Anda di halaman 1dari 24

PANDUAN

PELAYANAN SEDASI MODERAT DAN DALAM

RUMAH SAKIT ALMAH

BELITUNG

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmatNya
Panduan Pelayanan Sedasi Moderat dan Dalam di Rumah Sakit dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.

Pelayanan bedah dan anestesi di rumah sakit merupakan salah satu bagian dari
pelayanan kesehatan yang berkembang dengan cepat seiring dengan peningkatan ilmu
pengetahuan dan tehnologi dibidang kesehatan.

Penggunaan anestesi, sedasi, dan intervensi bedah adalah proses yang umum dan
merupakan prosedur yang kompleks di rumah sakit. Tindakan – tindakan ini membutuhkan
asesmen pasien yang lengkap dan komprehensif, perencanaan asuhan yang terintegrasi,
monitoring pasien yang berkesinambungan dan kriteria transfer untuk pelayanan
berkelanjutan, rehabilitasi, akhirnya transfer maupun pemulangan pasien.

Oleh karena itu diperlukan panduan sedasi untuk memberikan acuan dalam
pengelolaan dan pelayanan sedasi, anestesi di rumah sakit. Panduan ini akan di evaluasi secara
berkala dan akan diperbaiki bila ditemukan hal-hal yang dianggap sudah tidak sesuai dengan
kondisi yang sebenarnya.

Tersusunnya panduan ini merupakan kerjasama antara Departemen Kesehatan RI


dengan pakar dari profesi terkait, rumah sakit serta dukungan dari berbagai pihak.

Untuk itu penyusun ucapkan terima kasih.

Tanjungpandan , maret 2019

Tim Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Jumlah prosedur non invasif dan invasif minimal di lakukan di luar ruang operasi
telah berkembang pesat selama beberapa dekade. Sedasi dan analgesia atau keduanya
mungkin diperlukan untuk banyak prosedur intervensi dan diagnostik. Perawatan individual
penting ketika menentukan apakah pasien membutuhkan sedasi analgesia prosedural
(PSA). Pasien mungkin perlu obat anti kecemasan, obat nyeri, imobilisasi.Manajemen
sedasi dapat berkisar dari sedasi minimal, sejauh anestesi minimal.
Berbagai prosedur yang memerlukan sedasi prosedural dilayani lebih baik dengan
mempertimbangkan tujuan sedasi prosedural dan menentukan apakah pasien tertentu
memerlukan intervensi farmakologis untuk memenuhi tujuan selama prosedur.

II. Tujuan
1. Tujuan Umum
Sebagai acuan untuk pemberian sedasi untuk pasien yang akan menjalani prosedur di
IGD, radiologi, kedokteran gigi.
2. Tujuan Khusus
Ada beberapa tujuan daripada sedasi :

a. Keselamatan pasien
b. Meminimalkan rasa sakit dan kecemasan terkait dengan prosedur
c. Meminimalkan gerakan pasien selama prosedur
d. Memaksimalkan kemungkinan keberhasilan dari prosedur dan pasien kembali sadar
secepat mungkin

Indikasi untuk sedasi prosedural dapat bervariasi dari pasien ke pasien berdasarkan
tingkat kecemasan dan rasa sakit yang terkait dengan prosedur.Perawatan individual
penting ketika menentukan apakah pasien membutuhkan sedasi prosedural.Pasien
mungkin perlu obat anti kecemasan, obat nyeri, imobilisasi.
Tingkatan sedasi dari ringan sampai dalam :
a. Sedasi Minimal (anxiolysis).
Dalam keadaan ini pasien dapat merespon perintah verbal dan mungkin memiliki
beberapa gangguan kognitif, tetapi tidak ada efek pada status.
b. Sedasi Moderat.
Ada depresi kesadaran, tetapi pasien dalam keadaan ini dapat merespons dengan
tepat perintah verbal, baik sendiri atau bersama dengan stimulasi taktil cahaya.
Pasien mampu mempertahankan jalan nafas secara independen, ventilasi yang
cukup dan fungsi jantung biasanya terpengaruh oleh obat .
c. Sedasi Dalam.
Pasien pada kondisi ini tidak mudah terbangun, tetapi merespon dengan sengaja
(tidak hanya menarik) setelah stimulasi berulang atau menyakitkan. Pasien mungkin
memerlukan bantuan menjaga jalan nafas dan ventilasi yang cukup, tetapi status
kardiovaskuler normal dipertahankan selama dilakukan tindakan anestesi.

