Anda di halaman 1dari 16

TUGAS TERAPI MANUAL II

OSTEOARTHRITIS
KNEE JOINT

Oleh :
MUAWINATURRAHMAH AMAL
PO.714241172023

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
PROGRAM STUDI DIV JURUSAN FISIOTERAPI
TAHUN 2019
BAB I
PATOLOGI KASUS
A. Definisi
Osteoarthritis dikenal sebagai “wear and tear” arthritis, yaitu suatu kondisi
yang menimbulkan kerusakan alamiah dari permukaan cartilage sendi,
akibatnya tulang pembentuk sendi mengalami gesekan satu sama lain karena
menurunnya efek shock-absorber dari cartilago. Gesekan tersebut
menimbulkan nyeri, bengkak, kekakuan, menurunnya kemampuan untuk
bergerak dan terbentuknya formasi spur tulang (David, 2014).
Osteoarthritis didefinisikan sebagai kelompok kondisi heterogen yang
menyebabkan gejala dan tanda-tanda pada sendi, yang berhubungan dengan
kerusakan integritas kartilago sendi. Osteoarthritis (OA) juga dikenal sebagai
penyakit sendi degeneratif, berhubungan dengan degradasi kartilago artikular,
kemudian mempengaruhi penyebab tulang yang mendasarinya pembentukan
osteofit pada bagian sendi (Larmer et al., 2014)
Osteoarthritis knee joint adalah penyakit degenerasi sendi yang
menyebabkan kerusakan cartilago pada knee joint, atau penyakit sendi yang
ditandai dengan hilangnya dan erosi kartilago knee joint serta pertumbuhan
tulang baru (osteofit) pada tepi-tepi sendi knee (Stuart 2003).
B. Etiologi
Saat ini para peneliti telah mempertimbangkan beberapa teori menjadi jalur
perjalanan penyakit osteoarthritis dari sejumlah kondisi yang beragam.
Kelihatannya, kartilago memiliki ambang batas fungsional. Dalam batas
ambang ini kartilago mampu melindungi dan berfungsi secara normal.
Osteoarthritis dapat berkembang ketika melampaui batas ambang ini (Stuart,
2003).
Osteoarthritis dianggap sebagai penyakit kartilago hialin. Saat ini menjadi
pertanyaan, dan evidence based (fakta) telah menjelaskan bahwa proses
penyakit tidak berasal dari kartilago, tetapi diawali dengan perubahan pada
tulang subchondral. Perubahan ini meliputi redistribusi suplai darah dengan
hipertensi di dalam sumsum tulang subchondral, edema dan mikro-nekrosis,
yang kemudian mengakibatkan degenerasi kartilago hialin yang bersifat
sekunder. Akumulasi mikro – fraktur didalam tulang subchondral membuatnya
lebih rapuh, yang selanjutnya menyebabkan stres yang besar pada kartilago
sendi (Stuart, 2003).
Beberapa sendi yang tidak bergerak rentan terjadinya perkembangan
osteoarthritis. Kandungan proteoglican yang rendah ditemukan dalam kartilago
sendi yang tidak bergerak disertai dengan penurunan volume cairan sinovial.
Perubahan ini berhubungan dengan degenerasi kartilago sendi. Gerakan
abnormal sendi dapat menjadi faktor predisposisi osteoarthritis pada sendi,
seperti terjadi pada sendi lutut pasca ruftur ligamen cruciatum anterior.
Hipermobilitas sendi memiliki korelasi positif terhadap risiko berkembangnya
osteoarthritis (Stuart, 2003).
Lebih jelasnya etiologi osteoarthritis dapat diketahui berdasarkan
klasifikasi osteoarthritis. Klasifikasi osteoarthritis terdiri atas osteoarthritis
primer dan sekunder.
a. Osteoarthritis Primer
Pada osteoarthritis primer, tidak diketahui penyebabnya yang jelas
hal ini dapat disebabkan oleh perubahan instrinsik dari jaringan sendi itu
sendiri. Osteoarthritis primer dapat mempengaruhi beberapa sendi dalam
pola yang klasik dan umumya terjadi pada wania pasca menopause yang
secara khas memperlihatkan nodul heberden (Stuart, 2003).
Faktor genetik yang terlibat dalam osteoarthritis primer, dimana
node heberden menjadi 10 kali lebih berisiko terjadi osteoarthritis pada
perempuan dibandingkan laki-laki, juga ibu dan saudara perempuannya
yang terkena menjadi 2-3 kali lebih berisiko terjadi osteoarthritis primer.
Peningkatan frekuensi human leukosit antigen (HLA) Al dan B8 dapat
terjadi pada orang-orang dengan kondisi osteoarthritis. Proinflammatory
cytokines dapat terlibat dalam proses terjadinya osteoarthritis, dan terdapat
bukti/fakta yang kuat bahwa nitricoxide yang merupakan inorganic radikal
