Anda di halaman 1dari 23

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Depresi merupakan suatu gangguan mood. Mood adalah suasana

perasaan yang meresap dan menetap yang dialami secara internal dan yang

mempengaruhi perilaku seseorang dan persepsinya terhadap dunia (Sadock &

Sadock, 2007).

Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan

kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga

hilangnya kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai

realitas (Reality Testing Ability, masih baik), kepribadian tetap utuh atau tidak

mengalami keretakan kepribadian (Splitting of personality), prilaku dapat

terganggu tetapi dalam batas-batas normal (Hawari Dadang, 2001).

Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan

komponen psikologis seperti rasa sedih, susah, merasa tidak berguna, gagal,

putus asa dan penyesalan atau berbentuk penarikan diri, kegelisahan atau

agitasi (Wahyulingsih dan Sukamto, 2004).

Depresi adalah suatu bentuk gangguan suasana hati yang mempengaruhi

kepribadian seseorang. Depresi juga merupakan perasaan sinonim dengan

perasaan sedih, murung, kesal, tidak bahagia dan menderita. Individu

umumnya menggunakan istilah depresi untuk merujuk pada keadaan atau

suasana yang melibatkan kesedihan, rasa kesal, tidak mempunyai harga diri,

dan tidak bertenaga. (Suryantha Chandra, 2002:8)

1
2.2 Etiologi

Etiologi diajukan para ahli mengenai depresi pada usia lanjut (Damping,

2003) adalah:

1. Polifarmasi

Terdapat beberapa golongan obat yang dapat menimbulkan depresi,

antara lain: analgetika, obat anti-inflamasi nonsteroid, antihipertensi,

antipsikotik, antikanker, ansiolitika, dan lain-lain.

2. Kondisi medis umum

Beberapa kondisi medis umum yang berhubungan dengan depresi adalah

gangguan endokrin, neoplasma, gangguan neurologis, dan lain- lain.

3. Para ahli sepakat bahwa faktor genetik berperan pada depresi lansia.

Pada beberapa penelitian juga ditemukan adanya perubahan

neurotransmiter pada depresi lansia, seperti menurunnya konsentrasi

serotonin, norepinefrin, dopamin, asetilkolin, serta meningkatnya

konsentrasi monoamin oksidase otak akibat proses penuaan. Atrofi

otak juga diperkirakan berperan pada depresi lansia.

4. Teori psikodinamik

Elaborasi Freud pada teori Karl Abraham tentang proses berkabung

menghasilkan pendapat bahwa hilangnya objek cinta diintrojeksikan ke

dalam individu tersebut sehingga menyatu atau merupakan bagian dari

individu itu. Kemarahan terhadap objek yang hilang tersebut ditujukan

kepada diri sendiri. Akibatnya terjadi perasaan bersalah atau

menyalahkan diri sendiri, merasa diri tidak berguna, dan sebagainya.

2
5. Teori kognitif dan perilaku

Konsep Seligman tentang learned helplessness menyatakan bahwa

terdapat hubungan antara kehilangan yang tidak dapat dihindari akibat

proses penuaan seperti keadaan tubuh, fungsi seksual, dan sebagainya

dengan sensasi passive helplessness pada pasien usia lanjut. Salah satu

teori psikologis tentang terjadinya gangguan depresif adalah terjadinya

distorsi kognitif. Dalam hal ini berkaitan dengan bagaimana interpretasi

seseorang terhadap peristiwa-peristiwa kehidupan yang dialaminya.

6. Teori psikoedukatif

Hal-hal yang dipelajari atau diamati individu pada orang tua usia lanjut

misalnya ketidakberdayaan mereka, pengisolasian oleh keluarga,

tiadanya sanak saudara ataupun perubahan-perubahan fisik yang

diakibatkan oleh proses penuaan dapat memicu terjadinya depresi pada

usia lanjut.

