Anda di halaman 1dari 78

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dispepsia merupakan salah satu gangguan pencernaan yang paling

banyak diderita. Perubahan gaya hidup dan pola makan menjadi salah satu

penyebab terjadinya gangguan saluran pencernaan. Dispepsia merupakan istilah

yang menunjukkan rasa nyeri pada bagian atas perut (Almatsier, 2004).

Dispepsia dibagi menjadi dua jenis, yaitu dispepsia organik dan dispepsia

nonorganik atau fungsional. Dispepsia organik apabila penyebabnya telah

diketahui dengan jelas misalnya adanya ulkus peptikum, karsinoma lambung,

kholelithiasis, yang bisa ditemukan secara mudah. sedangkan dispepsia

fungsional merupakan dispepsia yang tidak ada kelainan organik tetapi

merupakan kelainan fungsi dari saluran makanan.

Dispepsia biasanya ditujukan untuk kumpulan gejala klinis berupa rasa

tidak nyaman atau nyeri pada epigastrium setelah makan, umumnya karena

terganggunya daya atau fungsi pencernaan dengan disertai keluhan lain seperti

perasaan panas didada (Heart Burn), reguritasi kembung (Flatulensi) disertai

suara usus yang keras (Borbarigmi) perut terasa penuh, cepat kenyang, sendawa,

anoreksia, mual, muntah, dan beberapa keluhan lainya.

Menurut ROME III, dispepsia fungsional harus memenuhi semua kriteria

di bawah ini yang dialami sekurang-kurangnya satu kali seminggu selama

minimal dua bulan sebelum diagnosis ditegakkan. Kriteria tersebut meliputi nyeri

yang persistem atau berulang atau perasaan tidak nyaman yang berasal dari perut

1
bagian atas (diatas umbilikus), nyeri tidak berkurang dengan defekasi atau tidak

berhubungan dengan suatu perubahan frekuensi buang air besar atau konsistensi

feses, tidak ada bukti adanya proses inflamasi, kelainan anatomis, kelainan

metabolik atau neoplasma.

Salah satu faktor yang berperan dalam dispepsia fungsional adalah pola

makan. Selain jenis-jenis makanan yang dikonsumsi, ketidak teraturan makan,

pola makan yang buruk, tergesa-gesa dan jadwal yang tidak teratur dan tindakan

remaja putri seperti memanipulasi jadwal makan sehingga terjadi waktu jeda

yang panjang antara jadwal makan dapat menyebabkan dispepsia.

Prevalensi dispepsia secara global bervariasi antara 7-45%. Prevalensi

dispepsia di Amerika Serikat 23,0-25,8%, di India 30,4%, Hongkong 18,4%,

Australia 24,4-38,2%, dan China sebesar 23,3%. 27% remaja putri dan 16%

remaja putra mengalami dispepsia. Penelitian mengenai dispepsia di Indonesia

lebih banyak dilakukan di rumah sakit (hospital based) (Dwijayanti dkk, 2008

dan Susanti, 2011). Menurut WHO (2004), proporsi kematian yang disebabkan

oleh penyakit tidak menular sebesar 60% dan proporsi kesakitan sebesar 47%

dan diperkirakan pada tahun 2020 proporsi kematian akan meningkat menjadi

73% dan proporsi kesakitan menjadi 60% untuk Negara SEARO (South East

Asian Regional Office), pada tahun 2020 di perkirakan proporsi kematian dan

kesakitan yang disebabkan oleh penyakit tidak menular sebesar 50% da 42 % di

Indonesia, menurut hasil studi morbiditas pada Survei Kesehatan Rumah Tangga

(SKRT) preversi penyakit tidak menular meningkat dari 15% pada tahun 1995

menjadi 18% pada tahun 2001.

2
Berdasarkan data yang diperoleh pada rekam medik Rumah Sakit Umum

Daerah Abunawas kota Kendari ditemukan jumlah kejadian dispepsia pada tahun

2013 berjumlah 262 orang, dengan rata-rata perbulan 22 orang menderita

dispepsia. Pada tahun 2014 jumlah penderita dispepsia meningkat pada periode

Januari - Pebruari berjumlah 54 orang, dengan rata-rata perbulan 27 orang

menderita dispepsia dibandingkan tahun 2013. Dari data diatas penulis tertarik

melakukan penelitian mengenai Asuhan Keperawatan pada klien Ibu S

dengan kasus dispepsia di ruang Lavender di Rumah Sakit Umum Daerah

Abunawas kota Kendari.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Melaporkan kasus penyakit gangguan sistem pencernaan: dispepsia dan

mampu menerapkan asuhan keperawatan dengan menggunakan pendekatan

proses keperawatan yang komprehensif pada klien Ibu S di ruang Lavender

di Rumah Saki Umum Abunawas kota Kendari.

2. Tujuan Khusus

a) Penulis mampu melakukan pengkajian pada klien Ibu S dengan kasus

dispepsia.

b) Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien Ibu S

dengan kasus dispepsia.

c) Penulis mampu menyusun rencana keperawatan pada klien Ibu S dengan

kasus dispepsia.

3
d) Penulis mampu melakukan implementasi pada klien Ibu S dengan kasus

dispepsia.

e) Penulis mampu melakukan evaluasi pada klien Ibu S dengan kasus

dispepsia.

C. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Bagi Penulis

Diharapkan penulis dapat menambah pengetahuan dan pengalaman yang

lebih mendalam dan upaya dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya

pada pasien dengan dispepsia.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi masyarakat/ pasien

Menambah pengetahuan mengenai apa yang dimaksud dengan

dispepsia, dapat mengetahui tentang berbagai macam faktor penyebab

dan akibat apa sajakah yang mungkin muncul sebagai dampak dari

dispepsia, dapat mengetahui mengenai penatalaksanaan yang tepat yang

harus dilakukan dalam menangani permasalahan diapepsia ini, dan

mengetahui mengenai asuhan keperawatan yang tepat dalam menangani

kasus ini.

b. Bagi institusi/ pendidikan

1) Untuk menambah khasanah dalam bidang ilmu kesehatan yaitu

dalam bidang ilmu keperawatan

4
2) Dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang

berkepentingan langsung dalam Karya Tulis Ilmiah ini untuk tenaga

kesehatan khususnya keperawatan.

c. Bagi Rumah Sakit

1) Hasil Karya Tulis Ilmiah ini dapat digunakan sebagai tambahan

referensi karya ilmiah yang bertujuan untuk mengembangkan ilmu

kesehatan khususnya bidang kesehatan.

2) Agar dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan khususnya

pada kasus Dispepsia.

D. Metode Penelitian

1. Tempat dan waktu pelaksanaan studi kasus

Tempat di Rumah Sakit Umum Abunawas Kota Kendari. Waktu

pelaksanaannya pada tanggal 28 januari 2014 sampai dengan 31 januari 2014.

2. Teknik pengumpulan data

Penulisan Karya Tulis Ilmiah memerlukan data objektif dan relevan

dengan melakukan pengumpulan data dengan menggunakan tehnik

pengumpulan data yaitu :

a) Studi kepustakaan : Mempelajari isi literatur-literatur yang berhubungan

dengan karya tulis ini.

b) Studi kasus : Menggunakan pendekatan proses keperawatan pada klien

dan keluarga yang meliputi ; pengkajian, analisa data, penerapan diagnosa

keperawatan dan penyusunan rencana tindakan dan evaluasi Asuhan

Keperawatan.

5
Untuk melengkapi data/informasi dalam pengkajian menggunakan

beberapa cara antara lain :

1) Observasi

Mengadakan pengamatan langsung pada klien dengan cara

melakukan pemeriksaan yang berkaitan dengan perkembangan dan

keadaan klien.

2) Wawancara

Mengadakan wawancara dengan klien dan keluarga, dengan

mengadakan pengamatan langsung.

3) Pemeriksaan Fisik

Melakukan pemeriksaan terhadap klien melalui ; inspeksi, palpasi,

auskultasi dan perkusi.

4) Studi Dokumentasi

Penulis memperoleh data dan Medikal Record dan hasil pemeriksaan

laboratorium.

5) Metode diskusi

Diskusi dengan tenaga kesehatan yang terkait yaitu perawat yang bertugas

di ruang perawatan Lavender di Rumah Sakit Umum Daerah Abunawas

Kendari .

6) Tehnik penulisan disusun secara sistematis yang terdiri dari lima bab yaitu:

BAB I : Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode dan

Tehnik Penulisan.

6
BAB II : Tinjauan teoritis yang mencakup konser dasar medik, terdiri dari;

definisi, penyebab, anatomi fisiologi, patofisiologi, manifestasi

klinik, pemeriksaan diagnostik, penaganan medik. Sedangkan

konsep dasar keperawatan terdiri dari : pengkajian, bagan

patofisiologi, diagnosa keperawatan perencanaan keperawatan,

implementasi dan evaluasi.

BAB III : Tinjauan kasus yang memuat tentang pengamatan kasus yang

meliputi pengkajian, data fokus, perumusan masalah, diagnosa

keperawatan, rencana tindakan keperawatan, implementasi dan

evaluasi.

BAB IV : Pembahasan kasus yaitu membandingkan antara teori dengan kasus

nyata.

BAB V : Penutup yang terdiri dari ; kesimpulan dan saran.

Diakhiri dengan Daftar Pustaka dalam penyusunan Karya Tulis ini.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa

tidak enak /sakit perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan

keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (Heartburn) dan

regurgitasi asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi

III, 2000) batasan dyspepsia terbagi atas dua yaitu

1. Dispepsia organic, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai

penyebabnya

2. Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus

(DNU), bila tidak jelas penyebabnya

Dyspepsia merupakan nyeri atau rasa tidak enak pada abdomen bagian atas

dan dada bagian bawah sering disertai rasa perih di ulu hati (“heart-burn”), mual

reguritasi dan flatulensi. (Rudi Haryono, 2012)

Dispepsia adalah keluhan yang diasosiasikan sebagai akibat dari kelainan

saluran makanan bagian atas yang berupa nyeri perut bagian atas, perih, mual,

yang kadang- kadang disertai rasa panas di dada dan perut, lekas kenyang,

anoreksia, kembung, regurgitasi, banyak mengeluarkan gas asam dari mulut

(Hadi, 2009).

Dispepsia adalah suatu gejala yang ditandai dengan nyeri ulu hati, rasa

mual dan kembung. Gejala ini biasa berhubungan/ tidak ada hubungan dengan

makan.

8
B. Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan

Sistem pencernaan atau sistem gastrointestinal (mulai dari mulut sampai

anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima

makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi kedalam aliran darah serta

membuang bagian makanan yang tidak dicerna atau merupakan sisa proses

tersebut dari tubuh.

Gambar 2.1

Anatomi sistem pencernaan

9
Saluran Pencernaan Terdiri Dari :

1. Mulut

Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada

manusia dan hewan. Mulut biasanya terletak dikepala dan umumnya merupakan

bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus

Makanan dipotong oleh gigi depan (incisivus) dan dikunya oleh gigi

belakang, menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Palatum adalah

langit-langit mulut. Palatum kertas tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah

depan tulang maxilaris, dibelakangnya terdapat palatum lunak yang merupakan

lipatan menggantung yang dapat bergerak terdiri atas jaringan fibrus dan selaput

lendir.