bebas dapat berperan besar terhadap degradasi kartilago. Iklim tampaknya
tidak secara langsung terkait dengan perubahan patologis osteoarthritis,
tetapi setiap orang yang tinggal didaerah dingin sering mengalami nyeri
yang hebat akibat iklim lembab (Stuart, 2003).
b. Osteoarthritis Sekunder
Osteoarthritis sekunder muncul sebagai konsekuensi dari kondisi
lain. Penyebab osteoarthritis sekunder dapat dibagi kedalam empat
kategori yaitu: metabolism, anatomical, traumatic atau inflamasi (Stuart,
2003).
Osteoarthritis lebih sering muncul pada orang-orang yang memiliki
riwayat cedera atau fraktur sebelumnya pada sendi tertentu. Trauma ringan
atau kecil yang berulang-ulang dapat menyebabkan mikro fraktur dan
akhirnya terjadi osteoarthritis. Faktor-faktor pekerjaan dianggap penting
dalam perkembangan munculnya osteoarthritis sekunder. Knee joint pada
penambang memilki resiko terkena osteoarthritis, sendi carpometacarpal
dan metacarpopalangeal pertama pada penjahit juga memiliki risiko
terkena osteoarthritis, elbow dan shoulder pada operator bor juga memiliki
resiko terkena osteoarthritis (Stuart, 2003).
Adanya deformitas dapat meningkatkan resiko terjadinya
osteoarthritis, sebagai contoh fraktur yang menyebabkan perubahan
biomekanik atau kerusakan kartilago secara langsung jika faraktur
melibatkan permukaan sendi (Stuart, 2003). Hubungan antara obesitas dan
osteoarthritis adalah kompleksdan masih belum dipahami secara jelas.
Overweight sangat berhubungan dengan perkembangan osteoarthritis pada
beberapa sendi yang menumpu berat badan namun tidak terjadi pada sendi
lain. Beberapa penelitian menunjukkan ada korelasi antara indeks massa
tubuh yang tinggi dengan osteoarthritis knee, dimana dapat diakibatkan
oleh deformitas varus pada orang obesitas (Stuart, 2003).
Overweight dapat menyebabkan kelelahan otot yang premature,
selanjutnya dapat menyebabkan abnormal kinematika dan akhirnya
berkembang osteoarthritis. Overweight tampaknya memiliki hubungan
yang lebih kuat pada wanita. Peningkatan beban di sendi jelas sangat
berpengaruhi, tetapi kelainan hormonal yang berhubungan dengan obesitas
juga dapat menjadi penyebab, sebagaimana telah dijelaskan adanya
peningkatan, meskipun sederhana, dapat menyebabkan osteoarthritis pada
wanita obesitas. Osteoarthritis merupakan penyakit yang bersumber dari
mekanikal, tetapi dimediasi secara kimiawi (Stuart, 2003).
C. Patofisiologi
Osteoarthritis terutama mempengaruhi kartilago, jaringan yang keras tapi
licin, yang menutupi ujung-ujung tuang yang bertemu membentuk suatu sendi.
Kartilago yang sehat memungkinkan tulang saling bergerak dan luwes satu
sama lain. Kartilago juga mengabsorbsi energi dari guncangan akibat
perpindahan fisik. Sedangkan pada osteoarthritis, terjadi pengikisan kartilago.
Fibrilasi atau keretakan dalam menit dan hilangnya kadar air dapat
menyebabkan pelunakan, pemecahan dan fragmentasi kartilago. Hal ini terjadi
pada area permukaan sendi yang menumpu berat badan dan yang tidak
menumpu berat badan. Serat kolagen terpecah dan terjadi disorganisasi pada
hubungan normal proteoglycan – kolagen. Sebagai akibatnya, air tertarik
kedalam matriks kartilago sehingga menyebabkan pelunakan dan penglupasan
yang lebih berat (Stuart, 2003).
Serpihan-serpihan kartilago yang rusak/pecah tersebut akan terambang
bebas didalam sendi, dan dampaknya diantara permukaan sendi adalah terjadi
penguncian, peradangan dan iritasi synovial. Proliferasi terjadi di kartilago
perifer dan kondrosit berusaha memperbaiki kerusakan, tetapi hasil akhirnya
tidak mampu menahan stress mekanikal. Hal ini akan mengawali terjadinya
proses patologis yang berat pada jaringan lainnya (Stuart, 2003).
Pada osteoarthritis terjadi tingkat remodeling tulang dan upaya perbaikan.
Remodeling ini dapat terlihat pada tulang subchondral yang telah menjadi
eburnasi (menyerupai gading dan mengkilap) dan pada X20 Ray nampak putih,
padat, sklerotik. Kedua ujung tulang menjadi keras dan padat secara abnormal,
sebagai proteksi terhadap kartilago diatasnya yang hilang atau rusak. Kista bias