7. Dukungan sosial yang buruk dan kegiatan religius yang kurang

dihubungkan dengan terjadinya depresi pada lansia. Suatu penelitian

komunitas di Hongkong menunjukkan hubungan antara dukungan

sosial yang buruk dengan depresi. Kegiatan religius dihubungkan

dengan depresi yang lebih rendah pada lansia di Eropa. “Religious

coping” berhubungan dengan kesehatan emosional dan fisik yang lebih

baik. “Religious coping” berhubungan dengan berkurangnya gejala-

gejala depresif tertentu, yaitu kehilangan ketertarikan, perasaan tidak

3
berguna, penarikan diri dari interaksi sosial, kehilangan harapan, dan

gejala-gejala kognitif lain pada depresi (Blazer, 2003).

2.3 Gambaran Klinik

Individu dengan depresi juga harus mengalami paling sedikit empat

gejala tambahan yang ditarik dari suatu daftar yang meliputi perubahan-

perubahan dalam nafsu makan atau berat badan, tidur, dan aktivitas

psikomotorik; energi yang berkurang; perasaan tidak berharga atau bersalah;

kesulitan dalam berpikir, berkonsentrasi, atau membuat keputusan; atau

pemikiran-pemikiran berulang tentang kematian atau pemikiran, rencana-

rencana, atau usaha untuk bunuh diri (American Psychiatric Association).

Dalam Gallo & Gonzales (2001) disebutkan gejala-gejala depresi lain

pada lanjut usia:

1. Kecemasan dan kekhawatiran

2. Keputusasan dan keadaan tidak berdaya

3. Masalah-masalah somatik yang tidak dapat dijelaskan

4. Iritabilitas

5. Kepatuhan yang rendah terhadap terapi medis atau diet

6. Psikosis

Manifestasi depresi pada lansia berbeda dengan depresi pada pasien

yang lebih muda. Gejala-gejala depresi sering berbaur dengan keluhan

somatik. Keluhan somatik cenderung lebih dominan dibandingkan dengan

mood depresi. Gejala fisik yang dapat menyertai depresi dapat bermacam-

4
macam seperti sakit kepala, berdebar-debar, sakit pinggang, gangguan

gastrointestinal dan sebagainya.

Sedangkan menurut Greg Wilkinson, tanda dan gejala depresi terbagi

atas:

1. Suasana Hati

1) Sedih

2) Kecewa

3) Murung

4) Putus Asa

5) Rasa cemas dan tegang

6) Menangis

7) Perubahan suasana hati

8) Mudah tersinggung

2. Fisik

1) Merasa kondisi menurun, lelah

2) Pegal-pegal

3) Sakit

4) Kehilangan nafsu makan

5) Kehilangan berat badan

6) Gangguan tidur

7) Tidak bisa bersantai

8) Berdebar-debar dan berkeringat

9) Agitasi

5
10) Konstipasi.

2.4 Tingkatan Depresi pada Lansia

Menurut Depkes RI tahun 2001 tingkatan depresi yaitu:

1. Depresi ringan

2. Suasana perasaan yang depresif, Kehilangan minat, kesenangan dan

mudah lelah, konsentrasi dan perhatian kurang, harga diri dan

kepercayaan diri kurang, perasaan salah dan tidak berguna, pandangan

masa depan yang suram, gagasan dan perbuatan yang membahayakan

diri, tidak terganggu dan nafsu makan kurang.

3. Depresi Sedang

4. Kesulitan nyata mengikuti kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah

tangga

5. Depresi berat tanpa gejala manik

6. Biasanya Gelisah, kehilangan harga diri dan perasaan tidak berguna,

keinginan bunuh diri

Gangguan depresi dibedakan dalam depresi ringan, sedang dan berat

sesuai dengan banyak dan beratnya gejala serta dampaknya terhadap fungsi

kehidupan seseorang. Menurut ICD 10, pada gangguan depresi ada 3 gejala

utama yaitu:

1. Mood terdepresi (suasana perasaan hati murung/sedih),

2. Hilang minat atau gairah,

3. Hilang tenaga dan mudah lelah, yang disertai dengan gejala lain seperti:

1) Konsentrasi menurun,

6
2) Harga diri menurun,

3) Perasaan bersalah,

4) Pesimis memandang masa depan,

5) Ide bunuh diri atau menyakiti diri sendiri,

6) Pola tidur berubah,

7) Nafsu makan menurun.