SEDASI
RINGAN/ SEDASI SEDASI ANESTESI
TINGKATAN
MINIMAL SEDANG BERAT/DALAM UMUM
(ANXIOLYSIS )
Tidak sadar,
Merespons Merespons setelah
Respons normal meskipun
terhadap diberikan stimulus
RESPONS terhadap stimulasi dengan
stimulus berulang/stimulus
verbal stimulus
sentuhan nyeri
nyeri
Sering
Tidak perlu Mungkin perlu
JALAN NAPAS Tidak terpengaruh memerlukan
intervensi intervensi
intervensi
VENTILASI Dapat tidak Sering tidak
Tidak terpengaruh Adekuat
SPONTAN adekuat adekuat
Biasanya
Biasanya dapat
FUNGSI dapat Dapat
Tidak terpengaruh dipertahankan
KARDIOVASKULER dipertahankan terganggu
dengan baik
dengan baik
III. Pengertian
Sedasi adalah anestesi mana obat diberikan untuk menenangkan pasien dalam suatu
periode yang dapat membuat pasien cemas, tidak nyaman, atau gelisah. Seringkali
diberikan kepada pasien segera sebelum pembedahan atau selama prosedur medis tidak
nyaman.Sedasi menggunakan obat-obatan sedatif.
Sedasi adalah tehnik di mana satu atau lebih obat yang digunakan untuk menekan
sistem saraf pusat dari pasien sehingga mengurangi kesadaran pasien untuk lingungannya.
Sedasi adalah penggunaan obat untuk menghasilkan keadaan depresion dari
sistemsaraf pusat sehingga memungkinkan untuk dilakukan tindakan. Selama tindakan,
kontak verbal dengan pasien harus tetap terjaga.Berdasarkan definisi ini, maka setiap
kehilangan kesadaran yang berhubungan dengan teknik yang dilakukan dapat
didefinisikan sebagai anestesi umum. Selama sedasi, diharapkanpasien dapat dipertahankan
jalan napas dan refleks protektif. Telah disarankan suatu konsep ‘sedasi dalam’, akan tetapi
definisi terhadap hal ini belum jelas.
Kebanyakan prosedur, yang dilakukan pada orang dewasa dalam keadaan sadar,
tetapi pada anak memerlukan anestesi umum terutama jika prosedur dengan waktu yang
lama atau menyakitkan. Namun, sekarang ada peningkatan minat dalam penggunaan
regimen sedativa pada bidang pediatri. Hal ini disebabkan karenakurang invansif
dibandingkan dengan anestesi umum serta lebih murah.Mungkin lebih sulit
untukmenentukan tingkat sedasipada anak serta kemungkinan bahaya teranestesi dapat
terjadi.
Pedoman terbaru dari Department Of Health On General Anaesthesia And Dentistry
telah merekomendasikan untuk lebih banyak menggunakan sedasi sadar dan lokal anestesi,
sisanya untuk keadaan yang sangat mutlak baru menggunakan anestesi umum.Jika
pemilihan pasien dilakukan secara cermat, dan dengan prosedur yang
sesuai,penggunaan sedasi bisa sangat berhasil.
BAB II
TATA LAKSANA

1. Kualifikasi dan Ketrampilan


Semua pengguna sedasi harus mempunyai :
a. Staf trainer dan asisten khusus. Termasuk staf medis dan dental staf, perawat dan
personil operasi lain dalam Instalasi ini, yang semuanya harus terlatih dalam
aspek teoritis dan klinis tentang sedasi dan masing-masing mengerti jelas tentang
peran serta mereka.
b. Orang yang melakukan prosedur didefinisikan sebagai ‘operator’ dan orang yang
terlatih secara terpisah mengelola sedasi dan merawat anak selama prosedur disebut
anesthetist.
c. Sistem pengorganisasian perawatan pasien termasuk :
 Penilaian pra operasi, informasi pra-dan pasca operasi
 Protokol
 Pemberian informed
d. Tersedianya monitoring dan peralatan yang terawat. Monitoring minimal meliputi
tingkat kesadaran, nyeri, frekuensi dan pola pernapasan, denyut nadi. Jika
menggunakan sedasi IV, pengunaan oksimetri nadi merupakan prosedur standar
dan pada banyak prosedur lainnya monitoring tekanan darah,elektrokardiogram dan
suhu semakin sering digunakan.
e. Fasilitas
f. Pelatihan basic life support, dan idealnya ada pelatihan Advanced life
g. Pelatihan keterampilan resusitasi secara
h. Staf dilatih untuk membantu dalam pengelolaan darurat
i. Rekam medis.
Prosedur yang dapat dilakukan dengan sedasi :

