaimana bioteknologi menggunakan plasmid bakteri untuk
mengklon gen (Campbell, at al. 2002)

Rekayasa genetika mendapatkan titik berat dalam dunia kedokteran dan


farmasi modern. Namun demikian, bidang gizi,veteriner,peternakan,serta agronomi
juga telah melibatkan ilmu ini untuk mengembangkan bidang masing-masing.
Pada awalnya, proses rekayasa genetika ditemukan oleh Crick dan Watson
pada tahun 1953. Rekayasa genetika merupakan suatu rangkaian metode yang
canggih dalam perincian akan tetapi sederhana dalam hal prinsip yang
memungkinkan untuk dilakukan pengambilan gen atau sekelompok gen dari sebuah
dan mencangkokkan gen atau sekelompok gen tersebut pada sel lain di mana gen atau
sekelompok gen tersebut mengikat diri mereka dengan gen atau sekelompok gen
yang sudah ada dan bersama-sama menanggung reaksi biokimiawi penerima.
Prinsip dasar rekayasa genetika baru dikembangkan pada dasawarsa yang lalu, dan
sejak itu telah terjadi kemajuan pesat yang memberikan kepada kita seperangkat
metodologi yang ampuh dan canggih. Rekayasa genetika melibatkan penyisipan
informasi genetik baru ke dalam organisme yang biasanya adalah bakteri untuk
memberi kemampuan baru. Pemilihan metode bergantung pada gen mana yang akan
dipindahkan dan jenis organisme mana yang akan menerima informasi baru
Pada tahun 1940 ahli genetika Amerika Barbara Mc Clintock (1902 – 1993)
menemukan keganjilan sewaktu menyelidiki jagung yang mempunyai bonggol
berbagai warna. Ia menemukan bahwa variasi berbagai warna hanya dapat dijelaskan
dengan adanya bagian-bagian DNA yang dapat dipindahkan yang dikenal sebagai
Transposon. Karyanya adalah petunjuk awal bahwa gen dapat berpindah tempat
meskipun pada waktu itu kurang dipedulikan. 40 tahun kemudian, kegunaannya baru
disadari dan Barbara Mc Clintock memperoleh hadiah nobel.
Dalam setiap bonggol jagung ini butirannya berwarna terang atau gelap.
Warna gelap dihasilkan oleh gen yang ada pada setiap sel, tetapi dalam sel dari
beberapa butiran suatu transposon pindah ke gen berikutnya dan melumpuhkannya.
Hasilnya adalah berwarna terang. Transposon ditemukan pada banyak organisme lain,
termasuk bakteri dan lalat buah, sebuah transposon dapat membuat salinan sebelum
“melompat’’ hingga banyak salinan terbentuk.

Kloning
Kloning merupakan teknik penggandaan gen yang menghasilkan turunan yang
sama sifat baik dari segi hereditas maupun penampakannya.

A. Peristiwa yang Berhubungan Dengan Kloning


1. Para ilmuwan Korea Selatan mengumumkan keberhasilannya pada tanggal 27
Maret 2007 dalam mengkloning serigala langka. Mereka merupakan tim peneliti
yang sebelumnya berhasil mengkloning anjing jenis afgan dan pudel.
2. Tim yang dipimpin Lee Byung-Chun dan Shin Nam-Shik, para profesor ilmu
kedokteran hewan dari Universitas Nasional Singapura (SNU) berhasil
mengkloning dua ekor serigala betina yang lahir pada 18 dan 26 Oktober 2005.
Masing-masing diberi nama Snuwolf dan Snuwolfy yang merupakan kependekan
dari Seoul National University wolf.
3. Pada bulan November 2007, dunia dikejutkan oleh para ilmuwan Oregon yang
menyatakan berhasil mengkloning embrio kera dan mengekstraknya dalam sel
induk, yang sangat potensial untuk penelitian kloning manusia. Kesuksesan ini
dilaporkan oleh ilmuwan Australia Soukhrat Mitalipov dari Pusat Penelitian
Primata Nasional Oregon di Portland.
4. Seperti dikutip dari USA Today, para ilmuwan Oregon itu telah mencoba selama
beberapa tahun untuk mengkloning embrio kera dan mengekstraksinya menjadi
sel induk karena kera dianggap paling mirip dengan manusia.

B. Lahirnya Kloning Gen


Kira-kira satu abad yang lalu Gregor Mandel telah merumuskan aturan-aturan
untuk menerangkan pewarisan sifat-sifat biologis. Sifat-sifat organisme yang dapat
diwariskan diatur oleh suatu faktor yang disebut gen, yaitu suatu partikel yang berada
di suatu di dalam sel tepatnya di dalam kromosom. Gen menjadi dasar dalam
pengembangan penelitian genetika meliputi pemetaan gen, menganalisis posisi gen
pada kromosom. Hasil penelitian telah berkembang baik diketahuinya DNA sebagai
material genetik beserta strukturnya, kode-kode genetik serta proses transkripsi dan
translasi dapat dijabarkan. Suatu penelitian yang merupakan revolusi dalam Biologi
medern adalah setelah munculnya metode teknologi DNA rekombinasi atau rekayasa
genetika yang inti prosesnya adalah kloning gen yaitu suatu prosedur untuk
memperoleh replika yang dapat sama dari sel atau organisme tunggal.

C. Langkah-langkah dasar Kloning Gen


Ada beberapa langkah dasar dalam Kloning Gen yaitu sebagai berikut :
1. Suatu frakmen DNA yang mengandung gen yang akan diklon diinsersikan pada
molekul DNA sirkular yang di sebut sektor untuk menghasilkan chimoera atau
molekul DNA rekombiner.
2. Vektor bertindak sebagai wahana yang membawa gen masuk kedalam sel tuan
rumah ( host ) yang biasanya berupa bakteri, walaupun sel-sel jenis lain dapat di
gunakan.
3. Didalam sel host, vektor mengadakan replikasi menghasilkan banyak kopi atau
turunan yang identik, baik vektornya sendiri maupun gen yang dibawanya.
4. Ketika sel host membelah, kopi molekul DNA rekombinasi diwariskan pada
progeni dan terjadi replikasi vektor selanjutnya.
5. Setelah terjadi sejumlah besar pembelahan sel, maka dihasilkan koloni atau
klonsel host yang identik Tiap-tiap sel dalam klon mengandung satu kopi atau
lebih molekul DNA rekombinasi dengan demikian dikatakan bahwa gen yang
dibawa oleh molekul rekombinasi telah diklon.