terbentuk didalam tulang subchondral dan karena tulang yang eburnasi menjadi
rapuh maka mikro-fraktur dapat terjadi, sehingga memungkinkan lewatnya
cairan synovial kedalam tulang yang lebih dalam (Stuart, 2003).
Kongesti vena terjadi didalam tulang subchondral, dan osteofit (tulang taji)
terbentuk pada tepi permukaan sendi dimana osteofit tersebut berproyeksi
keluar atau kedalam sendi, mengiritasi kapsul dan ligament yang menyebabkan
nyeri tajam yang menusuk. Jika osteofit cukup besar maka dapat menyebabkan
obstruksi mekanikal pada gerakan sendi (Stuart, 2003).
Akibat osteoarthritis, membrane synovial dapat mengalami hipertropi dan
menjadi edema. Beberapa serpihan kartilago yang telah patah atau rusak
menjadi iritan bagi membrane synovial, dan menyebabkan efusi yang berulang.
Kapsul sendi dan ligament akan mengalami degenerasi fibrous dan pemendekan
adapti jika terjadi perkembangan penyakit. Perubahan inflammatory kronik
low-grade seringkali terlihat, meskipun definisi OA adalah degenerative dan
bukan inflammatory. Beberapa ligament mengalami perubahan yang sama
seperti kapsul, yaitu mengalami pemendekan atau elongasi. Jika space sendi
menurun sampai derajat yang signifikan maka ligamen-ligamen yang telah
mengalami pemanjangan sedang dapat menjadi pemanjangan yang lebih besar
ketika ruang sendi menurun sehingga ligamen-ligamen tidak akan mampu lagi
menopang sendi atau memberikan proprioceptive feedback sendi yang cukup
(Stuart, 2003).
Menurut Kellgren dan Lawrence osteoartritis knee dalam pemeriksaan
radiologis diklasifikasikan sebagai berikut :
Grade 1: Belum terjadi penyempitan pada celah sendi dan kemungkinann belum
nampak osteofit
Grade 2: Osteofit sudah mulai nampak dan sudah terjadi penyempitan pada
celah sendi
Grade 3: Celah sendi sudah menyempit, osteofit semakin banyak dan sudah
terjadi hypertropi tulang pembentuk sendi
Grade 4: Osteofit semakin membesar, celah sendi sudah tidak nampak,
hypertropi tulang sudah semakin besar dan sudah terjadi deformitas.
D. Gambaran Klinis
a. Nyeri
Merupakan gambaran yang paling sering pada pasien OA. Gejala
rasa nyeri ini biasanya bersumber dari sinovium karena adanya inflamasi,
tulang karena adanya peningkatan tekanan medullar dan fraktur subkondral,
osteofit karena adanya reaksi periosteal dan tekanan pada saraf, kapsul sendi
karena adanya distensi dan instabilitas serta otot dan ligamen karena adanya
peregangan pada keduanya (Stuart, 2003).
b. Kekakuan pada pagi hari
Jika terjadi, biasanya hanya bertahan selama beberapa menit, bila
dibandingkan dengan kekakuan sendi di pagi hari yang disebabkan oleh
arthritis reumathoid yang terjadi lebih lama dan spasme otot pada daerah
terganggu adalah sumber nyeri. Pada beberapa pasien kaku pagi dapat
timbul setelah imobilitas, seperti duduk dikursi atau mobil dalam waktu
cukup lama atau setelah bangun tidur.
c. Hambatan gerak sendi
Hambatan gerak pada OA disebabkan oleh nyeri, inflamasi, fleksi
menetap, kelainan sendi atau deformitas. Hambatan gerak tergantung pada
lokasi dan beratnya kelainan sendi yang terkena. Gangguan ini biasanya
bertambah berat dengan pelan-pelan sejalan dengan bertambahnya rasa
nyeri.
d. Pembesaran sendi (Deformitas)
Deformitas dapat terjadi pada sendi secara signifikan, tetapi tidak
seperti arthritis rheumathoid, tidak terjadi fusi sendi. Pasien biasanya
menunjukkan bahwa salah satu sendinya (lutut atau tangan) secara pelan-
pelan membesar.
e. Krepitasi
Suara berderak akibat permukaan yang terpajan yang saling
bergesekan, sering terdengar pada kasus yang berat.
f. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien. Hampir
semua pasien OA pergelangan kaki, tumit, lutut, atau punggung
berkembang menjadi pincang.
Adapun karakteristik osteoarthritis knee joint dapat dilihat pada
table dibawah ini.
NO. Bagian sendi yang terlibat Karakteristik
1. Kartilago artikular Fibrilasi – pelunakan,
pemecahan,
dan fragmentasi
Pemecahan serat kolagen
Disorganisasi proteoglikan
Kartilago mengabsorpsi air
Fragmen pecah dan
menyebabkan
sumbatan pada sendi

