Anda di halaman 1dari 31

Cervical Root Syndrome

Paper ini dibuat untuk melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior

SMF ILMU NEUROLOGI RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN

OLEH

Hilda Yatullah 1210070100113

Tri Widiyanti Kusuma 71160841840

Indra Nugraha 71150891411

SMF ILMU BAGIAN NEUROLOGI

RSU DR. PIRNGADI

MEDAN

2017

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan penulisan paper ini, untuk melengkapi persyaratan Kepanitraan Klinik
Senior SMF Neurologi Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan.
Tugas ini bertujuan agar saya selaku penulis dapat memahami lebih dalam mengenal
teori-teori yang diberikan Kepanitraan Klinik Senior di SMF Neurologi di Rumah Sakit Umum
Dr. Pirngadi Medan dan melihat penerapannya secara langsung di lapangan.
Penulis menyadari bahwa paper ini masih banyak terdapat kekurangan baik mengenai isi
susunan bahasa, maupun kadar ilmiahnya. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang membaca makalah ini. Semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Medan, Juli 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

Cover

Kata Pengantar ………………………………………………….........…………...........1

Daftar
Isi...............................................…………………………………………………….....………2

BAB I Pendahuluan ………………......................……………………………….....……….3

I. 1. Latar Belakang ……………......................…………………..….....….. 3

I. 2. Rumusan dan Batasan Masalah …………......................……..…........…4

I. 3. Tujuan …………………………………………………........................4

BAB II. Pembahasan ………………………………………….....................…………….......5

II. 1 Cervical Root Syndrome............................................................................5

II. 2 Anatomi......................................................................................................6

II. 3 Patofisiologi……………..………………………………………..…...…11

II. 4 Tanda dan Gejala………….……………………………..........................12

II. 5 Diagnosa……………………………………………………..……….….13
II. 6 Pengobatan………………………………………………………………17
II. 7 Diagnosa Banding……………………………………………………….27
II. 8 Komplikasi……………………………………………………………….28
BAB III. Penutup……………………………………………………………………………..29
III.1 Kesimpulan ……………………………………………………………...29
III.2 Saran……………………………………………………………………..29
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………………31

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam melakanakan praktek sering kali kita jumpai pasien dengan keluhan nyeri di
sekitar leher. Bahkan banyak pasien yang merasakan nyeri tersebut menjalar sampai ke lengan
hingga jari tangan bahkan bahu sulit untuk diangkat karena adanya kelemahan otot-otot bahu.
Gangguan tersebut merupakan kumpulan gejala-gejala yang dinamakan Cervical Root
Syndrome atau lebih dikenal dengan CRS. Nyeri yang menjalar tanpa atau adanya kelemahan
otot-otot bahu menyebabkan pasien kehilangan jam kerjanya karena dirasakan sangat
mengangggu dalam beraktifitas kerja maupun akifitas sehari-hari yang manggunakan bahu.
Adanya pernmasalahan yang timbul karena adanya gangguan fungsi gerak bahu dan tangan maka
fisiotrapis berperan aktif dalam menangani permasalahan mengurangi nyeri , mengurangi spasme
dan meningkatkan kekuatan otot bahu.

Nyeri cervical merupakan salah satu keluhan yang sering menyebabkan seseorang datang
berobat ke fasilitas kesehatan. Di populasi didapatkan sekitar 34% pernah mengalami nyeri
cervical dan hamper 14% mengalami nyeri tersebut lebih dari 6 bulan. .

Kelemahan otot-otot bahu dan leher yang disebabkan oleh entrapment akar saraf
servikal dapat diatasi dengan menggunakan modalitas fisioterapi yang berupa terapi latihan.
Jenis terapi latihan yang digunakan untuk kondisi ini adalah adalah srengtening yaitu terapi
latihan dengan menggunakan metode Propioceptif Neuromusular Fasilitation (PNF) dan terapi
latihan berupa traksi cervical secara manual. Dengan traksi servical diharap terjadi penambahan
ruangan pada intervertebralis maka penyempitan yang dapat menekan akar saraf dapat
berkurang, serta diperoleh relaksasi otot-otot leher. Sedangkan dengan PNF berusaha
memberikan rangsangan sedemikian sehingga diharapkan timbul reaksi-reaksi yang sesuai
dengan perangsangan yang akhirnya gerakan-gerakan yang diinginkan tercapai. Berdasarkan
prinsip PNF dari teori pergerakan yang menyatakan bahwa PNF dapat memperbaiki kekuatan
dan kondisi system neuro musuloseletal. Tehnik ini bermanfaat untuk assisted otot-otot yang
lemah sekaligus strengthening otot-otot yang lebih kuat.

4
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Cervical Root Syndrome

II.1.1 Pengertian

Cervical Root Syndrome atau syndroma akar saraf leher adalah suatu keadaan yang
disebabkan oleh iritasi atau penekanan akar saraf servikal oleh penonjolan discus invertebralis,
gejalanya adalah nyeri leher yang menyebar ke bahu, lengan atas atau lengan bawah, parasthesia,
dan kelemahan atau spasme otot.

Salah satu contoh penyakitnya adalah Syndrome radikulopati. Radikulopati berarti radiks
posterior dan anterior yang dilanda proses patologik. Gangguan itu dapat setempat atau
menyeluruh.

5
Dalam mempelajari tentang Cervikal Root Syndrome, ada beberapa istilah yang perlu diketahui
sebagai berikut :

 Anasthesia : hilang perasaan ketika dirangsang ; hipestesia


 Hiperesthesia : perasaan terasa berlebihan jika dirangsang (kebalikan anasthesia)
 Parasthesia : perasaan yang timbul secara spontan, tanpa dirangsang ; disebut juga
dengan istilah “Kesemutan”.
 Gangguan sensori negative : perasaan abnormal tubuh yang dinamakan anesthesia dan
parasthesia.
 Gangguan sensori positive : hasil perangsangan pada nosiceptor serta unsur-unsur saraf
yang menghantarkan impuls nyeri ke kortex cerebri.
 Ataksia : gangguan lintasan proprioseptif.
 Hipesthesia radikular : hipesthesia dermatomal.

