Anda di halaman 1dari 51

PENENTUAN DOSIS PEMUPUKAN KOMPOS BLOTONG

PADA TEBU LAHAN KERING (Saccharum officinarum L.)


VARIETAS PS 862 dan PS 864

Oleh:
KARTIKA KIRANA SM
A34103020

PROGRAM STUDI AGRONOMI


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN

KARTIKA KIRANA SM – Penentuan Dosis Pemupukan Kompos Blotong


Pada Tebu Lahan Kering (Saccharum officinarum L.) Varietas PS 862 dan
PS 864. (Dibimbing oleh PURWONO).

Gula merupakan komoditas yang menempati posisi penting. Konsumsi gula


di Indonesia terus meningkat namun hal ini belum dapat diimbangi oleh produksi
gula dalam negeri. Produksi gula ini dipengaruhi oleh budidaya tebu yang saat ini
berkembang luas di lahan kering. Hal ini terlihat dari luas lahan kering total
Indonesia 318 495,4 ha atau 74,25 % luas areal tebu dengan total produksi gula
2,418 juta ton. Sementara total kebutuhan gula dalam negeri tahun 2008 adalah
4 640 407 ton. Dengan demikian, kendala budidaya di lahan kering sangat penting
ditemukan solusinya. Salah satu solusinya adalah memanfaatkan limbah pabrik
yaitu blotong sebagai pupuk kompos bagi tanaman tebu itu sendiri.
Percobaan ini dilakukan di rumah kaca Balai Penelitian Cimanggu, Bogor
berukuran 4 m x 10 m sejak bulan Maret 2007 sampai Juni 2007 dengan metode
rancangan petak terbagi (Split Plot Design). Varietas sebagai petak utama dan
dosis kompos blotong sebagai anak petak dengan tiga ulangan. Varietas yang
digunakan adalah PS 862 (V1) dan PS 864 (V2). Dosis kompos blotong yang
diberikan 0 ton/ha (B1), 5 ton/ha (B2), 7,5 ton/ha (B3), 10 ton/ha (B4) dan
12,5 ton/ha (B5).
Percobaan ini menunjukkan bahwa pengaruh varietas terhadap pertumbuhan
tanaman nyata pada tinggi tanaman 6 MST dan 12 MST, jumlah daun 10 MST
dan luas daun pada 10 MST dan 12 MST. Pengaruh varietas terhadap
pertumbuhan sangat nyata pada tinggi tanaman 4, 8 dan 10 MST, jumlah daun 8
MST, jumlah anakan, diameter batang dan bobot kering akar pada 12 MST.
Pengaruh pemupukan kompos blotong terhadap pertumbuhan tanaman nyata pada
jumlah daun 6 MST dan diameter batang 12 MST. Tidak terjadi interaksi antara
varietas dan pemupukan kompos blotong. Pengaruh pemupukan kompos blotong
terhadap sifat kimia tanah tidak nyata.
Pemberian kompos blotong terhadap pertumbuhan tebu lahan kering selama tiga
bulan setelah tanam menunjukkan bahwa varietas PS 862 lebih unggul daripada
PS 864. Pengaruh pemberian kompos blotong terhadap pertumbuhan tebu lahan
kering terjadi dalam waktu yang tidak secepat penggunaan pemupukan anorganik.
Hal ini terlihat pada tinggi tanaman dan luas daun, bahwa pertumbuhan tebu
berjalan lebih lambat daripada tanpa pemberian kompos blotong. Secara umum
pengaruh pemberian kompos blotong tidak nyata terhadap pertumbuhan tebu
umur tiga bulan setelah tanam ini kecuali meningkat pada diameter batang umur
12 MST pada dosis 12,5 ton/ha dan menurun pada jumlah daun umur 6 MST
dengan dosis 12,5 ton/ha. Dosis kompos blotong 7,5 ton/ha sampai 10 ton/ha
meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun dan jumlah anakan (umur
tiga bulan setelah tanam) daripada kontrol. Pada bobot kering akar dan bobot
kering tajuk, pemberian kompos blotong yang diberikan masih terlalu rendah
untuk menghasilkan pertumbuhan yang melebihi pertumbuhan tanaman tanpa
kompos blotong.
Pemberian kompos blotong tidak meningkatkan sifat kimia tanah tetapi
meningkatkan unsur N dalam tanah daripada tanpa kompos blotong. Dosis 7,5
ton/ha sampai 10 ton/ha kompos blotong menghasilkan sifat kimia tanah optimum
bagi ketersediaan hara dalam tanah.
PENENTUAN DOSIS PEMUPUKAN KOMPOS BLOTONG
PADA TEBU LAHAN KERING (Saccharum officinarum L.)
VARIETAS PS 862 dan PS 864

Skripsi sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh:
KARTIKA KIRANA SM
A34103020

PROGRAM STUDI AGRONOMI


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
Judul : PENENTUAN DOSIS PEMUPUKAN KOMPOS
BLOTONG PADA TEBU LAHAN KERING (Saccharum
officinarum L.) VARIETAS PS 862 dan PS 864
Nama : KARTIKA KIRANA SM
NIM : A34103020

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Ir. Purwono, MS
NIP. 131 124 018

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr


NIP. 131 124 019

Tanggal lulus:
RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah anak pertama (kembar) dari pasangan drg. Lasmoro Prijo

Soerarso dan Menik Tri Andaningrum yang dilahirkan di Banda Aceh, pada

tanggal 14 Maret 1985. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri

Ngaliyan 02 Semarang pada tahun 1997 kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri

16 Semarang pada tahun 2000 dan SMU 5 Semarang pada tahun 2003. Penulis

melanjutkan ke tingkat perguruan tinggi di Institut Pertanian Bogor pada tahun

2003 melalui jalur USMI di Program Studi Agronomi Jurusan Budidaya

Pertanian.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis pernah aktif di Badan Eksekutif

Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB pada tahun 2004 (BEM KM IPB), Dewan

Perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian IPB selama tiga periode sejak 2004 -

2007 (DPM Faperta IPB) dan pengurus DKM AL-Falah Jurusan Budidaya

Pertanian (2004-2005). Penulis juga anggota KAMMI Komisariat IPB (tidak

aktif).
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas limpahan rahmat yang Allah SWT berikan hingga tugas
akhir yang berjudul PENENTUAN DOSIS PEMUPUKAN KOMPOS
BLOTONG PADA TEBU LAHAN KERING (Saccharum officinarum L.)
VARIETAS PS 862 DAN PS 864 ini selesai disusun, semoga shalawat serta
salam diberikan kepada Muhammad Rasulullah SAW, kepada keluarga, para
sahabat dan para pengikutnya sampai akhir zaman, amin.
Saya mengucapkan terima kasih kepada:
Ir. Purwono, MS., sebagai dosen pembimbing akademik sekaligus dosen
pembimbing skripsi yang memberikan arahan dan bimbingan selama
menuntut ilmu di IPB.
Dr. Ir. Ade Wachjar, MS dan Dwi Guntoro, SP. MSi sebagai dosen penguji
yang banyak memberikan saran terhadap skripsi saya.
Willy Bayuardi Suwarno, SP. MSi sebagai dosen mata kuliah Rancangan
Percobaan yang membantu saya dalam memahami rancangan percobaan.
Mulyoto dan staf, sebagai pengurus rumah kaca Balai Penelitian Biogenetika
Cimanggu, Bogor yang banyak membantu selama saya melakukan percobaan.
Papa, Mama, Ina dan Pras yang senantiasa mengingatkan saya tentang
kebesaran Allah SWT, memberikan kepercayaaan, motivasi dan doa.
Wijayanti, Likkah, Indah, Aga dan Shofy serta teman-teman Agronomi ’40
yang memberi masukan, motivasi dan bantuannya selama masa penelitian.
Teman-teman rohis seperjuangan khususnya Dewi, Hanif, Zahro, Epi, Ella,
Nurhery, Ali, dan Sofyan yang banyak memberikan nasihat, motivasi,
pengertian dan kesabarannya.
Teman-teman rohis seperjuangan di Faperta ’40 dan ’41, atas masukan dan
doanya selama ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang terbaik untuk mereka dan
semoga karya ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Bogor, Agustus 2008
Penulis
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL .................................................................................................ii


DAFTAR GAMBAR ............................................................................................iii
PENDAHULUAN ..................................................................................................1
Latar Belakang ……………………………………………………………1
Tujuan …………………………………………………………………….3
Hipotesis ………………………………………………………………….3
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................4
Botani dan Ekologi Tanaman Tebu .............................................................4
Lahan Kering ...............................................................................................5
Varietas PS 862 dan PS 864 ……………………………………………....6
Kompos Blotong .….…………………………...………………………....7
BAHAN DAN METODE ......................................................................................9
Waktu dan Tempat ……………………………………………………….9
Bahan dan Alat.…………………………………………………………...9
Rancangan Percobaan .. ………………………………………………......9
Pelaksanaan Percobaan .............................................................................10
Pengamatan ...............................................................................................12
HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................................14
Hasil ..........................................................................................................14
Pembahasan ...............................................................................................22
KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................................26
Kesimpulan ...............................................................................................26
Saran ..........................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA ....………………………………...…….………………..27
LAMPIRAN …………………………………………………………………….30
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Hasil Analisis Tanah Awal ................................................................................14


2. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pengaruh Varietas, Dosis Pemupukan
Kompos Blotong dan Interaksinya ....................................................................15
3. Rata-rata Tinggi Tanaman .................................................................................16
4. Rata-rata Jumlah Daun ......................................................................................17
5. Rata-rata Luas Daun ..........................................................................................18
6. Rata-rata Jumlah Anakan, Diameter Batang, Bobot Kering Akar dan Tajuk
pada 12 MST .....................................................................................................18

7. Rata-rata Sifat Tanah Akhir ..............................................................................20

Lampiran

1. Sidik Ragam Tinggi Tanaman ..........................................................................32


2. Sidik Ragam Jumlah Daun ................................................................................33
3. Sidik Ragam Luas Daun ...................................................................................34
4. Sidik Ragam Jumlah Anakan, Diameter Batang, Bobot Kering Akar dan
Tajuk .................................................................................................................36
5. Sidik Ragam Sifat Tanah ..................................................................................37
6. Kriteria Hasil Analisis Tanah (Pusat Penelitian Tanah, 1983) .........................39
7. Analisis Tanah Awal .........................................................................................39
8. Analisis Tanah Inkubasi ....................................................................................39
9. Varietas PS 862 dan PS 864 ..............................................................................40
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Pembibitan PS 862 Umur 3 Minggu Semai ......................................................10


2. Cara Penyiraman pada Tebu Umur 10 MST Melalui Pipa Berlubang...............12
3. Regresi Jumlah Daun Umur 6 MST pada Berbagai Dosis Kompos Blotong ..18
4. Regresi Diamater Batang Umur 12 MST pada Berbagai Dosis Kompos
Blotong ..............................................................................................................20