D. Wahana dan keterampilan dasar untuk Kloning Gen


Komponen penting dalam eksperimen kloning gen adalah wahana yang
membawa gen masuk sel tuan rumah dan bertanggung jawab atas replikasinya. Untuk
dapat bertindak sebagai wahana suatu molekul DNA harus mampu memasuki sel tuan
rumah serta dapat mengadakan replikasi untuk menghasilkan kopi dalam jumlah
besar. Dua jenis molekul DNA alamiah yang memenuhi persyaratan tersebut adalah :
1. Plasmid, merupakan molekul DNA sirkuler yang terdapat dalam bakteri dan
berbagai organisme lain. Plasmid dapat melakukan replikasi dengan tidak tergantung
pada kromosom sel tuan rumah. 2. Krimosom virus, terutama bakteriofog, yaitu virus
yang harus menginfeksi bakteri pada waktu infeksi molekul DNA bakteriofog
diinfeksikan ke dalam sel tuan rumah, dan kemudian DNA ini mengalami replikasi.
Molekul DNA plasmid dan bakteriofog mempunyai sifat-sifat dasar yang ditentukan
sebagai wahana kloning, namun sifat ini tidak berguna tanpa adanya tehnik-tehnik
eksperimen untuk manipulasi molekul DNA di dalam laboratorium. Ketrampilan
dasar untuk melakukan kloning secara sederhana adalah : 1. Preperasi sampel DNA
murni 2. Pemotongan DNA murni 3. Analisis ukuran fragmen DNA 4. Penggolongan
molekul DNA 5. Memasukan molekul DNA ke dalam sel tuan rumah 6. Identifikasi
sel yang mengandung molekul DNA rekombinasi.