II.1.2 Etiologi

Beberapa kondisi pada leher banyak disebabkan oleh pergeseran atau penjepitan dari akar
saraf atau gangguan pada foramen intervertebralis mungkin disertai dengan tanda dan gejala dari
Cervical Root Syndrome. Kondisi tebanyak pada kasus ini disebabkan oleh proses degeneratif
dan herniasi dari discus intervertebralis.

II.2 Anatomi

Pada daerah leher, banyak terdapat jaringan yang bisa merupakan sumber nyeri. Biasanya
rasa nyeri berasal dari jaringan lunak atau ligament, akar saraf, faset artikular, kapsul, otot serta
duramater. Nyeri bisa diakibatkan oleh proses degeneratif, infeksi/inflamasi, iritasi dan trauma.
Selain itu perlu juga diperhatikan adanya nyeri alih dari organ atau jaringan lain yang merupakan
distribusi dermatomal yang dipersarafi oleh saraf servikal.

6
Anatomi cervical

Radiks anterior dan posterior bergabung menjadi satu berkas di foramen intervertebral
dan disebut saraf spinal. Berkas serabut sensorik dari radiks posterior disebut dermatome. Pada
permukaan thorax dan abdomen, dermatome itu selapis demi selapis sesuai dengan urutan radiks
posterior pada segmen-segmen medulla spinalis C3-C4 dan T3-T12. Tetapi pada permukaan
lengan dan tungkai, kawasan dermatome tumpang tindih oleh karena berkas saraf spinal tidak
langsung menuju ekstremitas melainkan menyusun plexus dan fasikulus terkebih dahulu baru
kemudian menuju lengan dan tungkai. Karena itulah penataan lamelar dermatome C5-T2 dan
L2-S3 menjadi agak kabur.

Segala sesuatunya yang bisa merangsang serabut sensorik pada tingkat radiks dan
foramen intervertebral dapat menyebabkan nyeri radikuler, yaitu nyeri yang berpangkal pada
tulang belakang tingkat tertentu dan menjalar sepanjang kawasan dermatome radiks posterior
yang bersangkutan. Osteofit, penonjolan tulang karena faktor congenital, nukleus pulposus atau
serpihannya atau tumor dapat merangsang satu atau lebih radiks posterior.

Pada umumnya, sebagai permulaan hanya satu radiks saja yang mengalami iritasi
terberat, kemudian yang kedua lainnya mengalami nasib yang sama karena adanya perbedaan
derajat iritasi, selisih waktu dalam penekanan, penjepitan dan lain sebagainya. Maka nyeri
radikuler akibat iritasi terhadap 3 radiks posterior ini dapat pula dirasakan oleh pasien sebagai
nyeri neurogenik yang terdiri atas nyeri yang tajam, menjemukan dan paraestesia.

7
Nyeri yang timbul pada vertebra servikalis dirasakan didaerah leher dan belakang kepala
sekalipun rasa nyeri ini bisa di proyeksikan ke daerah bahu, lengan atas, lengan bawah atau
tangan. Rasa nyeri di picu/diperberat dengan gerakan/posisi leher tertentu dan akan disertai nyeri
tekan serta keterbatasan gerakan leher.

A. Sistem tulang
1. Arcus
Arcus adalah bangunan yang merupakan lempengan dan simetris antara kanan dan kiri,
terletak pada posterior corpus. Pangkal dari corpus ini disebut radiks arcus vertebralis. Di
sebelah posterior dari lengkung ini bertemu linea mediana posterior dan selanjutnya membentuk
tonjolan seperti duri yang disebut prosessus spinosus. Tonjolan meruncing pada batas dataran
radiks dan arus ke lateral disebut prosessus tranversus.

2. Foramen vertebralis
Vertebra cervicalis membentuk suatu columna vertebralis, dengan sendirinya tiap foramen
vertebraeyang lain membentuk kanalis di dalam columna vertebralis yang ditempati oleh
medulla spinalis, yaituforamen vertebralis.

3. Vertebrae cervicalis
Vertebrae cevicalis terdiri dari tujuh vertebrae, yang masing-masing terhubung dengan
yang lain. Pada vertebra cervicalis satu sampai enam mempunyai corpus kecil. Processusnya

8
bersifat bifida(bercabang dua). Processus tranversusnya mempunyai foramen transversarium
yang membagi processus tranversum menjadi dua tonjolan yaitu tuberkulum anterius
dan posterius. tetapi pada cervical enam terdapat pembesaran dari tuberkulum anterius yang
disebut tuberkulum karotikus yang terletak diarteria karotikus.
Sedangkan pada vertebrae cervical tujuh terdapat perbedaan susunan dengan vertebrae
cervicalis lainya karena prosessus spinosusnya disini meruncing menuju ke dorsal dan tidak
bercabang menjadi dua lagi dan sangat menonjol sehingga mudah diraba dari luar, oleh karena
itu vertebrae cervical tujuh disebut vertebrae prominens. Selain itu perbedaan yang lainya adalah
foramen tranversarium sangat kecil, sebab belum dilalui oleh pembuluh darah.