2. Tulang Eburnasi ujung tulang- licin dan


halus
Kista dibawah permukaan ujung
tulang
Osteofit pada tepi sendi
Perubahan pada bentuk ujung
tulang – pendataran

3. Membran sinovial Hipertrofi


Penurunan produksi cairan
sinovial
menyebabkan penurunan nutrisi
untuk kartilago
4. Kapsul Degenerasi fibrosa inflamasi
kronik
5. Ligamen Terkontraksi atau teregang
6. Otot Atrofi akibat tidak digunakan
BAB II
PEMERIKSAAN DAN PENGUKURAN
A. Identitas Pasien
1. Keterangan Umum Penderita
Nama : Ny. B
Umur : 43 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Guru SMP
Alamat : jl. Paccerakkang
2. Data-data medis rumah sakit
a. Diagnosis Medis : osteoarthritis knee sinistra
b. Catatan klinis :-
c. Terapi umum : rehabilitas medis (fisioterapi)
d. Rujukan : pasien dirujuk oleh dokter untuk fisioterapi
3. Segi fisioterapi
A. Anamnesis Khusus
1. Keluhan utama : nyeri pada lutut kiri terutama pada saat di tekuk dan
pada saat jongkok ke berdiri
2. Riwayat penyakit sekarang : ± 2 bulan yang lalu pasien merasakan
nyeri pada lutut kirinya. Nyeri di rasakan terutama pada saat pasien
melakukan aktivitas berat seperti berjalan dan saat pasien menekuk
lututnya. Namun, nyeri di rasakan berkurang pada saat pasien
beristirahat. Selain nyeri pasien merasakan kaku pada saat setelah
bangun tidur.
3. Riwayat penyakit dahulu : tidak ada riwayat trauma.
4. Riwayat penyakit penyerta : -
5. Riwayat panyakit keluarga/pribadi : Ny. B adalah seorang guru
SMP yang mana setiap harinya aktivitasnya banyak berjalan dan
berdiri, dimana gedung sekolah yang bertingkat dan setiap harinya
harus berdiri di depan papan tulis. Aktivitas tersebut merupakan
salah satu faktor yang memperberat kondisi pasien.
6. Anamnesis system
o Kepala dan leher : tidak ada gangguan
o Kardiovaskuler : tidak ada gangguan
o Respirasri : tidak ada gangguan
o Musculoskeletal : adanya nyeri, kelemahan dan
keterbatasan gerak pada lutut kiri
o Nervorum : tidak ada gangguan
B. Pemeriksaan
1. Vital sign
o Tekanan darah : 120/80 mmHg
o Denyut nadi : 73 kali/menit
o Pernapasan : 17 kali/menit
o Tinggi badan :159 cm
o Berat badan : 60 kg
2. Inspeksi
o Statis : kedua lutut simetris (tidak ada varus/valgus), tidak
ada pembengkakan pada lutut, tidak ada atropi pada otot-otot
sekitar lutut.
o Dinamis : saat pasien berjalan pasien terlihat sedikit pincang.
3. Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada lutut kiri, suhu normal
(sama dengan suhu lutut yang normal).
4. Pemeriksaan fungsi gerakan dasar
o Aktif :
a. Fleksi knee : ada nyeri, ROM terbatas
b. Ekstensi knee : tidak ada nyeri, ROM normal
o Pasif
a. Fleksi knee : ada nyeri, ROM terbatas, soft end feel