Ludah dari kelenjar ludah ( saliva) akan membungkus bagian-bagian dari

makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya.

Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis . epiglottis

akan tertutup agar makanan tidak masuk kedalam pipa udara (trakea) dan keparu-

paru, sedangkan bagian atap mulut sebelah belakang (palatum mole, langit-langit

lunak) terangkat agar makanan tidak masuk kedalam hidung.

Gambar 2.2

Sistem pencernaan bagian mulut

10
2. Tenggorokan (Faring)

Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Dalam

lengkungan faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak

mengandung kelenjar limfoit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini

terletak bersampingan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang

rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang.

Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan

perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga

mulut dengan perantara lubang yang disebut ismus fausium.

Tekak terdiri dari : bagian superior disebut nasofaring, pada naso faring

bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga.

Bagian media disebut orofaring, bagian ini berbatas kedepan sampai diakar lidah

bagian inferior disebut laring gofaring yang menghubungkan orofaring dengan

laring.

3. Kerongkongan (Esofagus)

Merupakan saluran berotot yang berdinding tipis dan dilapisi oleh lapisan

lendir. Makanan didorong melalui kerongkongan bukan oleh gaya tarik bumi,

tapi oleh gelombang kontraksi dan relaksasi otot ritmit yang disebut dengan

peristaltic.

Esophagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang.

Esophagus di bagi menjadi tiga bagian :

a. Bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)

b. Bagian tengah (campur otot rangka dan otot halus)

11
c. Serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus.

4. Lambung

a. Anatomi Lambung (Gaster)

Lambung (gaster) merupakan salah satu organ pencernaan yang

terdapat dalam tubuh manusia. Untuk lebih jelasnnya apa itu lambung atau

gaster, akan membahas anatomi lambung terlebih dahulu. tidak hanya

anatomi lambung, disini juga akan membahas anatomi dan fisiologi lambung.

Anatomi dan fisiologi lambung yang di bahas di sini meliputi: lapisan

lambung, persarafan dan aliran darah pada lambung, fungsi motorik dari

lambung, fungsi pencernaan dari lambung, fungsi sekresi dari lambung,

proses pencernaan makanan di lambung, serta enzim dan hormon yang

berperan dalam pencernaan di lambung.

Gambar 2.3

Gambar anatomi lambung

12
Gaster terletak di bagian atas abdomen, terbentang dari permukaan bawah

arcus costalis sinistra sampai regio epigastricaan umbilicalis. Sebagian besar gaster

terletak di bawah costae bagian bawah. Secara kasar gaster berbentuk huruf J dan

mempunyai dua lubang, ostium cardiacum dan ostium pyloricum; dua curvatura,

curvatura major dan curvatura minor; dan dua dinding yaitu paries anterior dan paries

posterior.

Secara umum lambung di bagi menjadi 3 bagian:

1) Kardia/ kelenjar jantung ditemukan di regia mulut jantung. Ini hanya mensekresi

mucus.

2) Fundus/ gastric terletak hampir di seluruh corpus, yang mana kelenjar ini

memiliki tiga tipe utama sel, yaitu :

a) Sel zigmogenik/ chief cell,mesekresi pepsinogen. Pepsinogen ini diubah

menjadi pepsin dalam suasana asam. Kelenjar ini mensekresi lipase dan

renin lambung yang kurang penting.

b) Sel parietal, mensekresi asam hidroklorida dan factor intrinsic. Faktor

intrinsic diperlukan untuk absorbsi vitamin B12 dalam usus halus.

c) Sel leher mukosa ditemukan pada bagian leher semua kelenjar lambung. Sel

ini mensekresi barier mukus setebal 1 mm dan melindungi lapisan lambung

terhadap kerusakan oleh HCL atau autodigesti.

3) Pilorus terletak pada regia antrum pilorus. Kelenjar ini mensekresi gastrin dan

mukus, hormon peptida dalam proses sekresi lambung.

13
Gambar 2.4

Gambar lapisan – lapisan lambung

Lambung terdiri atas empat lapisan :

(1) Lapisan peritoneal luar atau lapisan serosa

Yang merupakan bagian dari peritoneum viseralis. Dua lapisan peritoneum

visceral menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum, memanjang

kearah hati membentuk omentum minus. Lipatan peritoneum yang kelaur dari

organ satu menuju organ lain disebut ligamentum. Pada kurvatura mayor

peritoneum terus kebawah membentuk omentum mayus.

(2) Lapisan berotot yang terdiri atas tiga lapis :

(a) Serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung dengan otot

esophagus.

(b) Serabut sirkuler yang paling tebal dan terletak di pilorus serta membentuk

otot sfingter dan berada di bawah lapisan pertama.

14
(c) Serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambung dan berjalan

dari orifisium kardiak, kemudian membelok ke bawah melalui kurvatura

minor (lengkung kecil).

(3) Lapisan submukosa

Yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh darah dan saluran

limfe. Lapisan mukosa yang terletak di sebelah dalam, tebal, dan terdiri atas

banyak kerutan atau rugue, yang hilang bila organ itu mengembang karena

berisi makanan.

(4) Membran mukosa

dilapisi epitelium silindris dan berisi banyak saluran limfe Semua sel-sel

itu mengeluarkan sekret mukus. Permukaan mukosa ini dilintasi saluran

saluran kecil dari kelenjar-kelenjar lambung. Semua ini berjalan dari kelenjar

lambung tubuler yang bercabang-cabang dan lubang-lubang salurannya

dilapisi oleh epithelium silinder. Epithelium ini bersambung dengan

permukaan mukosa dari lambung.

b. Fisiologi Lambung

Secara umum gaster memiliki fungsi motorik dan fungsi pencernaan &

sekresi, berikut fungsi Lambung:

1) Fungsi motorik

a) Fungsi reservoir

Menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikit demi

sedikit dicernakan dan bergerak ke saluran pencernaan. Menyesuaikan

peningkatan volume tanpa menambah tekanan dengan relaksasi reseptif

15
otot polos yang diperantarai oleh saraf vagus dan dirangsang oleh

gastrin.

b) Fungsi mencampur

Memecahkan makanan menjadi partikel-partikel kecil dan

mencampurnya dengan getah lambung melalui kontraksi otot yang

mengelilingi lambung.

c) Fungsi pengosongan lambung

Diatur oleh pembukaan sfingter pylorus yang dipengaruhi oleh

viskositas, volume, keasaman, aktivitas osmotis, keadaan fisisk, emosi,

obat-obatan dan kerja. Pengosongan lambung di atur oleh saraf dan

hormonal

2) Fungsi pencernaan dan sekresi

a) Pencernaan protein oleh pepsin dan HCL

b) Sintesis dan pelepasan gastrin. Dipengaruhi oleh protein yang di makan,

peregangan antrum, rangsangan vagus.

c) Sekresi factor intrinsik. Memungkinkan absorpsi vitamin B12 dari usus

halus bagian distal.

d) Sekresi mucus. Membentuk selubung yang melindungi lambung serta

berfungsi sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah untuk

diangkut.

5. Usus Halus (Usus Kecil)

Adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak diantara lambung dan

usus besar. Dinding usus kaya akan pembulu darah yang mengangkut zat-zat

16
yang diserap dihati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang

melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan

makanan yang dicerna).

Lapisan usus halus : lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot

melingkar ( sirkuler), lapisan otot nmemanjang (longitudinal) dan lapisan serosa

(sebelah luar).

Gambar 2.5

Usus halus

Usus halus terdiri atas 3 bagian yaitu :

1. Usus dua belas jari (Duodenum) Adalah bagian dari usus halus yang terletak

setelah lambung dan menghubungkannya keusus kosong (jejunum).

2. Usus kosong (Jejenum) Adalah bagian kedua dari usus halus, diantara usus

dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum).

3. Usus penyerapan (Ileum) Adalah bagian terakhir dari usus halus.

17
6. Usus Besar (Kolon)

Adalah bagian usus antara usus buntu dan rectum. Fungsi utama organ ini

adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari :

a. Kolon asendens (kanan)

b. Kolon transversum

c. Kolon desendens (kiri)

d. Kolon sigmoid (berhubungan dengan rectum)

Gambar 2.6

Usus besar

7. Rektum dan Anus

Rectum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah

kolon sigmoid) dan berakhir dianus. Organ ini berfungsi sebagai tempat

penyimpanan sementara feses

18
8. Pangkreas

Adalah organ pada system pencernaan yang memiliki dua fungsi utama

yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon seperti

insulin.Pangkreas terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu :

1. Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan.

2. Pulau pangkreas, menghasilkan hormone.

Pangkreas melepaskan enzim pencernaan kedalam duodenum dan

melepaskan hormon kedalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pangkreas

akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Hormon yang dihasil oleh

pangkreas adalah :

a. Insulin, yang berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah.

b. Glukagon, yang berfungsi menaikkan kadar gula dalam darah.

c. Somatostatin, yang berfungsi menghalangi pelepasan kedua hormone

lainnya (insulin dan glukagon).

Gambar 2.7

Pankreas

19
9. Hati

Merupakan sebuah organ yang terbesar didalam badan manusia dan

memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan

pencernaan.

Organ ini memainkan peran penting dalam metabolism dan memiliki

beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, system protein

plasma, dan penetralan obat.

Gambar 2.8

Hati

10. Kandung Empedu

Empedu mengalir dari hati melalui duktus hepatikus kiri dan kanan, yang

selanjutnya bergabung membentuk duktus hepatikus umum. Saluran ini

kemudian bergabung dengan sebuah saluran yang berasal dari kandung empedu

(duktus sistikus) untuk membentuk saluran empedu umum. Duktus

20
pangkreatikus bergabung dengan saluran empedu umum dan masuk kedalam

duodenum. Empedu memiliki 2 fungsi penting :

1. Membantu pencernaan dan penyerapan lemak.

2. Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama

hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan

kolesterol.

Secara spesifisik empedu berperan dalam berbagai proses berikut :

a. Garam empedu meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin

yang larut dalam lemak untuk membantu proses penyerapan.

b. Garam empedu merangsang pelepasan air oleh usus besar untuk

membantu menggerakkan isinya.

c. Bilirubin (pigmen utama dari empedu) dibuang kedalam empedu

sebagai limbah dari sel darah merah yang hancur.

d. Obat dan limbah lainnya dibuang dalam empedu dan selanjutnya

dibuang dari tubuh.

e. Berbagai protein yang berperan dalam fungsi empedu dibuang didalam

empedu.

C. Penyebab (Rudi Haryono, 2012)

penyebab dari dispepsia antara lain menelan udara (aerofagi), regurgitasi

(alir balik, refluks) asam dari lambung, iritasi lambung (gastritis), ulkus gastrikum

atau ulkus duodenalis, kanker lambung, peradangan kandung empedu

(kolesistitis), intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya,

kelainan gerakan usus, kecemasan atau depresi, perubahan pola makan dan

21
pengaruh obat- obatan yang dimakan secara berlebihan dan dalam waktu yg lama,

alcohol nikotin rokok.