B. Sistem otot
Sesuai dengan kondisi CRS ini maka dalam bab ini penulis akan membahas otot-otot yang
berhubungan dengan gerakan leher dan bahu yang meliputi flexor cervicalis otot-otot penggerak
utamanya adalah m. sternoleidomastoideus, m. sclaneus medius dan anterior posterior, dimana
otot-otot ini diinervasi oleh C1-8, eksensor cervicalis otot penggerak utamanya adalah m.
splennius cervicis, m. semi spinalis, m. longisimus cervicalis, m. ilioastalis cervicis (diinervasi
C3-T6), lateral flexi otot penggerak utamanya adalah m. sternoleidomastoideus, m. sclaneus
anterior, medius dan posterior (diinervasi C2-3),rotasi, penggerak utamanya adalah m. obliqus
capitis inferior, m. semispinalis cervicis, m. splenius cervicis, m. longus capitis (diinervasi C2-
T5).
Sedangkan otot–otot penggerak bahu adalah m. deltoid anterior, m. supra spinatus, dan m.
coraco radialis untuk gerakan flexi, m. latisimus dorsi dan m. teres mayor untuk ekstensi, m.
deltoid middle, m. supra spinatus untuk abduksi, m. latisimus dorsi, m. petoralis mayor, m. teres
minor dan m. coraco brachialisuntuk adduksi, m. infraspinatus, m. teres minor untuk internal
dan eksternal rotasi.

C. Sistem persarafan
Sistem persarafan merupakan sistem penghantar yang berfungsi sebagai perantara impuls-
impuls saraf yang berjalan di kedua arah antara susunan saraf pusat dan jaringan tubuh lainya.
Komponen badan saraf terdiri dari serabut-serabut yang terikat menjadi satu oleh jaringan
penyokong konektif. Sistem persarafan yang terletak pada plexsus brachialis merupakan sistem

9
saraf perifer yang mana terdapat beberapa persarafan antara lain, n. medianus, n. ulnaris, n.
cuaeus, dan n. radialis.
a. Nerves Musculocutaneus
Nerves Musculocutaneus timbul dari fascicularis lateral plexsus brachialis dan terdiri dari
serabut-serabut yang berasal dari segmen C5 dan C6. mula-mula nerves ini terletak di sebelah
lateral arteri axillaris, lalu menembus muscular coraco brachialis dan turun secara oblique di
sebelah lateral diantara musculus biceps dan brachialis.

b. Nerves axillaris (circumflexa, C5-C6)


Nerves axillaris berasal dari fasciculer post plexus brachialis dan terdiri dari serabut-
serabut yang berasal dari segmen C5 dan C6, kemudian serabut berjalan ke dorsal.

c. Nerves radialis (musculospiralis, C6-8 dan Th 1)


Nerves radialis merupakan cabang yang terbesar daripada batas bawah muscular pectoralis
sebagai kelanjutan langsung dari fasciculer pectoralis dan serabut-serabut yang berasal dari tiga
segmen thoracal pertama dari medulla spinalis. Selama berjalan turun sepanjang lengan, n.
radialis ini menyertai arteri profundus dan sekitar humerus serta di dalam sulcus
musculospinalis.

d. Nerves Medianus (C6-8, Th1)


Nerves medianus dipercabangkan dari pleksus brachialis dengan dua buah caput. Kedua
caput tersebut berasal dari fasikulus lateral dan fasikulus medial. Kedua caput tersebut bersatu
pada bawah otot pectoralis minor, jadi serabut-serabut dari dalam trunkus berasal dari tiga
segmen cervical yang bawah dan dari segmen thorakal pertama medulla spinalis di dalam lengan
atas bagian bawah
.
e. Nerves Ulnaris (C8-Th1)
Nerves ulnaris merupakan cabang terbesar daripada plexsus brachialis. Serabut syaraf ini
terdiri dari serabut-serabut yang berasal dari segmen C8-Th1. Nerves ulnaris ini berasal dari
batas bawahmusculus pectoralis minor dan berjalan turun pada sisi medial lengan dan

10
menembus septum intermuscular untuk melanjutkan perjalanan dalam sulcus pada caput
medialis.

II.3. Patofisiologi
Discus intervertebralis terdiri dari nucleus pulposus yang merupakan jaringan elastis,
yang dikelilingi oleh annulus fibrosus yang terbentuk oleh jaringan fibrosus. Kandungan air
dalam nucleus pulposus ini tinggi, tetapi semakin tua umur seseorang kadar air dalam nuleus
pulposus semakin berkurang terutama setelah seseorang berumur 40 tahun, bersamaan dengan itu
terjadi perubahan degenerasi pada begian pusat discus, akibatnya discus ini akan menjadi tipis,
sehingga jarak antara vertebrae yang berdekatan mejadi kecil dan ruangan discus menjadi
sempit, selanjutnya annulus fibrosus mengalami penekanan dan menonjol keluar.
Menonjolnya bagian discus ini maka jaringan sekitarnya yaitu corpus-corpus vertebrae
yang berbatasan akan terjadi suatu perubahan. Perubahannya yaitu terbentuknya jaringan ikat
baru yang dikenal dengan nama osteofit. Kombinasi antara menipisnya discus yang
menyebabkan penyempitan ruangan discus dan timbulnya osteofit akan mempersempit diameter
kanalis spinalis. Pada kondisi normal diameter kanalis spinalis adalah 17 mm sampai 18 mm.
Tetapi pada kondisi CRS, kanalis ini menyempit dengan diameter pada umumnya antara 9 mm
sampai 10 mm.
Pada keadaan normal, akar-akar saraf akan menempati seperempat sampai seperlima,
sedangkan sisanya akan diisi penuh oleh jaringan lain sehingga tidak ada ruang yang tersisa. Bila
foramen intervertebralis ini menyempit akibat adanya osteofit, maka akar-akar saraf yang ada
didalamnya akan tertekan. Saraf yang tertekan ini mula-mula akan membengkok. Perubahan ini
menyebabkan akar-akar saraf tersebut terikat pada dinding foramen intervertebralis sehingga
mengganggu peredaran darah. Selanjutnya kepekaan saraf akan terus meningkat terhadap
penekanan, yang akhirnya akar-akar saraf kehilangan sifat fisiologisnya. Penekanan akan
menimbutkan rasa nyeri di sepanjang daerah yang mendapatkan persarafan dari akar saraf
tersebut.