Ektraksi gigi Penjahitan minor


Radiologi : CT Scan Penggantian/pengangkatan
Pengangkatan jahitan
plester
Dressings seperti luka bakar

2. Kontraindikasi
Kontraindikasi untuk sedasi :
a. Pasien menolak / keluarga
b. Bayi kecil dengan prosedur tidak menyakitkan, misalnya komputer tomografi,
biasanya dapat dengan pemberian makanan dan menjaga tetap hangat sehingga
bayinya bisa tidur selama prosedur.
c. Bayi exprematur < 56 minggu dari usia konsepsional, karena berisiko terjadinya
depresi pernapasan serta sedasi
d. Gangguan perilaku
e. Diketahuinya ada masalah pada jalan napas, misalnya obstructive sleep apnoea,
abnormalitas
f. Adanya penyakit pernapasan yang secara signifikan memerlukan terapi
g. Adanya ketidakstabilan jantung
h. Adanya penyakit ginjal atau hati yang diprediksi akan menghambat bersihan obat
sedasi.
i. Berisiko secara signifikan untuk terjadinya refluks gastro-esofagus.
j. Peningkatan tekanan
k. Epilepsi berat atau tidak
l. Alergi atau kontraindikasi spesifik untuk obat-obatan sedasi atau gas (misalnya
nitrogen oksida harus dihindari jika dijumpai adanya pneumotoraks).
m. Prosedur lama
3. Pengguna Obat
Obat yang digunakan untuk sedasi :
Sedasi yang efektif harus memungkinkan prosedur dilakukan dimana anak
sementara dalam keadaan mengantuk,bebas nyeri, dengan ketakutan atau kecemasan
yang minimal. Penggunaan anestesi lokal dan analgesik sederhana sangatlah penting,
dan terapi pengalihan perhatian juga sangat berguna. Orang tua sering dihadirkan,
dimana hal ini sangat membantu dalam menjaga kepercayaan anak.
Kebanyakan obat sedasi, yang diberikan dalam jumlah tertentu, dapat beresiko
menghasilkan ketidaksadaran pada anak.Hal ini dapat menyebabkan hipoksia,
hiperkapnia dan berpotensi terjadi aspirasi. Untuk itu pada penggunaan tehnik sedasi
non-anestesi, maka harus mempunyai margin of safety lebar.
Personil non-anestesi yang memberikan obat sedasi termasuk dokter (terutama
ahli radiologi, gastroenterologis dan kardiologis), perawat spesialis dan dokter gigi,
semuanya harus benar-benar terlatih untuk memberikan pelayanan yang aman dan
efektif.
Organisasi sedasi untuk anak di rumah sakit semakin berkembang pesat.
Beberapa pusat pediatrik melatih sedationists yang biasanya berasal dari perawat
spesialis (nurse-lead sedation). Namun, tanggung jawab untuk pelatihan dan
pengembangan idealnya harus terletak pada departemen anestesi dengan konsultan yang
membawahi layanan.
Pasien harus dipersiapkan seolah-olah mereka akan mengalami anestesi umum.
Mereka harus :

 Diberitahu tentang prosedur yang akan dilakukan dan telah memberikan persetujuan
tindakan.
 Dilakukan pemeriksaan kesehatan umum terakhir, dan diidentifikasi faktor-faktor
risiko potensial seperti alergi atau kondisi medis
Obat Oral
Penilaian dosis obat oral dalam bentuk kombinasi mungkin agak
sulit, dimana kemungkinanakan meningkatkansedasi yang efektif tetapi juga berpotensi
meni ngkatkan kejadian efek samping
Hal ini terutama terjadi pada bayi yang kecil dan pada anak dengan kelainan
ginjal, hati atau fungsi neurologis dimana kerja obat sukar untuk diprediksi.

4. Pemulihan dan Reversal


Pemulihan dari sedasi haruslah cepat. Fasilitas pemulihan harus tersedia.
Gunakan rejimen obat dengan waktu kerja yang paling pendek. Namun, reversal
benzodiazepine mungkin diperlukan. Flumazenil 1- 2 mcg/kg IV sering digunakan,
Sekali-kali nalokson diperlukan untuk antagonis efek opioid persisten. Nalokson 4 mcg /
kg IV dapat diberikan.