D. Patofisiologi (Rudi Haryono, 2012)

Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-

zat seperti nikotin dan alcohol serta adanya kondisi kejiwaan stress, pemasukan

makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung

dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding

lambung, kondisi demikian akan mengakibatkan peningkatan produksi HCL

yang akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung sehingga

ransangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak

adekuat baik makanan maupun cairan

Patofisiologi dispepsia terutama dispepsia fungsional dapat terjadi karena

bermacam-macam penyebab dan mekanismenya. Penyebab dan mekanismenya

dapat terjadi sendiri atau kombinasinya. Pembagian dispepsia berdasarkan

gejalanya, seperti tercantum diatas, adalah untuk panduan manajemen awal

terutama untuk dispepsia yang tidak terinvestigasi. Patofisiologinya yang dapat

dibahas disini adalah : (Rudi Haryono, 2012)

1. Sekresi asam lambung dan keasaman duodenum

Hanya sedikit pasien dispepsia fungsional yang mempunyai

hipersekresi asam lambung dari ringan sampai sedang. Beberapa pasien

menunjukkan gangguan bersihan asam dari duodenum dan meningkatnya

sensitivitas terhadap asam. Pasien yang lain menunjukkan buruknya

relaksasi fundus terhadap makanan. Tetapi paparan asam yang banyak di

22
duodenum tidak langsung berhubungan dengan gejala pada pasien dengan

dispepsia fungsional.

2. Infeksi Helicobacter pylori

Prevalensi dan tingkat keparahan gejala dispepsia serta hubungannya

dengan patofisiologi gastrik mungkin diperankan oleh H pylori. Walaupun

penelitian epidemiologis menyimpulkan bahwa belum ada alasan yang

meyakinkan terdapat hubungan antara infeksi H pylori dan dispepsia

fungsional. Tidak seperti pada ulkus peptikum, dimana H pylori merupakan

penyebab utamanya.

3. Perlambatan pengosongan lambung

Dua puluh lima sampai empat puluh persen pasien dispepsia

fungsional mempunyai perlambatan waktu pengosongan lambung yang

signifikan. Walaupun beberapa penelitian kecil gagal untuk menunjukkan

hubungan antara perlambatan waktu pengosongan lambung dengan gejala

dispepsia. Sebaliknya penelitian yang besar menunjukkan adanya

perlambatan waktu pengosongan lambung dengan perasaan perut penuh

setelah makan, mual dan muntah.

4. Gangguan akomodasi lambung

Gangguan lambung proksimal untuk relaksasi saat makanan memasuki

lambung ditemukan sebanyak 40% pada pasien fungsional dispepsia yang

akan menjadi transfer prematur makanan menuju lambung distal.Gangguan

dari akomodasi dan maldistribusi tersebut berkorelasi dengan cepat kenyang

dan penurunan berat badan.

23
5. Gangguan fase kontraktilitas saluran cerna

Gangguan fase kontraksi lambung proksimal terjadi setelah makan dan

dirasakan oleh pasien sebagai dispepsia fungsional. Hubungannya memang

belum jelas tetapi mungkin berkontribusi terhadap gejala pada sekelompok

kecil pasien.

6. Hipersensitivitas lambung

Hiperalgesia terhadap distensi lambung berkorelasi dengan nyeri

abdomen post prandial, bersendawa dan penurunan berat badan. Walaupun

disfungsi level neurologis yang terlibat dalam hipersensitivitas lambung

masih belum jelas.

7. Disritmia mioelektrikal dan dismotilitas antro-duodenal

Penelitian tentang manometrik menunjukkan bahwa hipomotilitas

antrum terdapat pada sebagian besar pasien dispepsia fungsional tetapi

hubungannya tidak terlalu kuat dengan gejala spesifiknya. Aktivitas

abnormal dari mioelektrikal lambung sangat umum ditemukan pada pasien

tersebut, meskipun berkorelasi dengan perlambatan pengosongan lambung

tetapi tidak berkorelasi dengan gejala dispepsianya.

8. Intoleransi lipid intra duodenal

Kebanyakan pasien dispepsia fungsional mengeluhkan intoleransi

terhadap makanan berlemak dan dapat didemonstrasikan hipersensitivitasnya

terhadap distensi lambung yang diinduksi oleh infus lemak ke dalam

duodenum. Gejalanya pada umumnya adalah mual dan perut kembung.

24
9. Aksis otak – saluran cerna

Komponen afferen dari sistem syaraf otonomik mengirimkan

informasi dari reseptor sistem syaraf saluran cerna ke otak via jalur vagus

dan spinal. Di dalam otak, informasi yang masuk diproses dan dimodifikasi

oleh fungsi afektif dan kognitif. Kemudian otak mengembalikan informasi

tersebut via jalur parasimpatik dan simpatik yang akan memodulasi fungsi

akomodasi, sekresi, motilitas dan imunologis.

10. Faktor psikososial

a. Korelasi dengan stress

b. Korelasi dengan hidup

c. Korelasi dengan kelainan psikiatri dan tipe kepribadian

d. Korelasi dengan kebiasaan mencari pertolongan kesehatan

11. Dispepsia fungsional pasca infeksi

Hampir 25% pasien dispepsia fungsional melaporkan gejala akut yang

mengikuti infeksi gastrointestinal.

E. Manifestasi Klinik (Rudi Haryono, 2012)

1. Nyeri perut (abdominal discomfort)

2. Rasa perih di ulu hati

3. Mual. Kadang-kadang sampai muntah

4. Nafsu makan berkurang

5. Rasa lekas kenyang

6. Perut kembung

7. Rasa panas di dada dan perut

25
8. Reguritasi (keluar cairan lambung secara tiba-tiba)

F. Pemeriksaan Penunjang (Rudi Haryono, 2012)

Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti

halnya pada sindrom dyspepsia, oleh karena dyspepsia hanya merupakan

kumpulan gejala dan penyakit disaluran pencernaan maka perlu di pastikan

penyakitnya. Untuk memastikan penyakitnya maka perlu dilakukan beberapa

pemeriksaan, selain pengamatan jasmani, juga perlu di periksa: laboratorium ,

radiologis, endoskopi, USG, dan lain-lain.

a. Laboratorium

Peemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih banyak di tekankan

untuk menyingkirkan penyebab organic lainya seperti: pancreatitis kronik,

diabetes mellitus, dan lainya. Pada dyspepsia fungsional biasanya hasil

laboratorium dalam batas normal.

b. Radiologi

Pemeriksaan radiologis banyak menunjang diagnosis suatu penyakit

disaluran makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis

terhadap saluran makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontraks

ganda.

c. Endoskopi (Esofago-gastro- Duodenoskopi)

Sesuai dengan definisi bahwa pada dyspepsia fungsional gambaran

endoskopinya normal atau sangat tidak spesifik.

26
d. USG (Ultrasonografi)

Merupakan diagnostic yang tidak infasif, akhir-akhir ini makin banyak

dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostic dari suatu penyakit,

apa lagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap

saat dan pada kondisi klien yang beratpun dapat dimanfaatkan

e. Waktu pengosongan lambung

Dapat di lakukan dengan scintigafi atau dengan pellet Radioopak. Pada

dyspepsia fungsional terdapat pengosongan lambung pada 30-40% kasus

G. Komplikasi (Warpadji Sarwono, 1996)

1. Mal nutrisi

2. Dehidrasi

3. Syok bila perdarahan massif

H. Penatalaksanaan

1. Piñatalaksanaan non farmakologis

a. Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung

b. Menghindari factor resiko seperti alcohol, makanan yang pedas, obat-

obatan yang berlebihan, nikotin rokok dan stress

c. Atur pola makan

d. Kebiasaan makanan teratur dengan makanan sedikit-sedikit dan sering,

duduk atau berjalan-jalan setelah makan; naikan kepala setelah

berbaring

e. Pemberian antacid secara intensif untuk 2 minggu pertama, kemudian

kurangi berangsur-angsur untuk mengendalikan gejala-gejala

27
f. Obat kolinegrik menolong pada sejumlah penderita dengan esofagitis

peptic

g. Obat ‘H2-Receptor blocker’ mungkin menolong pada penderita tertentu

h. Hilangkan ansietas dan rasa tegang

i. Pembedahan mungkin perlu pada kasus-kasus yang refrakter

2. Penatalaksanaan farmakologis

Sampai saat ini belum ada regiman pengobatan yang memuaskan

terutama dalam mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena

proses patofisiologinya pun masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai

70% kasus reponsif terhadap placebo.

Obat-obatan yang di berikan meliputi antacid (menetralkan asam

lambung) golongan antikolinergik (menghambat pengeluaran asam lambung)

dan prokinetik (mencegah terjadinya muntah). Sebagai contoh cimetidine,

ranitidine atau famotidine, dapat di coba untuk jangka waktu singkat.

Bila orang tersebut terinfeksi Helicobacter pylori di lapisan

lambungnya, maka biasanya di berikan bismuth subsalisilate dan antibiotik

seperti amoxillin atau metronidazole.

28
I. Pathway

stres fisik Penggunaan obat- Pola makan + sehat


obatan/jam gol aspirin

Perangsangan Penghancuran epitel sawar


zona
Defuse asam kemukosa lambung
kopreseptor
oleh saraf
simpati dan Peningkatan produksi asam lambung
peningkatan
Hipotalamus
tekanan atau Integritas mukosa lambung anterior
vomiting
center pada Pelepasan mediator kimia
Perubahan set point
saraf pusat (Histamin, Bradikin,
pada pusat
(hipotalamus) serotonin)
termoregulator/
pengaturan suhu
Nyeri
Kontraksi otot-
otot abdominal Peningkatan suhu
Stimulasi reticular
activity sistem pada tubuh
Isi lambung
batang otak
refluks

Sering terganggu Perubahan status


Mual dan kesehatan
muntah Gangguan pola
istirahat dan tidur Respon psikologis
Reiko nutrisi
kurang dari Gangguan
kebutuhan Cemas
keseimbangan cairan
tubuh kurang dari
(Guyton Arthur C. 2007)
kebutuhan tubuh

29
J. Pengkajian

Data focus yang berhubungan dengan dyspepsia meliputi adanya nyeri

perut, rasa perih di ulu hati, mulai kadang-kadang muntah, nafsu makan

berkurang, rasa lekas kenyang, perut kembung, rasa panas di dada dan perut,

regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba). Mansjoer A, 2000).

Mungkin juga akan ditemukan rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas

yang dapat pula disertai dengan keluhan lain, perasaan panas didada daerah

jantung (hearthburn), regurgitasi, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang,

sendawa, anoreksia, mual, muntah dan beberapa keluhan lainya (Warpadji

Sarwono, et all, 1996)

K. Diagnosa Keperawatan (Sudoyono, Aru W, 2006)

Berdasarkan semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama

mencakup yang berikut :

1. Nyeri akut berhubungan dengan mukosa lambung teriritasi.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

masukkan nutrisi yang tidak adekuat.