E. Teknik-teknik Kloning Gen


1. Pengklonan c DNA Sebagian besar, metode-metode yang digunakan oleh
perusahaan-perusahaan pengklonan gen untuk memperoleh DNA rekombinan yang
terdiri dari gen yang diinginkan dalam vektor ekspresi, adalah sama yang digunakan
dalam laboratorium-laboratorium penelitian. Karena banyak protein yang bernilai
komersil hanya terdapat dalam jumlah kecil dalam sel-sel dan jaringan hewan, dan
karena ekspresi gen flon itu sangat penting, maka banyak pekerjaan komersial itu
terpusat pada pengklonan c DNA dari mRNA-mRNA yang terdapat dalam jumlah
sangat kecil didalam sel. Pendekatan lain yang digunakan untuk memperoleh insulin
manusia, adalah sintesis kimia dari suatu gen. Hampir setiap molekul mRNA eukariot
pada ujung 3’-nya mempunyai rangkaian resedu nukleotida adenin yang disebut ekor
poli-A. Apapun fungsinya, poli-A itu memberikan jalan yang mudah untuk
mensintesis suatu untaian DNA yang komplementer terhadap mRNA-nya. JIKa
rantai-rantai pendek dari oligo –dT dicampur dengan mRNA, rantai tersebut
berhibridasiasi ke ekor poli-A untuk memberikan suatu primer untuk aksinya enzim
transfriptase balik. Enzim ini, yang disolasikan dari virus-virus tumor RNA tertentu
dapat menggunakan RNA sebagai cetakan untuk mensintesis suatu untaian DNA.
Hasil reaksinya adalah suatu hibrida RNA-DNA, untaian DNA yang baru itu
mempunyai lingkaran tusuk konde pada ujungnya, tampaknya sebagai hasil dari
enzim “ memutari sudut “ dan mulai mengkopi dirinya sendiri. Lingkaran tusuk
konde itu mungkin merupakan suatu artefak ( sesuatu yang buatan ) ‘in vitro’ tetapi ia
memang memberikan suatu primer yang sangat mudah untuk pembuatan untaian
DNA yang kedua. cDNA ( DNA komplementer ) berantaian ganda yang dihasilkan
mempunyai lingkaran tusuk konde yang utuh ini dapat dibelah oleh S1 nuklease,
yaitu suatu nuklease spesifik yang beruntaian tunggal. Molekul cDNA yang
beruntaian ganda yang diperoleh dengan cara tersebut, lalu disiapkan untuk
disisipkan kedalam pBR 322, dengan jalan pemberi ekor dengan terminal transferase
atau dengan menambahkan tempat-tempat enzim restriksi buatan pada ujung-ujung
cDNA-nya. Tempat-tempat restriksi ini yang kita sebut ‘penyambung” ( “linker”)
adalah oligunekloitida-oligunekloitida dari 8 sampai 10 pasangan basa yang dibuat
secara kimia.Penyambung-penyambung itu ditambahkan pada cDNA beruntaian
ganda dengan menggunakan DNA ligase, lalu penyambung-penyambung itu
digunting hingga terbuka dengan enzim restriksi, dan cDNA-nya, yang sekarang
mengandung ujung-ujung lekat yang dihasilkan oleh enzim tadi, dimasukkan ke
dalam pBR 322 yang telah di belah dengan enzim yang sama. Kemudian plasmid
rekombinan yang mengandung cDNA yang di hasilkan itu, dimasukkan ke dalam
strain “ E. coli “ yang sesuai dan dikembangbiakkan.
Gen pengklonan : DNA rekombinan
Bakteri merupakan mesin-mesin efesien untuk untuk menciptakan turunan
identik DNA bacterifog dalam jumlah. Begitu masuk dalam sel imangnya. DNA fag
tersebut berlipat ganda berkali-kali, turunan dikemas kedalam partikel-partikel
berdaya tulang, baru dilepas dari sel inangnya sehingga siap mengulangi daur infeksi
tersebut. Jika kita adapat menempelkan gen eukariotik kepada molekul DNA fag
seperti itu, maka dapat direflikasi dengan cara yang sama sekali lagi endonukliase
restriksi memungkinkan muslihat itu. Ekori adalah endonuklease resttriksi yang
dihasilkan oleh “E. koli” . enzim ini membelah DNA hanya ditempat yang meliputi
rangkaiannya. Setiap utusan pilihan ganda itu dipotong diantara buangin dan adenin.
Setiap kali hal ini terjadi ujung-ujung belahan filamen ganda itu membawa panjang
tambahan empat nukleotida. DNA yang berpasangan (berhelai tunggal), yang dinamai
ujung “lengket” karena mampu berpasangan dengan molekul DNA yang manapun
mengandung ujung lengket pelengkap. Gagasannya adalah memperlakukan kedua
DNA eukariotik dan DNA bakteriopag dengan endonuklease retriksi yang sama
sehingga tercipta ujung-ujung pelengkap pada masing-masing. Dalam keadan yang
sesuai, sekali bercampur molekul-molekul DNA eukariotik akan menempel pada
molekul-molekul DNA dengan ujung-ujung lengketnya masing-masing. Kemudian
DNA ligase dapat dipakai untuk mengaitkan secara kovalen molekul-molekul itu
bersama. Beberapa dari hibrid atau molekul-molekul rekombinan ini akan tetap
berdaya infeksi pada inang bakteriofognya (e.koli) sebagaimana bakteriofog yang
normal. Hal ini dapat dideteksi dengan membiarkan e.koli terbuka bagi campuran
molekul DNA rekombinan dan selanjutnya menabur sel-sel pada cawan petri berisi
agar. Sel-sel bakteri itu mulai berkembang biak, membentuk selaput sel-sel
dipermukaan agar. Akan tetapi, setiap sel yang secara berhasil diinfeksi oelh molekul-
moleku DNA rekombinan akan membentuk banyak turunan baru DNA rekombinan
tersebut sebelum dibunuh dan dilisis. Molekul-molekul yang infektif dilepas,
menginfeksi sel-sel terdekat, dan proses itu diulang. Akibatnya segara nampak pada
mata dengan mata telanjang sebagai zona atau plak sikular yang jernih pada “padang”
sel-sel . Setiap plak merupakan suatu “flon” molekul-molekul DNA dan dapat
diriakkan secara tak terbatas dengan meninfeksi lebih banyak sel ekoli. Walau setiap
plak (plague) menghasilkan ikon unit molekul-molekul DNA rekombinan, potongan
“dari DNA” eukariotik yang ada pada plak tertentu merupakan kebetulan semata-
mata. Pencernaan semua DNA dalam sel-sel organisme eukariotik seperti mencit atau
tikus oleh oleh endonuklease restriksi menghasilkan kumpulan fragman DNA yang
sangat beragam. Fragman-fragman ini tergabung pada DNA bakteriofag secara acak
semata-mata. Pengklonan fragmen yang merupakan seluruh genom suatu organisme
dinamakan pengklonan “senapan”. Kini masalahnya adalah salah satu temuan dari
satu atau lebih plag (mungkin dari beberapa ribu ) yang mengandung gen edukariotik
yang menarik perhatian kita. Untuk ini diperlukan suatu “tolok”. Misalnya kita
mencari DNA kelinci yang menjadikan lantai-lantai hemoglobinnya. Sebagaimana
kita ketahui, RNA pesuruh untuk rantai-rantai ini dapat diisolasi dari prekursor sel-sel
darah merah kelinci.Pesuruh-pesuruh ini dapat diisolasi dari prekursor dan dapat
diberi label isotop radio aktif dan digunakan untuk mencari plak-plak yang
mengandung rangkaian DNA pelengkap, yaitu rangkaian DNA yang dari pada
pesuruh-pesuruh hemoglobin ini ditranskripsi. Inilah prosedurnya, sehelai kertas
saring yang dibuat dari nitro selulosa secara perlahan ditekan pada permukaan
lempengan agar yang berplak. Beberapa dari DNA pada setiap plak diserap oleh
kertas saring tadi. DNA yang terserap itu kemudian diubah sifatnya menjadi pelayan
tunggal, dan kertas saring yang dicelupkan kedalm kedalam larutan yang berisikan
molekul-molekul DNA rekombinan yang menyatakan rangkaiannya yang dicari itu.
Karena plak-plak asal tidak menjadi rusak karena prosedur ini, maka molekul-
molekul tambahan sampel khusus DNA rekombianan itu dapat dibiakkan dalam sel-
sel “koli” tambahan untuk memproduksi sebanyak turunan sampelnya yang
diinginkan. Maka inilah satu cara (namun bukan satu-satunya cara) untuk mencapai
tujuan terdekatnya yaitu sampel murni suatu gen eukariotik. Prosesnya mungkin
tanpak rumit, tetapi sungguh sangat langsung dan akhirnya tujuan dapat diacapai.
Pengklonan Individu Kromosom
Karena sekarang terdapat kemungkinan untuk menyortir kromosom-