Lampiran

1. Denah Pot Percobaan ........................................................................................31


2. Tebu Umur 4 MST ............................................................................................39
3. Tebu Varietas PS 862 (10 MST) .......................................................................39
4. Tebu Varietas PS 864 (10 MST) .......................................................................39
5. Tebu Umur 10 MST ..........................................................................................39
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Gula merupakan komoditas yang menempati posisi penting, karena selain
menjadi bahan pokok yang dikonsumsi langsung, bahan ini diperlukan juga oleh
berbagai industri pangan dan minuman. Konsumsi gula di Indonesia terus
meningkat mengikuti pertambahan jumlah penduduk, peningkatan taraf hidup dan
pertambahan jumlah industri yang memerlukan gula sebagai bahan bakunya.
Namun peningkatan konsumsi gula belum dapat diimbangi oleh produksi gula
dalam negeri.
Total kebutuhan gula dalam negeri tahun 2008 adalah 4 640 407 ton dengan
rincian 2 668 000 ton untuk rumah tangga murni, 261 000 ton untuk industri
rumah tangga, 482 000 ton untuk rumah tangga khusus (rumah sakit, hotel),
1 228 657 ton untuk industri besar, 882 000 ton untuk industri menengah dan
74 518 ton untuk industri kecil1). Luas areal tebu di Indonesia 428 933 ha,
masing-masing Jawa 276 094 ha dengan 60 % lahan kering dan luar Jawa 152 839
ha dengan 100 % lahan kering. Luas lahan kering total Indonesia 318 495,4 ha
atau 74,25 % luas areal tebu Indonesia. Luas areal tersebut menghasilkan produksi
tebu 2,47 juta ton 2). Sementara total produksi gula 2,418 juta ton berasal dari
pabrik gula di Jawa 1 533 666 ton dan di luar Jawa 885 133 ton. Produksi gula di
luar Jawa ini didominasi empat pabrik gula di Lampung yaitu 26 % total
3
produksi ). Luasnya lahan kering di Indonesia juga diungkapkan oleh
Sujianto (2006) bahwa lahan pengembangan tebu di Jateng sebagian besar atau
70 % masih diusahakan di lahan-lahan kering sehingga total luas lahan tanaman
tebu tergolong sempit dan kurang mendukung untuk swasembada gula.
Data tersebut menunjukkan bahwa produksi gula Indonesia saat ini dominan
dihasilkan dari budidaya yang dilakukan di lahan kering daripada di lahan sawah
sehingga budidaya tebu di lahan kering bagi Indonesia saat ini mempunyai peran

1)
Data hasil survey Departemen Perindustrian dan Perdagangan yang dilaksanakan oleh PT.
Sucofindo, 2008.
2)
Sekretariat Dewan Gula Indonesia, 2008.
3)
Sekretariat Dewan Gula Indonesia, 2008.
2
penting dan potensi yang besar dalam memenuhi kebutuhan gula. Hal ini
mendorong besarnya perhatian pada penanganan masalah dalam budidaya tebu
lahan kering.
Permasalahan yang dihadapi dalam penanaman tebu lahan kering, antara
lain iklim yang kering, pertumbuhan gulma yang tinggi, tingkat kesuburan tanah
yang rendah dan reaksi tanah yang masam (Suhadi, Sumojo dan Marsadi, 1988).
Menurut Sastrosumarjo (1995), salah satu ciri lahan kering adalah kandungan liat
dan besi yang tinggi dan disertai rendahnya kandungan bahan organik yang
mengakibatkan tanah peka terhadap erosi dan pemadatan tanah. Selain itu tanah
bersifat masam, kesuburan tanah rendah, serta aktivitas liat rendah.
Salah satu cara mengatasi permasalahan produktivitas lahan kering ini yaitu
dengan pemupukan kompos blotong. Pemanfaatan blotong ini sejalan dengan
pemanfaatan limbah pabrik gula yang dihasilkan dari pengolahan tebu dan
biasanya dibuang ke sungai mencemari air. Berdasarkan hasil penelitian
Fathir (2007) komposisi hara kompos blotong antara lain pH (H2O) 7,2, C organik
12,73 %, N 1,25 %, P 1 %, K 1,32 %, nisbah C/N 10, KTK 40,65 me/100g,
Ca 4,69 %, Mg 0,24 % dan S 0,57 %.
Mulyadi (2000) melaporkan bahwa pemberian blotong nyata
meningkatkan tinggi tanaman tebu, diameter batang, jumlah tanaman/rumpun, dan
bobot kering tebu bagian atas berumur 4 bulan yang ditanam di tanah kandiudoxs
dengan dosis efektif 40 ton/ha. Hasil penelitian Parinduri (2005) menunjukkan
bahwa pemberian dosis 20 ton/ha blotong saja dapat meningkatkan jumlah
anakan, luas daun bobot kering tajuk dan bobot kering tanaman tebu terhadap
kontrol pada umur 3,5 bulan berturut-turut 11,02 %, 20,43 %, 8,43 % dan 5,33 %.
Menurut Fathir (2007), pemberian kompos blotong dengan dosis 10 ton/ha dapat
membantu meningkatkan efisiensi pemberian air.
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai seberapa efektif
pengaruh pemberian blotong ini terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman tebu
yang dapat dilihat dari dosis yang dapat memberikan hasil paling baik.
3
Tujuan
1. Mengetahui pengaruh pemberian kompos blotong dari dosis 10 ton/ha
yang dipersempit dengan jarak 2,5 ton/ha antara perlakuan terhadap
pertumbuhan dua varietas tebu lahan kering.
2. Mengetahui pengaruh pemberian dosis kompos blotong tersebut terhadap
sifat kimia tanah.
Hipotesis
1. Perawakan tebu varietas PS 862 lebih unggul daripada tebu varietas PS
864.
2. Terdapat dosis optimum kompos blotong terhadap pertumbuhan tebu.
3. Setiap varietas menunjukkan respon yang berbeda atas pemberian kompos
blotong.
4
TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Ekologi Tanaman Tebu


Tebu (Saccharum officinarum L.) termasuk dalam divisi Spermatophyta,
kelas Monocotyledone, ordo Graminales dan famili Graminae (Deptan, 2005).
Batang padat, tidak bercabang, keliling bagian persilangan yang kasar, buku-buku
yang berbeda jelas yang di setiap buku terdiri atas node (bagian tumbuhnya mata
dan akar) dan internode (ruas-ruas batang). Daun-daun melekat pada batang pada
bagian dasar node, bergantian dalam dua baris dengan berlawanan sisi. Setiap
daun terdiri atas dua bagian; pelepah dan lembaran daun (lamina) (James, 2004).
Pelepah berbentuk tabung, bagian bawahnya melebar dan mengecil secara
bertahap ke bagian embun (Dillewijn, 1952). Akar tumbuh sesaat setelah stek
ditanam, ada dua macam akar yaitu akar stek dan akar tunas. Akar stek tumbuh
dari cincin akar dan akar tunas tumbuh dari akar primordia tunas/anakan yang
baru tumbuh. Akar stek hidup hanya sementara dan digantikan oleh akar tunas/
anakan. Hidup akar tunas/anakan juga sementara, tetapi sistem akar secara
keseluruhan diperbaharui dengan setiap tunas/anakan yang tumbuh menghasilkan
akarnya sendiri (James, 2004).
Bunga tebu berupa malai dan berbentuk piramida dengan panjang sekitar
50-80 cm. Pada bunga ini terdapat benang sari, putik dengan 2 kepala putik dan
bakal biji. Tebu berbuah seperti padi-padian, berbiji satu. Biji tebu ditanam di
kebun percobaan untuk mendapatkan jenis baru dengan persilangan yang bersifat
lebih unggul (Deptan, 2005).
Kondisi iklim yang dibutuhkan tanaman tebu pada lahan kering adalah
curah hujan yang berkisar antara 1000-1300 mm/tahun dengan sekurang-
kurangnya 3 bulan kering. Suhu udara minimum yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan tebu adalah 24 0C dan maksimum adalah 34 0C sedangkan suhu
optimumnya 30 0C. Tanaman tebu membutuhkan penyinaran 12-14 jam tiap hari
dengan intensitas penyinaran penuh. Kecepatan angin kurang dari 10 km/jam di
siang hari bedampak positif terhadap pertumbuhan tebu, angin dengan kecepatan
melebihi 10 km/jam disertai hujan lebat akan mengganggu pertumbuhan tebu
(Deptan, 2005).
5
Kelembaban udara relatif tidak banyak mempengaruhi pertumbuhan
vegetatif tebu asal tersedia air yang cukup. Tebu akan tetap tumbuh dengan baik
selama kelembaban tanahnya di atas titik layu, tanpa ada faktor lain yang
membatasi (Dillewijn, 1952).
Persyaratan lahan yang dibutuhkan tanaman tebu adalah pada daerah dengan
ketinggian 0-1400 m di atas permukaan laut, tetapi mulai ketinggian 1200 m di
atas permukaaan laut pertumbuhan tebu relatif lambat. Bentuk lahan
bergelombang antara 0-15 % dengan kemiringan kurang dari 8 %, kemiringan
10 % dapat juga digunakan untuk areal yang dilokalisasi. Sifat fisik tanah yang
ideal adalah tanah gembur sehingga aerasi udara dan perakaran berkembang
sempurna. Tekstur tanah ringan sampai agak berat dengan kemampuan menahan
air cukup dan porositas 30 %. Kedalaman solum minimal 50 cm dengan tidak ada
lapisan kedap air dan permukaan air 40 cm (Deptan, 2005).
Tanaman tebu tumbuh dengan baik pada kedalaman yang cukup dengan
drainase yang baik dan dalam. Derajat kemasaman tanah untuk pertumbuhan tebu
yang paling optimal berkisar antara 6,0-7,5, namun masih toleran pada pH 4,5-8,5.
Tanaman tebu tumbuh baik pada berbagai jenis tanah seperti tanah Aluvial,
Grumusol, Latosol dan Regosol. Jenis tanah Latosol dan Podsolik Merah Kuning
dengan solum dalam, mempunyai struktur dan tekstur yang baik adalah jenis
tanah yang ditanami tebu di luar Jawa pada umumnya (Deptan, 2005).

Lahan Kering
Menurut Kuntohartono, Sasongko dan Tarmani (1982) lahan tegalan/ lahan
kering adalah lahan yang dalam keadaan alamiah lapisan atas dan bawah tubuh
tanahnya (top dan subsoilnya) sepanjang tahun atau hampir sepanjang tahun tidak
jenuh air dan tidak tergenang. Budidaya tebu lahan tegalan bercirikan pada teknik
mengelola tebu tanpa pengairan (tadah hujan), pengolahan tanah dengan sistem
bajak, tanpa saluran drainase yang intensif, pertanaman yang dikelola sampai
keprasan kedua atau lebih, serta penggunaan tenaga kerja yang terbatas (72-120
hari kerja pria/hektar). Kendala-kendala produksi tebu di lahan tegalan antara lain
adalah potensi produktivitas yang lebih rendah daripada di lahan sawah
6
berpengairan, waktu penanaman dan pemeliharaan yang relatif sempit, serta
gangguan gulma dan hama cukup besar (Kuntohartono et al., 1982).
Ciri-ciri lahan kering yang lain yaitu kandungan liat dan besi yang tinggi
dan yang disertai rendahnya kandungan bahan organik mengakibatkan tanah
menjadi peka terhadap erosi dan pemadatan tanah. Kandungan besi yang tinggi
mengakibatkan rendahnya kapasitas menyimpan air pada akhirnya menghambat
penetrasi akar serta pertumbuhan akar. Tanah bersifat masam, kesuburan tanah
rendah, kandungan bahan organik serta aktivitas liat rendah. Sebagian besar areal
lahan kering bagian hulu di Indonesia bertopografi bergelombang (kemiringan
lahan 8-15 %) dan berbukit (15-30 %). Kejenuhan basa dan KTK rendah, serta
kapasitas fiksasi fosfat tinggi. Di Kawasan Barat Indonesia dipengaruhi oleh iklim
tropik basah dan suhu tinggi, sedangkan di Kawasan Timur Indonesia dipengaruhi
oleh iklim tropik kering dan suhu tinggi (Sastrosumarjo, 1995).