Kotak 2. Agen sedasi oral


Dosis sedasi oral
Obat Detail
(mg/kg)
Metabolit aktif = trichlorethanol
Chloral hydrate 100
Dapat diberikan melalui rektal kadang – kadang
menimbulkan rasa malu
Triclofos 50-70 (max 1 g) Metabolit aktif = trichlorethanol
Dosis besar dapat meyebabkan “grey
Trimeprazine 2
baby syndrome”
Umum digunakan

Dosis berhubungan dengan efek samping (ataksia,


Midazolam 0,5 – 1,0 pandangan ganda, sedasi)

Dapat juga diberikan melalui nasal Dosis rektal dapat


bervariasi
Diazepam 200-500 mcg/kg Dapat diberikan melalui rektal
Dapat diberikan melalui nasal juga rektal Halusinasi
mungkin terjadi
Ketamin 5-10
Pada umumnya terjadi mual dan muntah Apnue
kemungkinan dapat terjadi
Catatan: Pada anak yang lebih besar dosis tidak boleh melebihi dosis dewasa normal.

Kotak 3. Agen sedasi intravena


Obat Dosis sedasi (mg/kg) Detail
Apnue mungkin terjadi Amnesia
Midazolam 0,5 – 0,2
Gangguan prilaku dapat terjadi
Diazemuls = lipid formulasi
Diazepam 0,1-0,5
Waktu paruh panjang, berisiko pemulihan tertunda

Sering digunakan bersama propopol, Midazolam atau


ketamin dapat digunakan melalui oral Apnea, mual &
Fentanyl, diazepam 0,5 mcg/kg
muntah dapat terjadi efek potensiasi dengan obat sedasi
lainnya.

Dapat diberikan melalui IM, oral, IV Sering digunakan


Ketamin 0,5 – 1,0
dengan benzodiazepam.
Beresiko apnue
Propopol Dalam evaluasi
Beresiko menginduksi anestesi

Kotak 4. Agen sedasi inhalasi


Obat Dosis Detail
50 % N2O dalam Memberikan analgesia Membutuhkan kerja sama
Nitrous Oxide
O2, 70 % dalm O2 pasien Umum menimbulkan Mual Dysphoria
Isoflurane,
1 % dalam udara Masih dalam evaluasi
enflurane

Anestesia pada bayi dan anak kecil berbeda dengan anestesia pada orang dewasa,
karena mereka bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini.Seperti pada anestesia untuk
orang yang dewasa anestesia anak kecil dan bayi khususnya harus diketahui betul
sebelum dapat melahirkan anestesia karena itu anestesia pediatri seharusnya ditangani
oleh dokter spesialis anestesiologi atau dokter yang sudah berpengalaman.
5. Pembagian Pediatri Berdasarkan Perkembangan Biologis

1. Orok ( neonatus ) usia dibawah 28 hari


2. Bayi ( infant) usia 1 bulan – 1 tahun
3. Anak ( child) usia 1 tahun -12 tahun

Beberapa perbedaan dengan orang dewasa adalah hal-hal yang menyangkut


masalah psikologi, anatomi, fisiologi, farmakologi dan patologi. Ada 5 perbedaan
mendasar anatomi dari airway pada anak-anak dan dewasa yaitu :

a. Pada anak-anak, kepala lebih besar, dan lidah juga alebih besar
b. Laring yang letaknya lebih anterior
c. Epiglottis yang lebih panjang
d. Leher dan trache yang lebih pendek daripada dewasa
e. Cartilago tiroid yang terletak berdekatan dengan airway

6. Frekuensi dan Monitoring


Populasi usia lanjut adalah kelompok yang heterogen, dan kronologis pertambahan
usia tidak selalu paralel dengan kondisi fisiologis. Pasien yang berusia lebih tua
menunjukkan sejumlah komorbiditas, riwayat pengobatan yang banyak, dan kurangnya
cadangan fisiologis. Pasien usia lanjut lebih sensitif terhadap efek sedatif dan depresan
dari obat-obatan yang digunakan untuk sedasi dan juga mengalami peningkatan risiko
untuk efek samping aditif ika diberikan obat-obatan kombinasi. Jika episode singkat dari
hipotensi atau desaturasi mungkin tidak bermakna pada pasien muda, episode yang sama
pada pasien usia lanjut dapat mengakibatkan konsekuensi serius, seperti aritmia dan
iskemia jantung.
Pemantauan klinis pada pasien usia lanjut mungkin lebih dituntut dibandingkan
pasien yang lebih muda. Selama prosedur, individu yang bertugas harus dapat
mengawasi pasien.Individu ini tidaklah melakukan prosedur melainkan harus terus
memantau respon, kerjasama, dan tanda-tanda vital pasien.Karena pasien yang tersedasi
harus responsif setiap saat, maka komunikasi dengan pasien adalah salah satu metode
pemantauan yang paling berharga.