kromosom manusia secara fisik kedalam klas-klas ukurang yang terpisah dengan
suatu prosedur yang dikenal sebagai sortasi sel yang teraktifasi fluoresens (FACS :
fluoresende-activa-ted celsorting). Maka terbukti kemungkinan untuk mengkon DNA
dari individu kromosom. Misalnya, mulai dengan suatu galur sel manusia dengan
kariotip yang abnormal (empat kromosom X) terdapat kemungkinan mensortir cukup
banyak kromosom X manusia yang bebas dari autosom untuk dapat membuat suatu
perpustakaan fag X dari DNA kromosom X itu. Bersama-sama, pag-pag rekombinan
dalam perpustakaan itu mempunyai sebagian besar, jika tidak dapat dikatakan semua,
DNA kromosom X. Maka dari itu semua tehnik yang telah dilukiskan dari itu semua
tehnik yang dilukiskan sebelumnya dapat digunakan untuk menganalisis DNA
kromosom X, memetakan tempat-tempat restriksi, mengidentifikasi rangkaian-
rangkaian alu yang berulang, dan mancari gen-gen yang diketahui akan terbawa pada
kromosom X tersebut. Satu tugas yang sekarang dapat dilakukan adalah mencari
polimorpisme tempat restriksi untuk menentukan adakah yang terapuaut erat dengan
salah satu penyakit genetik yang terpeta kadar kromosom X. jika, misalnya dapat
ditunjukkan bahwa suatu pola tertentu dari tempat-tempat enzim restriksi terpaut erat
pada distropi otot Duchenne dan tidak terdapat pada individu-individu normal, maka
ada kemungkinan besar untuk mendiagnosis penyakit, genetik yang umum dan letal
ini, bahkan sebelum kita mengetahui gentermutasi dimana yang bertanggung jawab
untuk hal itu.
Pengklonan Onkogen Manusia
Sekarang ini 3 onkogen manusia yang diduga telah diklon dengan
menggunakan teknik penyaringan atau dan teknik bantuan tRNA. Sudah empat
laboratorium yang berlainan yang secara sendiri-sendiri telah mengklon gen-gen
kangker kandung kemih. Semua gen ini tampak sama (berukuran mendekati 5,4 kb),
tetapi kesamaan ini mungkin mencerminkan kenyataan, bahwa galur-galur sel yang
dianggap berlainan ini mempunyai sumber yang sama. Gen neuroblastoma sekarang
juga telah diklon secara lengkap dengan menggunakan metode bantuan TRNA yang
memperlihatkan gen mendekati 13,5 kb mengklon gen kangker kolon (paru-paru)
terbukti lebih sukar mencapai, karena ia teralu besar untuk diklon dalam sepotong
fag. 35 macam fag, yang masing-masing mengandung rangkaian-rangkaian varsail
yang tumpang tindih, mula-mula diisolasi lalu dianalisis denganmenggunakan tehnik-
tehnik penyaring Alu dan homologi pada rangkaian gen ras virus sarcoma Kirsten,
prosedur gen ini berkembang yang kemudian digunakan untuk menentukan struktur
gen 45 kb. Meskipun variasi ukurannya besar, namun gen-gen kanker kandung
kemih, neuroblastoma, dan kanker kolon ( paru-paru ) mempunyai susunan dasar
exonintron yang sama, dengan empat exon yang digunakan untuk mengklode protein
yang serupa tetapi berlainan dengan berat molekul masing-masing sekitar 21.000
(p21). Protein-protein p21 itu ditemukan terikat dalam jumlah kecil pada membran
plsma luar sel-sel kanker, dan mereka secara homolog erat dengan produk dari gen-
gen kanker yang ditemukan sebelumnya pada retrovirus onkogen. Gen kanker
kandung kemih manusia sangat serupa dengan ras onkogen virus sarkoma Harvey,
sedangkan gen kanker paru-paru sangat mirip dengan ras onkogen virus sarkomi
Kirsten. Seperti onkogen-onkogen retro virus, gen-gen kanker manusia ini
mempunyai ekuivalen sel normal mereka, memang gen-gen kanker itu diduga berasal
dari ekuivalen-ekuivalen sel normal mereka melalui mutasi yang dengan cara tertentu
membawa onkogen yang potensial kepada produk-produk proteinnya. Langkah
berikutnya yang masuk akal adalah merangkai onkogen-onkogen manusia maupun
ekuivalen-ekuivalen normal mereka.Hasil pertama semacam itu menunjukkan bahwa
gen kanker pada sel-sel tarsinoma kandung kemih manusia berbeda dari imbangannya
dalam sel-sel normal dalam satu mutasi titik tunggal. Mutasi itu mengubah sisa glesin
pada posisi 12 dalam produk protein normal (protein p12) menjadi paling dalam
protein sel-sel carcinoma tersebut. Akan tetapi, pada saat ini belum ada bukti bahwa
perubahan sederhana ini merupakan satu-satunya penyebab carcinoma kandung
kemih, dan kita juga tidak mengetahui peranan protein p12 itu dalam keadaan normal
maupun keadaan mutasi.
Pengklonan hewan
Klon-klon yang ditangani oleh para ahli biologi molekular, biasanya klon-
klon dari bakteri atau organisme lain, sel-sel dalam kultur jaringan dan akhir-akhir ini
molekul-molekul DNA. Para ahli taman dan pemulia tanaman sebaiknya, secara
teratur menangani dan memproduksi organisme-organisme tinggat lebih tinggi yang
diklon, tanaman-tanaman yang mereka biakkan dengan pemangkasan, enten,
pembelahan umbi dan rhizoma (akar rimang) dan sebagainya. Tumbuhan tinggi
memberi kemungkinan untuk reproduksi aseksual dan klon; untuk banyak spesies
liar, pembiakan aseksual lebih penting daripada pembiakan seksual. Sebaiknya
hewan-hewan tingkat alami tidak bereproduksi secara aseksual. Untuk mengklon
seekor binatang perlu untuk mengambil nukleus dalam telur yang telah dibuahi, baik
melalui pembedahan, maupun menonaktifkannya secara total dengan radiasi dan
menggantikannya dengan nukleus yang diambil dari individu lain. Ini memerlukan
transplankasi suatu nukleus utuh yang tidak rusak dan mampu untuk berkembang.
Demikianlah, nukleus-nukleus yang dicangkokkan dari sel-sel embrio katak yang
sangat muda, yang masih totipoten, dapat melahirkan katak-katak dewasa.
Sebaliknya, nukleus-nukleus yang ditransplantasi dari katak ‘dewasa’ sampai kini
sekian jauh belum pernah mampu meningkatkan perkembangan hewan dewasa ;
proses perkembangannya selalu gagal pada tahap embrional atau larva tertentu.
Transplantasi nukleus dengan telur-telur katak pertama kali dicapai dalam tahun
1952, tetapi tentu saja akan lebih menarik untuk membiakkan mamalia secara
aseksual daripada katak. Masalah-masalah teknis dari reproduksi mamalia dengan
transplantasi nukleus, sebaliknya adalah jauh lebih besar karena sangat sukar untuk
memanipulasi telur-telur mamalia tanpa merusaknya. Pada tahun 1981, serangkaian
percobaan semacam itu dengan tikus, telah dilaporkan, tetapi belum diulangi dan
diperbuat secara bebas. Sebelum metode-metode itu dapat direproduksi, mereka tidak
akan memberi sumbangan yang berarti pada pengertian kita tentang perkembangan
mamalia. Dalam masa dekat hanya terdapat kemungkinan kecil bahwa transplantasi
nukleus dicoba pada spesies mamalia lain. Jika efisiensi dan reproduksibilitasnya
dapat ditingkatkan, maka mungkin metode itu akan mendapat tempat di bidang
penangkaran hewan. Dalam teori ia dapat dicoba pada telur-telur sel embrio manusia,
tetapi untuk alasan apa? Tidak ada penerapan praktis. Dan perlu ditekankan bahwa
belum terbukti ada kemungkinan bahwa dengan katak sekalipun untuk menghasilkan
suatu individu dewasa yang diklon melalui pencangkokan nukleus sel dewasa ke
dalam sebuah telur. Komplotan jutawan tua golongan gothik yang membujuk para
dokter untuk mengklon beberapa kopi dari dirinya sendiri dengan pencangkokan
nukleus-nukleus selnya kedalam telur-telur yang dibuahi dan kemudian
menanamkannya pada wanita, tetapi merupakan fantasi murni, untuk katak tua sekali
pun, hal itu tidak dapat dilakukan.
Spesies yang berhasil diklon
 Kecebong (1952)
 Ikan (1963)
 Domba (1996)
 Monyet
 Anak sapi
 Kucing
 Kuda
 Anjing
 Serigala
 Kodok