Tabel 2.1Pedoman Berat Ringannya Depresi

Depresi Gejala Utama Gejala lain Fungsi Keterangan

Ringan 2 2 Baik Distress +

Sedang 2 3 atau 4 Tergang Berlangsung

gu minimal 2

minggu

Berat 3 4 Tergang Intensitas

gu berat gejala sangat

berat

Sumber: Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2000

2.5 Dampak Depresi Pada Lansia

Pada usia lanjut depresi yang berdiri sendiri maupun yang bersamaan

dengan penyakit lain hendaknya ditangani dengan sungguh-sungguh karena

bila tidak diobati dapat memperburuk perjalanan penyakit dan memperburuk

prognosis.

Pada depresi dapat dijumpai hal-hal seperti dibawah ini (Mudjaddid,

2003):

7
1. Depresi dapat meningkatkan angka kematian pada pasien dengan

penyakit kardiovaskuler.

2. Pada depresi timbul ketidakseimbangan hormonal yang dapat

memperburuk penyakit kardiovaskular. (Misal: peningkatan hormon

adrenokortikotropin akan meningkatkan kadar kortisol).

3. Metabolisme serotonin yang terganggu pada depresi akan menimbulkan

efek trombogenesis.

4. Perubahan suasana hati (mood) berhubungan dengan gangguan respons

imunitas termasuk perubahan fungsi limfosit dan penurunan jumlah

limfosit.

5. Pada depresi berat terdapat penurunan aktivitas sel natural killer.

6. Pasien depresi menunjukkan kepatuhan yang buruk pada program

pengobatan maupun rehabilitasi.

Depresi pada lansia yang tidak ditangani dapat berlangsung bertahun-

tahun dan dihubungkan dengan kualitas hidup yang jelek, kesulitan dalam

fungsi sosial dan fisik, kepatuhan yang jelek terhadap terapi, dan

meningkatnya morbiditas dan mortalitas akibat bunuh diri dan penyebab

lainnya (Unützer, 2007). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa depresi

pada lansia menyebabkan peningkatan penggunaan rumah sakit dan

outpatient medical services (Blazer, 2003).

2.6 Skala Pengukuran Depresi Pada Lanjut Usia

Depresi dapat mempengaruhi perilaku dan aktivitas seseorang terhadap

lingkungannya. Gejala depresi pada lansia diukur menurut tingkatan sesuai

8
dengan gejala yang termanifestasi. Jika dicurigai terjadi depresi, harus

dilakukan pengkajian dengan alat pengkajian yang terstandarisasi dan dapat

dipercayai serta valid dan memang dirancang untuk diujikan kepada lansia.

Salah satu yang paling mudah digunakan untuk diinterprestasikan diberbagai

tempat, baik oleh peneliti maupun praktisi klinis adalah Geriatric Depression

Scale (GDS). Alat ini diperkenalkan oleh Yesavage pada tahun 1983 dengan

indikasi utama pada lanjut usia, dan memiliki keunggulan mudah digunakan

dan tidak memerlukan keterampilan khusus dari pengguna. Instrument GDS

ini memiliki sensitivitas 84 % dan specificity 95 %. Tes reliabilitas alat ini

correlates significantly of 0,85 (Burns, 1999). Alat ini terdiri dari 30 poin

pertanyaan dibuat sebagai alat penapisan depresi pada lansia. GDS

menggunakan format laporan sederhana yang diisi sendiri dengan menjawab

“ya” atau “tidak” setiap pertanyaan, yang memrlukan waktu sekitar 5-10

menit untuk menyelesaikannya. GDS merupakan alat psikomotorik dan tidak

mencakup hal-hal somatik yang tidak berhubungan dengan pengukuran mood

lainnya. Skor 0-10 menunjukkan tidak ada depresi, nilai 11-20 menunjukkan

depresi ringan dan skor 21-30 termasuk depresi sedang/berat yang

membutuhkan rujukan guna mendapatkan evaluasi psikiatrik terhadap depresi

secara lebih rinci, karena GDS hanya merupakan alat penapisan.