3. Ansietas berhubungan dengan pengobatan.

4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan masukan makanan dan

cairan tidak adekuat.

5. Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit berhubungan dengan kurang

informasi.

30
L. Interfensi Keperawatan (Sudoyono, Aru, W, 2006)

1. Nyeri akut berhubungan dengan mukosa lambung teriritasi.

Tujuan : Terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri.

Kriteria hasil : Klien melaporkan penurunan atau hilangnya rasa nyeri.

Intervensi Keperawatan :

a. Kaji tingkat nyeri, dengan skala 0-10

Rasional : Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan

penyembuhan.

b. Observasi TTV tiap 24 jam

Rasional : Sebagai indikator untuk melanjutkan intervensi berikutnya.

c. Beri posisi semifowler/fowler

Rasional : Dengan posisi semifowler/fowler dapat menghilangkan

tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang.

d. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam

Rasional : Mengurangi rasa nyeri atau dapat meningkatkan rasa nyaman

sehingga nyeri dapat menurun.

e. Anjurkan klien untuk mengatur jadwal makan.

Rasional : Mencegah terjadinya perih pada epigastrium.

f. Anjurkan klien untuk menghindari makanan yang dapat meningkatkan

kerja asam lambung.

Rasional : Untuk mewaspadai terhadap adanya indikator gastritis

hemoragi, hematemesis (muntah darah), takikardi dan hipotensi.

g. Kolaborasi pemberian obat analgetik

31
Rasional : Menghilangkan rasa nyeri dan menurunkan aktivitas

peristaltik.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

masukkan nutrisi yang tidak adekuat.

Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang

diharapkan individu.

Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman kebutuhan nutrisi dan menunjukkan

peningkatan berat badan.

Intervensi Keperawatan :

a. Pantau dan dokumentasikan dan haluaran tiap jam secara adekuat.

Rasional : Untuk mengidentifikasi indikasi/perkembangan dari hasil

yang diharapkan.

b. Kaji pola diet klien yang disukai/tidak disukai

Rasional : Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.

c. Timbang BB klien.

Rasional : Pengawasan kehilangan dan alat pengkajian kebutuhan

nutrisi/keefektifan terapi.

d. Berikan makanan sedikit tapi sering.

Rasional : Makanan mempunyai efek penetralisir asam juga

menghancurkan kandungan gaster.

e. Catat status nutrisi pasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas

mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat

mual/rnuntah atau diare.

32
Rasional : Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan

intervensi yang tepat, berguna dalam pengawasan kefektifan obat,

kemajuan penyembuhan.

f. Monitor intake dan output secara periodik.

Rasional : Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan

masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.

3. Ansietas berhubungan dengan pengobatan, perubahan status kesehatan

Tujuan : Mendemonstrasikan koping yang positif dan mengungkapkan

penurunan kecemasan.

Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman tentang penyakitnya.

Intervensi Keperawatan :

a. Kaji tingkat kecemasan.

Rasional : Mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan yang dirasakan

oleh klien sehingga memudahkan dalam tindakan selanjutnya.

b. Dorong pernyataan cemas.

Rasional : Membantu pasien menerima perasaan dan mengidentifikasi

masalah yang menyebabkan stress.

c. Berikan lingkungan tenang dan istirahat.

Rasional : Memudahkan pasien dari stress luar meningkatkan relaksasi,

membantu menurunkan ansietas.

d. Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan perhatian, perilaku

perhatian.

33
Rasional : Tindakan dukungan dapat membantu pasien merasa stress

berkurang, memungkinkan energi untuk ditujukan pada

penyembuhan/perbaikan.

e. Bantu pasien belajar mekanisme koping baru.

Rasional : Belajar cara baru untuk mengatasi masalah dapat membantu

dalam menurunkan stress dan ansietas, meningkatkan kontrol penyakit.

4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan masukan makanan dan

cairan tidak adekuat.

Tujuan : Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan prilaku yang perlu

untuk memperbaiki defisit cairan.

Kriteria hasil : Mempertahankan/menunjukkan perubaan keseimbangan

cairan, dibuktikan stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik.

Intervensi Keperawatan :

a. Kaji masukan dan haluaran cairan setiap hari.

Rasional : Untuk mendeteksi tanda-tanda awal dehidrasi.

b. Awasi jumlah dan tipe masukan cairan, ukur haluaran urine dengan

akurat.

Rasional : Klien tidak mengkomsumsi cairan sama sekali

mengakibatkan dehidrasi atau mengganti cairan untuk masukan kalori

yang berdampak pada keseimbangan elektrolit.

c. Diskusikan strategi untuk menghentikan muntah dan penggunaan

laksatif/diuretik.

34
Rasional : Membantu klien menerima perasaan bahwa akibat muntah

dan atau penggunaan laksatif/diuretik mencegah kehilangan cairan

lanjut.

d. Identifikasi rencana untuk meningkatkan/mempertahankan

keseimbangan cairan optimal misalnya : jadwal masukan cairan.

Rasional : Melibatkan klien dalam rencana untuk memperbaiki

keseimbangan untuk berhasil.

e. Berikan/awasi hiperalimentasi IV.

Rasional : Tindakan darurat untuk memperbaiki ketidakseimbangan

cairan elektrolit.

5. Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit berhubungan dengan kurang

informasi.

Tujuan : Klien mengetahui tentang kondisi penyakit.

Kriteria hasil : Menyatakan kesadaran dan merencanakan perubahan pola

hidup untuk mempertahankan beratbadan normal.

Intervensi Keperawatan :

a. Tentukan persepsi pasien terhadap penyebab penyakit

Rasional : Membantu pengetahuan dasar dan memberikan beberapa

kesadaran yang konstruktif pada individu.

b. Jelaskan faktor penyebab dan tanda gejala.

Rasional : Informasi yang akurat dapat meningkatkan pengetahuan

tentang penyakit.

35
c. Bantu pasien untuk mengidentifikasi hubungan masukan makanan dan

pencetus atau hilangnya nyeri epigastrik, termasuk menghindari iritasi

gaster.

Rasional : Kafein dan rokok merangsang keasaman lambung. Alkohol

mendukung untuk erosi mukosa lambuung. Individu dapat menemukan

bahwa makanan/minuman tertentu meningkatkan sekresi lambung dan

nyeri.

d. Jelaskan cara pencegahan dari penyakit.

Rasional : Membantu mengatasi masalah sehingga suatu masalaah tidak

sampai pada hal yang serius/berat.

36
BAB III

LAPORAN KASUS

1. Pengkajian

Dalam melakukan Pengkajian penulis menggunakan metode

alloanamnesa, autoanamnesa, serta catatan keperawatan yang di lakukan pada

Tanggal 28 Januari 2014 Pukul 13.15 WITA, di dapatkan data identitas pasien,

Pasien bernama Ibu.S yang tinggal di Kemaraya Kota Kendari. Usia 63 tahun,

jenis kelamin perempuan, bekerja sebagai ibu rumah tangga dengan tingkat

pendidikan terakhir SD. klien masuk Rumah Sakit Umum Abunawas kota

Kendari pada tanggal 28 januari 2014 dengan dignosa medis “Dispepsia”.

Selama di rumah sakit penanggung jawab dari Ibu.S yaitu Tn.A yang merupakan

Suami dari Ibu S

Berdasarkan pengkajian pada tgl 28 januari 2014 tentang riwayat

penyakit klien, keluhan utama klien mengeluh nyeri uluhati/abdomen. Riwayat

keluhan utama, klien mengatakan nyeri biasanya dirasakan pada waktu : siang

dan malam, adapun lamanya keluhan : ± ½ jam, disertai demam dan klien

mengatakan kurang nafsu makan, sakit kepala ditambah keluarga klien

mengatakan mual muntah 1 x yang dirasakan sejak satu hari yang lalu. Nyeri

timbul pada saat tidur, nyeri terasa seperti tertusuk, skala nyeri 6, klien tampak

terlihat lemah, ekspresi wajah meringis. Upaya yang telah dilakukan yaitu

melakukan pengurutan (masase) dan menekan daerah nyeri. Berat badan sebelum

sakit 60 kg, saat sakit mengalami penurunan 55 kg.

37
Adapun Riwayat kesehatan masa lalu,klien mengatakan pernah

mengalami penyakit hipertensi dan asam urat dan sudah pernah dirawat di rumah

sakit sebelumnya. Klien mengatakan tidak suka makan ikan asin karena dokter

menyarankan agar menghindari makanan yang dapat meningkatkan tekanan

darah tingginya.

Riwayat kesehatan keluarga klien mengatakan dalam keluarga orang

tuanya pernah mengalami penyakit Hipertensi. klien merupakan anak pertama

dari 4 bersaudara dan suami klien merupakan anak ke 2 dari 5 bersaudara. Klien

dan suaminya memiliki 3 orang anak laki- laki, kedua orang tua klien sudah

meninggal begitupula kakek dan nenek klien meninggal karena sudah lanjut usia,

saat ini mereka tinggal serumah.

Dari hasil observasi dan pemeriksaan fisik pada tanggal 28 Januari 2014

diperoleh data status kesadaran adalah kompos mentis. GCS (E : 3, V : 5, M : 6),

hasil pengukuran tanda-tanda vital : TD : 130/80 mmHg, S : 38,5°C, N : 80 x/

menit, P : 24 x/ menit. Keadaan klien tampak lemah. Berat badan selama sakit

55 kg.

Pada pengkajian pernapasan (B1: Breathing) ditemukan data hidung yaitu

simetris kiri dan kanan, tidak ada sekret, tidak ada pernapasan cuping hidung,

dan tidak ada nyeri tekan pada hidung. Sedangkan pada trachea tidak ada nyeri

tekan, kemudian pada dada bentuk dada simetris kiri dan kanan, ada nyeri,

palpasi dada vocal premitus terdengar sama disemua lapang paru kiri dan kanan.

Pada pengkajian cardiovaskuler (B2:Bleeding), pemeriksaan dada tidak ada nyeri

tekan, tidak ada benjolan, tidak ada pembesaran jantung, suara jantung normal,

38
pusing, sakit kepala, Capilary Refill Time (CRT) kurang dari 3 detik. Pada

persyarafan (B3:Brain) didapatkan GCS (E : 3, V : 5, M : 6) jadi totalnya 14

(composmentis), kepala dan wajah simetris, tidak ada gerakan abnormal wajah,

ekspresi wajah meringis. Mata: sclera putih, conjungtiva merah muda, pupil

isokor kiri dan kanan, bola mata simetris, kelopak mata dapat membuka dan

menutup. Posisi telinga simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen dan tidak

memakai alat bantu pendengaran. Dapat mengangkat bahu, memalingkan kepala

dan tidak ada kakuk kuduk. Klien mengatakan pendengarannya baik kiri dan

kanan, penciumannya normal, masih dapat merasakan manis, asin dan pahit.

Klien mengatakan penglihatannya kabur kiri dan kanan, klien masih dapat

merasakan rasa panas, dingin dan tekan. Status mental : waktu, tempat dan orang

terotientasi.