11
II.4 Tanda dan gejala
Nyeri radikuler serviks ditandai dengan nyeri leher menjalar ke sisi posterior lengan
bawah, bahu dan kadang-kadang bisa mencapai ke tangan.Memancarkan nyeri mengikuti
distribusi dermatom dari saraf yang terkena, tetapi juga mempengaruhi jaringan diinervasi oleh
saraf ini, seperti otot, sendi, ligamen dan kulit. Nyeri yang berasal dari akar serviks keempat (C4)
terlokalisir di leher dan daerah supraskapular. Nyeri dari akar serviks kelima (C5) menjalar ke
lengan bawah, sedangkan nyeri dari akar keenam dan ketujuh (C6 dan C7) meluas ke leher,
lengan bahu, dan tangan.

12
II.5 Diagnosa

II.5.1 Anamnesa

Anamnesa adalah hal-hal yang menjadi sejarah kasus pasien, juga berguna untuk
menentukan diagnosa, karena misalnya dengan pendekatan psikiatri terhadap depresinya yang
kadang merupakan factor dasar nyeri bahu ini.

Gejala-gejala yang mungkin nampak pada inspeksi dan palpasi, misalnya :

1. Nyeri kaku pada leher

2. Rasa nyeri dan tebal dirambatkan ke ibu jari dan sisi radial tangan

3. Dijumpai kelemahan pada biceps atau triceps

4. Berkurangnya reflex biceps

5. Dijumpai nyeri menjalar (referred pain) di bahu yang samar, dimana “nyeri bahu” hanya
dirasa bertahan di daerah deltoideus bagian lateral dan infrascapula atas.

II.5.2 Tes Khusus

Untuk tes-tes khusus yang harus dilakukan sebenarnya banyak, misalnya :

1. Tes Provokasi

Tes Spurling atau tes Kompresi Foraminal, dilakukan dengan cara posisi leher
diekstensikan dan kepala dirotasikan ke salah satu sisi, kemudian berikan tekanan ke bawah pada
puncak kepala. Hasil positif bila terdapat nyeri radikuler ke arah ekstremitas ipsilateral sesuai
arah rotasi kepala. Pemeriksaan ini sangat spesifik namun tidak sensitif guna mendeteksi adanya
radikulopati servikal. Pada pasien yang datang ketika dalam keadaan nyeri, dapat dilakukan
distraksi servikal secara manual dengan cara pasien dalam posisi supinasi kemudian dilakukan
distraksi leher secara perlahan. Hasil dinyatakan positif apabila nyeri servikal berkurang.

13
Tes Provokasi

2. Tes Distraksi Kepala

Distraksi kepala akan menghilangkan nyeri yang diakibatkan oleh kompresi terhadap
radiks syaraf. Hal ini dapat diperlihatkan bila kecurigaan iritasi radiks syaraf lebih memberikan
gejala dengan tes kompresi kepala walaupun penyebab lain belum dapat disingkirkan.

Tes Distraksi Kepala

14
3. Tindakan Valsava

Dengan tes ini tekanan intratekal dinaikkan, bila terdapat proses desak ruang di kanalis
vertebralis bagian cervical, maka dengan di naikkannya tekanan intratekal akan membangkitkan
nyeri radikuler. Nyeri syaraf ini sesuai dengan tingkat proses patologis dikanalis vertebralis
bagian cervical. Cara meningkatkan tekanan intratekal menurut Valsava ini adalah pasien
disuruh mengejan sewaktu ia menahan nafasnya. Hasil positif bila timbul nyeri radikuler yang
berpangkal di leher menjalar ke lengan.

Tindakan Valsava

15
II.5.3 Pemeriksaan Penunjang
1. CT scan menyediakan informasi yang baik pada struktur tulang, tetapi ada keterbatasan
berkaitan dengan jaringan lunak. MRI adalah pemeriksaan pilihan, menunjukkan perubahan
morfologi yang terjadi di diskus intervertebralis, saraf tulang belakang, akar saraf dan jaringan
lunak sekitarnya. Diagnosis tidak boleh hanya didasarkan pada temuan radiologis, karena
sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa sekitar 30% dari pasien dengan temuan MRI tidak
menunjukkan gejala. Ketika klinis dan radiologis temuan cocok, maka akan lebih mudah untuk
membuat diagnosa yang tepat.

2. Tes elektrofisiologi

Tes elektrofisiologi termasuk konduksi saraf dan elektromiografi (EMG). Ini berguna
ketika ada kecurigaan cacat saraf tetapi mereka tidak memberikan informasi khusus mengenai
nyeri.

16
Foto 2

II.6 Pengobatan

II.6.1 Pengobatan Konservatif

Obat penghilang nyeri atau relaksan otot dapat diberikan pada fase akut. Obat-obatan ini
biasanya diberikan selama 7-10 hari. Jenis obat-obatan yang banyak digunakan biasanya dari
golongan salisilat atau NSAID. Bila keadaan nyeri dirasakan begitu berat, kadang-kadang
diperlukan juga analgetik golongan narkotik seperti codein, meperidin, bahkan bisa juga
diberikan morfin. Ansiolitik dapat diberikan pada mereka yang mengalami ketegangan mental.
Pada kondisi tertentu seperti nyeri yang diakibatkan oleh tarikan, tindakan latihan ringan yang
diberikan lebih awal dapat mempercepat proses perbaikan.