9
2.7 Penatalaksanaan Depresi Pada usia Lanjut

1. Terapi fisik

1) Obat

Secara umum, semua obat antidepresan sama efektivitasnya.

Pemilihan jenis antidepresan ditentukan oleh pengalaman klinikus

dan pengenalan terhadap berbagai jenis antidepresan. Biasanya

pengobatan dimulai dengan dosis separuh dosis dewasa, lalu

dinaikkan perlahan-lahan sampai ada perbaikan gejala.

2) Terapi Elektrokonvulsif (ECT)

Untuk pasien depresi yang tidak bisa makan dan minum, berniat

bunuh diri atau retardasi hebat maka ECT merupakan pilihan terapi

yang efektif dan aman. ECT diberikan 1- 2 kali seminggu pada

pasien rawat nginap, unilateral untuk mengurangi confusion/memory

problem. Terapi ECT diberikan sampai ada perbaikan mood (sekitar

5 - 10 kali), dilanjutkan dengan anti depresan untuk mencegah

kekambuhan.

2. Terapi Psikologik

1) Psikoterapi

Psikoterapi individual maupun kelompok paling efektif jika

dilakukan bersama-sama dengan pemberian antidepresan. Baik

pendekatan psikodinamik maupun kognitif behavior sama

keberhasilannya. Meskipun mekanisme psikoterapi tidak sepenuhnya

dimengerti, namun kecocokan antara pasien dan terapis dalam proses

10
terapeutik akan meredakan gejala dan membuat pasien lebih

nyaman, lebih mampu mengatasi persoalannya serta lebih percaya

diri.

2) Terapi kognitif

Terapi kognitif - perilaku bertujuan mengubah pola pikir pasien yang

selalu negatif (persepsi diri, masa depan, dunia, diri tak berguna, tak

mampu dan sebagainya) ke arah pola pikir yang netral atau positif.

Ternyata pasien usia lanjut dengan depresi dapat menerima metode

ini meskipun penjelasan harus diberikan secara singkat dan terfokus.

Melalui latihan-latihan, tugas-tugas dan aktivitas tertentu terapi

kognitif bertujuan merubah perilaku dan pola pikir.

3) Terapi keluarga

Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan penyakit

depresi, sehingga dukungan terhadap keluarga pasien sangat penting.

Proses penuaan mengubah dinamika keluarga, ada perubahan posisi

dari dominan menjadi dependen pada orang usia lanjut. Tujuan

terapi terhadap keluarga pasien yang depresi adalah untuk

meredakan perasaan frustasi dan putus asa, mengubah dan

memperbaiki sikap/struktur dalam keluarga yang menghambat

proses penyembuhan pasien.

4) Penanganan Ansietas (Relaksasi)

Teknik yang umum dipergunakan adalah program relaksasi progresif

baik secara langsung dengan instruktur (psikolog atau terapis

11
okupasional) atau melalui tape recorder. Teknik ini dapat dilakukan

dalam praktek umum sehari-hari. Untuk menguasai teknik ini

diperlukan kursus singkat terapi relaksasi.