Varietas PS 862 dan PS 864


Varietas PS 862 adalah salah satu dari 4 klon tebu varietas unggul yang
dilepas pada tahun 1998 oleh Menteri Kehutanan dan Perkebunan. Sebelumnya,
varietas ini dikenal dengan nama seri PS 86-8504 merupakan keturunan induk dari
F 162 (polycross) (Sugiyarta, 2007). Menurut Deptan (2004) varietas PS 862
termasuk tipe kemasakan awal. Varietas PS 862 cocok untuk lahan sawah maupun
tegalan dengan tipe kemasakan tengah, diameter batang sedang dan kerapatan
batang sedang. Kisaran produksi tebu di lahan sawah 1027-1505 kuintal/hektar
dengan kisaran rendemen: 6,22-12,01 %. Sedangkan kisaran produksi tebu di
lahan tegalan 563-1003 kuintal/hektar dengan kisaran rendemen: 6,00-11,32 %
(www.ipard.com).
Varietas PS 864 adalah salah satu dari 5 klon tebu varietas unggul baru yang
dilepas pada bulan Januari 2004 oleh Menteri Kehutanan dan Perkebunan untuk
mengisi komposisi varietas yang seimbang di tingkat praktik penanaman tebu.
Sebelumnya, varietas ini dikenal dengan nama seri PS 86-10029, merupakan
keturunan PR 117 (polycross) (Sugiyarta, 2007). Menurut Deptan (2004) PS 864
terdapat kecenderungan pada kelompok tengah lambat dan pada lahan tegalan
dimana kondisi kering panjang terjadi dijumpai keadaan tanaman tinggal 3-5 daun
7
hijau serta masih menunjukkkan tingkat kelengasan batang yang cukup tinggi
(lebih tahan kering). PS 864 cocok untuk lahan sawah maupun tegalan dengan
tipe kemasakan lambat, diameter batang sedang dan kerapatan batang sedang.
Kisaran produksi tebu di lahan sawah 389-1332 kuintal/hektar dengan kisaran
rendemen: 8,65-12,85 %. Sedangkan kisaran produksi tebu di lahan tegalan 260-
1794 kuintal/hektar dengan kisaran rendemen: 5,92-12,89 % (www.ipard.com).
Perbedaan kedua varietas ini ditampilkan secara sederhana pada Lampiran
Tabel 9.
Kompos Blotong
Menurut Kurniawan (1982) blotong merupakan sisa tapisan, mempunyai
sifat sebagai bahan padat, tetapi kadang-kadang tercampur dengan air bekas
cucian tapisan sehingga dalam pabrik-pabrik tertentu blotong yang dibuang
tercampur dalam air. Menurut Tedjowahjono dan Kurniawan (1982) blotong
merupakan sisa tapisan, mempunyai sifat sebagai bahan padat, berwarna hitam
dan komposisinya bergantung pada proses pabrik gulanya. Selain kandungan
bahan organik, blotong juga kaya dengan unsur Ca (4-8 %), K (1,2-3,2 %) serta
P (1,5-3,4 %). Jumlah basa-basa semakin meningkat pada jenis blotong
karbonatasi.
Kompos blotong dibuat dari campuran 60 % dan 40 % blotong dan abu
ketel tiap satu ton dengan tambahan dua kilogram tetes yang dicampur dengan
satu liter EM4 dan 300 liter air. Langkah pertama dalam pembuatan kompos ini
adalah mencampurkan blotong dan abu ketel lalu diaduk hingga merata dan
disiram dengan campuran tetes, air dan EM4. Campuran ini diaduk merata dan
ditutup rapat. Bila suhu kompos melebihi 50 0C maka tutup dibuka dan dibiarkan
sampai turun. Setelah lima hari kompos diangin-anginkan sebelum digunakan
(Setiawan, 2006).
Blotong sangat berguna dalam usaha memperbaiki sifat fisik tanah,
sehingga daya menahan airnya meningkat. Jumlah blotong berkisar antara 4-5 %
berat tebu dan untuk tiap ton blotong berkadar air 70 % mengandung hara setara
dengan 28 kg ZA, 22 kg TSP dan 1 kg KCl (Suhadi et al., 1988). Hara tersebut
mengandung 5,88 kg N, 9,9 kg P dan 0,6 kg K.
8
Penelitian Wargani, Supriyanto dan Samsuri (1988), pemberian kompos
pada demoplot menghasilkan peningkatan produksi tebu yang bervariasi yaitu
antara 7,2 ton sampai 16,9 ton/ha akibat pemberian kompos sebanyak 10 ton/ha.
Dosis kompos ini menunjukkan perbaikan sifat fisik tanah terutama di lapisan
penebaran kompos.
Menurut Toharisman, Suhadi dan Mulyadi (1991) dalam Mulyadi (2000)
pemberian blotong pada tanah Mediteran Malang Selatan mampu meningkatkan
hasil tebu > 20 % dibanding kontrol. Berdasarkan hasil penelitian Toharisman et
al. (1991) dalam Mulyadi (2000) blotong berperan terhadap sifat kimia tanah,
yaitu penambahan blotong mampu meningkatkan ketersediaan hara P dan basa-
basa terutama Ca, sehingga tanaman mampu menyerap hara lebih baik. Menurut
Suhadi dan Sumojo (1985) dalam Mulyadi (2000) blotong juga mampu
meningkatkan N tanah yang secara relatif mengurangi kebutuhan pupuk ZA.
Penelitian yang dilakukan Mulyadi (2000) menunjukkan bahwa pemberian
blotong nyata meningkatkan tinggi tanaman, diameter batang, jumlah
tanaman/rumpun, dan bobot kering kering tebu bagian atas berumur 4 bulan yang
ditanam di tanah kandiudoxs. Dosis efektif yang digunakan adalah sekitar
40 ton/ha, ditandai dengan peningkatan tinggi tanaman 58 %, diameter batang
sebesar 31 %, jumlah tanaman/rumpun sebesar 25 % dan bobot kering tanaman
bagian atas sebesar 225 % dibanding perlakuan tanpa blotong.
Berdasarkan penelitian Parinduri (2005), dosis blotong 20 ton/ha saja dapat
meningkatkan jumlah anakan tebu 11,02 %, bobot kering tajuk 8,43 %, bobot
kering tanaman 5,33 %, bobot kering dan luas daun 20,43 % dibandingkan dengan
perlakuan pemupukan anorganik N, P, K dan ZA. Sedangkan tinggi tanaman
menurun 7,69 %, diameter batang menurun 5,37 %, dan bobot kering akar
menurun 23,17 %.
9
BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat


Percobaan ini dilaksanakan mulai bulan Februari 2007 sampai Juni 2007 di
rumah kaca Balai Penelitian Biologi dan Genetika Cimanggu, Bogor, Jawa Barat.
Rumah kaca berukuran 6 m x 12 m berada di lokasi dengan ketinggian tempat
250 m dpl.
Bahan dan Alat
Bahan
Bahan tanaman yang digunakan adalah bibit tebu berupa bagal satu mata
varietas PS 862 dan PS 864. Media yang digunakan adalah tanah jenis Latosol.
Kompos blotong diperoleh dari Litbang Tanaman PG Tjoekir PTPN X Surabaya.
Pupuk yang digunakan adalah ZA, SP-36, KCl, disinfektan Lysol 20 % dan
Dithane-45, insektisida Curacron.

Alat
Alat-alat yang digunakan antara lain pot, sebagai wadah media tanam;
timbangan, untuk menimbang dosis pupuk dan bobot tanaman kering total di akhir
percobaan; jangka sorong, untuk mengukur diameter batang; oven untuk
mengeringkan tanaman (basah) di akhir percobaan dan penggaris atau meteran
untuk mengukur luas daun dan tinggi tanaman.

Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design)
dengan dua faktor perlakuan, varietas sebagai petak utama dan dosis sebagai anak
petak. Varietas (V) yang digunakan adalah varietas PS 862 (V1) dan PS 864 (V2).
Dosis kompos blotong (B) yang digunakan adalah 0 ton/ha (B1), 5 ton/ha (B2),
7.5 ton/ha (B3), 10 ton/ha (B4) dan 12.5 ton/ha (B5). Tiap perlakuan diulang tiga
kali dan tiap unit percobaan terdiri atas tiga ember tanaman, sehingga ada 30
satuan percobaan dengan 90 tanaman. Model aditif linier dari rancangan tersebut
adalah:
Yijk i j ij k ik ijk
10
Keterangan:
Yijk = nilai pengamatan peubah Y pada ulangan ke-i, varietas ke-j dan dosis
blotong ke-k
i = 1,2,3
j = 1,2
k = 1,2,3,4,5
= nilai rataan umum
i = tambahan nilai karena ulangan ke-i
j = tambahan nilai karena varietas ke-j
( )ij = galat (1)
k = tambahan nilai karena dosis blotong ke-k
ik = tambahan nilai karena varietas ke-j dan dosis blotong ke-k
ijk = galat (2)
Data diolah dengan uji F, apabila nyata pada taraf 5 % maka diuji lanjut
dengan uji jarak berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test) taraf 5 % untuk
mendapatkan nilai tengah kemudian diregresi.

Pelaksanaan Percobaan
Pembibitan
Bibit yang disemai adalah bibit bermata tunas satu yang dipotong dengan
pisau 8-10 cm. Sebelum pemotongan, pisau terlebih dulu dicelupkan dalam
larutan Lysol 20 % yang bertujuan mencegah infeksi lewat pisau. Kemudian
penyemaian dilakukan di bak tanah selama 1 minggu. Bibit semai ini masih
dipelihara untuk mengganti tanaman yang tidak sehat atau mati setelah
dipindahkan ke pot. Gambar bibit semai dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Pembibitan PS 862 Umur 3 Minggu Semai


11
Persiapan Media Tanam dan Pemupukan Blotong
Media tanah yang akan digunakan dibersihkan dari sampah, baik organik
maupun nonorganik. Lalu tanah dikeringanginkan selama dua hari, diayak dan
dimasukkan ke dalam pot masing-masing sebanyak 10 kg. Pada saat ini, pipa
berdiamater 2 cm yang sisinya berlubang (4-5 lubang) dipasang ke dalam pot.
Kompos blotong diberikan dengan cara diaduk dalam tanah. Inkubasi ini
dilakukan dua minggu sebelum penanaman. Perlakuan kompos blotong per pot
meliputi 0 g (0 ton/ha), 24 g (5 ton/ha), 36 g (7,5 ton/ha), 48 g (10 ton/ha), dan
60 g (12,5 ton/ha).

Penanaman dan Penyulaman


Bibit tersebut ditanam setelah dua minggu sebelumnya dilakukan inkubasi
blotong pada media. Untuk mencegah serangan penyakit, bibit dicelupkan dalam
larutan Dithane-45 2 cc/l, penanaman bibit satu tanaman per pot dengan
kedalaman 2 cm di bawah permukaan tanah. Penyulaman dilakukan pada
tanaman yang menunjukkan tanda-tanda tidak sehat (merana). Selama percobaan,
penyulaman dilakukan satu kali pada tanaman varietas PS 862 dengan perlakuan
dosis 5 ton/ha kompos blotong ulangan ketiga (V1B2U3) pada saat berumur tiga
minggu setelah tanam ( 3 MST).