Pertimbangan sedasi pada dewasa/orang tua :


1. Adanya beberapa komorbiditas: penyakit koroner, aritmia

2. Riwayat cedera serebrovaskular sebelumnya

3. Kesulitan memposisikan pasien

4. Nyeri kronis terutama bagian tulang belakang dan spinal

5. Prevalensi hipoksia kronis dan kebutuhan oksigen di rumah

6. Gangguan fungsi pendengaran dan visual yang mengganggu komunikasi

7. Demensia dan disfungsi kognitif 3

7. Kunjungan Pra Anestesi/Pra Sedasi


ANAMNESIS dapat diperoleh dengan bertanya langsung pada pasien atau melalui
keluarga pasien. Yang harus diperhatikan pada anamnesis :
a. Identifikasi pasien , misalnya : nama,umur, alamat, pekerjaan,
b. Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin dapat menjadi
penyulit dalam anesthesia, antara lain :
 Penyakit
 Diabetes mellitus
 Penyakit paru kronik : asma bronchial, pneumonia,
 Penyakit jantung dan hipertensi (seperti infark miokard, angina pectoris,
dekompensasi kordis)
 Penyakit susunan saraf (seperti stroke, kejang, parese, plegi, dll)
 Penyakit ganguan perdarahan (riwayat perdarahan memanjang)
c. Riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan dan mungkin menimbulkan
intereaksi (potensiasi, sinergis, antagonis dll) dengan obat-obat anestetik. Misalnya,
obat anti hipertensi , obat-obat antidiabetik, antibiotik golongan aminoglikosida
obat penyakit jantung (seperti digitalis, diuretika), monoamino oxidase inhibitor,
bronkodilator. Keputusan untuk melanjutkan medikasi selama periode sebelum
anestesi tergantung dari beratnya penyakit dasarnya. Biasanya obat-obatan yang
dipakai pasien tetap diteruskan tetapi mengalami perubahan dosis, diubah menjadi
preparat dengan masa kerja lebih singkat atau dihentikan untuk sementara waktu.
Akan tetapi, secara umum dikatakan bahwa medikasi dapat dilanjutkan sampai
waktu untuk dilakukan
d. Alergi dan reaksi obat. Reaksi alergi kadang-kadang salah diartikan oleh pasien dan
kurangnya dokumentasi sehingga tidak didapatkan keterangan yang memadai.
Beratnya berkisar dari asimptomatik hingga reaksi anfilaktik yang mengancam
kehidupan, akan tetapi seringkali alergi dilaporkan hanya karena intoleransi obat-
obatan. Pada evaluasi pre operatif dicatat seluruh reaksi obat dengan penjelasan
tentang kemungkinan terjadinya respon alergi yang serius, termasuk reaksi terhadap
plester, sabun iodine dan lateks. Jika respon alergi terlihat, obat penyebab tidak
diberikan lagi tanpa tes imunologik atau diberi terapi awal dengan antihistamin, atau
kortikosteroid.
e. Riwayat operasi dan anestesi yang pernah dialami diwaktu yang lalu, berapa kali
dan selang waktunya. Apakah pasien mengalami komplilkasi saat itu seperti
kesulitan pulih sadar, perawatan intensif pasca operasi.
f. Riwayat keluarga. Riwayat anestesi yang merugikan atau membayakan pada
keluarga yang lain sebaiknya juga dieveluasi. Wanita pada usia produktif sebaiknya
ditanyakan tentang kemungkinan mengandung. Pada kasus yang meragukan,
pemeriksaan kehamilan preoperative merupakan suatu riwayat sosial yang mungkin
dapat mempengaruhi jalannya anestesi seperti :
 Perokok berat (diatas 20 batang perhari) dapat mempersulit induksi anestesi
karena merangasang batuk , sekresi jalan napas yang banyak, memicu atelektasis
dan pneumenia pasca bedah. Rokok sebaiknya dihentikan minimal 24 jam
sebelumnya untuk menghindari adanya CO dalam darah.
 Pecandu alcohol umumnya resisten terhadap obat- obat anestesi khususnya
golongan barbiturat. Peminum alkohol dapat menderita sirosis.
 Meminum obat-obat penenang atau Makan minum terakhir (khusus untuk operasi
emergensi).