Penanganan depresi dapat dilakukan pada lansia itu sendiri, keluarga

lansia dan masyarakat, yaitu:

1. Diri Sendiri (Lansia)

1) Berfikir positif

2) Terbuka bila ada masalah

3) Menerima kondiri apa adanya

4) Ikut Kegiatan pengajian

5) Tidur yang cukup

6) Olahraga teratur

7) Optimis

8) Rajin beribadah

9) Latihan relaksasi

10) Ikut beraktivitas dan bekerja sesuai kemampuan

2. Keluarga

1) Dukung lansia tetap berkomunikasi

2) Ajak lansia berdiskuasi setiap minggu sekali

3) Mendengarkan keluahan lansia

4) Berikan bantuan ekonomi

5) Dukung kegiatan lansia

6) Ikut serta anak dan cucu merawat lansia

12
7) Memberikan kesempatan lansia beraktivitas sesuai dengan

kemampuan

3. Masyarakat

1) Sediakan sarana posbindu untuk pelayanan kesehatan lansia

2) Siapkan tempat dan waktu latihan aktivitas lansia

3) Support group.

13
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

3.1.1 Biodata

1) Identitas diri klien

2) Struktur keluarga : Genoogram

3) Riwayat Keluarga

4) Riwayat Penyakit Klien

3.1.2 Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fisik untuk adanya tanda dan

gejala karakteristik yang berkaitan dengan gangguan tertentu yang

didiagnosis :

1) Kaji adanya depresi.

2) Singkirkan kemungkinan adanya depresi dengan scrining yang

tepat, seperti geriatric depresion scale.

3) Ajukan pertanyaan-pertanyaan pengkajian keperawatan

4) Wawancarai klien, pemberi asuhan atau keluarga.

3.1.3 Lakukan observasi langsung terhadap:

1) Perilaku.

a. Bagaimana kemampuan klien mengurus diri sendiri dan

melakukan aktivitas hidup sehari-hari?

b. Apakah klien menunjukkan perilaku yang tidak dapat diterima

secara sosial?

c. Apakah klien sering mengluyur danmondar-mandir?

14
d. Apakah klien menunjukkan sundown sindrom atau

perseveration phenomena?

2) Afek

a. Apakah kilen menunjukkan ansietas?

b. Labilitas emosi?

c. Depresi atauapatis?

d. lritabilitas?

e. Curiga?

f. Tidak berdaya?

g. Frustasi?

3) Respon kognitif

a. Bagaimana tingakat orientasi klien?

b. Apakah klien mengalamikehilangan ingatan tentang hal-hal

yang baru saja atau yang sudah lama terjadi?

c. Sulit mengatasi masalah, mengorganisasikan atau meng-

abstrakan?

d. Kurang mampu membuat penilaian?

e. Terbukti mengalami afasia, agnosia atau apraksia?

3.1.4 Luangkan waktu bersama pemberi asuhan atau keluarga

1) Identifikasi pemberian asuhan primer dan tentukan berapa lama ia

sudah menjadi pemberi asuhan dikeluarga tersebut.

2) Identifikasi sistem pendukung yang ada bagi pemberi asuhan dan

anggota keluarga yang lain.

15
3) Identifikasi pengetahuan dasar tentang perawatan klien dan sumber

daya komunitas (catat hal-hal yang perlu diajarkan).

4) Identifikasi sistem pendukung spiritual bagi keluarga.

5) Identilikasi kekhawatiran tertentu tentang klien dan kekhawatiran

pemberiasuhan tentang dirinya sendiri.

3.2 Mengkaji Klien Lansia Dengan Depresi

3.2.1 Membina hubungan saling percaya dengan klien lansia

Untuk melakukan pengkajian pada lansiadengan depresi, pertama-tama

saudara harus membina hubungan saling percaya dengan pasien lansia.

Untuk dapat membina hubngan saling percaya, dapat dilakukan hal-hal

sebagai berikut:

1) Selalu mengucapkan salam kepada pasien seperti: selamat

pagi/siang/sore/malam atau sesuai dengan konteks agama pasien.

2) Perkenalkan nama saudara (nama panggilan) saudara, termasuk

menyampaikan bahwa saudara adalah perawat yang akan merawat

pasien.

3) Tanyakan pula nama pasien dan nama panggilan kesukaannya.

4) Jelaskan tujuan saudara merawat pasien dan aktivitas yang akan

dilakukan.