Pemupukan
Pemupukan yaitu 600 kg ZA, 250 kg SP-36, dan 100 kg KCl per hektar atau
2,8 g ZA, 1,2 g SP-36 dan 0,48 g KCl per pot. Pemberian pupuk dilakukan
dengan cara disebar merata pada lingkaran di sekitar tanaman. Pertama, satu
minggu setelah tanam (1 MST) dengan ½ dosis ZA dan 1 dosis SP-36 dan kedua
pada enam minggu setelah tanam (6 MST) dengan ½ dosis ZA dan 1 dosis KCl.

Pemeliharaan
Penyiraman dilakukan setiap hari sekitar pukul 06.00 sampai 10.00 dengan
volume air kapasitas lapang yang sudah dilakukan sebelumnya yaitu dengan bobot
total pot (pot + tanah) 12 kg atau dengan penyiraman 200 ml air. Penyiraman
12
dilakukan melalui pipa berlubang agar air tersebar merata di dalam tanah
(Gambar 2).

Gambar 2. Cara Penyiraman pada Tebu Umur 10 MST Melalui Pipa Berlubang

Selama penelitian tidak ada serangan hama dan gangguan gulma yang
berarti dan tidak ada serangan penyakit. Penanggulangan serangan hama dan
gangguan gulma dilakukan secara manual.

Pengamatan
Percobaan dilakukan selama tiga bulan dan pengamatan dilakukan tiap 2
minggu sejak tanaman berumur dua minggu setelah tanam. Pengamatan terhadap
tanah meliputi:
1. Analisis tanah awal. Pengambilan satu contoh tanah pada awal penyiapan
media tanam (sebelum inkubasi).
2. Analisis tanah saat inkubasi. Pengambilan empat contoh tanah secara
komposit yang mewakili empat perlakuan pupuk blotong dua minggu setelah
inkubasi blotong atau tepat sebelum pindah tanam bibit ke pot.
3. Analisis tanah setelah percobaan (akhir). Pengambilan masing-masing varietas
sepuluh contoh tanah dengan dua kali ulangan yang mewakili lima perlakuan
kompos blotong setelah panen. Hasil analisis tanah akhir ini kemudian diolah
dengan uji F, apabila nyata pada taraf 5 % maka diuji lanjut dengan Uji Jarak
Berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5 % untuk
mendapatkan nilai tengah kemudian diregresi.
13
Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah Bogor
kemudian hasil analisis sifat tanah digolongkan menurut kriteria hasil analisis
tanah Pusat Penelitian Tanah tahun 1983.
Pengamatan yang dilakukan meliputi:
1. Tinggi tanaman (TT) batang utama diukur dari permukaan tanah sampai ujung
tangkai daun teratas, dilakukan tiap dua minggu.
2. Jumlah daun (JD) pada batang utama dihitung yang telah membuka sempurna
dan dilakukan tiap dua minggu.
3. Luas daun (LD) dengan mengukur panjang dan lebar daun (+) 1 (daun
pertama yang membuka sempurna) dan dilakukan tiap dua minggu.
4. Jumlah anakan (JA) per tanaman dihitung pada akhir percobaan.
5. Diameter batang (DIB) pada batang utama diukur, yaitu pada ruas kedua dari
bawah pada akhir percobaan dengan jangka sorong.
6. Bobot kering tajuk (BKT) dan akar (BKA), tanaman yang sudah dipanen
dikeringkan dalam oven selama dua hari dengan suhu 60 0C pada akhir
percobaan kemudian baru ditimbang dengan timbangan digital.
7. Sifat kimia tanah, pengambilan sepuluh contoh tanah dengan dua kali ulangan
pada akhir pengamatan (setelah dipanen) kemudian dianalisis di Laboratorium
Balai Penelitian Tanah Bogor.
14
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Kondisi Umum
Percobaan ini dilaksanakan mulai bulan Maret 2007 sampai Juni 2007
di rumah kaca Balai Penelitian Biologi dan Genetika Cimanggu, Bogor, Jawa
Barat dengan ukuran 6 m x 12 m. Rumah kaca ini mempunyai suhu ruang berkisar
antara 24-42 0C, kelembaban nisbi berkisar antara 65-100 % dan intensitas cahaya
yang masuk ke dalam rumah kaca berkisar 282 798 lux (Rahmawati, 2007).
Anakan mulai tumbuh pada 2 MST (10 % tanaman). Pada 4 MST
mencapai 50 % tanaman dan pada akhir pengamatan (12 MST) mencapai 67,78 %
dari 90 tanaman. Selama penelitian tidak ada serangan hama dan gangguan gulma
yang berarti. Penanggulangan serangan hama dan gangguan gulma dilakukan
secara manual. Kondisi umum pertumbuhan tebu di rumah kaca pada umur 4 dan
10 MST dapat dilihat pada Lampiran Gambar 2 dan 5.
Hasil analisis tanah awal menunjukkan bahwa tanah Latosol yang
digunakan mempunyai pH (H2O) agak masam, C organik sedang, kandungan N
total rendah, P tersedia sangat tinggi, K tersedia sangat tinggi dan tekstur tanah
lempung liat (Tabel 1). Hasil analisis lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran
Tabel 7.
Tabel 1. Hasil Analisis Tanah Awal
Sifat Tanah Hasil Analisis
pH (H2O) 6,4
C-Organik (%) 2,17
N total (%) 0,17
C/N 13
P2O5 HCl 25% (mg/100g) 288
K2O HCl 25% (mg/100g) 114
KTK (me/100g) 22,82
KB (%) >100
Tekstur:
Pasir 22
Debu 29
Liat 49
Sumber: Hasil Analisis Tanah di Lab. Balai Penelitian Tanah, Bogor 2007
15
Keseluruhan hasil pengamatan dan hasil analisis tanah akhir dari percobaan
yang dilakukan telah diolah dengan uji F ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Varietas, Dosis Pemupukan
Kompos Blotong dan Interaksinya
Peubah Pengamatan Perlakuan KK
(MST) (%)
Varietas Dosis Interaksi
Blotong Varietas-
Dosis Blotong
Tinggi Tanaman 4 ** TN TN 7,095
6 * TN TN 5,815
8 ** TN TN 8,467
10 ** TN TN 6,592
12 * TN TN 5,266
Jumlah Daun 4 TN TN TN 10,672
6 TN * TN 8,553
8 ** TN TN 8,730
10 * TN TN 9,810
12 TN TN TN 13,904
Luas Daun 2 TN TN TN 18,155
4 TN TN TN 12,098
6 TN TN TN 10,553
8 TN TN TN 15,703
10 * TN TN 12,699
12 * TN TN 11,901
Jumlah Anakan 12 ** TN TN 46,26
Diamater Batang 12 ** * TN 3,926
Bobot Kering Akar 12 ** TN TN 16,987
Bobot Kering Tajuk 12 TN TN TN 8,300
pH H2O 12 TN TN TN 3,205
BO C% 12 TN TN TN 7,028
BO N% 12 TN TN TN 7,991
BO C/N 12 TN TN TN 9,854
P2O5 (HCl 25 %) 12 TN TN TN 6,196
K2O (HCl 25 %) 12 TN TN TN 21,798
Ca 12 TN TN TN 7,774
Mg 12 TN TN TN 9,256
K 12 TN TN TN 23,361
KTK 12 TN TN TN 5,488
KB% 12 TN TN TN 4,896
Keterangan: berpengaruh n ata pada uji F tara 1%
* : berpengaruh nyata pada uji F taraf 5%
TN : tidak nyata
16
Pengaruh varietas nyata terhadap tinggi tanaman 6 MST dan 12 MST,
jumlah daun 10 MST dan luas daun 10 MST dan 12 MST. Pengaruh varietas
sangat nyata terhadap tinggi tanaman 4, 8 dan 10 MST, jumlah daun 8 MST, serta
jumlah anakan, diameter batang dan bobot kering akar pada 12 MST. Pengaruh
pemupukan kompos blotong nyata terhadap jumlah daun 6 MST dan diameter
batang 12 MST. Tidak terjadi interaksi nyata antara varietas dan pemupukan
kompos blotong. Pengaruh pemupukan kompos blotong terhadap sifat tanah tidak
nyata. Perbedaan varietas PS 862 dan PS 864 pada umur 10 MST dapat dilihat
pada Lampiran Gambar 3 dan 4.

Tinggi Tanaman
Pengaruh varietas terhadap tinggi tanaman nyata pada 6 MST dan 12 MST
dan sangat nyata pada 4, 8, 10 MST. Perlakuan varietas PS 862 menghasilkan
tinggi tanaman sebesar 202,558 cm pada 12 MST, yaitu 4,83 % lebih besar dari
varietas PS 864 (Tabel 3). Perlakuan kompos blotong tidak nyata. Pemberian
kompos blotong 7,5 ton/ha menghasilkan tinggi tanaman (203,333 cm) tertinggi
dari dosis yang lain.

Tabel 3. Rata-rata Tinggi Tanaman


Perlakuan 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST
Varietas --------------------------------(cm)---------------------------------
PS 862 141,847a 155,831a 179,376a 187,829a 202,558a
PS 864 128,240b 147,124b 159,898b 167,069b 193,220b
Kompos Blotong (ton/ha)
0 143,484 158,206 174,222 183,539 200,655
5 133,050 147,528 164,267 171,578 190,511
7,5 130,411 151,461 168,367 174,684 203,333
10 133,945 152,195 174,000 175,828 198,184
12,5 134,328 148,000 167,328 181,617 196,761
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama (dalam
perlakuan yang sama) menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%
menurut uji lanjut DMRT.
17
Jumlah Daun
Pengaruh varietas terhadap jumlah daun nyata pada 10 MST dan sangat
nyata pada 8 MST. Pengaruh perlakuan kompos blotong nyata pada 6 MST.
Jumlah daun varietas PS 864 lebih banyak daripada varietas PS 862. Pemupukan
7,5 ton/ha kompos blotong menghasilkan jumlah daun paling banyak pada 12
MST sebesar 4,222 helai daun (Tabel 4) dan pemupukan 12,5 ton/ha kompos
blotong menghasilkan jumlah daun paling sedikit (3,388 helai daun).

Tabel 4. Rata-rata Jumlah Daun


Perlakuan 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST
Varietas ----------------------------helai-------------------------------
PS 862 4,245 3,555 3,911a 3,222a 3,845
PS 864 3,978 3,733 3,533b 2,978b 3,911
Kompos Blotong (ton/ha)
0 4,055 3,611abc 3,722 3,222 4,055
5 3,889 3,555bc 3,499 3,222 3,888
7,5 4,222 3,999a 3,778 2,945 4,222
10 4,167 3,778ab 4,056 3,056 3,833
12,5 4,222 3,277c 3,555 3,056 3,388
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama (dalam
perlakuan yang sama) menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%
menurut uji lanjut DMRT.

Perlakuan kompos blotong nyata menurunkan jumlah daun pada 6 MST.


Persamaan regresinya adalah Y = -0,0111X + 3,7219 (R2 = 0,0399). Berdasarkan
uji regresi peningkatan dosis kompos blotong menurunkan jumlah daun dan
minimum pada dosis kompos blotong 12,5 ton/ha. Gambar regresi ini ditunjukkan
oleh Gambar 3.
18

4,25

Jumlah daun (helai)


4

3,75

3,5

3,25

3
0 2,5 5 7,5 10 12,5
Dosis kompos blotong (ton/ha)

Gambar 3. Regresi Jumlah Daun Umur 6 MST pada Berbagai Dosis Kompos Blotong

Luas Daun
Pertumbuhan luas daun hanya dipengaruhi oleh varietas. Pengaruh varietas
nyata pada 10 dan 12 MST. Hal ini lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 5. Varietas
PS 862 mempunyai luas daun yang lebih besar 10,14 % daripada varietas PS 864.
Perlakuan kompos blotong memberikan pengaruh tidak nyata. Pemberian kompos
blotong 7,5 ton/ha menghasilkan luas daun paling besar dari dosis yang lain
(645,15 cm2) sedangkan dosis 5 ton/ha menghasilkan luas daun paling kecil.