Pengkajian perkemihan- eliminasi uri (B4:Bladder) didapatkan data

produksi urine sebanyak 200 ml, berwarna kuning, bau pesing dengan frekuensi

8 x/hari. Pada Pencernaan-Eliminasi Alvi (B5:Bowel) didapatkan tidak ada

peradangan pada gusi, inspeksi di temukan bentuk permukaan abdomen datar,

palpasi teraba nyeri tekan kuadran kanan atas dengan skala nyeri 6, nyeri yang

dirasakan terasa seperti tertusuk-tusuk di daerah epigastrium/ abdomen kuadran

kanan atas. Auskultasi peristaltic usus 3x/ menit, tidak ada masalah pada rektum,

klien mengatakan belum BAB 1 hari sejak masuk Rumah sakit sampai sekarang,

klen mengatakan kurang nafsu makan, mual muntah.

Pada Tulang-Otot Integumen (B6:Bone) didapatkan data kekuatan otot

pada ekstermitas kiri dan kanan masing-masing lima, ekstermitas kiri kanan atas

39
masing-masing lima, ekstermitas bawah kiri dan kanan masing-masing lima.

Ekstermitas atas tidak di temukan nyeri, dan terlihat terpasang infus RL+ Neuro

sanbe 1 ampul 28 tpm pada ekstermitas kanan atas. Warna kulit pucat, akral

hangat, turgor baik, kebersihan kulit badan dan kapala/ rambut dalam keadaan

bersih. sistem reproduksi pada saat pengkajian tidak dilakukan. Menopause pada

usia 40 tahun. Selama di rumah sakit klien makan 3x/ hari dengan porsi makan

tidak dihabiskan. Jenis menu yaitu: Bubur, sayur, nasi, telur dan ikan. Makanan

yang disukai yaitu nasi sedangkan makanan pantangan klien adalah makanan

pedas dan berminyak. Frekuensi minum selama di rumah sakit biasanya 4 – 5

gelas/ hari, jenis air minum yaitu air mineral, yang disukai teh, minuman yang

tidak disukai adalah minuman bersoda, susu

Selama di rumah sakit personal hygiene, klien mandi 1x/ hari, sikat gigi

1x/hari, ganti pakaian 1x/ hari, keramas 2x/ minggu dan memotong kuku

1x/minggu. Aktivitas dan istirahat di rumah sakit, klien hanya berbaring ditempat

tidur. klien mengeluh tidak bisa tidur karena nyeri ulu hati dan kondisi kamar

yang kurang mendukung sehingga waktu tidur klien mengalami perubahan

dimana sebelumnya klien tidur siang dari jam 12.00 s/d 15.00, dan tidur malam

jam 21.00 s/d 04.30 dan selama klien di rawat di rumah sakit klien tidur siang

dari jam 12.00 s/d 13.00 dan tidur malam jam 10.00 s/d 03.00.

Data Psikososial di temukan dukungan keluarga, kelompok dan perawat

aktif. klien mau berkomunikasi dengan perawat, hubungan klien dengan keluarga

baik, persepsi klien terhadap penyakitnya yaitu klien cemas, takut dan gelisah

40
terhadap penyakitnya dan harapannya ingin cepat sembuh. Spritual,klien selalu

rajin beribadah meskipun di tempat tidur.

Terapi yang di dapatkan saat ini yaitu : infuse RL + Neuro sanbe 1 ampul

28/tpm, injeksi ranitidin 1 amp/8 jam/IV, Ultilox sirup 3x1 sendok, Qo-En 10

1x1 dan Sanmol tablet 500 mg 3x1. Pemeriksaan penunjang tidak di lakukan

pada klien.

2. Data Fokus
Nama Pasien : Ibu. S Nama Mahasiswa : Andi Irman
No. RM : 058634 Nim : 11. 004
Ruang Rawat : Lavender
Tabel 3.1 Data focus pada Ibu. S dengan Dispepsia
DATA SUBYEKTIF DATA OBJEKTIF

1. Klien menyatakan nyeri uluhati 1. Keadaan umum lemah


sejak satu hari yang lalu, seperti 2. Nyeri tekan epigastrium kuadran
tertusuk kanan atas
2. Klien menyatakan nyeri di 3. Skala nyeri 6
rasakan siang dan malam 4. Klien tampak meringis
3. Klien menyatakan nyeri timbul 5. Klien tampak berkeringat
pada saat tidur 6. Klien tampak mual muntah 1x/hari
4. Klien menyatakan nyeri di 7. Penurunan berat badan sebelum
rasakan seperti tertusuk-tusuk sakit 60 kg dan setelah sakit 55 kg
5. Klien menyatakan demam sejak 8. TTV :
satu hari yang lalu TD: 130/80 mmHg, S:38,5oc, N:
6. Klien menyatakan mual muntah 88 x/m, P: 24 x/m
1x/ hari 9. Klien nampak cemas
7. Klien menyatakan pusing dan 10. Terpasang infuse RL + Neuro

41
sakit kepala Sanbe 1 ampul 28 tpm pada
8. Klien menyatakan takut tentang ekstermitas kanan atas
penyakitnya 11. Klien nampak gelisah
9. Klien menyatakan menyatakan 12. Tampak kondisi kamar kurang
susah tidur akibat kondisi mendukung seperti ruangan yang
lingkungan yang kurang sempit.
mendukung 13. Warna kulit pucat
10. Klien menyatakan kurang nafsu 14. Porsi makan tidak dihabiskan`
makan 15. Peristaltik 3/ menit
11. Klien menyatakan BAB 1 Kali/
hari

3. Perumusan Masalah
Nama Pasien : Ibu S Nama Mahasiswa : Andi irman
No. RM : 058634 Nim : 11. 004
Ruang Rawat : Lavender
Table 3.2 Perumusan Masalah pada Ibu.S dengan Dispepsia
No Masalah Kemungkinan Penyebab Data
1 Nyeri Stress fisik, DS:
- klien menyatakan
Pola makan yang kurang sehat nyeri uluhati sejak
satu hari yang lalu
Penggunaan obat- - klien menyatakan
obatan/jamu,gol aspirin,alcohol mual muntah
1x/hari
Penghancurkan epitel sawar - Klien menyatakan
nyeri di rasakan

42
Defusi asam kemukosa lambung siang dan malam
- Klien menyatakan
Kerusakan Integritas mukosa nyeri timbul pada
lambung saat tidur
- Klien menyatakan
Pelepasan mediator kimia > sel nyeri di rasakan
rady (histamine, seperti tertusuk-
bradikin,serotonin) tusuk
DO:
Medulla spinalis, Cortex - Ku lemah
serebri - klien nampak
meringis
Nyeri - Skala nyeri 6
- Nyeri tekan
epigastrium
kuadran kanan atas
- TTV:
TD: 130/80 MmhG
S : 38,50C
N : 88 X/m
P : 24 X/m

2 Peningkatan Pelepasan mediator kimia DS:


suhu tubuh (histamine, bradikinin, - klien menyatakan
serotonin) Demam sejak satu
hari yang lalu
Hipotalamus anterior DO:
- Ku, lemah
Perubahan set point pada pusat - klien tampak
termoregulator/ pengaturan suhu berkeringat

43
- TTV:
Peningkatan suhu tubuh S : 38,50C
3 Resiko nutrisi Peningkatan HCL lambung DS:
kurang dari - klien menyatakan
kebutuhan Erosi mukosa lambung mual muntah
tubuh 1x/hari
Penurunan tonus otot dan DO:
peristaltic lambung - tampak muntah
- penurunan berat
Refluks isi abdominal lambung badan
- BB Sebelum sakit
Mual, muntah, Anoreksia (60 kg)
BB Setelah sakit
Resiko nutrisi kurang dari (55 kg)
kebutuhan tubuh - Porsi makan tidak
dihabiskan, ½ porsi

4 Ganguan pola Stress (lingkungan yang kurang DS:


istrahat dan efektif) - Klien menyatakan
tidur susah tidur
Stimulus reticular activity DO:
sistem pada batang otak - Ku lemah
- Tampak kondisi
Sering terganggu kamar kurang
mendukung
Gangguan pola istirahat dan - klien tampak
tidur gelisah
5 Kecemasan Perubahan status kesehatan DS :
- Klien mengatakan
Respon psikologis takut terhadap

44
penyakitnya
Kecemasan - Klien mengatakan
stress memikirkan
anaknya yang
poligami
DO:
- Klien cemas
- Klien nampak
gelisah
- TTV:
TD: 130/80
mmHg
S : 38,50C
N : 88 X/m
P : 24 X/m
- Akral hangat

45
3. Rencana Tindakan Keperawatan
Table 3.3 Rencana Tindakan Keperawatan pada Ibu.S dengan Dispepsia

DIAGNOSA RENCANA KEPERAWATAN

NO KEPERAWATA Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional


N Hasil
1 nyeri Setelah dilakukan a. Kaji tingkat nyeri a. Berguna dalam pengawasan
berhubungan tindakan keperawatan keefektifan obat kemajuan
dengan kerusakan selama 3x24 jam di penyembuhan.
integritas mukosa harapkan nyeri b. Observasi TTV tiap 24 jam b. Sebagai indikator untuk
lambung berkurang/hilang melanjutkan intervensi
DS: dengan criteria hasil: selanjutnya
- klien -nyeri berkurang c. Beri istirahat dengan posisi c. Dengan posisi semi fowler dapat
menyatakan dengan skala nyeri 3 semi fowler menghilangkan tegangan
nyeri uluhati -ku baik abdomen yang bertambah
sejak satu hari -klien rileks dengan posisi terlentang.
yang lalu d. Anjurkan klien untuk d. Mencegah terjadi perih pada ulu
- klien menghindari makanan yang hati/ epigastrium.
menyatakan dapat meningkatkan kerja
mual muntah asam lambung.
1x/hari e. Diskusikan dan ajarkan e. Mengurangi rasa nyeri/ dapat
- Klien tehnik relaksasi. terkontrol.
menyatakan f. Kolaborasi dengan tim f. Menghilangkan rasa nyeri dan

46
nyeri di medis dalam pemberian mempermudah kerjasama
rasakan siang obat. dengan intervensi terapi lain.
dan malam
- Klien
menyatakan
nyeri timbul
pada saat tidur
- Klien
menyatakan
nyeri di
rasakan seperti
tertusuk-tusuk
DO:
- Ku, Lemah
- klien Nampak
meringis
- Skala nyeri 6
- Nyeri tekan
epigastrium
kuadran kanan
atas
- TTV:

47
- TD: 130/80
mmHg
S : 38,50C
N : 88 x/m
P : 24 x/m
2 Peningkatan suhu Setelah di lakukan a. Observasi TTV a. untuk mengetahui peningkatan
tubuh b/d tindakan keperawatan suhu tubuh dan menentukan
pelepasan selama 3x24 jam di intervensi selanjutnya
mediator Kimia harapkan suhu tubuh b. memberikan kompres air b. untuk membantu menurunkan
(Histamin< kembali normal hangat suhu tubuh yang meningkat
Bradikinin, dengan criteria hasil : c. anjurkan kepada keluarga c. .untuk mencegah terjadinya
Serotinin): -suhu tubuh 36,50C klien untuk memberikan dehidrasi
Ditandai dengan minum air hangat
DS : d. kaloborasi dengan tim d. untuk membantu menetralisir
- klien medis dalam pemberian peningkatan suhu tubuh
menyatakan obat antipiretik
Demam sejak
satu hari yang
lalu
DO :
- ku lemah
- klien tampak