5) Jelaskan pula kapan aktivitas akan dilaksanakan dan berapa lama

aktivitas tersebut.

16
6) empati dengan cara:

a. Duduk bersama klien, melakukan kontak mata, beri sentuhan

dan menunjukkan perhatian

b. Bicara lambat, sederhana dan beri waktu klien untuk berpikir

dan menjawab

c. Perawat mempunyai harapan bahwa klien akan lebih baik

d. Bersikap hangat, sederhana akan mengekspresikan pengharapan

pada klien.

3.2.2 Mengkaji pasien lansia dengan depresi

Untuk mengkaji pasien lansia dengan depresi, saudara dapat

menggunakan tehnik mengobservasi prilaku pasien dan wawancara

langsung kepada pasien dan keluarganya. Observasi yang saudara

lakukan terutama untuk mengkaji data objektif depresi. Ketika

mengobservasi prilaku pasien untuk tanda-tanda seperti:

1) Penampilan tidak rapi, kusut dan dandanan tidak rapi, kulit kotor

(kebersihan diri kurang)

2) Interaksi selama wawancara: kontak mata kurang, tampak sedih,

murung, lesu, lemah, komunikasi lambat/tidak mau berkomunikasi.

Berikut ini adalah aspek psikososial yang perlu dikaji oleh perawat

yaitu apakah lansia mengalami kebingungan, kecemasan, menunjukkan

afek yang labil, datar atau tidak sesuai, apakah lansia mempunyai ide

untuk bunuh diri.

17
Bila data tersebut saudara peroleh, data subjektif didapatkan melalui

wawancara dengan menggunakan skala depresi pada lansia (Depresion

Geriatric Scale).

3.3 Klasifikasi Data

3.3.1 Data Subjektif

1) Lansia Tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas berbicara.

2) Sering mengemukakan keluhan somatik seperti: nyeri abdomen dan

dada, anoreksia, sakit punggung, pusing.

3) Merasa dirinya sudah tidak berguna lagi, tidak berarti, tidak ada

tujuan hidup, merasa putus asa dan cenderung bunuh diri.

4) Pasien mudah tersinggung dan ketidakmampuan untuk konsentrasi.

3.3.2 Data Objektif

1) Gerakan tubuh yang terhambat, tubuh yang melengkung dan bila

duduk dengan sikap yang merosot.

2) Ekspresi wajah murung, gaya jalan yang lambat dengan langkah

yang diseret.

3) Kadang-kadang dapat terjadi stupor.

4) Pasien tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur dan

sering menangis.

5) Proses berpikir terlambat, seolah-olah pikirannya kosong,

konsentrasi terganggu, tidak mempunyai minat, tidak dapat

berpikir, tidak mempunyai daya khayal.

18
Pada pasien psikosa depresif terdapat perasaan bersalah yang

mendalam, tidak masuk akal (irasional), waham dosa, depersonalisasi

dan halusinasi. Kadang-kadang pasien suka menunjukkan sikap

bermusuhan (hostility), mudah tersinggung (irritable) dan tidak suka

diganggu. Pada pasien depresi juga mengalami kebersihan diri kurang

dan keterbelakangan psikomotor.

3.4 Diagnosa Keperawatan

1) Resiko mencederai diri berhubungan dengan depresi.

2) Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping

maladaptif.

3.5 Rencana Tindakan Keperawatan

1) Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptif

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam lansia

merasa tidak stres dan depresi.