Tabel 5. Rata-rata Luas Daun


Perlakuan 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 12 MST
Varietas ----------------------------------------cm2-------------------------------
PS 862 127,249 226,101 280,57 399,13 464,39a 642,31a
PS 864 116,773 222,457 290,37 354,83 406,10b 583,16b
Kompos Blotong (ton/ha)
0 131,34 238,28 298,32 390,73 461,02 618,62
5 133,76 221,16 278,94 356,26 406,81 580,33
7,5 116,91 207,05 279,79 365,29 425,91 645,15
10 115,24 226,09 305,63 404,24 425,91 620,96
12,5 112,80 228,81 264,67 390,73 468,56 598,61
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama (dalam
perlakuan yang sama) menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%
menurut uji lanjut DMRT.
19
Jumlah Anakan, Diameter Batang, Bobot Kering Akar dan Tajuk
Pengaruh varietas terhadap jumlah anakan sangat nyata pada 12 MST.
Varietas PS 864 menghasilkan anakan enam kali lebih banyak daripada varietas
PS 862 (Tabel 6). Perlakuan kompos blotong memberikan pengaruh tidak nyata.
Jumlah anakan dosis 10 ton/ha kompos blotong terbanyak.

Tabel 6. Rata-rata Jumlah Anakan, Diameter Batang, Bobot Kering Akar


dan Tajuk pada 12 MST
Perlakuan Jumlah Diamater Bobot Kering Bobot Kering
Anakan Batang Akar per pot Tajuk per pot
(cm) (g) (g)
Varietas
PS 862 0,466b 1,808a 38,207a 43,811
PS 864 2,533a 1,538b 30,322b 42,700
Kompos Blotong (ton/ha)
0 1,388 1,701ab 34,828 46,034
5 1,277 1,619b 33,695 39,650
7,5 1,111 1,621b 32,128 42,989
10 2,333 1,697ab 35,250 42,478
12,5 1,388 1,728a 35,422 45,128
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama (dalam
perlakuan yang sama) menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%
menurut uji lanjut DMRT.

Pengaruh varietas terhadap diameter batang sangat nyata pada 12 MST.


Diameter batang PS 862 lebih besar 17,55 % daripada PS 864 (Tabel 6). Diameter
batang terbesar adalah 12,5 ton/ha kompos blotong sedangkan terkecil 5 ton/ha
kompos blotong Namun tidak ada interaksi antara varietas dan dosis blotong
terhadap diameter batang. Pengaruh kompos blotong nyata meningkatkan
diameter batang umur 12 MST. Persamaan regresinya adalah
Y = 0,0028X + 1,6535 (R2 = 0,0733). Berdasarkan uji regresi peningkatan dosis
kompos blotong meningkatkan diameter batang dan maksimum pada dosis
kompos blotong 12,5 ton/ha. Gambar regresi ini ditunjukkan oleh Gambar 4.
20

Diameter batang (cm)


1,72

1,68

1,64

1,6
0 2,5 5 7,5 10 12,5

Dosis kompos blotong (ton/ha)

Gambar 4. Regresi Diamater Batang Umur 12 MST pada Berbagai Dosis Kompos
Blotong

Varietas berpengaruh sangat nyata terhadap bobot kering akar pada 12


MST. Bobot kering akar varietas PS 862 lebih besar 26 % daripada PS 864.
Pemupukan kompos blotong memberikan pengaruh tidak nyata. Bobot kering akar
terbesar adalah dosis 12,5 ton/ha. Perlakuan varietas dan pemupukan kompos
blotong tidak nyata terhadap bobot kering tajuk pada 12 MST. Varietas PS 862
memiliki bobot kering tajuk lebih besar 6,53 % daripada PS 864 dan tanaman
yang dipupuk kompos blotong 0 ton/ha memiliki bobot kering tajuk yang terbesar
dari dosis yang lain (Tabel 6)

Sifat Tanah
Secara umum, perlakuan varietas dan kompos blotong tidak nyata terhadap
sifat-sifat kimia tanah yang diamati (Tabel 2). Sifat kimia tanah varietas PS 864
lebih tinggi daripada PS 862 kecuali pada basa Ca dan kejenuhan basa (Tabel 7).
Perlakuan varietas dan pemupukan kompos blotong terhadap pH tanah tidak
nyata. Derajat kemasaman varietas PS 864 lebih tinggi daripada PS 862.
Perlakuan kompos blotong 5 ton/ha menghasilkan pH (H2O) tertinggi dari dosis
lain. Perlakuan kompos blotong 5 ton/ha sampai 12,5 ton/ha menghasilkan pH
lebih besar daripada tanpa kompos blotong (0 ton/ha). Hal ini akan mempengaruhi
21
ketersediaan unsur hara dalam tanah yaitu P tersedia dan kejenuhan basa serta
berhubungan dengan kapasitas tukar kation.
Perlakuan varietas dan pemupukan kompos blotong terhadap C-organik
tanah tidak nyata. C-organik varietas PS 864 lebih tinggi daripada PS 862.
C-organik tertinggi dihasilkan dari perlakuan kompos blotong 10 ton/ha dan
terendah dihasilkan dari perlakuan kompos blotong 7,5 ton/ha (Tabel 7).
Perlakuan varietas dan pemupukan kompos blotong terhadap N-total tanah
tidak nyata. N-total varietas PS 864 lebih tinggi daripada varietas PS 862. N-total
tertinggi dihasilkan dari perlakuan kompos blotong 10 ton/ha dan terendah
dihasilkan dari perlakuan kompos blotong 12,5 ton/ha. Pada perlakuan 10 ton/ha,
C-organik paling tinggi dan N-total paling tinggi sehingga rasio C/N termasuk
paling rendah. Pada perlakuan 12,5 ton/ha kompos blotong, C-organik termasuk
tinggi dan N-total paling rendah sehingga nisbah C/N paling tinggi.
Perlakuan varietas dan pemupukan kompos blotong terhadap nisbah C/N
tidak nyata. Nisbah C/N varietas PS 862 sama dengan PS 864 (11). Nisbah C/N
tertinggi dihasilkan dari perlakuan kompos blotong 12,5 ton/ha sedangkan
perlakuan kompos blotong 10 ton/ha termasuk paling rendah (Tabel 7).

Tabel 7. Rata-rata Sifat Tanah Akhir


Perlakuan pH Bahan organik C/N HCl 25% Nilai tukar kation KTK KB %
(H2O) (%) (mg/100g) (cmol(+)/kg)

C- N P2O5 K2O Ca Mg K
organik total

Varietas
PS 862 6,23 1,985 0,183 11 260,5 72 15,74 1,158 0,725 17,553 96,3
PS 864 6,25 1,994 0,184 11 262,4 84.8 15,02 1,198 0,846 18,167 93,8
Kompos
Blotong
(ton/ha)
0 6,200 1,988 0,178 11,25 262,25 85,25 14,79 1,178 0,828 18,343 92
5 6,275 1,985 0,178 11,5 267,75 82,75 15,5 1,213 0,825 17,153 97,75
7.5 6,250 1,958 0,190 10,25 263 83 15,74 1,213 0,875 17,678 98,25
10 6,250 2,013 0,198 10,25 263,5 72,5 15,65 1,155 0,698 18,168 94,75
12.5 6,225 2,005 0,175 11,75 250,75 68,5 15,22 1,133 0,703 17,96 92,5
22
Perlakuan varietas dan pemupukan kompos blotong terhadap P-tersedia
(P2O5 HCl 25 %) tidak nyata. P-tersedia varietas PS 864 lebih tinggi daripada
PS 862. Perlakuan kompos blotong 5 ton/ha sampai 10 ton/ha menghasilkan
P-tersedia lebih banyak daripada tanpa kompos blotong (0 ton/ha). Perlakuan
varietas dan pemupukan kompos blotong terhadap K-tersedia (K2O HCl 25 %)
tidak nyata. K-tersedia varietas PS 864 lebih tinggi daripada PS 862. K-tersedia
tertinggi dihasilkan dari perlakuan kompos blotong 0 ton/ha dan terendah
dihasilkan dari perlakuan kompos blotong 12,5 ton/ha.
Pengaruh perlakuan varietas dan kompos blotong terhadap basa Ca, Mg dan
K tidak nyata. Basa Ca varietas PS 862 lebih tinggi daripada PS 864. Perlakuan
kompos blotong 5 ton/ha sampai 12,5 ton/ha menghasilkan basa Ca lebih besar
daripada tanpa kompos blotong (0 ton/ha kompos blotong). Dosis 7,5 ton/ha
kompos blotong menghasilkan basa Ca paling tinggi. Basa Mg dan K varietas PS
864 lebih tinggi daripada PS 862. Perlakuan 5 ton/ha dan 7,5 ton/ha kompos
blotong menghasilkan basa Mg lebih banyak daripada tanpa kompos blotong.
Perlakuan kompos blotong 5 ton/ha dan 7,5 ton/ha kompos blotong menghasilkan
basa K tidak jauh berbeda dengan tanpa kompos blotong dan perlakuan dosis 10
ton/ha dan 12,5 ton/ha menghasilkan basa K jauh lebih rendah.
Pengaruh varietas dan kompos blotong terhadap KTK tidak nyata. KTK
varietas PS 864 lebih tinggi daripada PS 862. KTK tertinggi dihasilkan dari
perlakuan kompos blotong 0 ton/ha. Pengaruh varietas dan kompos blotong
terhadap kejenuhan basa (%) tanah tidak nyata. Perlakuan kompos blotong
5 ton/ha sampai 12,5 ton/ha menghasilkan kejenuhan basa lebih besar daripada
tanpa blotong (0 ton/ha) dan kejenuhan basa paling tinggi pada perlakuan
7,5 ton/ha.
Pembahasan