Pengklonan Hormon Pertumbuhan Manusia


Produksi hormon pertumbuhan manusia dalam ‘E.coli’ menarik perhatian
orang pada beberapa prilaku rekayasa genetika. Hormon pertumbuhan manusia
(HGH= Human Growth Hormone) adalah suatu rantai polipeptida tunggal yang
mempunyai 191 asam amino dan diproduksi dalam kelenjar pituiteria (kelenjar pada
infundibulum otak). Seperti insulin, ia tidak terglirosilasi. Hormon pertumbuhan
mengendalikan pertumbuhan tubuh kita ; tubuh kecil orang kerdil disebabkan karena
kekurangan hormon pertumbuhan. Dengan menggunakan kombinasi dari sintesis
kimia DNA dan sintesis enzimatik cDNA, telah diproduksi suatu rangkaian yang
mengkode asam-asam amino 1-14 telah disintesis secara kimia.Langsung di depan
kodon pertama, ditambahkan suatu trio (triplet) basa (ATG) yang menspesifikasi
asam amino metionin.Bila permulaan dari gennya telah disintesis secara kimia untuk
menjamin permulaan yang tepat dari proteinnya, maka diperoleh suatu rangkaian
DNA yang mengkode sisa dari rantai polipeptida yaitu, residu asam amino 25-19,1
dengan membuat kopi-kopi cDNA dari preparat-preparat nRNa darii sel-sel pituitaria
manusia. Kedua fragmen DNA ini kemudian dikonkan secara terpisah. Fragmen-
fragmen DNAnya dimurnikan kembali dan disambung menjadi satu untuk
menghasilkan rangkaian DNA lengkap untuk horman pertumbuhan manusia mulai
dengan suatu prodon inisiator yaitu metionin, diikuti oleh rangkaian untuk 191 asam
amino dalam frotein masak, dan berakhir dengan sinyal untuk menghentikan sintesisi
protein. Kemudian “gen”dimasukkan kedalam suatu fektor ekspresi dan dimasukkan
kedalam “ekoli” diaman diarahkan untuk membaut pertumbuhan manusia.

Pengklonan DNA
Ahli Biologi molekuler yang mengkaji gen yang menghadapi suatu tantangan.
Molekul DNA yang terjadi secara alami sangat panjang, dan molekul tunggal
biasanya berisi banyak gen. Lagi pula, untuk Eukariota multiseluler, gen hanya
menempati proporsi kecil dari DNA kromosom, selebihnya berupa urutan nukleotida
repetitif bukan pengkode. Gen manusia tertentu misalnya, mungkin hanya merupakan
1/100000 dari molekul DNA kromosom yang ditempatinya. Sebagai kerumitan lebih
lanjut, molekul DNA secara struktural dan kimiawi sangat homogen; perbedaan
antara gen dan DNA sekelilingnya menjadi kabur, yang hanya terdiri atas perbedaan
dalam urutan nukleotidanya. Untuk bekerja langsung dengan gen spesifik, para
sainstis perlu mengembangkan metode untuk mempersiapkan potongan DNA yang
terdefinisi dengan baik dan seukuran gen dalam banyak salinan yang identik. Dengan
kata lain, para sainstis membutuhkan teknik-teknik pengklonan gen.
Para sainstis telah mengembangkan sejumlah cara untuk mengklon potongan
DNA dalam laboratorium, tetapi hampir semuanya mempunyai ciri umum yang sama.
Kita mempertimbangkan suatu pendekatan yang menggunakan bakteri dan plasmid
bakteri. Plasmid itu merupakan molekul DNA sirkular kecil-kecil yang bereplikasi di
dalam sel bakteri. Untuk mengklon gen atau potongan DNA yang lain, plasmid-
plasmid terlebih dahulu diisolasi dari sel bakteri. Suatu plasmid sebagai gen asing
dari sel eukariotik, dalam contoh ini diselipkan ke dalamnya. Plasmid tersebut
sekarang merupakan molekul DNA rekombinan yang menggabungkan DNA dari dua
sumber. Plasmid ini dikembalikan ke sel bakteri, yang kemudian bereproduksi untuk
membentuk klon sel. Gen asing yang dibawa oleh plasmid “diklon’’ pada waktu yang
sama, karena bakteri yang sedang membelah terus mereplikasi plasmid
rekombinannya. Pada keadaan yang cocok, klon bakteri akan membuat protein yang
dikode gen asing tersebut.
Penggunaan yang potensial dari gen hasil klon ini terbagi dalam dua kategori
umum. Tujuan yang pertama untuk menghasilkan produk protein, kemudian tujuan
yang kedua adalah untuk mempersiapkan banyak salinan dari gen itu sendiri. Seorang
saintis mungkin berkeinginan untuk menentukan urutan nukleotida gen atau
menggunakan gen itu untuk memberi suatu organisme kemampuan metabolik baru.
Misalnya, gen hasil klon untuk resistensi terhadap hama yang berasal dari satu
spesies tanaman budidaya dapat ditransfer ketumbuhan spesies lain. Sebagian besar
gen hanya terdapat dalam satu salinan dalam tiap genom sekitar satu bagian persejuta
DNA sehingga kemampuan untuk mengklon fragmen DNA yang sangat langka
tersebut benar-benar bernilai.