Kriteria Hasil:

a. Klien dapat meningkatkan harga diri

b. Klien dapat menggunakan dukungan sosial

c. Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat

No Intervensi Rasional
1 Bantu untuk memahami bahwa klien dapat Membangun motivasi pada
mengatasi keputusasaannya. lansia
2 Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal Individu lebih percaya diri
individu
3 Bantu mengidentifikasi sumber-sumber Menumbuhkan semangat

19
harapan (misal: hubungan antar sesama, hidup lansia
keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan). Klien dapat menggunakan
dukungan sosial
4 Kaji dan manfaatkan sumber-sumber Lansia tidak merasa sendiri
ekstemal individu (orang-orang terdekat, tim
pelayanan kesehatan, kelompok pendukung,
agama yang dianut).
5 Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, Meningkatkan nilai spiritual
pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan, lansia
kepercayaan agama).
6 Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal: Untuk menangani klien
konseling pemuka agama). secara cepat dan tepat
7 Diskusikan tentang obat (nama, dosis, Klien dapat menggunakan
frekuensi, efek dan efek samping minum obat dengan benar dan tepat
obat). Untuk memberi
pemahaman kepada lansia
tentang obat
8 Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 Prinsip 5 benar dapat
benar (benar pasien, obat, dosis, cara, memaksimalkan fungsi obat
waktu). secara efektif
9 Anjurkan membicarakan efek dan efek Menambah pengetahuan
samping yang dirasakan. lansia tentang efek-efek
samping obat.
10 Beri reinforcement positif bila menggunakan Lansia merasa dirinya lebih
obat dengan benar. berharga

2) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

pemasukan yang tidak adekuat akibat penurunan nafsu makan

Tujuan: Tidak ada gangguan kebutuhan nutrisi pada klien

20
Kriteria hasil:

a. Nafsu makan meningkat

b. Tidak ada mual dan muntah

No Intervensi Rasional
1 Observasi porsi makanan yang telah di Mengkaji intake makanan
habiskan. yang telah di habiskan.
2 Anjurkan makanan sedikit-sedikit tapi sering Menghindari mual dan
muntah
3 Berikan makanan selagi hangat Memberikan makanan
hangat dan lunak tidak
menyebabkan mual dan
muntah.
4 Hindari makanan pantangan bagi klien. Menghindari komplikasi
penyakit
5 Kolaborasi dengan dokter dengan pemberian Menghilangkan atau
terapi mengurangi keluhan pasien

21
BAB IV

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Pada lanjut usia (lansia) yang kurang mempersiapkan diri dalam

menghadapi kematian serta perubahan fisik, psikologis, dan sosial sebagai

akibat masa tuanya, sangat mungkin timbul gangguan jiwa yaitu depresi. Hal

ini bisa dikarenakan kurangnya pemahaman agama dalam kehidupan.

Gangguan depresif merupakan suasana alam perasaan yang utama bagi

orang usia lanjut dengan penyakit fisik kronik dan kerusakan fungsi kognitif

yang disebabkan oleh adanya penderitaan, disabilitas, perhatian keluarga

yang kurang serta bertambah buruknya penyakit fisik yang banyak

dialaminya.

Selain itu proses-proses sehubungan dengan ketuaan dan penyakit fisik

yang dialaminya akan mempengaruhi jalur frontostriatal, amygdala serta

hypocampus, dan meningkatkan kerentanan untuk terjadinya gangguan

depresif. Begitu pula faktor herediter bisa juga berperan sebagian.

Adanya musibah yang bersifat psikososial seperti kemiskinan, isolasi

sosial, dan lain-lain akan mengundang untuk suatu perubahan fisiologis yang

selanjutnya akan meningkatkan kerentanan untuk mengalami depresi atau

untuk mencetuskan kondisi depresi pada orang usia lanjut yang rentan akan

hal tersebut

22
DAFTAR PUSTAKA

Nuzulul Wahyudi. Askep Kritikal Pada Lansia Pada Kasus Depresi. Sabtu, 02

November 2013 http://nuzulwahyudi10.blogspot.com,

Elvy Hadaming. Askep Lansia Dengan Masalah Psikologis. Rabu, 23 April 2014

http://evyhadaming.blogspot.com

Desi Artika. Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Gangguan Psikologi Dan

Psikososial. Selasa, 23 April 2013 http://desiartikaratnasary.blogspot.com

Diakses pada tanggal 17 Oktober 2015

23

Anda mungkin juga menyukai