Tinggi tanaman hanya dipengaruhi varietas. Varietas PS 862 lebih tinggi


daripada PS 864. Tinggi tanaman tanpa kompos blotong (0 ton/ha) bertambah
secara bertahap pada setiap umur, sedangkan pengaruh dosis lainnya baru
bertambah mendekati tinggi tanaman tanpa kompos blotong pada 12 MST. Hal ini
menunjukkan pengaruh pemupukan kompos blotong pada tanah terhadap tinggi
23
tanaman berjalan lambat. Tinggi tanaman paling tinggi pada dosis 7,5 ton/ha
kompos blotong.
Luas daun dipengaruhi oleh varietas. Daun varietas PS 864 lebih luas
daripada varietas PS 864. Pengaruh pemberian kompos blotong terhadap luas
daun meningkat dua kali dari selisih luas daun umur sebelumnya pada umur 12
MST. Hal ini menunjukkan pengaruh pemupukan dosis kompos blotong pada
tanah terhadap luas daun berjalan lebih lambat daripada tanpa kompos blotong.
Luas daun paling besar pada dosis 7,5 ton/ha kompos blotong.
Jumlah daun sedikit dipengaruhi varietas. Hal ini dapat dilihat saat di rumah
kaca, kedua varietas mengalami pergantian daun yang cepat sehingga mudah
diklentek. Menurut Sugiyarta (2007) varietas PS 862 pertumbuhannya tegak,
mudah klentek daun dan tidak terlalu tinggi. Menurut Rahmawati (2007), varietas
PS 864 sifat lepas pelepahnya agak mudah. Pengaruh pemberian kompos blotong
tidak nyata terhadap pertambahan jumlah daun tanaman.
Jumlah anakan dipengaruhi varietas. Berdasarkan varietasnya, anakan PS
864 lebih banyak dari PS 862. Menurut Sugiyarta (2007), varietas PS 862
anakannya agak kurang dan sulit membuat sogolan dan varietas PS 864
perkecambahannya sangat baik dengan anakan serempak. Walaupun perlakuan
kompos blotong tidak nyata, dosis 10 ton/ha kompos blotong menghasilkan
jumlah anakan tertinggi dari dosis yang lain. Hasil penelitian Fathir (2007) juga
menunjukkan perlakuan kompos blotong 10 ton/ha menghasilkan jumlah anakan
pada 12 MST paling tinggi dari dosis yang lain walaupun tidak nyata. Hasil
penelitian Setiawan (2006) juga menunjukkan bahwa dosis 10 ton/ha
menghasilkan jumlah rumpun paling banyak pada umur 3, 6 dan 9 bulan di Kebun
Kayangan walaupun tidak nyata.
Diameter batang dipengaruhi varietas dan pemupukan kompos blotong.
Rata-rata hasil pemberian 5 ton/ha blotong sampai 12,5 ton/ha blotong berturut-
turut meningkat dan terbesar pada dosis terakhir. Dosis 12,5 ton/ha nyata
meningkatkan diameter batang.
Menurut Suharno et al. (1997), pemberian blotong berpengaruh baik pada
peningkatan bobot tebu, meskipun rendemennya tidak terpengaruh tetapi hasil
gula dapat ditingkatkan melalui perlakuan tersebut. Pengaruh varietas dominan
24
terhadap bobot kering akar sedangkan pemupukan kompos blotong belum mampu
meningkatkan bobot kering akar dari kontrolnya
Pengaruh varietas terhadap besarnya bobot kering tajuk. Pemberian kompos
blotong 5 ton/ha sampai 12,5 ton/ha terhadap tanah tidak berpengaruh nyata
dalam memenuhi kebutuhan hara bagi perkembangan tanaman. Penelitian
Mulyadi (2000) menunjukkan bahwa pemberian blotong pada tanah kandiudoxs
sekitar 40 ton/ha menghasilkan bobot kering tanaman bagian atas sebesar 225 %
dibanding perlakuan tanpa blotong pada tebu berumur 4 bulan. Penelitian Arifin
(1992) pada tanah lempung dan pasiran, pemberian dosis blotong yang
ditingkatkan dari 30 ton/ha menjadi 45 ton/ha, ternyata masih mampu
meningkatkan berat kering tajuk secara nyata. Kemungkinan dosis yang
dibutuhkan untuk meningkatkan bobot kering tajuk secara nyata jauh lebih besar
dari 12,5 ton/ha dan pada umur yang lebih tua.
Secara umum, sifat kimia tanah hasil analisis tanah akhir lebih rendah dari
hasil analisis tanah awal (Tabel 1) dan inkubasi (Lampiran Tabel 8). Penurunan
secara kualitas (kelas) terjadi pada C-organik, basa Mg dan K. Penurunan secara
kuantitas (nilai) terjadi pada pH, N total, C/N, P tersedia, K tersedia, basa Ca,
kapasitas tukar kation, dan kejenuhan basa (%).
Pada Tabel 7, kedua varietas mempunyai N-total tanah yang tidak nyata.
Kedua varietas telah memperlihatkan responnya akibat pemberian kompos
blotong pada tinggi tanaman, luas daun, diameter batang dan bobot kering akar.
N-total tanah yang tidak nyata tersebut menghasilkan pertumbuhan varietas PS
862 lebih besar daripada PS 864 dan nyata. Hal ini menunjukkan bahwa respon
kedua varietas berbeda akibat pemberian kompos blotong terhadap tanah.
Pemberian dosis 7,5 dan 10 ton/ha cenderung meningkatkan N-total dalam tanah
dibanding tanpa kompos blotong tetapi belum didapat hasil yang nyata akibat
perlakuan kompos blotong. Hal ini mengakibatkan nisbah C/N pada dosis tersebut
rendah.
Menurut Soepardi (1983) kandungan N yang tinggi menunjukkan
banyaknya senyawa amonium terbentuk tersedia bagi jasad mikro dan tumbuhan
sehingga perkembangan jasad mikronya lebih cepat daripada tanah dengan
kandungan N rendah. Selama pelapukan bahan organik (kompos blotong) terjadi
25
pembebasan CO2. Dengan berlangsungnya pelapukan, rasio C/N menjadi lebih
rendah, karena karbondioksida dilepaskan sedangkan nitrogen tidak. Untuk
mempertahankan jumlah karbon atau bahan organik dalam tanah sedikit banyak
tergantung pada banyaknya nitrogen dalam tanah.
Pemberian kompos blotong tidak meningkatkan P-tersedia dalam tanah.
Sebenarnya kondisi ini, kondisi unsur P paling mudah diserap karena pH tanah
mendekati netral (Tabel 7). P paling mudah diserap oleh tanaman pada pH sekitar
netral (pH 6-7). Namun menurut Hardjowigeno (1987), dalam tanah masam
banyak unsur P baik yang telah berada di dalam tanah maupun diberikan ke tanah
sebagai pupuk terikat oleh unsur-unsur Al dan Fe sehingga tidak dapat digunakan
oleh tanaman. Oleh sebab itu apabila pemberian kompos blotong dosis 10 ton/ha
dilakukan pada lahan sebenarnya dan mungkin dengan jenis tanah yang berbeda
akan didapat respon yang berbeda.
Pemberian kompos blotong tidak meningkatkan K-tersedia dalam tanah
tetapi termasuk sangat tinggi. Selama kondisi N dan P cukup bagi tanaman dan
tidak banyak terjadi pencucian maka unsur K tersebut cukup. Pemberian kompos
blotong dosis 7,5 ton/ha menghasilkan K-tersedia tinggi namun tidak lebih tinggi
dari tanah tanpa kompos blotong. Pada 12,5 ton/ha menghasilkan K tersedia
paling rendah. Kemungkinan hal ini disebabkan dengan bertambahnya kompos
blotong yang diberikan meningkatkan penyerapan K oleh tanaman. Padahal
tanaman cenderung mengambil K dalam jumlah yang jauh lebih banyak dari yang
dibutuhkan sementara tidak menambah produksi. Kondisi K tersedia adalah
kondisi K yang larut dalam air (Hardjowigeno, 1987).
Pemberian kompos blotong dalam tanah tidak nyata meningkatkan jumlah
kation basa kecuali basa Ca meningkat dibanding kontrolnya. Pemberian kompos
blotong dalam tanah tidak nyata meningkatkan kapasitas tukar kation namun
didapat hasil yang tinggi. Tanah dengan kapasitas tukar kation tinggi mampu
menyerap dan menyediakan unsur hara lebih baik daripada tanah dengan kapasitas
tukar kation rendah (Hardjowigeno, 1987). Pemberian kompos blotong
meningkatkan kejenuhan basa dalam tanah dibanding kotrolnya. Kejenuhan basa
berhubungan erat dengan pH tanah, di mana tanah-tanah dengan pH rendah
umumnya mempunyai kejenuhan basa rendah (Hardjowigeno, 1987).
26
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Pemberian kompos blotong terhadap pertumbuhan tebu lahan kering selama
tiga bulan setelah tanam menunjukkan bahwa varietas PS 862 lebih unggul
daripada PS 864. Pengaruh pemberian kompos blotong terhadap pertumbuhan
tebu lahan kering terjadi dalam waktu yang tidak secepat penggunaan pemupukan
anorganik. Hal ini terlihat pada tinggi tanaman dan luas daun, bahwa pertumbuhan
tebu berjalan lebih lambat daripada tanpa pemberian kompos blotong. Secara
umum pengaruh pemberian kompos blotong tidak nyata terhadap pertumbuhan
tebu umur tiga bulan setelah tanam ini kecuali meningkat pada diameter batang
umur 12 MST pada dosis 12,5 ton/ha dan menurun pada jumlah daun umur
6 MST dengan dosis 12,5 ton/ha. Dosis kompos blotong 7,5 ton/ha sampai 10
ton/ha meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun dan jumlah anakan
(umur tiga bulan setelah tanam) daripada kontrol. Pada bobot kering akar dan
bobot kering tajuk, pemberian kompos blotong yang diberikan masih terlalu
rendah untuk menghasilkan pertumbuhan yang melebihi pertumbuhan tanaman
tanpa kompos blotong.
Pemberian kompos blotong tidak nyata meningkatkan sifat kimia tanah
tetapi meningkatkan unsur N dalam tanah dan basa Ca dibandingkan tanpa
kompos blotong. Dosis 7,5 ton/ha sampai 10 ton/ha kompos blotong
menghasilkan sifat kimia tanah optimum bagi ketersediaan hara dalam tanah.

Saran
Perlu penerapan di lapangan dengan dosis 7,5 ton/ha sampai 10 ton/ha
dengan jenis tanah yang berbeda dan varietas yang berbeda. Hal ini disebabkan
untuk melihat pertumbuhan tebu yang sebenarnya di lapangan dengan dosis
pemupukan kompos blotong tersebut pada kondisi tanah yang berbeda dan
karakter varietas yang lain.
27
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, S. !992. Blotong, Peranannya terhadap peningkatan produktivitas tanah


pasiran. Berita (7): hal 5-11.

Bisnis. 2006. Defisit gula 2007 capai 0,5 juta ton dalam Bisnis Indonesia
Surabaya. http://members.bumn-ri.com. 4 Februari 2007.

Deptan, 2005. Pedoman teknologi budidaya tebu lahan kering. Direktorat Jenderal
Bina Produksi Perkebunan Departemen Pertanian. 72 hal.

Dillewijn, CV. 1952. Botany of sugarcane. Waltham,Mass-The Chronica


Botanica Co Book Department. America. 371 p.

Fathir, A. 2007. Pengaruh pemberian kompos blotong terhadap efisiensi


penggunaan air dan serapan hara pada tebu lahan kering (Saccharum
officinarum L.). Skripsi. Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor.

Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu tanah. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta. 233 hal.

James, G. 2004. Sugarcane Second Edition. Blackwell Publishing Company.


Inggris. 216 p.

Kuntohartono, T., D. Sasongko dan P. Tarmani. 1982. Penyebaran dan nilai


ekonomis gulma di tebu tegalan Jawa. Majalah Perusahaan Gula tahun
XVIII (1-2-3):94-101.

Kurniawan, Y. 1982. Masalah pencemaran air oleh limbah pabrik gula. Bulletin
Balai Penelitian Perusahaan Perkebunan Gula. Pasuruan Indonesia (90):
34 hal Maret.

LRPI. 2006. Bahan tanam tebu. Dalam Daftar produk


Lembaga Riset Perkebunan Indonesia. http:www.ipard.com. 4 Februari
2007.