Kepala sebaiknya diletakan pada bantal servikal sedemikian rupa yaitu sedikit dalam
posisi flexi sehingga pasien merasa nyaman dan tidak mengakibatkan gerakan kearah lateral.
Istirahat diperlukan pada fase akut nyeri,terutama pada spondilosis servikalis atau kelompok
nyeri non spesifik.

Obat-obatan yang banyak digunakan adalah:

 Ibuprofen 400 mg, tiap 4-6 jam (PO)

17
 Naproksen 200-500 mg, tiap 12 jam (PO)

 Fenoprofen 200 mg, tiap 4-6 jam (PO)

 Indometacin 25-50 mg, tiap 8 jam (PO)

 Kodein 30-60 mg, tiap jam (PO/Parentral)

 Vit. B1, B6, B12

II.6.2 Pengobatan Pencegahan Nyeri


1. Epidural Kortikosteroid Injection
Bila penyakit ini dalam bentuk yang akut atau subakut, injeksi kortikosteroid
diindikasikan.Teknik yang digunakan, adalah pendekatan translaminar posterior, sedangkan
injeksi epidural transforaminal dihindari karena risiko tinggi komplikasi yang parah, yang
bertentangan dengan tulang belakang lumbar mana pendekatan transforaminal disukai. Di
seluruh dunia penelitian sistematis mengarah pada kesimpulan bahwa injeksi kortikosteroid
serviks epidural secara signifikan efektif dalam pengobatan nyeri radikuler akut dan subakut
serviks dan selalu harus diterapkan sebelum keputusan operasi.

2. Neuroplasty (adhesiolysis) dengan kateter Racz


Bila penyakit ini dalam bentuk-yang kronis yang biasanya terjadi setelah operasi tulang
belakang atau mengikuti fase akut dan subakut radikulitis dari herniasi yang telah undertreated
dengan terapi konservatif-neuroplasty (adhesiolysis) dengan kateter Racz diindikasikan.
Masyarakat Amerika Dokter Nyeri Intervensional (ASIPP) diterbitkan pedoman berbasis bukti
untuk teknik invasif dalam pengelolaan nyeri tulang belakang kronis. Menurut pedoman ini, ada
bukti kuat yang menunjukkan kemanjuran neuroplasty dengan kortikosteroid dalam kontrol
pendek dan jangka panjang dari nyeri pada refraktori radiculopathy dan nyeri tulang belakang
neuropatik.

18
3. Pulsed Radiofrequency Theraphy (PRF)
Studi terkontrol acak telah menunjukkan kemanjuran PRF diterapkan pada ganglion akar
dorsal tulang belakang (DRG) dari tulang belakang leher. Menurut pengobatan berbasis bukti,
penerapan metode dalam kasus radikulitis serviks kronis sangat dianjurkan. Durasi analgesia
bervariasi dari kasus ke kasus. Teknik ini aman dan dapat diulangi sebanyak yang
diperlukan. Jika, meskipun sesi terapi berulang-ulang dengan frekuensi radio berdenyut hasilnya
telah membatasi durasi, maka frekuensi radio konvensional dapat diterapkan. Aplikasi ini,
bagaimanapun, menghancurkan (ablates) ganglion dan dapat menyebabkan kelemahan otot
sedikit di lengan.

4. S Stimulasi Cord Pinal


Ini adalah terapi neuromodulatory, yang digunakan dalam kasus semua metode yang kurang
invasif lain gagal. Kemanjurannya dalam mengobati nyeri neuropatik yang kronis adalah
signifikan.

II.6.3 Fisioterapi

Tujuan utama penatalaksanaan adalah reduksi dan resolusi nyeri, perbaikan atau resolusi
defisit neurologis dan mencegah komplikasi atau keterlibatan medulla spinalis lebih lanjut.

1. Traksi

Tindakan ini dilakukan apabila dengan istirahat keluhan nyeri tidak berkurang atau pada
pasien dengan gejala yang berat dan mencerminkan adanya kompresi radiks saraf. Traksi dapat
dilakukan secara terus-menerus atau intermiten.

19
Traksi

2. Cervical Collar

Pemakaian cervical collar lebih ditujukan untuk proses imobilisasi serta mengurangi
kompresi pada radiks saraf, walaupun belum terdapat satu jenis collar yang benar-benar
mencegah mobilisasi leher. Salah satu jenis collar yang banyak digunakan adalah SOMI Brace
(Sternal Occipital Mandibular Immobilizer).

Collar digunakan selama 1 minggu secara terus-menerus siang dan malam dan diubah
secara intermiten pada minggu II atau bila mengendarai kendaraan. Harus diingat bahwa tujuan
imobilisasi ini bersifat sementara dan harus dihindari akibatnya yaitu diantaranya berupa atrofi
otot serta kontraktur. Jangka waktu 1-2 minggu ini biasanya cukup untuk mengatasi nyeri pada
nyeri servikal non spesifik. Apabila disertai dengan iritasi radiks saraf, adakalanya diperlukan
waktu 2-3 bulan. Hilangnya nyeri, hilangnya tanda spurling dan perbaikan defisit motorik dapat
dijadikan indikasi pelepasan collar.

Cervical Collar

20
3. Thermoterapi

Thermoterapi dapat juga digunakan untuk membantu menghilangkan nyeri. Modalitas


terapi ini dapat digunakan sebelum atau pada saat traksi servikal untuk relaksasi otot. Kompres
dingin dapat diberikan sebanyak 1-4 kali sehari selama 15-30 menit, atau kompres
panas/pemanasan selama 30 menit 2-3 kali sehari jika dengan kompres dingin tidak dicapai hasil
yang memuaskan. Pilihan antara modalitas panas atau dingin sangatlah pragmatik tergantung
persepsi pasien terhadap pengurangan nyeri.