48
berkeringat
- TTV :
- S: 38,50C
3 Resiko nutrisi Setelah dilakukan a. Pantau dan a. Untuk mengidentifikasi
kurang dari tindakan keperawatan dokumentasikan haluaran indikasi/ perkembangan dari
kebutuhan tubuh selama 3 x 24 jam tiap jam secara adekuat, hasil yang diharapkan.
b/d mual muntah diharapkan pasien timbang BB
Ditandai dengan: tetap mengoptimalkan b. Berikan makanan sedikit b. Meminimalkan anoreksia dan
DS: status nutrisi Dengan tapi sering mengurangi irigasi gaster.
- klien kriteria hasil: c. Catat status nutrisi : turgor c. Berguna mendefinisikan derajat
menyatakan - Menunjukkan kulit, timbang BB, masalah dan intervensi yang
mual muntah nafsu makan integritas mukosa mulut, tepat. Berguna dalam
1x/hari yang adekuat kemampuan menelan, pengawasan keefektifan obat,
DO: - Porsi makan riwayat mual/ muntah. kemajuan penyembuhan.
- tampak mual, dihabiskan d. Monitoring intake dan d. Mengukur keefektifan nutrisi
muntah - Nafsu meningkat output secara periodik dan cairan
- penurunan - BB stabil e. Catat adanya anoreksia, e. Dapat menentukan jenis diet dan
berat badan mual/ muntah dan mengidentifikasi pemecahan
- BB Sebelum tetapkan jika ada masalah untuk meningkatkan
sakit (60 kg) hubungan dengan intake nutrisi.
BB Setelah medikasi.
sakit (55 kg) f. Anjurkan klien makan f. Untuk membantu meningkatkan

49
- Porsi makan makanan dalam keadaan nafsu makan klien
tidak hangat
dihabiskan ½ g. Kaloborasi dengan tim g. Untuk meningkatkan nafsu
porsi dokter dalam pemberian makan nafsu makan
obat
4 gangguan pola Setelah dilakukan a. kaji penyebab gangguan a. a.untuk mengetahui gangguan
istrahat dan tidur tindakan keperawatan tidur tidur
b/d kondisi selama 3x24 jam di b. ciptakan lingkungan b. b.lingkungan yang nyaman
lingkungan yang harapkan klien dapat yang nyaman dapat membantu pasien
kurang efektif tidur dengan beristirahat dengan baik dan
di tandai dengan: baik/nyaman dengan tenang seperti membatasi
DS: criteria hasil pengunjung (2 orang)
- Klien -pola tidur 8 jam c. atur jadwal istrahat/tidur c. untuk meningkatkan energy
menyatakan dalam tubuh klien dengan pola
susah tidur tidur dan istirahat yang cukup
DO: d. berikan HE kepada d. agar keluarga pasien mengerti
- Ku lemah pasien dan keluarga tentang pentingnya pola istrahat
- Tampak tentang pentingnya tidur
kondisi kamar istrahat tidur pasien
kurang
mendukung
- klien tampak

50
gelisah
5 Kecemasan Setelah dilakukan a. kaji tingkat kecemasan a. mengetahui sejauh mana tingkat
berhubungan tindakan selama 3x24 kecemasan oleh klien sehingga
dengan perubahan jam di harapkan memudahkan dalam tindakan
status kesehatan pasien selanjutnya
di tandai dengan mendomenstrasikan b. berikan dorongan dan b. klien merasa ada yang
DS : koping yang positif berikan waktu untuk memperhatikan sehingga klien
- klien dan mengungkapkan mengungkapkan pikiran merasa aman dalam segala hal
mengatakan penurunan kecemasan dan dengarkan keluhanya tindakan yang di berikan
takut terhadap dengan kriteria hasil:
penyakitnya -klien menyatakan c. berikan dorongan c. bahwa segala tindakan yang
- Klien memahami tentang spiritual diberikan untuk proses
mengatakan penyakitnya penyembuhan penyakitnya
stress masih ada yang berkuasa
memikirkan menyembuhkan yaitu tuhan
anaknya yang yang maha esa
poligami d. Berikan HE (penyuluhan) d. agar pasien daan keluarga dapat
DO : kepada klien dan memahami penyebab dari
- klien cemas keluarganya tentang penyakitnya
- klien tampak proses penyakit yang di
gelisah alami
- TTV:

51
TD: 130/80
mmHg
S : 38,50C
N : 88 X/m
P : 24 X/m
- Akral hangat

4. Implementasi dan Evaluasi


Table 3.4 Implementasi dan Evaluasi pada Ibu.S dengan Dispepsia
DX.Keper Hari,Tgl Implementasi Paraf Hari, Tgl Evaluasi Paraf
awatan & Jam & Jam SOAP CI
DX I Selasa 28/ 1. Mengkaji tingkat nyeri. Rabu 29/ S : Klien mengatakan masih
01/ 2014 Hasil : skala nyeri 6 01/ 2014 nuyeri ulu hati
13.15 2. Mengobservasi TTV. 08.00 O : KU lemah
Hasil: Nampak meringis
13.18 TD : 130/80 MmHg, S: Skala nyeri 6
38,50C, N : 80 x/m, P : 24 A :masalah belum teratasi
x/m P : intervensi dilanjutkan (
13.30 3. Memberi istiraht dengan 1, 2 dan 6)
posisi semi fowler.
Hasil: posisi klien semi
fowler

52
13.32 4. Menganjurkan klien untuk
menghindari makanan yang
dapat meningkatkan kerja
asam lambung seperti
makanan pedas
(Lombok),makanan bergas
seperti kol dll, yang boleh
makanan Lunak (bubur)
5. Mendiskusikan dan
13.35 mengajarkan tehnik relaksasi
Hasil : klien melakukan
tehnik relaksasi dengan cara
menarik nafas dalam dari
hidung kemudian
dihembuskan melalui mulut
secara perlahan- lahan jika
nyeri terasa.
6. Kaloborasi dengan tim
14.00 medis dalam pemberian
obat
Hasil: injeksi Ranitidin 1
amp/ 8 jam

53
DX II Selasa 1. Mengobservasi TTV Rabu S: klien mengatakan
28/01/201 Hasil: 29/01/2014 badanya masih panas
13.18 S : 37,90C 08.05 O: ku lemah
2. Memberikan kompres air -TTV=
hangat dengan S 37,60C
13.40 menggunakan waslap pada A: masalah belum teratasi
daerah dahi P: intervensi di pertahankan
Hasil: klien merasa nyaman dan dilanjutkan (1,4)
13.40 3. Menganjurkan kepada
keluarga klien untuk
memberikan minum air
hangat
Hasil:
Klien diberi minum air
hangat sebanyak 1 gelas
15.00 4. Kaloborasi dengan tim
medis dalam pemberian
obat
Hasil: memberi obat
Sanmol tablet 500 Mg 3x1

DX.III Selasa 1. Memantau dan Rabu 29/ S: klien mengatakan masih


28/01/201 mendokumentasikan intake 01/ 2014 sedikit mual

54
4 tiap jam secara adekuat, 08.10 -klien mengatakan
15.05 timbang BB klien masih kurang nafsu
Hasil : intake cairan tiap jam maka
2- 3 gelas /hari dan BB klien O: ku lemah
55 kg -porsi makan tidak di
15.10 2. Memberikan makanan sedikit habiskan
tapi sering -klien tampak mual
Hasil : klien makan bubur + A: masalah belum teratasi
lauk pauk setiap 3 jam P: intervensi dipertahankan
15.15 3. Mencatat status nutrisi : dan di lanjutkan (1,4,5,7)
turgor kulit, integritas
mukosa mulut, kemampuan
menelan, riwayat mual/
muntah
Hasil : turgor kulit baik
mukosa mulut lembab,
kemampuan menelan baik
15.22 4. Monitor intake yang adekuat
Hasil:
Porsi makan belum
dihabiskan
15.24 5. Mencatat adanya anoreksia,

55
mual muntah dan
menetapkan jika ada
hubungan dengan medikasi
Hasil : anoreksia , mual dan
muntah
15.26 6. Menganjurkan klien makan
makanan dalam keadaan
hangat
Hasil:
Klien diberi makan (lunak
seperti, ubur) dalam keadaan
hangat
15.30 7. Berkaloborasi dengan tim
medis dalam pemberian obat
Hasil: Qo-En 10. 1x1
DX IV Selasa 1. Mengkaji penyebab Rabu S: -klien mengatakan masih
28/01/201 gangguan tidur 29/01/2014 susah tidur pada malam
4 Hasil: 08.15 hari
16.00 Pola tidur klien belum O: - ku lemah
teratur karena nyeri ulu hati - klien tampak gelisah
di ruangan kamar yang A : masalah belum teratasi
kurang mendukung (seperti P: intervensi dipertahankan

56
ruangan yang sempit dan dan dilanjutkan (1,2)
panas)
16.05 2. Menciptakan lingkungan
yang nyaman
Hasil:
Klien dan keluarga mau
melakukan saran yang
diberikan (klien
menggunakan kipas angin
untuk membuat ruangan
nyaman agar tidak terasa
panas)
16.10 3. Mengatur jadwal istrahat
tidur
Hasil:
Jam tidur siang= 12.00-
15.00 wita
Jam tidur malam= 21.30-
16.15 4. Memberikan HE kepada
pasien dan keluarga tentang
pentingnya istrahat/ tidur
bagi pasien (agar pasien

57
merasa segar pada bangun)
Hasil: Klien dan keluarga
mengerti apa yang
disarankan oleh perawat
05.00 wita
DX. V Selasa/28- 1. Mengkaji tingkat Rabu/29- S: klien menyatakan masih
01-2014 kecemasan (mengevaluasi 01-2014 takut dengan keadaanya
16.20 dan melihat ekspresi wajah 08.20 O: nampak gelisah
klien) A: masalah belum teratasi
Hasil: P: intervensi di pertahankan
Klien masih cemas dan dan di lanjutkan (1,2,3)
bertanya tentang
penyakitnya
16.22 2. Memberikan dorongan dan
berikan waktu untuk
mengungkapkan pikiran
dan dengarkan keluhanya
Hasil:
Klien mengeluh nyeri ulu
hati
16.30 3. Memberikan dorongan
spiritual ( menganjurkan

58
untuk beribadah dan berdoa)
Hasil: Klien selalu beribadah
dan berdoa untuk
kesembuhannya
16.35 4. Member HE (penyuluhan)
kepada klien dan keluarganya
tentang proses penyakit yang
di alami
Hasil: Klien dan keluarga
mengerti tentang apa yang
telah disampaikan ole
perawat atau penyuluh