Mulyadi, M. 2000. Kajian pemberian blotong dan terak baja pada tanah
Kandiudoxs Pelaihari dalam upaya memperbaiki sifat kimia tanah, serapan
N, Si, P dan S serta pertumbuhan tebu. Tesis. Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
28
Parinduri, S. 2005. Respon Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) terhadap
Pemberian Blotong yang Diperkaya dengan Bakteri Pelarut Fosfat dan
Azospirillum. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Rahmawati, I. 2007. Pengujian Beberapa Varietas Tebu (Saccharum officinarum


L.) Terhadap Cekaman Kekeringan. Skripsi. Program Studi Agronomi
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Sastrosumarjo, S. 1995. Sistem Tanah (Cropping System) pada Pertanian Lahan


Kering Berkelanjutan. Dies Natalis XXXII Institut Pertanian Bogor
Diskusi Pengembangan Teknologi Tepat Guna di Lahan Kering untuk
Mendukung Pertanian Berkelanjutan. Institut Pertanian Bogor.

Setiawan. K. 2006. Pengusahaan Tebu (Saccharum officinarum L.) di Pabrik Gula


Tjoekir PTPN X Surabaya dengan Aspek Khusus Pemberian Komos
Blotong pada Tanaman Pertama. Skripsi. Program Studi Agronomi
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor. 590 hal.

Suara Merdeka. 2005. Areal Tebu Sawah Makin Kurang.


www.suaramerdeka.com. 17 Februari 2007.

Sugiyarta, E. 2007. Perilaku Beberapa Tebu Varietas Unggul dan Varietas


Harapan. Gula Indonesia Vol. XXX (3): 30-34. Ikatan Ahli Gula
Indonesia. Pasuruan, Indonesia.

Suhadi, Sumojo dan Marsadi. 1988. Beberapa Masalah pada Tanah di Perkebunan
Tebu Lahan Kering di Luar Jawa dalam Prosiding Seminar Budidaya Tebu
Lahan Kering. P3GI. Pasuruan, Indonesia.

Suharno, DB. Novianto dan D. Syarifuddin. 1997. Pengaruh Pengolahan Tanah


dengan Pemberian Blotong Sulfitasi pada Hasil Panen. Berita (18): 21-23.

Sujianto, R. 2006. Program Akselerasi Gula Terhambat Pupuk. Members.bumn-


ri.com. 17 Februari 2007.

Tedjowahjono, S dan Y. Kurniawan. Masalah Pencemaran Lingkungan oleh


Limbah Pabrik Gula dan Cara Pengendaliannya. Majalah Perusahaan Gula
tahun XVIII (1-2-3): 56-64. Balai Penelitian Perusahaan Perkebunan Gula.
Pasuruan Indonesia.
29
Toharisman, A., Suhadi dan M. Mulyadi. 1991. Pemakaian Blotong untuk
Meningkatkan Kualitas Tebu di Lahan Kering. Pertemuan Teknis TT
I/1991. P3GI. Pasuruan dalam Mulyadi, M. 2000. Kajian Pemberian
Blotong dan Terak Baja pada Tanah Kandiudoxs Pelaihari dalam Upaya
Memperbaiki Sifat Kimia Tanah, Serapan N, Si, P dan S serta
Pertumbuhan Tebu. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Wargani, Supriyanto dan Samsuri. 1988. Pemanfaatan Limbah Pabrik Gula


sebagai Bahan Kompos dalam menunjang Peningkatan Produksi Tanaman
Tebu di Pabrik Gula Cintamanis dalam Prosiding Seminar Budidaya Tebu
Lahan Kering P3GI Pasuruan. Pasuruan.

.
LAMPIRAN
31
Utara

Ulangan I Ulangan II Ulangan III


V1B1 V2B5 V2B3 V1B1 V1B5 V2B3

V1B2 V2B4 V2B4 V1B3 V1B1 V2B5

V1B3 V2B2 V2B2 V1B5 V1B2 V2B4

V1B4 V2B1 V2B5 V1B4 V1B4 V2B2

V1B5 V2B3 V2B1 V1B2 V1B3 V2B1

Setiap petak diulang 3 kali, sehingga ada 90 tanaman.

Gambar 1. Denah Pot Percobaan

Keterangan:
V1= varietas PS 862
V2= varietas PS 864
B1= kompos blotong 0 ton/ha
B2= kompos blotong 5 ton/ha
B3= kompos blotong 7.5 ton/ha
B4= kompos blotong 10 ton/ha
B5= kompos blotong 12.5 ton/ha
32
Tabel 1. Sidik Ragam Tinggi Tanaman
Umur Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Hitung Pr > F
(MST) Keragaman Bebas Kuadrat Tengah
4 Ulangan 2 1132,63 566,314 6,17 0,0103
Varietas 1 1388,59 1388,588 15,12** 0,0013
Galat 1 2 487,987 243,993 2,66 0,1008
Blotong 4 590,316 147,579 1,61TN 0,2208
Varietas*Blotong 4 187,758 46,939 0,51TN 0,7284
Galat 2 16 1468,96 91,809
Umum 29 5256,24
Koefisien Keragaman 7.095
6 Ulangan 2 229,594 114,797 1,48 0,2574
Varietas 1 568,545 568,545 7,33* 0,0156
Galat 1 2 40,947 20,473 0,26 0,7714
Blotong 4 440,840 110,210 1,42 TN 0,2724
Varietas*Blotong 4 171,461 42,865 0,55TN 0,7002
Galat 2 16 1241,728 77,608
Umum 29 2693,116
Koefisien Keragaman 5.815
8 Ulangan 2 121,723 60,861 0,29 0,7485
Varietas 1 2845,366 2845,366 13,79** 0,0019
Galat 1 2 321,746 160,873 0,78 0,4752
Blotong 4 455,094 113,773 0,55 TN 0,7008
Varietas*Blotong 4 400,285 100,071 0,49TN 0,7466
Galat 2 16 3300,971 206,311
Umum 29 7445,185
Koefisien Keragaman 8.467
10 Ulangan 2 521,128 260,564 1,90 0,1813
Varietas 1 3232,332 3232,332 23,62** 0,0002
Galat 1 2 280,517 140,259 1,02 0,3813
Blotong 4 595,214 148,803 1,09 TN 0,3959
Varietas*Blotong 4 436,258 109,064 0,80TN 0,5445
Galat 2 16 2189,811 136,863
Umum 29 7255,260
Koefisien Keragaman 6.592
12 Ulangan 2 1967,548 983,774 9,06 0,0023
Varietas 1 653,977 653,977 6,02* 0,0260
Galat 1 2 505,412 252,706 2,33 0,1297
Blotong 4 558,519 139,629 1,29 TN 0,3169
Varietas*Blotong 4 229,737 57,434 0,53TN 0,7163
Galat 2 16 1737,590 108,599
Umum 29 5652,785
Koefisien Keragaman 5.266
33
Tabel 2. Sidik Ragam Jumlah Daun
Umur Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Hitung Pr > F
(MST) Keragaman Bebas Kuadrat Tengah
4 Ulangan 2 3,029 1,515 7,87 0,0042
Varietas 1 0,533 0,533 2,77TN 0,1155
Galat 1 2 1,667 0,834 4,33 0,0314
Blotong 4 0,481 0,120 0,62TN 0,652
Varietas*Blotong 4 0,615 0,154 0,80TN 0,5433
Galat 2 16 3,079 0,192
Umum 29 9,406
Koefisien Keragaman 10.672
6 Ulangan 2 0,274 0,137 1,41 0,2726
Varietas 1 0,237 0,237 2,44TN 0,1380
Galat 1 2 0,096 0,048 0,50 0,6186
Blotong 4 1,726 0,431 4,44* 0,0133
Varietas*Blotong 4 0,764 0,191 1,97TN 0,1485
Galat 2 16 1,555 0,097
Umum 29 4,652
Koefisien Keragaman 8.553
8 Ulangan 2 0,985 0,493 4,67 0,0253
Varietas 1 1,071 1,071 10,14** 0,0058
Galat 1 2 1,474 0,737 6,98 0,0066
Blotong 4 1,149 0,287 2,72TN 0,0667
Varietas*Blotong 4 0,541 0,135 1,28TN 0,3187
Galat 2 16 1,689 0,106
Umum 29 6,910
Koefisien Keragaman 8,730
10 Ulangan 2 0,466 0,233 2,52 0,1117
Varietas 1 0,447 0,447 4,84 0,0428
Galat 1 2 0,719 0,359 3,88 0,0422
Blotong 4 0,347 0,087 0,94 0,4661
Varietas*Blotong 4 0,569 0,142 1,54 0,2381
Galat 2 16 1,479 0,092
Umum 29 4,030
Koefisien Keragaman 9,810
12 Ulangan 2 2,319 1,159 3,99 0,0393
Varietas 1 0,033 0,033 0,11TN 0,7398
Galat 1 2 0,289 0,145 0,50 0,6172
Blotong 4 2,348 0,587 2,02TN 0,1401
Varietas*Blotong 4 2,244 0,561 1,93TN 0,1545
Galat 2 16 4,651 0,291
Umum 29 11,885
Koefisien Keragaman 13,.904
34
Tabel 3. Sidik Ragam Luas Daun
Umur Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Pr > F
(MST) Keragaman Bebas Kuadrat Tengah Hitung
2 Ulangan 2 1146,651 573,326 1,17 0,3360
Varietas 1 823,047 823,047 1,68TN 0,2137
Galat 1 2 2248,262 1124,131 2,29 0,1334
Blotong 4 2291,6821 572,921 1,17TN 0,3619
Varietas*Blotong 4 1488,190 372,047 0,76TN 0,5674
Galat 2 16 7851,318 490,707
Umum 29 15849,152
Koefisien Keragaman 18,55
4 Ulangan 2 14763,188 7381,594 10,03 0,0015
Varietas 1 99,590 99,590 0,14TN 0,7179
Galat 1 2 8828,266 4414,133 6,00 0,0144
Blotong 4 3158,455 789,613 1,07TN 0,4025
Varietas*Blotong 4 7940,532 1985,133 2,70* 0,0684
Galat 2 16 11780,616 736,288
Umum 29 46570,648
Koefisien Keragaman 12,098
6 Ulangan 2 2287,217 1143,608 1,26 0,3103
Varietas 1 721,411 721,411 0,79TN 0,3858
Galat 1 2 379,914 189,957 0,21 0,8133
Blotong 4 6474,616 1618,654 1,78TN 0,1815
Varietas*Blotong 4 2533,570 633,392 0,70TN 0,6045
Galat 2 16 14521,668 907,604
Umum 29 26918,398
Koefisien Keragaman 10,553
8 Ulangan 2 1369,493 684,746 0,20 0,8244
Varietas 1 14719,561 14719,561 4,20TN 0,0572
Galat 1 2 662,114 331,057 0,09 0,9104
Blotong 4 9435,540 2358,885 0,67TN 0,6202
Varietas*Blotong 4 10962,018 2740,504 0,78TN 0,5532
Galat 2 16 56069,481 3504,342
Umum 29 93218,208
Koefisien Keragaman 15,703
10 Ulangan 2 4780,157 2390,078 0,78 0,4741
Varietas 1 25489,731 25849,731 8,34* 0,0107
Galat 1 2 1803,819 901,909 0,30 0,7483
Blotong 4 18746,078 4686,519 1,53TN 0,2397
Varietas*Blotong 4 6250,048 1562,512 0,51TN 0,7283
Galat 2 16 48881,105 3055,069
Umum 29 105950,940
Koefisien Keragaman 12,699
35
12 Ulangan 2 56440,037 28220,018 5,31 0,0171
Varietas 1 26235,293 26235,293 4,93* 0,0411
Galat 1 2 11791,187 5895,593 1,11 0,3541
Blotong 4 14418,691 3604,672 0,68TN 0,6172
Varietas*Blotong 4 9008,860 2252,215 0,42TN 0,7894
Galat 2 16 85085,825 5317,864
Umum 29 202979,895
Koefisien Keragaman 11,901
36
Tabel 4. Sidik Ragam Jumlah Anakan, Diameter Batang, Bobot Kering Akar dan
Tajuk pada 12 MST
12 MST Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Hitung Pr > F
Keragaman Bebas Kuadrat Tengah
Jumlah Ulangan 2 2,601 1,300 2,70 0,0976
Anakan Varietas 1 32,035 32,035 66,53** 0,0001
Galat 1 2 2,067 1,033 2,15 0,1493
Blotong 4 5,519 1,379 2,87TN 0,0576
Varietas*Blotong 4 3,356 0,839 1,74TN 0,190
Galat 2 16 7,704 0,481
Umum 29 53,283
Koefisien Keragaman 46,26
Diameter Ulangan 2 0,025 0,012 2,95 0,0813
Batang Varietas 1 0,545 0,545 126,28** 0,0001
Galat 1 2 0,072 0,036 8,40 0,0032
Blotong 4 0,060 0,015 3,48* 0,0316
Varietas*Blotong 4 0,014 0,004 0,82TN 0,5296
Galat 2 16 0,069 0,004
Umum 29 0,786
Koefisien Keragaman 3,926
Bobot Ulangan 2 194,857 97,428 2,88 0,0857
Kering Varietas 1 466,236 466,236 13,76** 0,0019
Akar
Galat 1 2 29,658 14,829 0,44 0,6530
Blotong 4 45,106 11,276 0,33TN 0,8518
Varietas*Blotong 4 101,513 25,378 0,75TN 0,5729
Galat 2 16 542,067 33,879
Umum 29 1379,438
Koefisien Keragaman 16,.987
Bobot Ulangan 2 76,175 38,087 2,95 0,0809
Kering Varietas 1 9,258 9,258 0,72TN 0,4092
Tajuk
Galat 1 2 7,908 3,954 0,31 0,7401
Blotong 4 149,385 37,346 2,90TN 0,0558
Varietas*Blotong 4 106,490 26,622 2,07TN 0,1333
Galat 2 16 206,272 12,892
Umum 29 555,489
Koefisien Keragaman 8,300
37
Tabel 5. Sidik Ragam Sifat Tanah
Sifat Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Hitung Pr > F
Tanah Keragaman Bebas Kuadrat Tengah
C% Ulangan 1 0,0110 0,0110 0,56 0,4738
Varietas 1 0,0004 0,0004 0,02 TN 0,8891
Galat 1 1 0,0312 0,312 1,60 0,2420
Blotong 4 0,0073 0,0018 0,09 TN 0,9620
Varietas*Blotong 4 0,0983 0,0246 1,26 TN 0,3614
Galat 2 8 0,1564 0,0195
Umum 19 0,3047
Koefisien Keragaman 7,028
N% Ulangan 1 0 0 0,02 0,8826
Varietas 1 0 0 0,02 TN 0,8826
Galat 1 1 0,0011 0,0011 5,23 0,0515
Blotong 4 0,0015 0,0003 1,78 TN 0,2262
Varietas*Blotong 4 0,0003 0,0001 0,31 TN 0,8610
Galat 2 8 0,0017 0,0002
Umum 19 0,0046
Koefisien Keragaman 7,991
C/N Ulangan 1 0,800 0,800 0,68 0,4332
Varietas 1 0 0 0 TN 1,000
Galat 1 1 0,800 0,800 0,68 0,4332
Blotong 4 8,000 2,000 1,70 TN 0,2418
Varietas*Blotong 4 3,000 0,750 0,64 TN 0,6498
Galat 2 8 9,400 1,175
Umum 19 22,00
Koefisien Keragaman 9,854
P2O5 Ulangan 1 281,250 281,250 1,07 0,3308
(HCl Varietas 1 18,050 18,050 0,07 TN 0,7997
25%)
Galat 1 1 661,250 661,250 2,52 0,1511
Blotong 4 645,700 161,425 0,62 TN 0,6639
Varietas*Blotong 4 219.700 54,925 0,21 TN 0,9261
Galat 2 8 2099,000 262,375
Umum 19 3924,950
Koefisien Keragaman 6,195
K2O Ulangan 1 115,20 115,20 0,40 0,5464
(HCl Varietas 1 819,20 819,20 2,82 TN 0,1316
25%)
Galat 1 1 259,20 259,20 0,89 0,375
Blotong 4 879,30 219,825 0,76 TN 0,5812
Varietas*Blotong 4 2136,30 534,075 1,84 TN 0,2148
Galat 2 8 2323,60 290,450
Umum 19 6532,80
Koefisien Keragaman 21,738
38
Tabel 5. Sidik Ragam Sifat Tanah (lanjutan)
Sifat Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F Hitung Pr > F
Tanah Keragaman Bebas Kuadrat Tengah
Basa Ulangan 1 1,824 1,824 1,28 0,2913
Ca Varietas 1 2,563 2,563 1,79 TN 0,2173
Galat 1 1 0,229 0,229 0,16 0,6944
Blotong 4 2,368 0,592 0,41 TN 0,7942
Varietas*Blotong 4 4,984 1,246 0,87 TN 0,5208
Galat 2 8 11,433 1,429
Umum 19 23,403
Koefisien Keragaman 7,774
Basa Ulangan 1 0,0288 0,0288 2,43 0,1577
Mg Varietas 1 0,0080 0,0080 0,67 TN 0,4358
Galat 1 1 0,0003 0,0003 0,03 0,8737
Blotong 4 0,0199 0,0049 0,42 TN 0,7911
Varietas*Blotong 4 0,0359 0,0089 0,75 TN 0,5822
Galat 2 8 0,0951 0,0118
Umum 19 0,1881
Koefisien Keragaman 9,255
Basa Ulangan 1 0,0084 0,0084 0,25 0,6308
K Varietas 1 0,0732 0,0732 2,17 TN 0,1786
Galat 1 1 0,0140 0,0140 0,42 0,5365
Blotong 4 0,1038 0,0259 0,77 TN 0,5733
Varietas*Blotong 4 0,1655 0,0413 1,23 TN 0,3712
Galat 2 8 0,2694 0,0337
Umum 19 0,6345
Koefisien Keragaman 23,361
KTK Ulangan 1 1,3107 1,3107 1,37 0,2760
Varietas 1 1,8849 1,8849 1,97 TN 0,1985
Galat 1 1 0,9945 0,9945 1,04 0,3383
Blotong 4 3,4849 0,8712 0,91 TN 0,5030
Varietas*Blotong 4 4,3835 1,0958 1,14 TN 0,4026
Galat 2 8 7,6721 0,9590
Umum 19 19,7308
Koefisien Keragaman 5,483
KB% Ulangan 1 18,050 18,050 0,83 0,3881
Varietas 1 31,250 31,250 1,44 TN 0,2642
Galat 1 1 6,050 6,050 0,28 0,6116
Blotong 4 133,700 33,425 1,54 TN 0,2786
Varietas*Blotong 4 36,500 9,125 0,42 TN 0,7897
Galat 2 8 173,400 21,675
Umum 19 398,950
Koefisien Keragaman 4,898
39