b. Ekstensi Knee : tidak ada nyeri, ROM normal, Hard end feel
o TIMT
A. Fleksi knee : tidak ada nyeri, kekuatan optimal, kualitas
saraf baik
B. Ekstensi knee : tidak ada nyeri, kekuatan otot optimal,
kualitas saraf baik.
5. Pemeriksaan fungsi dasar
a. Fungsional dasar
- Berdiri ke jongkok : kurang mampu di lakukan
- Naik turun tangga : kurang mampu dilakukan
b. Aktifitas fungsional :
- Beribadah (sholat) : tidak mampu melakukan gerakan
duduk di antara dua sujud dengan benar
- Toileting : kurang mampu
c. Lingkungan aktifitas
- Berbelanja di pasar : pasien masih mampu melakukan
6. Pemeriksaan spesifik
a. Pemeriksaan VAS
- Nyeri gerak : 5 ( nyeri cukup berat)
- Nyeri diam : 4 ( nyeri tidak begitu berat)
- Nyeri tekan : 1 (tidak nyeri)
b. Squad and bouncing : tujuannya adalah untuk mengetahui
dimana letak keluhan pasien
Hasilnya : adanya kelainan berupa nyeri pada knee joint
c. ROM test : tujuannya untuk mengetahui ROM yang dapat di
capai oleh suatu sendi.
Hasilnya :
Aktif pada knee joint : S=00-00-950
Pasif pada knee joint : S=00-00-1050
d. Tes valgus-varus : tujuannya untuk mengetahui apakah ada
kelainan pada ligament collateral lateral dan ligament collateral
medial.
Hasilnya : negative
e. Ballottement test : tujuannya untuk mengetahui apakah adanya
kelebihan cairan pada knee joint.
Hasilnya : negative
f. MMT test : untuk mengetahui nilai kekuatan otot
Hasilnya : M. hamstring = 3, M. quadricept = 4
C. Diagnosa fisioterapi
- Impairment :
 Adanya nyeri pada knee sinistra
 Adanya kelemahan otot hamstring dan quadrisep
 Adanya keterbatasan gerak pada sendi knee sinistra
- Limitation fungsional :
Pasien belum mampu untuk melakukan aktivitas jalan dalam waktu
yang cukup lama
- Disability
Pasien masih mampu untuk melakukan aktivitas dalam menjalankan
rutinitas sebagai guru walau dalam keadaan sakit.
D. Problematic fisioterapi
1. Adanya nyeri di knee sinistra
2. Adanya keterbatasan ROM pada knee sinistra
3. Adanya kelemahan otot m hamstring dan M. quadrisep
E. Program rencana fisioterapi
- Tujuan jangka panjang
Mengembalikan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional pada
knee joint sinistra
- Tujuan jangka pendek
1. Menurunkan nyeri pada knee sinistra
2. Meningkatkan ROM pada knee sinistra
3. Meningkatkan kekuatan otot hamstring dan quadrisep pada knee
sinistra
4. Mencegah potensi terjadinya adhesive, athropy pada otot
disekitar knee joint
- Edukasi
1. Pasien di sarankan untuk bersepeda
2. Di untuk mengurangi aktivitas yang berlebihan seperti naik
turun tangga dan berjalan jauh
F. Prognosis
Quo ad Vitam : baik
Quo ad Sanam : baik
Quo ad fungsional : baik
Quo ad Cosmetikam : baik
BAB III