59
CATATAN PERKEMBANGAN
Table 3.5 Catatan Perkembangan
DX. Hari,Tgl & Hari, Tgl Evaluasi Paraf
Implementasi Paraf
Keperawatan Jam & Jam SOAP CI
DX.I Rabu 1. Mengkaji tingkat nyeri Rabu S: klien menyatakan masih
29/01/2014 Hasil : skala nyeri 5 29/01/2014 nyeri uluhati
11.00 2. Mengobservasi TTV 18.00 O:-KU lemah
Hasil : TD : 110/90 - Nampak meringis
11.05 mMhG, S : 37,50C, N - Skala nyeri 5
: 72 X/m, P : 20 x/m A: masalah belum teratasi
11.12 3. Berkolaborasi dengan P: intervensi dipertahankan
tim medis dalam dan dilanjutkan (1,2,3)
pemberian obat
Hasil : Ultilox syirup
3x1
DX.II Rabu 1. Mengobservasi tanda- Rabu S: klien menyatakan
29/01/2014 tanda vital 29/01/2014 badanya sudah tidak
11.05 Hasil: 18.10 panas lagi
TTV= TD :110/90 O: suhu badan 37,50C
mmHg, S : 37,50C, N : A: masalah teratasi
72 X/m, P : 20 x/m P: intervensi dihentikan

60
12.00 2. Berkolaborasi dalam
pemberian obat anti
piretik
Hasil :
Sanmol tablet 500 mg
3x1
DX.III Rabu 1. Memantau dan Rabu S: - klien mengatakan
29/01/2014 mendokumentasikan 29/01/204 sudah tidak mual
11.10 intake tiap jam secara 18.15 -klien menyatakan sudah
adekuat, timbang BB ada nafsu makan
klien O : porsi makan di habiskan
Hasil : BB klien 55 kg A : masalah teratasi
11.15 2. Memonitor intake yang P : intervensi di hentikan
adekuat
Hasil:
Porsi makan dihabiskan
11.20 3. Mencatat adanya
anoreksia, mual/
muntah dan
menetapkan jika ada
hubungannya dengan
medikasi

61
Hasil :
Anoreksia (-) Mual (-)
11.30 4. Berkaloborasi dengan
tim medis dalam
pemberian obat
Hasil: QO-EN 10 1x1
DX.IV RABU/29/0 1. Mengkaji gangguan RABU/29/0 S: klien menyatakan masih
1/2014 pola tidur 1/2014 susah tidur
12.05 Hasil: 18.20 O : klien tampak gelisah
Pola tidur klien belum A : masalah belum teratasi
teratur karena nyeri P : intervensi di
uluhati, dan kondisi pertahankan dan
ruangan yang kurang dilanjutkan
memadai
12.10 2. Menciptakan
lingkungan yang
nyaman
Hasil:Klien dan
keluarga mau dan
mengerti
DX.V Rabu 1. Mengkaji tingkat Rabu S : klien mengatakan sudah
29/01/2014 kecemasan 29/01/2014 tidak cemas lagi

62
12.20 Hasil: 18.26 terhadap penyakitnya
Klien sudah tidak O : klien Nampak rileks
cemas A : masalah teratasi
12.25 2. Memberikan dorongan P : intervensi di hentikan
dan memberikan waktu
untuk mengungkapkan
perasaanya
Hasil:
Klien mengatakan
sudah tidak cemas lagi
karna telah mengetahui
tentang penyakitnya
12.30 3. Memberikan dorongan
spiritual
Hasil:Klien rajin
beribadah dan berdoa
untuk kesembuhanya
DX.I Kamis 1. Mengkaji tingkat nyeri Kamis S : klien menyatakan
30/01/2014 Hasil : skala nyeri (4) 30/01/2014 nyerinya sudah mulai
08.00 2. Mengobservasi TTV 18.00 berkurang
08.05 Hasil : O : skala nyeri (4)
TD : 160/80 mmHg A : masalah belum teratasi

63
S : 36,70C P : intervensi dipertahankan
N : 90 X/m dan dilanjutkan
P : 24 x/m
10.00 3. Memberi istirahat
dengan posisi semi
fouler
a. Hasil : klien merasa
nyaman dengan posisi
semi fouler dan dapat
beristirahat dengan
baik
4. Berkolaborasi dengan
tim medis dalam
pemberian obat
12.00 5. Hasil : Ultilox syirup
3x1
DX.IV Kamis 1. Mengkaji penyebab Kamis S : klien mengatakan masih
30/01/2014 gangguan tidur 30/01/2014 susah tidur
08.20 Hasil: 18.10 O : klien tampak gelisah
Pola tidur klien belum A : masalah belum teratasi
teratur karena nyeri ulu P : intervensi dipertahankan
hati di ruangan kamar dan dilanjutkan

64
yang kurang memadai
08.25 2. Menciptakan lingkungan
yang nyaman
Hasil : klien dan
keluarga mau dan
mengerti
DX.I Jumat 1. Mengkaji tingkat nyeri Jumat S: klien menyatakan
31/01/2014 Hasil : skala nyeri (2) 31/01/2014 nyerinya berkurang
08.00 2. Mengobservasi TTV 18.00 O: Ku sedang
Hasil : -Skala nyeri (2)
08.05 TD : 140/100 mmHg, S A : masalah teratasi
: 36,50C, N: 80 X/m, P : P : intervensi dihentikan
24 x/m
12.00 3. Berkolaborasi dengan
tim medis dalam
pemberian obat
Hasil : Ultilox syirup
3x1
DX.IV Jumat 1. Mengkaji gangguan pola Jumat S: Klien menyatakan sudah
31/01/2014 tidur 31/01/2014 tenang dan tidak ada
09.00 Hasil: 18.10 gangguan
Pola tidur klien teratur O: - KU membaik

65
dan klien tidur dengan - Nampak tenang
tenang A: Masalah teratasi
09.10 2. Menciptakan lingkungan P: Iintervensi dihentikan
yang nyaman pasien pulang
Hasil: klien tidur
denagan tenang dan
nyaman

66
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pembahasan

Setelah membaca dan memahami asuhan keperawatan pada pasien Ibu.S

dengan Diagnosa Medis Dispepsia, maka Pada bab ini penulis akan membahas

tentang kesenjangan teori dan tindakan tentang proses keperawatan yang

dilakukan pada tanggal 28 januari 2014 sampai 31 januari 2014 di Ruang

Lavender kamar A7 Rumah Sakit Umum Abunas kota kendari. Pembahasan

tentang proses asuhan keperawatan ini dimulai dengan Pengkajian,

pengelompokan atau analisa data, diagnosa atau rumusan masalah keperawatan,

rencana tindakan keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi.

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses

keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam mengenai

masalah-masalah klien sehingga dapat menentukan tindakan keperawatan yang

tepat (Muttakin, 2006).

Adapun sumber data, penulis tidak banyak menemukan hambatan dalam

mendapatkan informasi baik dari klien, keluarga, anggota tim perawat kesehatan,

catatan kesehatan pemeriksaan fisik. Data yang dikumpulkan berupa : data dasar

yaitu semua informasi tentang klien mencakup : riwayat kesehatan, riwayat

keluhan utama, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat

psikososial dan riwayat spiritual. Berdasarkan hasil pengumpulan data pada

kasus Ibu.S didapatkan data bahwa :

67
a) Gejala :

klien mengatakan nyeri ulu hati, faktor pencetus : sering terlambat makan

nyeri datang pada saat tidur, sifat : nyeri seperti tertusuk, skala nyeri 6, waktu :

siang dan malam, lamanya keluhan : ± ½ jam, lokasi epigastrium/abdomen

(kuadran kanan atas). Ibu S mengatakan nyeri dirasakan disertai dengan demam

sejak satu hari yang lalu, sakit kepala pusing mual muntah, kurang nafsu

makan dan cemas dengan kondisi penyakitnya.

b) Tanda :

keadaan umum lemah, peristaltik usus 3 kali/ menit, ekspresi wajah

meringis, klien cemas, klien tampak gelisah.

Terdapat kesenjangan antara teori dan kasus dimana pada kasus Ibu. S

mengatakan ia tidak tahu secara pasti penyebab timbulnya nyerinya karena klien

mengatakan selalu terlambat makan dan tidak mengatur pola makan dengan baik.

Sedangkan pada teori penyebab dari dispepsia antara lain menelan udara (aerofagi),

regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung, iIritasi lambung (gastritis), ulkus

gastrikum atau ulkus duodenalis, kanker lambung, peradangan kandung empedu

(kolesistitis), intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya),

kelainan gerakan usus, kecemasan atau depresi, perubahan pola makan dan pengaruh

obat- obatan yang dimakan secara berlebihan dan dalam waktu.

Selain itu ada kesenjangan pada pemeriksaan penunjang dimana pada teori

dispepsia dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti hemoglobin, hematokrit dan

MCH tapi pada Ibu. S tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium.

68
2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon

aktual atau resiko klien terhadap masalah kesehatan, yang perawat mempunyai

izin dan berkomponten untuk mengatasinya (Potter 2005). Secara teori

diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada kasus diapepsia adalah :

1. Nyeri akut berhubungan dengan mukosa lambung teriritasi.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

masukkan nutrisi yang tidak adekuat.

3. Ansietas berhubungan dengan pengobatan.

4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan masukan makanan dan

cairan tidak adekuat.

5. Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit berhubungan dengan kurang

informasi.

Berdasarkan analisa data yang penulis lakukan dengan kasus dispesia

pada Ibu S didapatkan diagnosa keperawatan :

1) nyeri berhubungan dengan kerusakan integritas mukosa lambung

2) Peningkatan suhu tubuh b/d pelepasan mediator Kimia (Histamin<

Bradikinin, Serotinin)

3) Ketidak seimbangan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan mual/ muntah, anoreksia

4) Gangguan pola tidur b/d kondisi lingkuangan yang kurang efektif

5) Ansietas berhubungan dengan status kesehatan

69
Terdapat kesenjangan antara teori dan kasus dimana pada kasus Ibu. S

terdapat diagnosa yang tidak ditemukan dalam teori yaitu : Peningkatan suhu

tubuh b/d pelepasan mediator Kimia (Histamin< Bradikinin, Serotinin) karena

pada saat penulis melakukan pengkajian ditemukan klien nampak panas dengan

ditandai suhu tubuh 38,5oc. Untuk mengatasi peningkatan suhu tubuh klien

diberikan Sanmol tablet 500 mg 3x1 dan gangguan pola tidur berhubungan

dengan kondisi lingkungan yang kurang efektif karena pada saat pengkajian klien

mengatakan susah tidur akibat kondisi lingkungan yang kurang mendukung,

seperti keadaan ruangan yang panas, sempit, kurang nyaman bagi klien. Oleh

karena itu penulis mengangkat diagnosa tersebut.

3. Perencanaan Keperawatan

Dalam teori intervensi dituliskan sesuai dengan rencana dan kriteria hasil

berdasarkan Nursing Intervension Clasification (NIC) dan Nursing Outcome

Clasification (NOC). Intervensi keperawatan disesuaikan dengan kondisi klien

dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat diselesaikan dengan

spesik, mearsure, archievable, rasional and time (SMART) selanjutnya akan

diuraikan rencana keperawatan dari diagnosa yang ditegakkan (NANDA, 2009).