Thermoterapi

4. Latihan

Berbagai modalitas dapat diberikan pada penanganan nyeri leher. Latihan bisa dimulai
pada akhir minggu I. Latihan mobilisasi leher kearah anterior, latihan mengangkat bahu atau
penguatan otot banyak membantu proses penyembuhan nyeri. Hindari gerakan ekstensi maupun
flexi. Pengurangan nyeri dapat diakibatkan oleh spasme otot dapat ditanggulangi dengan
melakukan pijatan.

21
Teknologi Fisioterapi

Modalitas fisioterapi yang digunakan dalam penanganan CRS ini adalah SWD, ultra sonic, dan
terapi latihan.

1. SWD (Short Wave Diatermy)

SWD adalah alat yang menggunakan energi listrik elektromagnetik yang dihasilkan arus
bolak-balik frekuensi tinggi. Frekuensi yang diperbolehkan pada penggunaan SWD adalah 27
MHz dengan panjang gelombang 11 m. Energi elektromagnetik yang dipancarkan dari emitter
akan menyebar sehingga kepadatan gelombang semakin berkurang pada jarak semakin jauh.
Berkurangnya intensitas energi elektromagnetik juga disebabkan oleh penyerapan jaringan.

Dalam kasus ini penulis menggunakan modalitas fisioterapi berupa Short Wave Diatermy ( SWD
). Pemberian SWD diharapkan dapat merangsang serabut syaraf tipe II dan tipe III, sehingga
akan menghalangi masuknya impuls nosiseptif di tingkat medulla spinalis sehingga nyeri akan
berkurang dan selanjutnya akan memutus siklus nyeri, kemudian akan memberikan efek
relaksasi otot-otot lain yaitu mempengaruhi aliran darah lokal yang membuat spasme otot
berkurang sehingga terapi relaksasi dan nyeri dapat terhambat.

2. Ultra Sonic
Gelombang ultra sonic adalah gelombang yang tidak dapat didengar oleh manusia. Merupakan
gelombang longitudinal yang gerakan partikelnya dari arah “ke” dan “dari” dan perambatannya
memerlukan media penghantar. Media pengahantar harus elastis agar partikel bisa merubah
bentuk dan kembali ke bentuk semula untuk memungkinkan gerakan “ke” dan “dari”. Dari sini
dijumpai daerah padat atau compression dan daerah renggang atau refraction.
Dalam penggunakan modalitas ultra sonic beberapa ahli membuktikan bahwa ultra sonic efektif
untuk mengurangi nyeri, karena ultra sonic dapat meningkatkan ambang rangsang, mekanisme
dari efek termal panas. Selain itu pembebasan histamin, efek fibrasi dari ulta sonic terhadap
gerbang nyeri dan dari suatu percobaan ditemukan bahwa pemakaian ultra sound dengan pulsa
rendah .

22
a. Efek Ultra sonic

1) Efek mekanik

Efek yang pertama kali didapat oleh tubuh adalah efek mekanik. Gelombang ultra sonic
menimbulkan adanya peregangan dan perapatan didalam jaringan dengan frekuensi yang sama
dengan frekuensi dari ultra sonic. Efek mekanik ini juga disebut dengan micro massage.
Pengaruhnya terhadap jaringan yaitu meningkatkan permeabilitas terhadap jaringan dan
meningkatkan metabolisme.
Micro massage adalah merupakan efek terapeutik yang penting karena semua efek yang
timbul oleh terapi Ultra Sonic diakibatkan oleh micro massage ini.

2) Efek termal

Panas yang dihasilkan tergantung dari nilai bentuk gelombang yang dipakai, intensitas
dan lama pengobatan. Yang paling besar yang menerima panas adalah jaringan antar kulit dan
otot. Efek termal akan memberikan pengaruh pada jaringan yaitu bertambahnya aktivitas sel,
vasodilatasi yang mengakibatkan penambahan oksigen dan sari makanan dan memperlancar
proses metabolisme.

3) Efek biologi

Efek biologi merupakan respon fisiologi yang dihasilkan dari pengaruh mekanik dan termal.
Pengaruh biologi ultra sonic terhadap jaringan antara lain:

b. Memperbaiki sirkulasi darah

Pemberian ultra sonic akan menyebabkan kenaikan temperatur yang menimbulkan vasodilatasi
sehingga aliran darah ke daerah yang diobati menjadi lebih lancar. Hal ini akan memungkinkan
proses metabolisme dan pengangkutan sisa metabolisme serta suplai oksigen dan nutrisi menjadi
meningkat.

23
c. Relaksasi otot

Rileksasi otot akan mudah dicapai bila jaringan dalam keadaan hangat dan rasa sakit tidak ada.
Pengaruh termal dan mekanik dari ultra sonic dapat mempercepat proses pengangkutan sel P (zat
asam laktat) sehingga dapat memberikan efek rileksasi pada otot.

d. Meningkatkan permeabilitas jaringan

Energi ultra sonic mampu menambah permeabilitas jaringan otot dan pengaruh mekaniknya
dapat memperlunak jaringan pengikat.

e. Mengurangi nyeri

Nyeri dapat berkurang dengan pengaruh termal dan pengaruh langsung terhadap saraf. Hal ini
akibat gelombang pulsa yang rendah intensitasnya memberikan efek sedatif dan analgetik pada
ujung saraf sensorik sehingga mengurangi nyeri. Dan dasar dari pengurangan rasa nyeri ini
diperoleh dari, perbaikan sirkulasi darah, normalisasi dari tonus otot, berkurangnya tekanan
dalam jaringan, berkurangnya derajat keasaman.

f. Mempercepat penyembuhan

Pemberian Ultra sonic mampu mempercepat proses penyembuhan jaringan lunak . Adanya
peningkatan suplai darah akan meningkatkan zat antibodi yang mempercepat penyembuhan dan
perbaikan pembuluh darah untuk memperbaiki jaringan.

g. Pengaruh terhadap saraf parifer

Menurut beberapa penelitian bahwa Ultra Sonic dapat mendepolarisasikan saraf efferent,
ditunjukkan bahwa getaran Ultra Sonic dengan intensitas 0,5-3 w/cm2 dengan gelombang
kontinyu dapat mempengaruhi exitasi dari saraf perifer. Efek ini berhubungan dengan efek
panas. Sedangkan dari aspek mekanik tidak terlalu berpengaruh.