8. Pemeriksan Fisik
Perhatian khusus dilakukan untuk evaluasi jalan napas, jantung, paru-paru dan
pemeriksaan neurologik .Jika ingin melaksanakan teknik anestesi regional maka perlu
dilakukan pemeriksaan extremitas dan punggung. Pemeriksaan fisik sebaiknya terdiri
dari :
a. Keadaan umum
Gelisah, takut, kesakitan, malnutrisi.
b. Tanda-tanda Vital
 Tinggi dan berat badan perlu untuk penentuan dosis obat terapeutik dan
pengeluaran urine yang adekuat selama operasi .
 Tekanan darah sebaiknya diukur dari kedua lengan dan tungkai (perbedaan
bermakna mungkin memberikan gambaran mengenai penyakit aorta thoracic
atau cabang-cabang besarnya).
 Denyut nadi pada saat istirahat dicatat ritmenya, perfusinya (berisi) dan jumlah
denyutnya. Denyutan ini mungkin lambat pada pasien dengan pemberian beta
blok dan cepat pada pasien dengan demam, regurgitasi aorta atau sepsis. Pasien
yang cemas dan dehidrasi sering mempunyai denyut nadi yang cepat.
 Respirasi diobservasi mengenai frekwensi pernapasannya , dalamnya dan pola
pernapasannya selama dilakukan observasi.
 Suhu tubuh (Febris/ hipotermi).
 Visual Analog Scale (VAS). Skala untuk menilai tingkat nyeri
c. Kepala dan Leher
 Mata : anemis, ikteric, pupil (ukuran, isokor/anisokor, reflek cahaya)
 Hidung : polip, septum deviasi, perdarahan
 Gigi : gigi palsu, gigi goyang, gigi menonjol, lapisan tambahan pada gigi,
kelainan ortodontik lainnya.
 Mulut : Lidah pendek/besar, TMJ (buka mulut jari), Pergerakan (baik/kurang
baik), sikatrik, fraktur, trismus, dagu kecil
 Tonsil : ukuran (T1-T3), hiperemis, perdarahan
 Leher : ukuran (panjang/pendek), sikatrik, masa tumor, pergerakan leher
(mobilitas sendi servical) pada fleksi ektensi dan ritasi, TMD, trakea (deviasi),
karotik bruit, kelenjar getah bening.
 Dalam prediksi kesulitan intubasi sering di pakai 8T yaitu : Teet, Tongue,
Temporo mandibula joint, Tonsil, Torticolis, Tiroid notch/TMD, Tumor.
d. Thorak
1. Auskultasi jantung mungkin ditemukan murmurs (bising katup), irama gallop
atau perikardial rub.
2. Paru-paru.
 Inspeksi : Bentuk dada (Barrel chest, pigeon chest, pectus excavatum,
kifosis, skoliosis) Frekwensi (bradipnue/takipnue) Sifat pernafasan (
torakal, torako abdominal/abdominal torako), irama pernafasan
(reguler/ireguler, cheyne stokes, biot), Sputum (purulen, pink frothy),
Kelainan lain (stridor, hoarseness/serak, sindroma pancoas).\
 Palpasi : Premitus (normal, mengeras, melemah)
 Auskulatasi : Bunyi nafas pokok ( vesikuler, bronchial, bronkovesikuler,
amporik), bunyi nafas tambahan (ronchi kering/ wheezing, ronchi
basah/rales, bunyi gesekan pleura, hippocrates succussion)
 Perkusi : sonor, hipersonor, pekak, redup.
 Abdomen.Pristaltik (kesan normal/meningkat/meenurun), Hati dan limpa
(teraba/tidak, batas, ukuran, per-mukaan), distensi, massa atau
asites (dapat menjadi predisposisi untuk regurgitasi).
 Kateter (terpasang/tidak), urin (volume : cukup (0,5-1 cc/jam), anuria (<
20 cc/24 jam), oliguria (25 cc/jam atau 400 cc/24jam), Poliuria (> 2500
cc/24 jam)], kwalitas (BJ, sedimen), tanda tanda sumbatan saluran kemih
(seperti kolik renal)
 Muskulo Skletal – Extremitas. Edema tungkai, fraktur, gangguan neurologik
/kelemahan otot (parese, paralisis, neuropati perifer, distropi otot), perfusi
ke distal (perabaan hangat/dingin, cafilay refil time, keringat) , Clubbing
fingger, sianosis, anemia, dan deformitas, infeksi kutaneus (terutama
rencana canulasi vaskuler atau blok saraf regional).

9. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaanlaboratorium ada 2 yaitu pemeriksaan rutin dan khusus
a. Pemeriksaan laboratorium rutin :
 Darah : Hb, lekosit, hitung jenis lekosit, golongan darah, masa pembekuan, masa
perdarahan.
 Foto toraks : terutama untuk bedah mayor, pasien diatas 60 thn, atau sesuai
 EKG : terutama untuk pasien berumur diatas 40 tahun atau sesuai
b. Pemeriksaan khusus, dilakukan bila ada riwayat atau indikasi, misalnya :
 EKG pada
 Spirometri dan bronkospirometri pada pasien tumor
 Fungsi hati pada pasien
 Fungsi ginjal pada pasien
 Analisa gas darah, elektrolit pada pasien ileus obstruksi atau bedah
 Untuk pemeriksaan khusus yang lebih mendalam, misalnya ekokardiografi atau
kateterisasi jantung diperlukan konsulatasi dengan ahli-ahli bidang lain sehingga
persiapan dan penilaian pasien dapat dilakukan lebih
PT /
Kondisi preo Lek Elekt Gula X–ra
Hb APT PLT/BT BUN/Creat SGOT/Al.Ph E K G Preg T/S
perative osit rolit darah y
T
P W
Operasi dengan
X X X
perdarahan
Operasi tanpa
perdarahan
Neonatus X X
Umur < 40 X
Umur40-49 X M
Umur50–64 X X
Umur > 65 X X X X + X
Peny.
X X X
Kardiovaskul ar
Penyakit paru X X
Keganasan X X * * X
Terapi radiasi X X X
Penyakit hati X X
Terpapar hepatitis X
Penyakit ginjal X X X X
Gangguan
X X
Perdarahan
Diabetes X X X X
Merokok X X X
Kehamilan X
Pemakaian
X X
Deuretik
Pemakain digoxin X X X
Pemakaian Steroid X X
Pemakaian anti
X X X
agulan
Penyakit SSP X X X X X
Tabel berikut ini merupakan suatu petunjuk untuk menggunakan penilaian klinis dalam
membuat permintaan pemeriksaan.

10. Perencanaan Anestesi


Rencana anestesi diperlukan untuk menyampaikan strategi penanganan anestesi secara
umum.
Secara garis besar komponen dari rencana anestesi adalah :
a. Ringkasan tentang anamnesis pasien , dan dan hasil-hasil pemeriksaan fisik
sehubungan dengan penatalaksanaan anastesi, buat dalam daftar masalah, satukan
bersamaan dengan beberapa daftar masalah yang digunakan oleh dokter yang
merawat.
b. Perencanaan teknik anestesi yang akan digunakan termasuk tehnik-
tehnik khusus (seperti intubasi fiberoptik, monitoring invasif ).
c. Perencanaan penanganan nyeri post operasi.
d. Tindakan post operatif khusus jika terdapat indikasi (misalnya perawatan di ICU).
e. Jika ada indikasi buat permintaan evaluasi medik lebih lanjut.
f. Pernyataan tentang resiko-resiko yang ada , informed consent, dan pernyataan
bahwa semua pertanyaan telah disampaikan.
g. Klasifikasi status fisik dan penilaian.

11. Menentukan Prognosis


Pada kesimpulan evaluasi pre anestesi setiap pasien ditentukan kalsifikasi status
fisik menurut American Society of Anestesiologist (ASA).Hal ini merupakan ukuran
umum keadaan pasien.
Klasifikasi status fisik menurut ASA adalah sebagai berikut :
a. ASA 1 : Pasien tidak memiliki kelainan organik maupun sistemik.
b. ASA 2 : Pasien yang memiliki kelainan sistemik ringan sampai dengan sedang selain
penyakit yang akan dioperasi. Misalnya diabetes mellitus yang terkontrol atau
hipertensi ringan.
c. ASA 3 : Pasien memiliki kelainan sistemik berat selain penyakit yang akan dioperasi,
tetapi belum mengancam jiwa. Misalnya diabetes mellitus yang tak terkontrol, asma
bronkial, hipertensi tak terkontrol.
d. ASA 4 : Pasien memiliki kelainan sistemik berat yang mengancam jiwa selain
penyakit yang akan dioperasi. Misalnya asma bronkial yang berat, koma diabetikum.
e. ASA 5 : Pasien dalam kondisi yang sangat jelek dimana tindakan anestesi mungkin
saja dapat menyelamatkan tapi risiko kematian tetap jauh lebih besar. Misalnya
operasi pada pasien koma berat.
f. ASA 6 : Pasien yang telah dinyatakan mati otaknya yang mana organnya akan
diangkat untuk kemudian diberikan sebagai organ donor bagi yang membutuhkan.
Untuk operasi darurat, di belakang angka diberi huruf E (emergency) atau D
(darurat), mis: operasi apendiks diberi kode ASA 1 E