INTERVENSI MANUAL-EXERCISE THERAPY

A. Prosedur Intervensi Fisioterapi


1. Manual resistance konsentrik
a. Persiapan pasien
1. pasien dalam posisi terlentang
2. knee di posisikan fleksi
b. persiapan fisioterapi
1. Fisioterapis berdiri kontralateral dari sisi tungkai yang diterapi
2. Kemudian tangan kiri fisioterapi menyilang di bawah lutut kiri
pasien, dan tangan kanan fisioterapi memegang bagian distal tibia
pasien.
3. Pasien di instruksikan untuk meluruskan kakinya ke atas sambil
melawan tahan minimal yang di berikan oleh fisioterapis.
c. Dosis
Dosis yang di gunakan adalah kontraksi konsentrik pada otot
quadriceps, repetisi gerakan sebanyak 15 kali, jumlah terapi sebanyak 6
kali.
2. Mobilization With Movement
1. Medial Glide
a. Persiapan pasien
1. Pasien dalam posisi tengkurap.
2. Knee diposisikan pada awal keterbatasannya
b. Persiapan fisioterapis dan peletakan tangan/belt :
1. Fisioterapis berdiri kontralateral dari sisi tungkai yang diterapi
2. Pasang belt di ujung proksimal tibia pasien dan dibawah bokong
fisioterapis.
3. Satu tangan fisioterapis sebagai stabilisasi pada sisi medial knee
pasien dan satu tangan fisioterapis pada distal tibia pasien
c. Teknik Pelaksanaan
1. Fisioterapis menarik belt kearah medial melalui bokongnya
sementara satu tangan fisioterapis menstabilisasi knee joint pasien.
2. Kemudian, pasien diminta untuk menggerakkan knee kearah fleksi
sementara tangan fisioterapis dapat memberikan overpressure pada
akhir gerakan
2. Dorsal Glide
a. Persiapan pasien
1. Pasien dalam posisi terlentang .
2. Knee diposisikan pada awal keterbatasannya
b. Persiapan fisioterapis dan peletakan tangan/belt :
1. Fisioterapis berdiri di samping tungkai pasien.
2. Pasang belt di ujung distal tibia – ankle pasien dan di tangan
pasien.
3. Satu tangan fisioterapis sebagai di tuberositas tibia dan satu
tangan fisioterapis pada distal tibia pasien
c. Teknik Pelaksanaan
1. Tangan fisioterapis mendorong tuberositas tibia kearah dorsal
sementara tangan pasien menarik belt kearah fleksi.
2. Pada saat tangan pasien menarik belt kearah fleksi maka tangan
fisioterapis dapat memberikan overpressure pada akhir gerakan.
d. Dosis
Dosis yang digunakan adalah repetisi gerak aktif fleksi sebanyak 8 –
10 kali dengan 2 set, jumlah intervensi sebanyak 6 kali.
B. Evaluasi
a. Evaluasi sesaat
- Nyeri berkurang
- Adanya penambahan ROM
b. Evaluasi akhir
Setelah 4 kali terapi nyeri yang di rasakan pasien sudah berkurang,
kekakuan sudah berkurang (pasien sudah mampu menekuk lututnya di
banding sebelum pasien difisioterapi).

Anda mungkin juga menyukai