24
3. Terapi latihan
a. Dengan metode PNF
Terapi Latihan merupakan salah satu pengobatan dalam fisioterapi yang dalam pelaksanaanya
menggunakan latihan-latihan gerakan tubuh baik secara aktif maupun pasif. Atau pula dapat
didefinisikan sebagai suatu usaha untuk mempercepat proses penyembuhan dari suatu cidera
yang telah merubah cara hidupnya yang normal. Hilangnya suatu fungsi atau adanya hambatan
dalam melakanakan suatu fungsi dapat menghambat kemampuan dirinya untuk hidup
secara independentyaitu dalam melaksanakan aktifitas kerja.

Tujuan dari Terapi latihan adalah (1) Memajukan aktifitas penderita, (2) Memperbaiki otot
yang tidak efisien dan memperoleh kembali jarak gerak sendi yang normal tanpa memperlambat
usaha mencapai gerakan yang berfungsi dan efisien, (3) Memajukan kemampuan penderita yang
telah ada untuk dapat melakukan gerakan-gerakan yang berfungsi serta bertujuan, sehingga dapat
beraktifitas normal.

Jenis terapi latihan yang digunakan untuk kondisi CRS adalah Terapi latihan dengan
menggunakan metode Propioceptif Neuromusular Fasilitation (PNF) berusaha memberikan
rangsangan sedemikian sehingga diharapkan timbul reaksi-reaksi yang sesuai dengan
perangsangan yang akhirnya gerakan-gerakan yang diinginkan tercapai. Tujuan PNF adalah
untuk meningkatkan kekuatan otot. Berdasarkan prinsip PNF dari teori pergerakan yang
menyatakan bahwa PNF dapat memperbaiki kekuatan dan kondisi system neuro musuloseletal.
Tehnik ini bermanfaat untuk assisted otot-otot yang lemah sekaligus strengthening otot-otot yang
lebih kuat tanpa melupakan prinsip-prinsip dasar PNF dan teknik PNF.

Adapun prinsip-prinsip dasar yang berhubumgan dengan kasus CRS ini antara lain:

1. Tahanan maksimal (optimal)

Tahanan maksimal maksudnya adalah tahanan maksimal yang masih bisa dilawan oleh
penderita dengan baik sehingga memungkinkan penderita untuk mempertahankan suatu posisi
(kontraksi isometric) dengan gerakan yang halus. Tahanan ini tergantung toleransi pasien.

Pegangan pada lumbrical akan mempermudah dalam memberikan tahanan rotasi. Tahanan
diberikan sejak awal gerakan sampai titik lemah gerakan. Faktor-faktor mekanis seperti cara

25
kerja “lever”., letak “as” dan gaya berat (gravitasi) sangat mempengaruhi terhadap besar-
kecilnya tahanan yang diberikan.

2. Manual contact

Manual contact dimaksudkan agar pasien mengerti arah gerakan yang diminta oleh
terapis dan sebaiknya dilakukan dengan kedua tangan sehingga mudah untuk memberikan
tahanan ataupun assisted.

3. Stimulasi verbal (komando)

Rangsangan suara dapat memacu semangat aktivitas penderita. Dalam memberikan aba-
aba kepada penerita harus jelas dan sering diulang-ulang.

4. Body position dan body mechanic

Terapis berdiri pada grove dan menghadap ke pasien sehingga memungkinkan selalu
memperhatikan pasien agar dalam melakukan latihan di rumah sama seperti yang diajarkan
terapis.

5. Traksi dan aproksimasi.


Traksi adalah tarikan yang membuat saling menjauhnya segmen yang satu terhadap
segmen yang lain atau usaha mengulur segmen pada suatu ekstrimitas.
Aproximasi adalah saling menekanya atau memberikan tekanan pada suatu segmern atau
ekstrimitas. Aproximasi bertujuan untuk stabilisasi sendi.
6. Pola gerak

Pola gerak pada ekstrimitas atas adalah flksi-abduksi-eksoroasi, fleksi-adduksi-


eksorotasi, ektsensi, abduksi-eksorotasi, ekstensi-abduksi-endorotasi, ekstensi-adduksi-
endorotasi. Teknik yang digunakan pada kasus ini adalah “ repeated contration”. Repeated
contrationadalah suatu teknik isotonic untuk kelompok agonis, yang dilakukan pada bagian–
bagian tertentu, dari lintasan gerakan dengan jalan memberikan “ restrech “ yang disusun dengan
kontraksi isotonic. Dan tujuan dari teknik ini antara lain memperbaiki kekuatan otot dan daya
tahan, memperbaiki lingkup gerak sendi secara aktif, menurunkan ketegangan atau penguluran
antagonis, serta penguatan (strengtening).
26
b. Dengan traksi cervical.