12. Pemeriksaan Tingkat Kesadaran


Tingkat kesadaran dinilai dengan Glasgow Coma Scale (GCS). Penilaian ini
harus dilakukan secara periodik untuk menulai apakah keadaan penderita semakin
membaik atau memburuk.
GCS terendah jumlahnya adalah 3 (koma dalam atau mati), sementara yang
tertinggi adalah 15 (sadar penuh). Dari ketiga komponen GCS tersebut motorik
merupakan komponen yang paling objektif. Dan sebaiknnya penilaian untuk satu
penderita senantiasa dilakukan oleh orang yang sama.
Untuk penderita dengan hematoma periorbita yang besar, penilaian komponen
mata harus disesuaikan dengan respon motorik.Demikian pula untuk penderita yang
afasia, atau terintubasi, konponen verbalnya harus disesuaikan dengan respon
motorik.Dan untuk itu perlu latihan dan pengalaman yang berulang-ulang.
Sebagaimana disebutkan oleh Plum dan Postner, tingkat kesadaran tidak akan
terganggu jika cedera hanya terbatas pada satu hemisper saja, tetapi menjadi progresif
memburuk jika kedua hemisfer mulai terlibat, atau jika ada proses patologis akibat
penekanan atau cedera pada batang otak.
13. Informed
Pasien, anggota keluarga atau wali pasien harus diberitahu tentang intervensi
bedah dan kemungkinan komplikasi yang dapat timbul. Kapasitas putusan merupakan
prasyarat untuk suatu informed consent yang sesuai dengan hukum dan moral. Pasien
usia lanjut mungkin tidak sepenuhnya memahami intervensi yang direncanakan,
sehingga kerabat terdekat harus terlibat untuk memperoleh informed consent yang
terperinci. Status mental dan kognitif pasien harus dipertimbangkan dan
didokumentasikan.

14. Peralatan
a. Alat-alat :
 Mesin anestesi
 Circuit/breathing anestesi
 Ventilator anestesi
 Monitor
b. Mesin anestesi
 Gas supplies O2 dan N2O
c. Monitor
 Blood pressure (noninvasive or invasive)
 ECG (electrocardiograf)
 Pulse oxymeter
 Caphinograf
d. Ventilator anestesi
 Menggunakan daya listrik
 Ventilator Flowmeter (rotameter)
 Measure gas flow –> FGF
 Have safety systems (FGF, 25%)
 Vaporizer
 High flow VAP, or low flow DAP / drawover VAP
 Temperatur compensated VAP
e. System Sirkulasi
 One way value (inspiratory dan ekspiratory)
 Canister with CO2 absorber (sodalyme or baralyme)
 Ca(OH)2 + NaOH + KOH + Silica
 Ba(OH)2 + Ca(OH)2
 Oxygen analyzer sensor
BAB III
DOKUMENTASI

Dalam pelaksanaannya sedasi didokumentasikan dalam Formulir pemakaian obat –


obatan dan tehnik yang digunakan didokumentasikan dalam lembar status sedasi.
BAB IV
PENUTUP

Pelayanan bedah dan anestesi di rumah sakit merupakan salah satu bagian dari
pelayanan kesehatan yang berkembang dengan cepat seiring dengan peningkatan ilmu
pengetahuan dan tehnologi dibidang kesehatan.
Penggunaan anestesi, sedasi, dan intervensi bedah adalah proses yang umum dan
merupakan prosedur yang kompleks di rumah sakit. Tindakan – tindakan ini membutuhkan
asesmen pasien yang lengkap dan komprehensif, perencanaan asuhan yang terintegrasi,
monitoring pasien yang berkesinambungan dan kriteria transfer untuk pelayanan
berkelanjutan, rehabilitasi, akhirnya transfer maupun pemulangan pasien.
Oleh karena itu diperlukan panduan sedasi untuk memberikan acuan dalam pengelolaan
dan pelayanan sedasi, anestesi di rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai