Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Glaukoma adalah penyebab kebutaan kedua terbesar di dunia setelah katarak.


Diperkirakan 66 juta penduduk dunia sampai tahun 2010 akan menderita gangguan
penglihatan karena glaukoma. Kebutaan karena glaukoma tidak bisa disembuhkan,
tetapi pada kebanyakan kasus glaukoma dapat dikendalikan. Di Indonesia, glaukoma
diderita oleh 3% dari total populasi penduduk. Umumnya penderita glaukoma telah
berusia lanjut. Pada usia diatas 40 tahun, tingkat resiko menderita glaukoma
meningkat sekitar 10%. Hampir separuh penderita glaukoma tidak menyadari bahwa
mereka menderita penyakit tersebut.

Glaukoma tidak hanya disebabkan oleh tekanan yang tinggi di dalam mata.
Sembilan puluh persen (90%) penderita dengan tekanan yang tinggi tidak menderita
glaukoma, sedangkan sepertiga dari penderita glaukoma memiliki tekanan normal.

Glaukoma dibagi menjadi Glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma kronis),


Glaukoma primer sudut tertutup (sempit / akut), Glaukoma sekunder, dan glaukoma
kongenital (Glaukoma pada bayi).

Glaukoma akut didefenisikan sebagai peningkatan tekanan intraorbita secara


mendadak dan sangat tinggi, akibat hambatan mendadak pada anyaman trabekulum.
Glaukoma akut ini merupakan kedaruratan okuler sehingga harus diwaspadai, karena
dapat terjadi bilateral dan dapat menyebabkan kebutaan tetapi resiko kebutaan dapat
dicegah dengan diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 ANATOMI

Gambar : Perbedaan mata normal dan glaukoma

Anatomi sudut filtrasi terdapat di dalam limbus kornea. Limbus adalah bagian
yang dibatasi oleh garis yang menghubungkan akhir dari membran descement dan
membran Bowman, lalu ke posterior 0,75 mm, kemudian ke dalam mengelilingi
kanal schlemn dan trabekula sampai ke bilik mata depan. Akhir dari membran
descement disebut garis schwalbe. 2

Di dalam stromanya terdapat serat-serat saraf dan cabang akhir dari a. siliaris
anterior. 2

2
Bagian terpenting dari sudut filtrasi adalah trabekula, yang terdiri dari : 3

1. Trabekula korneoskleral, serabutnya berasal dari dalam stroma kornea


dan menuju ke belakang, mengelilingi kanal schlemn untuk berinsersi
pada sklera.
2. Trabekula uveal, serabut berasal dari lapisan dalam stroma kornea,
menuju ke skle-ralspur (insersi dari m. siliaris) dan sebagian ke m.
siliaris meridional.
3. Serabut berasal dari akhir membran descement (garis schwalbe), menuju
jaringan pengikat m. siliaris radialis dan sirkularis.
4. Ligamentum pektinatum rudimenter, berasal dari dataran depan iris
menuju depan trabekula.

Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, jaringan homogen, elastis dan


seluruhnya diliputi endotel. Keseluruhannya merupakan spons yang tembus pandang,
sehingga ada darah di dalam kanal schlemn, dapat terlihat dari luar. 2

Kanal schlemn merupakan kapiler yang dimodifikasi, yang mengelilingi


kornea. Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel, diameternya 0.5 mm. Pada dinding
sebelah dalam terdapat lubang-lubang sebesar 2 U, sehingga terdapat hubungan
langsung antara trabekula dan kanal schlemn. Dari kanal schlemn, keluar saluran
kolektor 20-30 buah, yang menuju ke pleksus vena didalam jaringan sklera dan
episklera dan v. siliaris anterior di badan siliar. 2,3

HUMOR AKUEUS

Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor akueus dan


tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata Humor akuos adalah suatu cairan jernih
yang mengisi kamera anterior dan posterior mata. 2

a. Komposisi humor akueus

3
Humor akueus adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera okuli anterior
dan posterior mata, yang berfungsi memberikan nutrisi dan oksigen pada kornea dan
lensa. Volumenya adalah sekitar 250 µL, dan kecepatan pembentukannya, yang
bervariasi diurnal, adalah 1,5 – 2 µL/menit. Tekanan osmotik sedikit lebih tinggi
daripada plasma. Komposisi humor akueus serupa dengan plasma kecuali bahwa
cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktatyang lebih tinggi dan
protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah. Tekanan intraokular normal rata-rata
yakni 15 mmHg pada dewasa, dimana lebih tinggi daripada rata-rata tekanan jaringan
pada organ lain di dalam tubuh. 2

Tekanan yang tinggi ini penting dalam proses penglihatan dan membantu untuk
memastikan : 3

- Kurvatura dari permukaan kornea tetap halus dan seragam


- Jarak konstan antara kornea, lensa dan retina
- Keseragaman barisan fotoreseptor di retina dan epitel berpigmen di memran
Bruch’s dimana normalnya rapi dan halus

b. Pembentukan dan Aliran Humor Akueus

Humor akueus diproduksi oleh badan siliar. Ultrafiltrat plasma yang dihasilkan
di stroma prosesus siliaris dimodifikasi oleh fungsi sawar dan prosesus sekretorius
epitel siliaris. Setelah masuk ke kamera okuli posterior, humor akueus mengalir
melalui pupil ke kamera okuli anterior lalu ke jalinan trabekular di sudut kamera
anterior (sekaligus, terjadi pertukaran diferensial komponen – komponen dengan
darah di iris), melalui jalinan trabekular ke kanal schlemn menuju saluran kolektor,
kemudian masuk kedalam pleksus vena, ke jaringan sklera dan episklera juga ke
dalam v.siliaris anterior di badan siliar. Saluran yang mengandung cairan camera
oculi anterior dapat dilihat di daerah limbus dan subkonjungtiva, yang dinamakan
aqueus veins. 3

4
Gambar : Fisiologi Sirkulasi Humor Akueus

Humor akueus akan mengalir keluar dari sudut COA melalui dua jalur, yakni : 1

- Outflow melalui jalur trabekular yang menerima sekitar 85% outflow


kemudian akan mengalir kedalan canalis Schlemm. Dari sini akan
dikumpulkan melalui 20-30 saluran radial ke plexus vena episcleral (sistem
konvensional)
- Outflow melalui sistem vaskular uveoscleral yang menerima sekitar 15%
outflow, dimana akan bergabung dengan pembuluh darah vena

II.2 DEFINISI

Glaukoma sudut tertutup primer terjadi apabila terbentuk iris bombe yang
menyebabkan sumbatan sudut kamera anterior oleh iris perifer, sehingga menyumbat

5
aliran humor akueus dan tekanan intraokular meningkat dengan cepat sehingga
menimbulkan nyeri hebat, kemerahan dan kekaburan penglihatan. Glaukoma Akut
merupakan kedaruratan okuler sehingga harus diwaspadai, karena dapat terjadi
bilateral dan dapat menyebabkan kebutaan bila tidak segera ditangani dalam 24 – 48
jam.1,3

II.3 EPIDEMIOLOGI

Glaukoma akut terjadi pada 1 dari 1000 orang yang berusia di atas 40 tahun
dengan angka kejadian yang bertambah sesuai usia. Perbandingan wanita dan pria
pada penyakit ini adalah 4:1. Pasien dengan glaukoma sudut tertutup kemungkinan
besar rabun dekat karena mata rabun dekat berukuran kecil dan struktur bilik mata
anterior lebih padat.4,7

II.4 ETIOLOGI

Glaukoma akut terjadi karena peningkatan tekanan intraokuler secara mendadak


yang dapat disebabkan oleh sumbatan di daerah kamera okuli anterior oleh iris
perifer, sehingga menyumbat aliran humor akueus dan menyebabkan tekanan intra
okular meningkat dengan cepat sehingga menimbulkan nyeri hebat. 4

II.5 PATOFISIOLOGI

Glaukoma sudut tertutup primer terjadi karena ruang anterior secara anatomis
menyempit sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan
menghambat humor akueus mengalir ke saluran schlemm. Pergerakan iris ke depan

6
dapat karena peningkatan tekanan vitreus, penambahan cairan di ruang posterior atau
lensa yang mengeras karena usia tua. Peningkatan tekanan intraokuler akan
mendorong perbatasan antara saraf optikus dan retina di bagian belakang mata.
Akibatnya pasokan darah ke saraf optikus berkurang sehingga sel-sel sarafnya mati.
Karena saraf optikus mengalami kemunduran, maka akan terbentuk bintik buta pada
lapang pandang mata. Yang pertama terkena adalah lapang pandang tepi, lalu diikuti
oleh lapang pandang sentral. Jika tidak diobati, glaukoma pada akhirnya bisa
menyebabkan kebutaan. 1,6

Gambar : Patofisiologi Glaukoma Sudut tertutup

7
II.6 GEJALA KLINIS

Tajam penglihatan kurang (kabur mendadak), mata merah, bengkak, mata


berair, kornea suram karena edema, bilik mata depan dangkal dan pupil lebar dan
tidak bereaksi terhadap sinar, diskus optikus terlihat merah dan bengkak, tekanan
intra okuler meningkat hingga terjadi kerusakan iskemik pada iris yang disertai
edema kornea, dibuktikan dengan tonometri schiotz ataupun teknik palpasi (tidak
dianjurkan karena terlalu subjektif), melihat halo (pelangi di sekitar objek), nyeri
hebat periorbita, pusing, bahkan mual-muntah. 4,5

Gambar : Gambaran Serangan Akut Glaukoma

8
II.7 DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakan atas dasar tiga gejala dasar yakni : 3

 Mata merah unilateral dengan injeksi konjungtiva atau silier


 Pupil yang dilatasi

 Bola mata keras pada palpasi

Berdasarkan penjelasan di atas, maka diagnosis dapat ditegakan dari anamnesis,


pemeriksaan status umum dan oftalmologis, serta penunjang.

Berdasarkan ananmnesis, pasien akan mengeluhkan pandangan kabur, melihat


pelangi atau cahaya di pinggir objek yang sedang dilihat (halo), sakit kepala, sakit
bola mata, pada kedua matanya, muntah – muntah. 5

Pada pemeriksaan akan ditemukan tanda-tanda, antara lain : visus sangat


menurun, mata merah, tekanan intra okular meningkat, injeksi pericorneal, kornea
oedem, COA dangkal, iris oedem dan berwarna abu – abu, pupil sedikit melebar dan
tidak bereaksi terhadap sinar, serta diskus optikus terlihat merah dan bengkak. 4

Selain itu, dapat juga dilakukan pemeriksan penunjang, diantaranya,


pemeriksaan tekanan intra okular dengan menggunakan tonometri, melihat sudut
COA, menilai CDR, pemeriksaan lapang pandang, tonografi, serta tes kamar gelap.3

9
II.8 KLASIFIKASI

Glaukoma sudut tertutup primer dapat dibagi menjadi : 4,7

a. Akut

Glaukoma ini terjadi apabila terbentuk iris bombe yang menyebabkan


sumbatan sudut kamera anterior oleh iris perifer dan akibat pergeseran
diafragma lensa-iris ke anterior disertai perubahan volume di segmen
posterior mata.

b. Subakut

Glaukoma dengan gejala klinis nyeri unilateral berulang dan mata tampak
kemerahan

c. Kronik

Glaukoma dengan gejala klinis terdapat peningkatan tekanan intraokular,


sinekia anterior perifer meluas

d. Iris plateau

Iris plateau adalah suatu kelainan yang jarang dijumpai kedalaman kamera
anterior sentral normal tetapi sudut kamera anterior sangat sempit karena
insersi iris secara kongenital terlalu tinggi.

10
II.9 DIAGNOSIS BANDING

Iritis akut, menimbulkan fotofobia lebih besar daripada glaukoma. Tekanan


intraokular biasanya tidak meningkat, pupil konstriksi, dan kornea biasanya tidak
edematosa. Di kamera anterior tampak jelas sel – sel, dan terdapat injeksi siliaris
dalam. 4

Konjungtivitis akut, nyerinya ringan atau tidak ada dan tidak terdapat gangguan
penglihatan. Terdapat tahi mata dan konjungtiva yang meradang hebat tetapi tidak
terdapat injeksi siliaris. Respon pupil dan tekanan intraokular normal, dan kornea
jernih.4

Glaukoma sudut tertutup akut sekunder dapat terjadi akibat pergeseran


diafragma lensa-iris ke anterior disertai perubahan volume di segmen posterior mata.
Hal ini dapat dijumpai pada sumbatan vena retina sentralis, pada skleritis posterior
dan setelah tindakan – tindakan terapeutik misalnya fotokoagulasi panretina,
krioterapi retina, dan scleral buckling untuk pelepasan retina. Gambaran klinis
biasanya mempermudah diagnosis.4,5

II.10 KOMPLIKASI

Apabila terapi tertunda, iris perifer dapat melekat ke jalinan trabekular (sinekia
anterior), sehingga menimbulkan sumbatan ireversibel sudut kamera anterior yang
memerlukan tindakan bedah untuk memperbaikinya. Kerusakan saraf optikus sering
terjadi. 6

11
II.11 PENATALAKSANAAN

Glaukoma hanya bisa diterapi secara efektif jika diagnose ditegakkan sebelum
serabut saraf benar-benar rusak. Tujuannya adalah menurunkan tekanan intraokular,
dapat dilakukan dengan minum larutan gliserin dan air bisa mengurangi tekanan dan
menghentikan serangan glaukoma. Bisa juga diberikan inhibitor karbonik anhidrase
(misalnya asetazolamid  500 mg iv dilanjutkan dgn oral 500 mg/1000mg oral).
Tetes mata pilokarpin menyebabkan pupil mengecil sehingga iris tertarik dan
membuka saluran yang tersumbat. Untuk mengontrol tekanan intraokuler bisa
diberikan tetes mata beta bloker (Timolol 0.5% atau betaxolol 0.5%, 2x1 tetes/hari)
dan kortikosteroid topikal dengan atau tanpa antibiotik untuk mengurangi inflamasi
dan kerusakan saraf optik. Setelah suatu serangan, pemberian pilokarpin dan beta
bloker serta inhibitor karbonik anhidrase biasanya terus dilanjutkan. Pada kasus yang
berat, untuk mengurangi tekanan biasanya diberikan manitol intravena (melalui
pembuluh darah). 3,7

Prinsip dari pengobatan glaukoma akut yaitu untuk mengurangi produksi humor
akueus dan meningkatkan sekresi dari humor akueus sehingga dapat menurunkan
tekanan intra okuler sesegera mungkin. Obat – obat yang dapat digunakan, yaitu : 4

• Menghambat pembentukan humor akueus

Penghambat beta andrenergik adalah obat yang paling luas digunakan.


Dapat digunakan tersendiri atau dikombinasi dengan obat lain. Preparat yang
tersedia antara lain Timolol maleat 0,25% dan 0,5%, betaksolol 0,25% dan
0,5%, levobunolol 0,25% dan 0,5%, dan metipranolol 0,3%. Apraklonidin
adalah suatu agonis alfa adrenergik yang baru yang berfungsi menurunkan
produksi humor akueous tanpa efek pada aliran keluar. epinefrin dan dipiferon
juga memiliki efek yang serupa. 4

12
Inhibitor karbonat anhidrase sistemik asetazolamid digunakan apabila terapi
topikal tidak memberi hasil memuaskan dan pada glaukoma akut dimana
tekanan intraokuler sangat tinggi dan perlu segera dikontrol. Obat ini mampu
menekan pembentukan humor akueous sebesar 40-60%. 4

• Fasilitasi aliran keluar humor akueous

Obat parasimpatomimetik meningkatkan aliran keluar humor akueous


dengan bekerja pada jalinan trabekuler melalui kontraksi otot siliaris. Obat
pilihan adalah pilokarpin, larutan 0,5-6% yang diteteskan beberapa kali sehari
atau gel 4% yang dioleskan sebelum tidur. Semua obat parasimpatomimetik
menimbulkan miosis disertai meredupnya penglihatan, terutama pada pasien
dengan katarak, dan spasme akomodatif yang mungkin mengganggu bagi
pasien muda. 4

 Penurunan volume korpus vitreum

Obat-obat hiperosmotik menyebabkan darah menjadi hipertonik sehingga


air tertarik keluar dari korpus vitreum dan terjadi penciutan korpus vitreum.
Penurunan volume korpus vitreum bermanfaat dalam pengobatan glaukoma
akut sudut tertutup. 4

Gliserin 1ml/kgBB dalam suatu larutan 50% dingin dicampur dengan sari
lemon, adalah obat yang paling sering digunakan, tetapi pemakaian pada
pasien diabetes harus berhati-hati. Pilihan lain adalah isosorbin oral atau
manitol intravena. 4

 Miotik, Midriatik

Konstriksi pupil sangat penting dalam penalaksanaan glaukoma sudut


tertutup akut primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil
penting dalam penutupan sudut akibat iris bombe karena sinekia posterior.

13
Apabila penutupan sudut diakibatkan oleh pergeseran lensa ke anterior,
atropine atau siklopentolat bisa digunakan untuk melemaskan otot siliaris
sehingga mengencangkan apparatus zonularis. 4

Bila tidak dapat diobati dengan obat – obatan, maka dapat dilakukan tindakan: 6

 Iridektomi dan iridotomi perifer

Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi


langsung antara kamera anterior dan posterior sehingga beda tekanan
diantara keduanya menghilang. Hal ini dapat dicapai dengan laser
neonidium: YAG atau aragon atau dengan tindakan bedah iridektomi
perifer, tetapi dapat dilakukan bila sudut yang tertutup sebesar 50%. 6

 Trabekulotomi (Bedah drainase)

Dilakukan jika sudut yang tertutup lebih dari 50% atau gagal
dengan iridektomi. 6

II.12 PENCEGAHAN

Pencegahan terhadap glaukoma akut dapat dilakukan Pada orang yang telah
berusia 20 tahun sebaiknya dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata berkala secara
teratur setiap 3 tahun, bila terdapat riwayat adanya glaukoma pada keluarga maka
lakukan pemeriksaan setiap tahun. Secara teratur perlu dilakukan pemeriksaan lapang
pandangan dan tekanan mata pada orang yang dicurigai akan timbulnya glaukoma.
Sebaiknya diperiksakan tekanan mata, bila mata menjadi merah dengan sakit kepala
yang berat, serta keluarga yang pernah mengidap glaukoma.1

II.13 PROGNOSIS

14
Glaukoma akut merupakan kegawat daruratan mata, yang harus segera
ditangani dalam 24 – 48 jam. Jika tekanan intraokular tetap terkontrol setelah terapi
akut glaukoma sudut tertutup, maka kecil kemungkinannya terjadi kerusakan
penglihatan progresif. Tetapi bila terlambat ditangani dapat mengakibatkan buta
permanen.1,4

BAB III

15
KESIMPULAN

Glaukoma adalah suatu kelainan pada mata yang ditandai oleh meningkatnya
tekanan intra okuler yang disertai pencekungan diskus optikus dan pengecilan lapang
pandang. Glaukoma terjadi karena peningkatan tekanan intraokuler yang dapat
disebabkan oleh bertambahnya produksi humor akueus oleh badan siliar ataupun
berkurangnya pengeluaran humor akueus di daerah sudut bilik mata atau di celah
pupil.

Glaukoma dibagi menjadi Glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma kronis),


glaukoma primer sudut tertutup (sempit / akut), glaukoma sekunder, dan glaukoma
kongenital (glaukoma pada bayi).

Glaukoma sudut tertutup primer terjadi apabila terbentuk iris bombe yang
menyebabkan sumbatan sudut kamera anterior oleh iris perifer, sehingga menyumbat
aliran humor akueus dan tekanan intraokular meningkat dengan cepat sehingga
menimbulkan nyeri hebat, kemerahan dan kekaburan penglihatan. Glaukoma sudut
tertutup primer dapat dibagi menjadi akut, subakut, kronik, dan iris plateau.

Glaukoma akut merupakan kegawat daruratan mata, yang harus segera


ditangani dalam 24 – 48 jam. Jika tekanan intraokular tetap terkontrol setelah terapi
akut glaukoma sudut tertutup, maka kecil kemungkinannya terjadi kerusakan
penglihatan progresif. Tetapi bila terlambat ditangani dapat mengakibatkan buta
permanen

Prinsip dari pengobatan glaukoma akut yaitu untuk mengurangi produksi humor
akueus dan meningkatkan sekresi dari humor akueus sehingga dapat menurunkan
tekanan intra okuler sesegera mungkin

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Shock JP, Harper RA, Vaughan D, Eva PR. 1996. Lensa, Glaukoma. In: Vaughan
DG, Asbury T, Eva PR, editors. Oftalmologi umum. 14 ed. Jakarta. Widya Medika.
2. Friedmand NJ, Kaiser PK, Trattler WB. 2002. Ophtalmology. Philadelphia.
Elsevier Saunders.

3. Gerhard KL, Oscar, Gabriele, Doris, Peter. 2007. Ophtalmology a short textbook.
Second edition. Thieme Stuttgart : New York.

4. Lang, GK. 2000. Ophthalmology. Germany.

5. Khaw PT, Elkington AR. 2005. AC Of Eyes. Edisi ke-4. BMJ Book: London.

6. James B, Chew C, Bron A. 2005. Lecture Notes Oftalmologi. Ed 9. EMS: Jakarta.

7. Gondowihardjo T, Simanjuntak G. editor. 2006. Glaukoma Akut dalam Panduan


Manajemen Klinis Perdami. PP Perdami: Jakarta.

17

Anda mungkin juga menyukai