Dengan traksi cervical diharap terjadi penambahan ruangan pada intervertebralis maka
penyempitan yang dapat menekan akar saraf dapat berkurang, serta diperoleh relaksasi otot-otot
leher. Dalam percobaan traksi yang diberikan pada susunan vertebrae cervicalis. oleh Olachis
dan Strohm disebutkan bahwa dalam keadaan lordosis servical normal. Traksi diberikan dengan
tarikan diperoleh regangan jarak antara prosessus spinosus pada vertebrae yng berbatasan
sebesar 1-1,5mm

Problematika fisioterapi

1. Impairment, yaitu berupa nyeri, penurunan kekuatan otot bahu dan leher, serta penurunan
lingkup gerak sendi bahu dan leher..
2. Functional limitation, berupa gangguan saat menengok dan menunduk, nyeri saat bangun
tidur dan tidur miring, nyeri saat mengangkat lengannya.
3. Disability, yaitu tidak ada gangguan dalam bersosialisasi dengan masyarakat.

II.6.4 Operasi

Tindakan operatif lebih banyak ditujukan pada keadaan yang disebabkan kompresi
terhadap radiks saraf atau pada penyakit medula spinalis yang berkembang lambat serta
melibatkan tungkai dan lengan. Pada penanggulangan kompresi tentunya harus dibuktikan
dengan adanya keterlibatan neurologis serta tidak memberikan respon dengan terapi
medikamentosa biasa.

II.7 Diagnosis banding

Banyak kondisi yang dapat menimbulkan nyeri pada leher dan bahu serta rasa tak nyaman
pada ekstremitas. Semua itu harus dibedakan dari mana asalnya dan bagaimana mekanisme
terjadinya. Diagnosis banding untuk CRS ini adalah :

27
1. Carpal Tunnel Syndrome,
Adalah suatu gejala yang muncul bila ada penekanan nervus medianus oleh ligamen
transversum sehingga timbul kesemutan, nyeri menjalar ke tangan.

2. Thoracic outlet syndrome


a. Anterior sclanei syndrome
Disebabkan karena adanya kompresi bundle neurovaskuler diantara otot sclanei dan
costa pertama. Gejalanya adalah numbness, tingling, di lengan dan jari-jari tangan. Biasanya
menggambarkan kesemutan datang dan pergi dari tangan dan jari tangan. Nyeri ini letaknya
dalam biasanya datang setelah duduk lama.
b. Petoralis minor syndrome
Muncul bila ada penekanan bundle neuromuscular diantara bagian antero lateral atas dan otot
pectoralis minor terjadi bila hiperabduksi humerus mengulur otot pectoralis minor.

3. Claviculocostal syndrome
Timbul karena adanya penekanan pada bundle neurovasculer saat melewati belakang clavicula
di sebelah anterior costa pertama, gejala lainnya adalah adanya dropy posture yaitu posturnya
salah, lelah, cemas, dam depresi.

II.8 Komplikasi

Komplikasi dari Cervical Root Syndrome adalah atrofi otot-otot leher dan adanya kelemahan
otot-otot leher dan bahu, dan ketidakmampuan tangan untuk melakukan aktifitas

28
BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Cervical Root Syndrome adalah sindroma atau keadaan yang ditimbulkan oleh adanya
iritasi atau kompresi pada radik saraf cervical yang ditandai dengan adanya rasa nyeri pada leher
yang dijalarkan ke bahu dan lengan sesuai dengan radik yang terkena.

Pasien yang mengalami Cervical Root Syndrome bila tidak mendapatkan penanganan
secara baik akan menimbulkan problem yang lebih sulit, sehingga lama kelamaan akan
menimbulkan komplikasi seperti keterbatasan gerak, dan penurunan kekuatan otot.

Pada kondisi ini pasien perlu mendapatkan perhatian khusus dan tidak bisa dianggap
ringan. Pemberian modalitas fisioterapi berupa Infra Red dan stretching selama lima kali
pertemuan pasien sudah merasa ada perkembangan yaitu mengurangnya nyeri, dan
meningkatnya luas gerak sendi. Pelaksanaan terapi yang teratur dan edukasi yang diberikan
terapis kepada pasien, sehingga akan mengoptimalkan hasil terapi yang diberikan. Pencapaian
hasil yang diinginkan tidak hanya tergantung kepada fisioterapi, tetapi juga kemauan dan
kerjasama dari pasien itu sendiri untuk melakukan latihan dan saran yang telah diberikan oleh
fisioterapi maupun pihak petugas medis lainnya yang menangani.

III.2 Saran

Untuk mencapai kondisi pemulihan pasien sehingga bisa secepatnya kembali bekerja adalah
kesadaran tentang pentingnya kesehatan dan lingkungan kerja yang baik. Untuk mencegah
terjadinya nyeri tengkuk ada beberapa nasehat yang bermanfaat:

 Sikap tubuh yang baik dimana tubuh tegak, dada terangkat, bahu santai, dagu masuk,
leher merasa kuat, longgar dan santai.

 Tidur dengan bantal atau bantal Urethane.

 Memelihara sendi otot yang fleksibel dan kuat dengan latihan yang benar.

29
 Pencegahan nyeri cervical ulangan yaitu dengan memperhatikan posisi saat duduk,
mengendarai kendaraan, dan posisi leher yang berkaitan dengan berbagai pekerjaan
atau aktivitas sehari-hari.

 Menghindari bekerja dengan kepala terlalu turun atau satu posisi dalam waktu yang
lama, pegangan dan posisi yang sering berulang

30
Daftar Pustaka

 http://wahyuwahid.wordpress.com/2011/12/20/cervical-root-syndrome/

 http://cantik-pernik.blogspot.com/2008/12/fisioterapi-cervical-root-syndrome.html

 http://www.e-algos.com/cervical-radicular-pain/

 http://bimaariotejo.wordpress.com/2009/05/31/cervical-root-syndrome/

 http://id.scribd.com/doc/99784634/BAB-V-acc

31

Anda mungkin juga menyukai