Rekayasa Genetika Pada Tumbuhan


Dengan cara yang mencengangkan, tumbuhan sejauh ini telah terbukti lebih
mudah direkayasa dari pada sebagian besar hewan. Dengan demikian manipulasi
genetika dapat dilakukan pada sel tunggal yang kemudian dapat digunakan untuk
meregenerasi organisme baru dengan sifat baru.
Vektor DNA yang biasa digunakan untuk memindahkan gen ke dalam
tumbuhan adalah plasmid dari bakteri Agrobacterium tumefaciens. Di alam,
Agrobacterium tumefaciens menginfeksi tumbuhan dan menyebabkan tumor yang
disebut empedu mahkota. Tumor ini dimasukkan oleh plasmid, yang disebut plasmid
Ti. Plasmid Ti ini mengintegrasikan segmen DNA-nya, yang dikenal dengan DNA Ti
ke dalam DNA kromosom sel tumbuhan inangnya. Untuk mendapatkan vektor, para
peneliti bekerja dengan versi plasmid yang tidak menyebabkan penyakit.
Gen asing dapat diselipkan ke dalam plasmid Ti dengan menggunakan teknik
DNA rekombinan. Plasmid rekombinannya dikembalikan ke Agrobacterium
tumefaciens yang kemudian dapat digunakan untuk menginfeksi sel tumbuhan yang
ditumbuhkan di dalam kultur atau dimasukkan langsung ke dalam sel tumbuhan,
dimana plasmid tersebut akan menyelipkan dirinya sendiri ke dalam kromosom
tumbuhan tersebut. Kemudian, dengan memanfaatkan kemampuan sel-sel tersebut
untuk beregenerasi keseluruhan tanaman, hal ini memungkinkan untuk menghasilkan
tumbuhan yang mengandung dan mengekspresikan gen asing dan mewariskannya
pada keturunannya.
Rekayasa genetika secara cepat menggantikan program pembenihan tumbuhan
tradisional, khususnya dalam kasus-kasus dimana sifat-sifat yang bermanfaat
ditentukan oleh satu gen atau hanya beberapa gen. Diantara varietas tumbuhan yang
direkayasa genetik saat ini dalam percobaan lapangan lebih dari 40 % telah menerima
gen untuk resistensi herbisida, misalnya beberapa perusahaan telah mengembangkan
strain kapas yang membawa gen bakteri yang akan membuat tanaman itu resistensi
terhadap herbisida yang digunakan oleh banyak petani untuk mengontrol gulma. Gen
ini seharusnya mempermudah untuk menumbuhkan tanaman budidaya, dilain pihak
memastikan bahwa gulmanya telah dihancurkan.
Buah yang pertama kali direkayasa genetika yang diterima FDA (Food and
Drug Administration) sejenis POM di Amerika Serikat, untuk konsumsi manusia
adalah tomat yang direkayasa dengan gen antisense yang memperlambat
pembusukan. Setelah mengklon gen tomat yang mengkode enzim yang bertanggung
jawab atas pematangan, para peneliti mempersiapkan suatu gen yang untai
cetakannya memiliki urutan basa yang komplementer dengan gen normal - dengan
kata lain, versi antisens gen tersebut. Ketika disambung ke dalam DNA tumbuhan
tomat, gen antisens ditranskripsikan menjadi RNA yang komplementer dengan gen
pematang mRNA. RNA antisens terikat dengan mRNA normal yang menghalangi
sintesis enzim tersebut. Tomat hasil rekayasa ini menghasilkan 1 % dari jumlah
normal enzim dan jarang sekali matang sebelum sampai di pasar.
Banyak tanaman budidaya akan segera dibuat lebih produktif oleh rekayasa
genetik dengan cara membesarkan bagian-bagiannya yang bernilai dari segi pertanian
akar, daun, bunga atau batang. Para peneliti juga sedang melangkah cepat ke arah
peningkatan nilai pangan dari tumbuhan, seperti merekayasa biji-bijian untuk
memproduksi protein penyimpanan yang mengandung campuran asam amino yang
lebih sesuai dengan menu makanan manusia.

Tanaman Produk Rekayasa Genetika


Penelitian terbaru yang dilakukan para pakar bioteknologi di Inggris
menyimpulkan bahwa tanaman hasil rekayasa genetika tidak perlu dikhawatirkan.
Hal ini diungkapkan oleh Michael Crawley, melakukan penelitian pada tanaman
transgenik. Selama 10 tahun, tim-tim peneliti mengamati jenis tanaman transgenik di
12 lokasi di Inggris.
Penelitian jangka panjang ini pertama kalinya dilakukan dan ditujukan untuk
mengamati dua kemungkinan resiko dari teknologi transgenik. Pertama adalah
pengaruh terhadap lingkungan dari makanan dari rekayasa. Kedua, apakah tanaman
ini akan menyebar tanpa bisa dikontrol dan apakah ada perkembangbiakan diantara
mereka dengan spesies asli untuk membentuk tanaman invasif. Penelitian yang
didukung oleh pemerintah Inggris dan melibatkan konsorsium perusahaan
bioteknologi ini membuktikan bahwa tanaman ini tidak berubah menjadi tanaman
super ataupun berproduksi tanpa kendali sampai mengambil alih habitat tanaman asli.
Dari hasil penelitian pada tanaman jagung, kentang dan gula transgenik selama
10 tahun lebih yang dilakukan dalam skala besar, para ilmuwan menyimpulkan
bahwa tanaman transgenik tidak akan mempengaruhi tanaman lain. Hasil penelitian
ini juga membuktikan bahwa tanaman transgenik tidak mempengaruhi lingkungan.
Proses perpindahan DNA dari satu spesies ke spesies yang lain secara alami
terjadi di alam. Bahkan dipercaya proses ini merupakan bagian dari proses evolusi
biosfer planet bumi yaitu terjadinya perpindahan materi genetik ganggang hijau biru
yang menyebabkan tanaman menjadi mampu melakukan proses fotosintesis yang
secara draktis mengubah kondisi bumi yang tadinya tidak beroksigen ( anaerobik )
menjadi beroksigen ( aerobik ).
Contoh lain misalnya ketahanan bakteri tanah Agrobacterium tumefesciens
dengan mengintegrasikan sebagai genomnya pada tanaman, seperti pada pembuatan
tanaman transgenik saat ini. Dengan demikian, proses perpindahan DNA tanaman
transgenik tidak dengan sendirinya menimbulkan resiko, namun yang dihasilkan dari
ekspresi gen intraduksi lah yang harus dikaji resikonya.
Riwayat penciptaan tanaman transgenik dimulai kira-kira 50 tahun yang lalu
ketika James Watson dan Francis Cride menemukan struktur DNA. Brian Hal Well
mengatakan bahwa ini molekul yang panjang Asam Nukleat DNA berisi deretan gen (
pembawa sifat ). Semuanya ini menahan siklus sel tetap berada pada Fase Go dan
tampaknya membiarkan sel untuk berdeferensiasi. Sementara itu sel telur diambil dari
domba lain dan nukleusnya dipindahkan. Sel kelenjar susu dalam fase Go berfusi
dengan sel telur yang tak bernukleus dengan cara memberikan getaran arus listrik ke
kedua sel tersebut, yang juga merangsang sel agar mulai melakukan pembelahan.
Setelah ditumbuhkan dalam kultur selama 6 hari, embrio ditanam pada uterus domba
ketiga yang mirip seperti pendonor sel telur. Hasilnya setelah kehamilan berupa anak
domba (Dolly) yang identik dalam penampakan dan susunan kromosomnya dengan
domba yang mendonorkan kelenjar susu. Dolly ini merupakan kasus pertama yang
laporannya disebar luaskan tentang mamalia yang “diklon’’ menggunakan nukleus
dari suatu sel terdiferensiasi.
Dampak Penggunaan Rekayasa Genetika
Domba Dolly yang lahir pada 5 Juli 1996. Pada 4 Januari 2002 dihadapan para
wartawan dinyatakan domba itu menderita radang sendi di kaki belakang kiri di dekat
pinggul dan lutut atau menderita arthritis. Kelahiran domba Dolly berkat kemajuan
teknologi rekayasa genetika yang disebut kloning dengan mentransplantasikan gen
dari sel ambing susu domba ke ovum (sel telur domba) dari induknya sendiri.
Sel telur yang sudah ditransplantasi ditumbuh kembangkan di dalam kandungan
domba, sesudah masa kehamilan tercapai, maka sang domba lahir dan diberi nama
“Dolly”. Sehingga domba Dolly lahir tanpa kehadiran sang jantan domba, seolah-olah
seperti sepotong batang ubi kayu ditanam di tanah yang kemudian tumbuh yang
disebut mencangkok. Sejak lahir si domba Dolly tumbuh dan berkembang dalam
keadaan sehat tetapi sesudah hampir enam tahun mulai muncul penyakit arthritis.
Domba Dolly dihasilkan dari hasil transplantasi gen atau gen yang satu
dipindahkan ke gen yang lain. Diasosiasikan perpindahan gen. Dapat antar jenis
maupun lintas jenis yang kemudian ditumbuh-kembangkan. Jenis penyakit yang
ditemukan oleh Prosiner SB, 1986 diklasifikasikan sebagai penyakit prion; pada
domba pada tahun 1787, dapat menular ke sapi yang disebut penyakit sapi gila tahun
1986. penyakit sapi gila dapat menular ke manusia.
Kekhawatiran penyakit prion atau penyakit gen sesudah 200 tahun kemudian
baru menjadi kenyataan, yaitu sejak tahun 1787 sampai 1986. demikian pun halnya
dengan kekhawatiran penyakit arthritis yang diderita oleh Domba Dolly sesudah 6
tahun baru muncul. Masa inkubasi penyakit scrapic pada domba 1,5 sampai 4 tahun,
penyakit sapi gila 4 sampai 8 tahun, dan penyakit kuru pada manusia 8 sampai
dengan 20 tahun.
Kekhawatiran terhadap penyakit arthritis sidomba Dolly disebabkan oleh
penggunaan rekayasa genetika dengan didukung pula oleh beberapa hasil hewan
percobaan; Percobaan Arpad Put Zai (1998) menggunakan kentang transgenik yang
mentah diberikan kepada tikus percobaan memberikan gejala gangguan pencernaan,
imunu supresis, kekerdilan, serta adanya arthritis.
Pengklonan seekor mamalia (Campbell, at al. 2002)

Arthritis pada Domba Dolly sesudah 6 tahun dari kelahirannya apakah


disebabkan oleh penggunaan teknologi rekayasa genetika? Masih diragukan
kebenarannya. Walaupun percobaan Arpad Put Zai (1998) ditentang oleh berbagai
pakar di seluruh dunia tentang keakuratan penelitian tersebut, tetapi perdana Menteri
Inggris menyatakan agar meninjau kembali tentang peraturan penggunaan produk-
produk bioteknologi di Inggris.
Satu-satunya gangguan kesehatan sebagai dampak negatif atau bentuk nyata
penggunaan hasil rekayasa genetika (GMO) pada manusia yang telah dapat
dibuktikan ialah reaksi alergis. Tetapi, baik diketahui bahwa gen tersebut
menimbulkan reaksi alergis maka seketika itu seluruh gen serta produk dari gen
tersebut ditarik dari peredaran, sehingga dikatakan sampai saat ini belum dijumpai
lagi adanya dampak negatif gangguan kesehatan yang ditimbulkan oleh penggunaan
GMO pada manusia.
Bentuk nyata lainnya penggunaan GMO yang telah pernah dijumpai adalah
adanya gangguan lingkungan berupa tanaman yang mempergunakan bibit rekayasa
genetika menghasilkan pestisida. Sesudah dewasa tanaman transgenik yang tahan
terhadap hama tanaman menjadi mati dan berguguran ke tanah. Bakteri dan jasad
renik lainnya yang dijumpai pada tanaman tersebut mengalami kematian. Kenyataan
dilapangan bahwa hasil transgenik akan mematikan jasad renik dalam tanah sehingga
dalam jangka panjang akan memberikan gangguan terhadap struktur dan tekstur
tanah. Dikhawatirkan pada areal tanaman transgenik sesudah bertahun-tahun akan
memunculkan gurun pasir. Kenyataan di lapangan adanya sifat GMO yang disebut
Cross-polination. Gen tanaman transgenik dapat ber-cross polination dengan
tumbuhan lainnya sehingga mengakibatkan munculnya tumbuhan baru yang dapat
resistensi terhadap gen yang tahan terhadap hama penyakit. Cross-polination dapat
terjadi pada jarak 600 meter sampai satu kilometer dari areal tanaman transgenik.
Sehingga bagi areal tanaman transgenik yang sempit dan berbatasan dengan gulma
maka dikhawatirkan akan munculnya gulma baru yang juga resisten terhadap hama
tanaman tertentu.
Tanaman budidaya memiliki tampilan agronomis yang jauh berbeda
dibandingkan dengan tanaman nenek moyangnya yang mungkin lebih menyerupai
gulma. Ciri-ciri gulma adalah biji memiliki masa dormansi (istirahat) yang panjang,
mampu beradaptasi pada lingkungan yang beragam, pertumbuhan yang terus
menerus, serta penyebaran biji yang lebih luas. Ciri-ciri kegulmaan ini telah
dihilangkan pada tanaman budidaya melalui proses pemuliaan tanaman selama
ratusan bahkan ribuan tahun. Pemindahan satu gen saja tidak akan mengembalikan
semua karakter kegulmaan pada tanaman budidaya.
Tanaman transgenik dapat berbahaya atau bermanfaat bagi manusia dan
lingkungan tergantung tujuan pengembangannya dan tidak terlepas juga dari sifat gen
yang di Introduksi. Apabila gen introduksi menghasilkan racun, maka tanaman
transgenik dengan sendirinya akan menjadi racun.

Pro dan Kontra Rekayasa Genetika


Terlepas dari motivasi ekonomi yang terkait dalam perang pro dan kontra
produk rekayasa genetika, tampaknya kekhawatiran akan bahaya produk rekayasa
genetika terhadap tubuh manusia inilah yang menjadi fokus utama. Apalagi produk
tersebut makanan untuk manusia. Suatu kekhawatiran yang wajar dan beralasan.
Sebagai contoh, di Negara maju seperti Jepang, dimana masyarakat dan
konsumennya terkenal sangat rewel, makanan produk rekayasa genetika kurang
mendapat tempat. Padahal, Genetic Modified Food (GMF) yang dilepas dipasaran
Jepang telah mendapat pengujian dan evaluasi dari Departemen Pertanian dan
Kehutanan Jepang secara transparan dan accountable. Para produsen diwajibkan
memberi label, apakah mengandung produk rekayasa genetika atau tidak.
Akan tetapi, orang Jepang sama sekali tidak memasalahkan pemanfaatan
produk rekayasa genetika dalam bidang lainnya. Contoh pembudidayaan bunga tulip
di Jepang menjadi berbagai jenis dan warna dengan teknologi ini. Demikian pula
produk rekayasa genetika lainnya dalam bidang kedokteran, seperti produk hormone
insulin. Atau penggunaan enzim hasil rekayasa genetika seperti selulase atau
proteinase pada sabun cuci.
Didalam sains memang selalu ada kemungkinan. Tak ada sesuatu yang absolute,
inilah yang tampaknya yang menjadi tembok antara orang awam dengan ilmuwan.
Ilmuwan tak bisa mengatakan sesuatu zat aman seratus persen. Ini tak hanya pada
produk rekayasa genetika, tetapi juga produk alamiah lainnya.

Bioteknologi : Keamanan, Dampak, Regulasi, dan Etika


Dampak dan perkembangan bioteknologi adalah mencakup bidang ekonomi
dan sosial. Banyak produk bioteknologi yang memasuki pasaran menggantikan
produk sebelumnya, seperti pada produk obat, diagnosa dan pertanin. Perubahan yang
sangat besar mungkin terjadi pada bidang diagnosa, karena banyak penyakit yang
suatu saat dapat di diagosa secara dini dengan menggunakan diagnosa yang dapat
dilakukan sendiri. Pada bidang lain, bioteknologi akan meningkatkan produksi
pertanian dengan baik tetapi dengan proses yang lebih efisien memungkinkan
pengurangan tenaga kerja.
Bioteknologi juga mungkin dikembangkan atau digunakan pada persenjataan
(senjata biologi). Maka riset dan pemanfaatan senjata ini harus terkontrol dengan
baik. Kalau tidak ingin membawa malapetaka di kemudian hari.
Cukup banyak bagian riset ini yang mungkin bisa membawa dampak kurang
menguntungkan bagi manusia. Apakah riset itu dilakukan terhadap organisme lain,
apalagi yang berkaitan dengan manusia. Untuk menjaga kemungkinan
penyalahgunaan dari riset ini, maka perlu adanya suatu regulasi dan etika
menyangkut penelitian bioteknologi.

Anda mungkin juga menyukai