Tabel 6. Kriteria Hasil Analisis Tanah (Pusat Penelitian Tanah, 1983)


Sifat tanah Sangat Rendah Sedang Tinggi Sangat
rendah tinggi
C organik (%) < 1,00 1,00-2,00 2,01-3,00 3,01-5,00 > 5,00
N total (%) < 0,10 0,10-0,20 0,21-0,50 0,51-0,75 > 0,75
C/N <5 5 10 11 15 16 - 25 > 25
P2O5 HCl 25 % (mg/100g) < 10 10 20 21 - 40 41 - 60 > 60
K2O HCl 25% (mg/100g) < 10 10 20 21 - 40 41 - 60 > 60
KTK (me/100g) <5 5 16 17 - 24 25 - 40 > 40
Kation K (me/100g) < 0,1 0,1 0,2 0,3 0,5 0,6 1,0 > 1,0
Kation Mg (me/100g) < 0,4 0,4 1,0 1,1 2,0 2,1 8,0 > 8,0
Kation Ca (me/100g) <2 2 5 6 - 10 11 - 20 > 20
Kejenuhan basa (%) < 20 20 - 35 36 - 50 51 - 70 > 70
Sangat Masam Agak Netral Agak Alkalis
masam masam alkalis
pH H2O < 4,5 4,5 5,5 5,6 6,5 6,6 7,5 7,6 8,5 > 8,5

Tabel 7. Hasil Analisis Tanah Awal


Sifat Tanah Nilai Kriteria*
pH (H2O) 6,4 Agak masam
C organik (%) 2,17 Sedang
N total (%) 0,17 Rendah
C/N 13 Sedang
P2O5 HCl 25 % (mg/100g) 288 Sangat tinggi
K2O HCl 25 % (mg/100g) 114 Sangat tinggi
Basa Ca (me/100g) 17,37 Tinggi
Basa Mg (me/100g) 3,87 Tinggi
Basa K (me/100g) 1,34 Sangat tinggi
KTK (me/100g) 22,82 Sedang
KB (%) >100 Sangat tinggi
Sumber: Hasil Analisis Tanah di Lab. Balai Penelitian Tanah, Bogor 2007
* Pusat Penelitian Tanah, 1983

Tabel 8. Hasil Analisis Tanah Inkubasi


Sifat Tanah Kompos Kompos Kompos Kompos
blotong blotong blotong blotong
5 ton/ha 7.5 ton/ha 10 ton/ha 12.5 ton/ha
pH (H2O) 6,3 6,4 6,4 6,2
C organik (%) 1,81 2,19 2,17 2,35
N total (%) 0,14 0,17 0,15 0,17
C/N 13 13 14 14
P2O5 HCl 25% (mg/100g) 278 311 364 349
K2O HCl 25% (mg/100g) 127 134 143 100
Basa Ca (me/100g) 14,84 16,51 17,6 16,54
Basa Mg (me/100g) 3,15 3,6 3,82 3,52
Basa K (me/100g) 1,72 1,8 1,94 1,31
KTK (me/100g) 24,15 24,51 25,47 25,03
KB (%) 83 91 93 87
Sumber: Hasil Analisis Tanah di Lab. Balai Penelitian Tanah Bogor, 2007.
40

Tabel 9. Varietas PS 862 dan PS 864


No Hal PS 862 PS 864
1 Dilepas oleh Menteri Tahun 1998 Tahun 2004
Kehutanan & Perkebunan
2 Nama sebelumnya PS 86-8504 PS 86-10029
3 Asal keturunan induk F 162 (polycross) PR 117 (polycross)
4 Tipe kemasakan Awal-tengah Tengah-lambat
5 Kadar sabut (Sugiyarta, 2007 Sekitar 14% 14-15%
6 Kisaran produksi tebu di 1027-1505 ku/ha, 6,22- 389-1332 ku/ha, 8,65-
lahan sawah, rendemen 12,01 % 12,85 %
(www.ipard.com)
7 Kisaran produksi tebu di 563-1003 % ku/ha, 260-1794 ku/ha, 5,92-
lahan tegalan, rendemen 6,00-11,32% 12,89%
(www.ipard.com)
41

Gambar 2. Tebu Umur 4 MST

Gambar 3. Tebu Varietas PS 862 (10 MST) Gambar 4. Tebu Varietas PS 864 (10 MST)

Gambar 5. Tebu Umur 10 MST

Anda mungkin juga menyukai