Menurut Muttaqin (2011) rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi

nyeri dengan tujuan dan kriteria hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama 1 x 24 jam nyeri berkurang/ hilang atau teradaptasi dengan kriteria hasil

pasien melaporkan nyeri berkurang, skala nyeri 1-2 dapat mengidentifikasi

aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, pasien tidak gelisah.

70
Intervensi yang dilakukan meliputi observasi, perencanaan keperawatan, edukasi,

kolaborasi.

Pada kasus Ibu.S penulis melakukan rencana tindakan keperawatan

selama 3 x 24 jam karena nyeri tidak dapat diatasi dalam waktu singkat dan perlu

penanganan terlebih dahulu. Intervensi yang direncanakan oleh penulis antara

lain kaji tingkat nyeri, observasi TTV tiap 24 jam, beri istirahat dengan posisi

semi fowler, anjurkan klien untuk menghindari makanan yang dapat

meningkatkan kerja asam lambung, diskusikan dan ajarkan tehnik relaksasi dan

olaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat.

Menurut Muttaqin (2005) atur posisi semi fowler dapat mengurangi nyeri

dengan rasional mengurangi regangan rongga abdomen yang membantu

mengurangi nyeri. Pada kasus Ibu.S penulis memberikan tindakan keperawatan

posisi yang nyaman (posisi semi fowler) dengan rasional agar pasien rileks dan

membantu mengurangi rasa nyeri.

Dalam perencanaan tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus

dalam memprioritaskan masalah, merumuskan masalah, merumuskan tujuan,

kriteria hasil serta tindakan. Penulis berusaha memprioritaskan berdasarkan

kebutuhan menurut Maslow yaitu mulai dari kebutuhan paling mendasar yaitu

kebutuhan fisologis, rasa aman dan nyaman, dicintai dan mencintai, dihargai,

serta aktualisasi diri. Faktor pendukung terdapat kerjasama yang baik dalam

perencanaan antara mahasiswa dan perawat ruangan. Faktor penghambat dalam

menetapkan rencana asuhan keperawatan karena kurang pahamnya penulis dalam

membuat rencana tindakan dalam kasus ini.

71
4. Pelaksanaan Keperawatan

Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan,

adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan di perlukan untuk

mencapai tindakan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan

dilakukan dan diselesaikan (Potter dan Perry 2005)

Pelaksanaan keperawatan mengacu pada rencana yang telah ditetapkan

dalam teori. Namun penulis tidak dapat melaksanakan semua rencana yang ada

dalam teori tapi dapat melaksanakan semua rencana sesuai dengan diagnosa

keperawatan pada Ibu.S dengan kasus dipepsia diruang Lavender Rumah Sakit

Umum Abunawas kota Kendari. Dalam rencana tindakan semua dilaksanakan

oleh penulis, dikarenakan penulis sepenuhnya 24 jam merawat klien. Untuk

membantu melengkapi tindakan keperawatan maka penulis melihat tindakan

yang dilakukan perawat ruangan, penulis melihat dan membaca dibuku laporan

tindakan yang ditulis oleh perawat yang sedang dinas. Tindakan keperawatan

dilakukan sesuai waktu yang telah di tetapkan yaitu 3 x 24 jam, secara umum

semua rencana tindakan yang telah disusun dapat dilaksanakan penulis, seperti

mengobservasi tanda tanda vital, mengkaji skala nyeri, memberikan istirahat

dengan posisi semi fowler, menganjurkan klien untuk menghindari makanan

yang dapat meningkatkan asam lambung lambung, mendiskusikan dan

mengajarkan tehnik relaksasi, memberikan terapy infus RL 20 + Neuro Sanbe 1

ampul 28 tetes/menit dan melakukan kerjasama dengan tim medis lain dalam

pemberian obat-obatan.

72
Faktor pendukung dalam pelaksanaan tindakan keperawatan adalah klien

cukup koopertif dan kerjasama yang baik antar penulis dengan perawat ruangan,

sedangkan faktor penghambat yang penulis temukan adalah kurangnya alat-alat

kesehatan sehingga penulis mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan

tindakan sesuai dengan teori. Solusi yang penulis lakukan untuk mengatasi

masalah ini adalah penulis tetap menggunakan alat-alat medis yang tersedia

tetapi tetap mempertahankan prinsip sesuai teori.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah proses keperawatan mengukur respon klien terhadap

tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan (Carnevari

& Thomas, 1993; dikutip dari Potter, 2005).

Evaluasi pada Ibu.S dilakukan dengan metode SOAP pada evaluasi hari

pertama penulis belum mampu mengatasi masalah keperawatan nyeri

berhubungan dengan peradangan epigastrium, hipertermi berhubungan dengan

proses inflamasi, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan mual, muntah/ anoreksia, gangguan pola tidur berhubungan

dengan kondisi lingkungan yang kurang efektif dan kecemasan berhubungan

dengan perubahan status kesehatan. Kemudian penulis melanjtukan hari kedua.

Pada hari rabu maslah keperawatan yang teratasi padakasus Ibu.S adalah

hipertemi berhubungan dengan proses inflamasi, ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah/ anoreksia dan

diagnosa kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

Sedangkan diagnosa gangguan pola tidur berhubungan dengan kondisi

73
lingkungan yang kurang efektif dan diagnosa nyeri berhubungan dengan

peradangan epigastrium dapat teratasi pada hari jumat, 31/01/2014 dengan skala

nyeri ringan (2) dan pasien pulang.

74
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah penulis melakukan Asuhan keperawatan pada Ibu S, pada tanggal

28-31 Januari 2014 maka berdasarkan studi kasus tersebut penulis menyimpulkan

sebagai berikut

1. Hasil pengkajian pada tanggal 28-januari 2014 di dapatkan data pada klien

Ibu S dengan kasus dyspepsia yaitu: klien mengatakan nyeri ulu hati, faktor

pencetus : sering terlambat makan nyeri datang pada saat tidur, sifat : nyeri

seperti tertusuk, skala nyeri 6, waktu : siang dan malam, lamanya keluhan : ±

½ jam, lokasi epigastrium/abdomen (kuadran kanan atas). Ibu S mengatakan

nyeri dirasakan dan disertai dengan demam sejak satu hari yang lalu, sakit

kepala pusing, mual muntah, kurang nafsu makan dan cemas dengan kondisi

penyakitnya. Tetapi pada Ibu S tidak dilakukan pemeriksaan Laboratorium.

2. Pada kasus Ibu. S terdapat 2 diagnosa yang tidak ditemukan dalam teori

yaitu : Peningkatan suhu tubuh b/d pelepasan mediator kimia (Histamin,

Bradikin, Serotinin) ditandai dengan suhu tubuh 38,5oc, dan gangguan pola

tidur berhubungan dengan kondisi lingkungan yang kurang efektif ditandai

dengan klien mengatakan susah tidur akibat kondisi lingkungan yang kurang

mendukung, seperti keadaan ruangan yang panas, sempit, kurang nyaman

bagi klien.

3. Rencana keperawatan pada Ibu S dengan kasus gangguan sistem pencernaan:

dispepsia adalah intervensi yang diberikan sesuai dengan masalah yang

75
terjadi melalui nursing observasi, nursing treatment, nursing HE dan nursing

kolaborasi, sehingga masalah keperawatan tersebut teratasi sesuai dengan

tujuan yang di harapkan,

4. Implementasi yang dilakukan pada Ibu S dengan kasus gangguan sistem

pencernaan: dispepsia sesuai dengan rencana keperawatan berdasarkan

masalah keperawatan yang ditemukan dalam kasus, pada waktu pelaksanaan

implementasi, penulis tidak menemukan hambatan karena dilakukan sesuai

dengan perencanaan yang telah ditentukan sebelumnya dan juga didukung

sikap yang kooperatif pasien dan keluarga.

5. Tahap Evaluasi pada Ibu.S dilakukan dengan metode SOAP pada perawatan

hari ke empat masalah keperawatan yang terjadi telah teratasi pada kasus

Ibu.S maka intervensi yang telah ditegakkan dapat dihentikan.

A. Saran

1. Bagi institusi pelayanan kesehatan

Diharapkan institusi pelayanan kesehatan dapat meningktakan kualitas

pelayanan kesehatan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) diberbagai

rumah sakit.

2. Bagi tenaga kesehatan

Diharapkan tenaga kesehatan menyadari pentingnya penerapan asuhan

keperawatan yang konsisten dan sesuai dengan teori dalam memberikan

asuhan keperawatan kepada pasien, sehingga pasien akan mendapatkan

perawatan yang holistik dan komprehensif.

76
3. Bagi institusi pendidikan

Diharapkan agar dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang

berkualitas dan professional. guna terciptanya perawat-perawat profesiaonal,

terampil, cekatan dan handal dalam memberikan asuhan keperawatan.

77
DAFTAR PUSTAKA

Arthur C, Guyton (2007) Buku ajar fisiologi kedokteran: Jakarta: Buku Kedokteran
EGC
Arif, Mansjoer (2001) Kapita selekta kedokteran. Edisi ke 3 jilid 2, Media
Aesculapius, FKUI, Jakarta.
Almatsier (2004) Perinsip Dasar Ilmu Gizi, Cetakan ke 4, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Brunner & Suddart (2002) Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2 jakarta, EGC
Inayah lin, 2004, Asuhan Keperawatan pada klien dengan ganguan sistem
pencernaan, edisi pertama, Jakarta, Salemba Medika.
Dwijayanti dkk (2008) Asupan Natrium Dan Kalium Berhubungan dengan Prekuensi
Kekambuhan Sindrom Dispepsia Fungsional. Jurnal Gizi klinik Indonesia.
Doengoes, E. Marilyn (2000) Rencana Asuhan keperawatan edisi 3 Jakarta: EGC
Haryono, Rudi (2012). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Yogyakarta.
Hadi, S (2009) Gastrointerologi. Bandung, P. P. Jakarta
Muttaqin, Arif (2011) Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Nugroho, Dr. Taufan (2011) Asuhan keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit
Dalam. Nuha Medika; Yogyakarta
Potter & Perry (2005) Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep Proses dan
praktif. Jakarta: EGC
Saputra, dr. Lyndon (2009) Kapita Selekta Kedokteran Klinik. Ciputat- Tanggerang
Sydoyono, Aru W. 2006.Buku ajar Ilmu penyakit dalam.Jakarta: FKUI
Warpadji, Sarwono, dkk (1996) Ilmu Penyakit Dalam, edisi 4, Jakarata, FKUI.
Wilkinson, M Judith (2007) Buku Saku Diagnosa Keperawatan Dengan Intervensi
NIC & Kriteria hasil NOC, Jakarta: EGC
WHO (2004) Scalling up Prevention and Control of Non-Communicable Disiases.
The SEANET-NCD Meeting, 22-26 Oktober 2007, Phuket, Thailand.
Http://WWW. Searo. Who. Int/

78

Anda mungkin juga menyukai