Anda di halaman 1dari 6

WAYANG KULIT BANJAR

A. Sejarah

Wayang kulit Banjar ini berkembang di Banjarmasin, tepatnya


pada masa kepemimpinan Sultan Suriansyah. Saat itu, Sultan
meminta bantuan dari kerajaan Demak ketika hendak berperang,
dengan perjanjian apabila menang dalam perang, maka akan
menganut Islam bersama dengan rakyatnya. Kemudian Sultan
berhasil menang dalam perang tersebut. Sesuai janjinya, maka
Sultan dan juga rakyatnya menganut Islam. Dan akhirnya, raja
Demak saat itu memberikan hadiah berupa satu set perlengkapan
wayang.Termasuk peralatan musik gamelan yang digunakan untuk
mengiringi pertunjukkan wayang tersebut, sebagai media untuk
menyebarkan Islam di Kalsel. Semenjak saat itulah, kesenian
wayang kulit Banjar mulai berkembang dalam masyarakat Banjar
untuk menyiarkan ajaran Islam di berbagai penjuru Kalsel.

1
Pertunjukan wayang kulit mulai diadaptasi dengan muatan-
muatan lokal yang dipelopori oleh Datuk Toya, penyesuaian itu terus
berlangsung sampai abad ke-XVI, perlahan-lahan wayang kulit itu
berubah, dan sesuai dengan citra rasa dan estetika masyarakat
Banjar.

B. Spesifikasi, Bahan dan Bagian Wayang


Wayang Kulit Banjar memiliki ciri-ciri spesifik yang
membedakan jenis wayang kulit ini dengan wayang kulit jenis
lainnya, baik dari segi bentuk, music/gamelan pengiring, warna
maupun tata cara memainkan, namun tokoh-tokoh pewayangannya
masih mengikuti pakem pewayangan yang dikembangkan dari tokoh
dan perlambang masyarakat Banjarseperti terdapat
gunungan/kayon, Batara Narada, Arjunawijaya, jambu Leta Petruk,
Sarawita/Bilung, Subali, Hanoman, Prabu Rama, Kedakit Klawu atau
Raksasa dan lainnya.

Bahan untuk membuat wayang kulit di


Jawa biasanya adalah kulit/tulang
kerbau, mengingat pada saat itu
kerbau kurang dibudidayakan, maka
bahan untuk membuat wayang kulit
Banjar ini berasal dari kulit sapi
bahkan adapula yang terbuat dari kulit
kambing. Secara umum bentuk dan
fostur wayang kulit Banjar relatif lebih
kecil apabila dibandingkan dengan
wayang kulit yang asal dari Jawa,
demikian pula dengan penatahan (ornamen), dan pengecatannya
lebih sederhana, mengingat dalam pegelaran wayang kulit Banjar
"lebih diutamakan oleh bayangan berdasarkan penglihatan dari
belakang layar" , sehingga ornamen, detail dan warna ,kurang
terlihat oleh penonton , karena dibatasi oleh layar.

2
C. Musik Pengiring
Musik pengiring yang digunakan untuk pertunjukkan wayang
kulit Banjar adalah musik gamelan Banjar atau dikenal dengan
istilah karawitan. Dan jenis nadanya adalah selndro. Selanjutnya,
tokoh dalam wayang kulit Banjar, kadang-kadang ada yang sama
dengan nama tokoh wayang Jawa.

3
D. Cerita atau Lakon
Cerita atau lakon dalam pertunjukan seni teater wayang kulit
Banjar dikenal dengan lakon “carang” atau bukan cerita pakam
(pakem) tapi sumber cerita nya dari Kitab Kuno Ramayana dan
Mahabharata, dalam perlakonan selalu membawa misi perilaku
karakter yang baik dan yang jahat dalam aksi laku simbolik. Teknis
penyajian dengan lakon carangan adalah penyajian wayang kulit
Banjar yang berfungsi sebagai tontonan. Dalam pertunjukan wayang
kulit Banjar, bahasa yang digunakan adalah bahasa Banjar

E. Durasi dan Penyelenggaraan

Umumnya wayang kulit Banjar pergelarannya dilakukan


semalam suntuk hingga menjelang salat subuh. Namun bisa juga
ditampilkan hanya sekitar 60 hingga 75 menit pada acara tertentu.
Pertunjukan wayang kulit Banjar biasanya diselenggarakan
pada kesempatan khitanan, upacara perkawinan adat, hari-hari
besar nasional, ataupun untuk memenuhi nazar seseorang, dengan
tempat pertunjukan di tanah lapang, halaman kantor/ rumah yang

4
dapat menampung penonton, yang menyaksikannya dengan
berdiri , duduk ataupun lesehan sesuai keinginannya. Pertunjukan
wayang kulit Banjar biasanya di atas panggung, lengkap dengan
layar dan alat penerangan "blencong" , merupakan lampu dengan
sumbu api dengan bahan bakarnya dari minyak kelapa. Pada saat
wayang kulit dimainkan oleh dalang, blencong tersebut dipasang di
belakang layar, sehingga jatuhnya bayangan dari wayang kulit tepat
pada layar . Di sisi kiri dan kanan dalang dipasang barisan wayang
kulit, sementara pada penabuh gamelan duduk di belakang dalang
sambil memainkan alat musiknya masing-masing.

F. Syarat Menjadi Dalang


Untuk menjadi dalang Wayang Kulit Banjar, calon dalang
harus melewati tata cara tertentu. Awalnya diserahkan piduduk
(semacam sesajen) kepada guru dalang untuk belajar. Bila murid
sudah mengetahui pakem, tahu tentang tembang dan mengetahui
tentang gamelan maka ia betamat dengan cara upacara mandi
yang disebut bedudus kemudian melakukan upacara pernapasan
yang disebut bajumbang. Dalam kondisi ini, calon dalang kawin
dengan Arjuna. Sebelum memainkan wayang, calon dalang harus
mampu mengucapkan Bisik Semar (mantera sebelum mendalang )
dan menyarung diri (menitis) dengan Arjuna sebagai dalang sejati.

5
G. Tokoh - Tokoh yang Melestarikan Sampai
Sekarang
Berikut adalah tokoh - tokoh yang masih melestariakan
Wayang Kulit Banjar (Purwa) :

1. Dalang Kardi (Hulu Sungai Selatan)


2. Dalang Masri (Jambu Hilir, Hulu Sungai Selatan)
3. Dalang Rundi (Tapin)
4. Dalang Dimansyah (Barikin, Hulu Sungai Tengah)
5. Dalang Idrus (Binuang, Tapin)
6. Dalang Buserazudin (Hulu Sungai Selatan)
7. Dalang Sastrawijaya (Hulu Sungai Selatan)
8. Dalang Darlansyah
9. Dalang Kusran
10. Dalang Maspuri
11. Dalang Saidi

H. Sumber Pengambilan Data untuk Poster


dan Makalah

Makalah :
http://id.wikipedia.org/wiki/Wayang_kulit_Banjar

Data - data untuk pembuatan Poster :


http://www.google.co.id

Anda mungkin juga menyukai